Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
This research purposes were to know the contents of detergent waste substance based on the standard environment quality for detergent
waste, to learn the capability of Pistia stratiotes L. and Limnocharis flava L. on increasingly water quality of detergent waste, and to
learn the effect on detergent waste on growth of Pistia stratiotes L. and Limnocharis flava L. The research used a completely
randomized design, 3x4 pattern, with 3 replicates. The treatment was different spesies of plant (P. stratiotes, L. flava, without plant as
control) that would be grown at different concentration of detergent waste (0%, 20%, 40%, and 60%). The result of the research
indicated that many parameters of detergent waste (pH, temperature, phosphat content, and alkalinity) were upper than the value of the
standard environment quality due to Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/02/1997. The level of detergent waste could be
increase using the application of P. stratiotes and L. flava. P. stratiotes had capability to decrease temperature, sulphat content, and
phosphat content of detergent waste. L. flava had capability to decrease pH of detergent waste. Both plants increased alkalinity level of
detergent waste. The detergent waste had capability to decrease the growth (fresh weight, shoot length, and total chlorophyl content) of
P. stratiotes and F. flava.
Key words: Pistia stratiotes L., Limnocharis flava L, detergent waste, water quality.
yang menyebabkan pencemaran air. Penggunaan tanaman Perlakuan. Aklimasi tanaman kayu apu dan genjer
air seperti kayu apu dan genjer dalam menurunkan selama 1 minggu pada bak-bak plastik yang diisi dengan
toksisitas air limbah di perairan masih harus terus air. Menimbang kayu apu dan genjer dengan berat masing-
dikembangkan, untuk mencari sistem pengolahan air masing 300 g dengan umur kira-kira 1 bulan. Media air
limbah yang aman bagi lingkungan dan mudah di dapat pada bak-bak aklimasi tanaman dibuang dan diganti
dari lingkungan sekitar kita (Anonymous, 1976). dengan air limbah yang baru sebanyak 10 L. Sebelum dan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan setelah perlakuan air limbah diukur parameter fisika dan
bahan pencemar yang terdapat dalam limbah detergen kimianya yang meliputi: suhu, DO, pH dan alkalinitas
dibandingkan dengan Baku Mutu Limbah berdasarkan dengan metode indikator warna (Alaerts dan Santika,
Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/02 1987). Pengukuran berat basah, panjang akar dan klorofil
/1997, mengetahui kemampuan tanaman kayu apu dan total dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada
genjer dalam meningkatkan kualitas limbah detergen dan panjang gelombang 663 nm dan 645 nm (Anggarwulan,
mengetahui pengaruh limbah terhadap pertumbuhan 2000). Penentuan kadar sulfat dan fosfat menggunakan
tanaman kayu apu dan genjer. Spektrofotometer UV-Vis (Bappedal, 1994)
Data parameter kualitas air limbah detergen meliputi
pH, oksigen terlarut, suhu, alkalinitas, sulfat dan fosfat
BAHAN DAN METODE serta pertumbuhan tanaman air meliputi berat basah,
panjang akar dan klorofil total tanaman dianalisis dengan
Penelitian ini dilaksanakan bulan November-Desember Anava dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%.
2002 di Laboratorium Pusat MIPA Sublab Biologi dan
Kimia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Bahan yang
digunakan meliputi bahan tanaman yaitu Kayu apu dan HASIL DAN PEMBAHASAN
genjer kira-kira berumur 1 bulan diambil dari areal
persawahan di Desa Baki Kabupaten Sukoharjo. Limbah Bahan pencemar pada limbah detergen
detergen diambil dari BINATU Laundry Hotel Sahid Penelitian ini dilaksanakan dua tahap yaitu uji
Kusuma Jl. Sugiyopranoto no.20 Surakarta, bahan kimia pendahuluan dan uji sesungguhnya. Uji pendahuluan
untuk analisis kualitas air (alkalinitas, sulfat dan fosfat) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tanaman yang
yaitu: indikator PP; indikator Metil Red; dan HCL 1N, mampu bertahan hidup paling lama pada konsentrasi
Kalium phoshat {KH2PO4}; Asam Sulfat (H2SO4) 5N; limbah yang telah ditentukan yaitu konsentrasi 100%, 75%,
Kalium antimonil tartrat {K(sbO)C4H4O}; Amonium 50%, 25% dan 0% (sebagai kontrol) selama 7 hari dan
molibdat{(NH4)6 Mo7O24 ± 0,03 M}; larutan askorbat 0,01 untuk mengetahui batasan waktu hidup suatu tanaman
M; aquades; Na2SO4; Barium Klorida {BaCl2.2H2O}; HCl dalam lingkungan yang tercemar. Pada uji pendahuluan
pekat; etil alkohol 95 %; NaCl dan gliserol dan analisis dilakukan pengukuran parameter kualitas air limbah (pH,
klorofil total tanaman yaitu aseton. Oksigen terlarut, suhu, alkalinitas, sulfat dan fosfat) pada
konsentrasi limbah detergen 100%. Hal ini digunakan
Rancangan percobaan untuk mengetahui besarnya bahan pencemar yang
Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak terkandung dalam limbah detergen, untuk kemudian
Lengkap (RAL), pola faktorial 3x4 dengan 3 ulangan. dibandingkan dengan limbah yang telah diencerkan.
Faktor pertama konsentrasi limbah detergen yaitu 0%, Dari Tabel 1 diketahui bahwa parameter kualitas air
20%, 40% dan 60%. Faktor kedua jenis tanaman, yaitu limbah detergen (konsentrasi 100%) berupa pH dan suhu
kayu apu, genjer, dan tanpa tanaman. berada di atas baku mutu limbah yang ditetapkan oleh
Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No:
Cara kerja 660.1/02/1997. Sedangkan untuk parameter kadar fosfat
Prosedur percobaan ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu: nilainya berada di bawah Baku Mutu Limbah. Pengenceran
Uji pendahuluan. Air limbah detergen diencerkan air limbah dengan air ledeng mempengaruhi parameter
dengan konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan 0% kualitas air limbah detergen. Pengenceran akan
(sebagai kontrol). Pengenceran limbah detergen dilakukan menurunkan nilai pH, suhu, alkalinitas, kadar sulfat dan
dengan penambahan air ledeng. Sepuluh liter air limbah fosfat air limbah detergen.
dari masing-masing konsentrasi dimasukkan kedalam bak- Berdasarkan uji pendahuluan, sampai hari ke-7
bak plastik dengan volume 15 L. Tanaman kayu apu dan diketahui bahwa untuk konsentrasi limbah 100% dan 75%
genjer masing-masing dengan berat 300g sebanyak 10 tidak ada lagi tanaman uji yang tumbuh. Pada konsentrasi
tanaman dimasukkan ke dalam bak-bak yang telah diisi air 50%, 5 tanaman uji (dari 10 tanaman uji yang
limbah detergen. Masing-masing perlakuan diatas diperlakukan) berupa tanaman kayu apu dan genjer masih
dilakukan sebanyak 3 ulangan. Bak-bak perlakuan hidup. Dari hasil tersebut ditetapkan waktu untuk uji
ditempatkan di rumah kaca. Setiap hari diamati jumlah sesungguhnya selama 14 hari, dengan asumsi bahwa pada
tanaman yang mati sampai 7 hari perlakuan. Berdasarkan rentang waktu tersebut tanaman diperkirakan masih dapat
jumlah tanaman yang masih hidup sampai hari ketujuh uji diamati (belum mati) sehingga diharapkan dapat diketahui
pendahuluan maka dibuat konsentrasi baru yaitu 60%, pengaruh limbah terhadap tanaman maupun kemampuan
40%, 20% dan 0% (sebagai kontrol) dan waktu perlakuan tanaman dalam memperbaiki kualitas air limbah detergen.
14 hari untuk uji sesungguhnya. Uji sesungguhnya dilakukan dengan limbah detergen yang
HERMAWATI dkk. – Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava 117
baru, jadi tidak menggunakan limbah yang lama. Jumlah 1995). Detergen yang mengandung fosfat jika dilarutkan
tanaman yang masih tetap hidup pada uji pendahuluan dalam air memiliki pH antara 9-10,5 (Fardiaz, 1992).
dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase
perubahan pH air limbah detergen menunjukkan bahwa
Tabel 1. Nilai awal parameter air limbah detergen pada berbagai perlakuan jenis tanaman dan interaksi antara jenis tanaman
konsentrasi. dengan tingkat konsentrasi limbah detergen memberikan
pengaruh nyata terhadap persentase perubahan pH air
Konsentrasi detergen (%) limbah detergen. Tingkat konsentrasi limbah detergen tidak
Parameter
0 20 40 60 100 BMLC memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perubahan
pH 7,85 9,31 9,75 9,94 12 6-9 pH. Nilai pH air limbah detergen disajikan pada Tabel 3,
DO (mg/L) 8,07 6,35 4,00 2,50 1,03 6 sedangkan persentase perubahan pH air limbah terlihat
Suhu (0C) 30,6 31,6 31,7 32,4 33 30
pada Tabel 4.
Alkalinitas (mg/L) 57 72,7 117,7 127,7 1200 -
Sulfat (mg/L) 0,1300 1,500 2,300 2,900 3 - Derajat keasaman (pH) air limbah detergen pada
Fosfat (mg/L) 0,8000 2,000 2,000 2,900 4 4 konsentrasi 60% mengalami penurunan tertinggi pada
Keterangan: BMLC: Baku Mutu Limbah Cair Berdasarkan Surat perlakuan dengan tanaman kayu apu sebesar 7,55% atau
Keputusan Gubernur Jawa Tengah No: 660.1/02/1997. dari 9,94 menjadi 9,19. pH limbah detergen dengan
konsentrasi 40% mengalami penurunan tertinggi juga pada
tanaman kayu apu sebesar 9,74% atau dari 9,75 menjadi
Tabel 2. Jumlah tanaman uji yang hidup sampai pada akhir uji 8,80. pH air limbah detergen pada konsentrasi 20%
pendahuluan. mengalami penurunan tertinggi pada perlakuan dengan
tanaman genjer sebesar 9,24% atau dari 9,31 menjadi 8,45,
Konsentrasi Hari ke- sedangkan pada konsentrasi 0% atau kontrol justru
Tanaman
detergen (%) 1 2 3 4 5 6 7 mengalami peningkatan nilai pH pada semua perlakuan
100 Kayu apu 10 9 0 tanaman. Penurunan pH oleh kedua tanaman disebabkan
Genjer 10 10 8 0
karena terserapnya unsur-unsur dalam air limbah ke dalam
75 Kayu apu 10 8 6 3 0
Genjer 10 9 9 5 0 akar tanaman dalam jumlah yang banyak. Secara umum pH
50 Kayu apu 10 10 9 9 8 6 5 air dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 bebas. Fitoplankton
Genjer 10 10 10 9 8 8 5 dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air
25 Kayu apu 10 10 10 10 10 10 10 selama proses fotosintesis sehingga mengakibatkan pH air
Genjer 10 10 10 10 10 10 10 meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari
0 Kayu apu 10 10 10 10 10 10 10 (Cholik dkk., 1991). Penurunan nilai pH limbah detergen
Genjer 10 10 10 10 10 10 10 diduga karena terjadinya pelepasan gugus sulfonat dari
detergen yang kemudian teroksidasi menjadi sulfat
(Suharjono dan Kurniati, 1994).
Pada uji sesungguhnya konsentrasi limbah detergen Nilai derajat keasaman (pH), kandungan CO2 dan ion
yang dipakai (yang akan diuji) adalah konsentrasi limbah bikarbonat dalam air limbah sangat berkaitan. CO2 dapat
detergen di bawah 75% yaitu 60%, 40%, 20% dan 0% mempengaruhi pH perairan dan dapat mempengaruhi
(kontrol). Parameter kualitas air limbah detergen pada kandungan bikarbonat. Hal ini berarti bahwa kehadiran
konsentrasi-konsentrasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. CO2 menghasilkan ion bikarbonat. Kandungan ion
bikarbonat dan CO2 akan membentuk sistem penyangga
Kualitas air limbah detergen setelah perlakuan dengan air. Jika penguraian CO2 dan bikarbonat meningkat maka
tanaman pH air menjadi sangat tinggi (Mahida, 1986). Peningkatan
Derajat keasaman (pH). CO2 yang diduga akibat adanya penguraian dalam proses
Detergen di dalam air menganggu karena larutan sabun fotosintesis menyebabkan terbentuknya asam karbonat dan
akan menaikkan pH air (Wardhana, 1995; Fardiaz, 1992). bikarbonat oleh adanya reaksi ikatan CO2 dengan H2O
Nilai pH air limbah industri detergen sebelum pengenceran menjadi lebih sedikit, sehingga jumlah ion H+ yang
sebesar 12 (Tabel 1). Tingginya nilai pH sebelum dibebaskan dalam reaksi tersebut menjadi berkurang
pengenceran dimungkinkan karena dalam detergen terdapat dengan berkurangnya kandungan ion H+ maka pH air
penambahan zat yang bersifat alkalis yang dapat mengikat meningkat (Connell dan Miller, 1995; Hariyati, 1995).
kotoran. Nilai pH limbah detergen yang masih Meningkatnya nilai pH juga disebabkan oleh adanya
diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan sebesar 6-9, pelarutan ion-ion logam sehingga dapat merubah
yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Jawa konsentrasi ion hidrogen dalam air (Wardhana, 1995).
Tengah No: 660.1/02/1997. Nilai pH baik sebelum maupun Perbaikan nilai pH air limbah detergen pada perlakuan
setelah pengenceran berada di atas baku mutu limbah cair diduga karena kemampuan kedua tanaman untuk menyerap
industri detergen yang diperbolehkan. Menurut Fardiaz unsur-unsur kimia baik organik maupun anorganik
(1992) Limbah detergen bersifat alkalis dan air ledeng yang sehingga mencegah proses penguraian senyawa organik
digunakan untuk mengencerkan limbah detergen mengan- maupun anorganik melalui proses kimiawi oleh faktor
ung kapur. Adanya zat kapur di dalam air akan mengubah lingkungan. Sumber dari ion hidrogen pada perairan alami
sistem penyangga (buffer) air dan memungkinkan adalah asam karbonat dalam berbagai bentuk (Cole, 1979).
perubahan nilai pH (Wardhana, 1995; Salisbury dan Ross,
118 B i o S M A R T Vol. 7, No. 2, Oktober 2005, hal. 115-124
Tabel 3. Nilai parameter lingkungan air limbah detergen sebelum perlakuan Oksigen terlarut (DO)
dan setelah 14 hari. Oksigen merupakan faktor penting untuk
Konsentrasi Tanpa respirasi makhluk hidup. Kehidupan makhluk
Parameter Kayu apu Genjer hidup di dalam air tergantung dari kemampun
Detergen tanaman
lingkungan
(%) Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen
pH 0 7,85 8,85 7,85 8,12 7,85 8,52 minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan
20 9,31 9,07 9,31 8,48 9,31 8,45 (Wardhana, 1995). Kadar oksigen terlarut
40 9,75 9,12 9,75 8,80 9,75 8,81
60 9,94 9,34 9,94 9,19 9,94 9,23 limbah detergen sebelum diencerkan sebesar
Oksigen 0 8,07 3,72 8,07 2,48 8,07 3,20 1,03 mg/L (Tabel 1). Pengenceran air limbah
terlarut 20 6,35 3,69 6,35 2,41 6,35 2,32 detergen meningkatkan nilai oksigen terlarut.
(mg/L) 40 4,00 3,49 4,00 3,08 4,00 2,41 Nilai ini menurut Dix (1981), terlalu rendah
60 2,50 2,58 2,50 3,24 2,50 3,05
Suhu (0C) 0 30,6 28,0 30,6 27,6 30,6 26,8
untuk mendukung berlangsungnya kehidupan
20 31,6 26,8 31,6 27,1 31,6 26,9 organisme akuatik. Kadar oksigen terlarut di
40 31,7 27,4 31,7 27,7 31,7 26,9 bawah 3 ppm akan membahayakan organisme
60 32,4 27,7 32,4 26,9 32,4 27,3 perairan karena dapat mengakibatkan kematian.
Alkalinitas 0 57,0 481,3 57,0 237,3 57,0 509,7 Hasil analisis sidik ragam pada parameter
(mg/L) 20 72,7 502,0 72,7 484,0 72,7 570,7
40 117,7 713,3 117,7 1316,3 117,7 912,0 persentase perubahan oksigen terlarut air limbah
60 127,7 764,7 127,7 1132,7 127,7 1065,3 detergen menunjukkan bahwa perlakuan jenis
Sulfat 0 0,130 0,120 0,130 0,066 0,130 0,060 tanaman dan tingkat konsentrasi detergen
(mg/L) 20 1,500 1,420 1,500 1,299 1,500 1,312 berpengaruh nyata terhadap persentase
40 2,300 1,556 2,300 1,420 2,300 1,516
60 2,900 1,693 2,900 1,674 2,900 1,650
perubahan oksigen terlarut air limbah detergen.
Fosfat 0 0,800 0,753 0,800 0,561 0,800 0,738 Interaksi antara perlakuan jenis tanaman dan
(mg/L) 20 2,000 1,456 2,000 1,162 2,000 1,423 tingkat konsentrasi limbah detergen tidak
40 2,000 1,644 2,000 1,649 2,000 1,456 berpengaruh nyata terhadap persentase
60 2,900 2,542 2,900 2,121 2,900 1,977 perubahan oksigen terlarut. Nilai oksigen
terlarut air limbah detergen disajikan pada Tabel
3, sedangkan persentase perubahan oksigen
Tabel 4. Nilai presentase perubahan parameter lingkungan air limbah terlarut air limbah terlihat pada Tabel 4.
detergen setelah 14 hari. Oksigen terlarut limbah detergen pada
konsentrasi 60% mengalami peningkatan.
Perlakuan Peningkatan tertinggi untuk konsentrasi 60%
Parameter Konsentrasi
lingkungan detergen (%) Tanpa pada perlakuan tanpa tanaman sebesar 29,6%
Kayu apu Genjer Rerata
tanaman
pH 0 + 12.,4a + 3,44j + 8,54e + 8,24b atau dari 2,50 mg/L menjadi 3,24 mg/L.
20 − 2,58k − 8,92d − 9,24c − 6,91c Sedangkan pada konsentrasi limbah detergen
h b b
40 − 6,46 − 9,74 − 9,64 − 8,61a 40% mengalami penurunan tertinggi pada
60 − 6,06i − 7,55f − 7,14g − 6,92c perlakuan dengan tanaman genjer sebesar
Rerata − 6,96c − 7,41b − 8,64a 39,75% atau dari 4,00 mg/L menjadi 2,41 mg/L.
oksigen terlarut 0 − 53,90e − 69,27a − 60,35d − 61,17a Begitu juga pada konsentrasi limbah detergen
(mg/L) 20 − 41,89f − 62,01c − 63,46b − 55,79b
40 − 12,75k − 23,00i − 39,75g − 25,17c 20% dengan perlakuan tanaman yang sama
60 + 3,20 l
+ 29,60 h
+ 22,00j + 18,27d (genjer) mengalami penurunan sebesar 63,46%
Rerata − 27,94c − 45,97b − 46,39a atau dari 6,35 mg/L menjadi 2,32 mg/L.
Suhu (0C) 0 − 8,50fg − 9,80ef − 12,40 de − 10,23d Sedangkan pada kontrol atau konsentrasi 0%
b cd
20 − 15,20 − 14,20 − 14,90bc − 14,77b juga mengalami penurunan yang tertinggi pada
40 − 13,60cd − 12,60bc − 15,10ab − 13,77c perlakuan dengan tanaman kayu apu sebesar
60 − 14,50bc − 16,90a − 15,70ab − 15,70a
Rerata − 12,95b − 13,38a − 14,53a
69,27% atau dari 8,07 mg/L menjadi 2,48 mg/L.
Alkalinitas 0 + 744,4a + 316,3a + 794,2 a + 618,30a Pengolahan air limbah diharapkan dapat
(mg/L) 20 + 590,5a + 565,8a + 685,0a + 613,77a meningkatkan nilai oksigen terlarut, namun yang
40 + 506,0a + 1018,4a + 674,9a + 733,10a terjadi pada penelitian justru sebaliknya. Hasil
60 + 498,8a +787,0a +734,2a + 673,30a pengukuran nilai oksigen terlarut pada akhir
Rerata + 584,93a + 671,88a + 722,08a
Sulfat (mg/L) 0 − 7,7j − 49,2a − 53,9a − 36,93b
perlakuan berkisar antara 2,32-3,69 mg/L. Nilai
20 − 5,3 j
− 13,4 i
− 12,5 h
− 10,40d ini termasuk rendah untuk mendukung
40 − 32,3g − 38,3e − 34,1f − 34,90c kehidupan organisme perairan. Hal tersebut
60 − 41,6d − 42,3c − 43,1b − 42,33a kemungkinan besar disebabkan oleh tidak
b a a
Rerata − 21,73 − 35,80 − 35,90 adanya aliran air. Pada percobaan ini, air limbah
Fosfat (mg/L) 0 − 5,9a − 29,9a − 7,8 a − 36,93a pada kondisi yang tetap dan berada dalam bak
a a
20 − 27,2 − 41,9 − 28,9a − 10,40a tanpa aerasi (aliran air) sehingga mengakibatkan
a a a
40 − 6,1 − 17,8 − 17,6 − 34,90a
60 − 12,3a − 39,5a − 31,8a − 42,33 a rendahnya oksigen terlarut. Hal ini sesuai
Rerata − 21,73b − 35,80a − 35,90 a dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu
Keterangan: (+) menunjukkan peningkatan. (−) menunjukkan penurunan. dan Terangna (1989) bahwa tanpa aerasi kadar
Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom maupun dalam baris untuk oksigen menurun terus sampai mencapai 2,3
setiap perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
HERMAWATI dkk. – Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava 119
mg/L. Sedangkan pada kondisi dengan aerasi kadar oksigen tertinggi pada perlakuan dengan tanaman genjer sebesar
terlarut dapat dipertahankan berkisar 6-7 mg/L. 15,1% atau dari 31,70C menjadi 26,90C. Suhu air limbah
Penutupan bak-bak uji oleh tanaman mungkin dapat detergen pada konsentrasi 20% mengalami penurunan
menurunkan oksigen terlarut air limbah detergen. Pada tertinggi pada perlakuan tanpa tanaman sebesar 15,2% atau
perlakuan tanpa tanaman tidak terjadi penutupan dari 310C menjadi 26,80C dan pada kontrol mengalami
permukaan air oleh tanaman sehingga nilai oksigen penurunan tertinggi pada perlakuan dengan tanaman genjer
terlarutnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sebesar 12,4% atau sebesar 30,60C menjadi 26,80C. Hal ini
perlakuan tanaman. Tidak adanya penutupan tanaman pada disebabkan karena morfologi tanaman genjer ramping
media uji menyebabkan oksigen bebas sangat mudah untuk sehingga memungkinkan oksigen bebas dapat berdifusi
larut dalam air. Pada perlakuan dengan tanaman, luas dengan media. Berdifusinya oksigen bebas ke dalam media
permukaan yang terkena udara bebas lebih sedikit sehingga mungkin dapat menyebabkan turunnya suhu air limbah.
nilai oksigen terlarut menurun lebih cepat. Selain itu area Suhu, pH dan adanya zat-zat lain dapat mempengaruhi
penutupan permukaan air limbah oleh kedua tanaman juga kepekatan busa detergen (Connell dan Miller, 1995). Suhu
mempengaruhi oksigen bebas untuk larut dalam air limbah air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses
tersebut. Dalam hal ini kayu apu lebih rapat menutupi pertukaran zat (metabolisme) pada makhluk hidup.
permukaan air dibandingkan dengan tanaman genjer Disamping itu suhu mempunyai pengaruh yang besar
disebabkan bentuk daun kayu apu mengapung di terhadap jumlah oksigen terlarut dalam air (Komar dalam
permukaan air, sedangkan genjer hanya batangnya saja Permana, 2003). Suhu dan pH merupakan faktor penentu
yang berada di dalam air sehingga masih memungkinkan yang saling menunjang aktivitas enzimatis enzim-enzim
oksigen bebas berdifusi ke dalam media percobaan. perombak alkylbenzensulfonate. Enzim perombak
Menurut Connell dan Miller (1995) bahwa adanya alkylbenzensulfonate bekerja optimal pada suhu 280C
peletakan tanaman dapat mempengaruhi kelarutan oksigen (Kaczorowski et al. dalam Wignyanto dkk., 1997;
pada perairan. Suharjono dan Kurniati, 1994). Suhu merupakan faktor
Waktu pengambilan data juga mempengaruhi kadar penentu kerja enzim perombak alkilbenzensulfonat. Suhu
oksigen terlarut. Menurut Connell dan Miller (1995) bahwa yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat menyebabkan
kadar oksigen terlarut mencapai maksimum pada siang hari enzim yang berupa protein akan mengalami denaturasi
dan petang hari serta menurun terus sampai menjelang (Wignyanto dkk., 1997).
fajar. Kandungan oksigen terlarut maksimum pada siang Morfologi kedua tanaman juga mempengaruhi suhu
hari karena pada saat itu tanaman aktif melakukan limbah detergen. Menurut Tjitrosoepomo (2000), tanaman
fotosintesis sehingga banyak dihasilkan oksigen. kayu apu memiliki bentuk morfologi yang menutupi
Sedangkan pada saat malam hari semua tanaman tidak seluruh permukaan media sedangkan tubuh tanaman genjer
melakukan fotosintesis sehingga oksigen yang tersedia tidak seluruhnya menutupi permukaan media. Penutupan
digunakan untuk respirasi seluruh makhluk hidup dalam oleh tubuh tanaman mempengaruhi penurunan suhu pada
perairan sehingga jumlahnya menurun hingga menjelang limbah detergen. Selain itu waktu pengambilan data juga
fajar. Pada saat matahari muncul maka tanaman akan mempengaruhi nilai suhu. Tingginya suhu buangan limbah
berfotosintesa lagi dan lambat laun jumlah oksigen terlarut detergen akan mengakibatkan turunnya kadar oksigen
akan mencapai maksimum lagi. terlarut (Riyadi, 1984).
Suhu
Alkalinitas
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam
Alkalinitas biasanya merupakan refleksi dari aktivitas
penanganan limbah. Limbah detergen sebelum
kalsium karbonat dan terbentuknya hidroksida dan
pengenceran mempunyai suhu 330C (Tabel 1). Suhu
karbondioksida yang mengalami proses penguraian
tersebut berada di atas baku mutu yang telah ditetapkan.
(Mahida, 1986). Alkalinitas limbah detergen sebelum
Pada suhu yang tinggi oksidasi bahan organik lebih besar
pengenceran sebesar 1200 mg/L (Tabel 1). Alkalinitas air
(Mahida, 1986). Tingginya suhu pada limbah detergen
limbah detergen setelah diencerkan menunjukkan
disebabkan pada saat proses pencucian menggunakan air
penurunan, namun setelah diperlakukan selama 14 hari
yang panas sehingga mengakibatkan naiknya suhu air
ternyata kadar alkalinitas air limbah detergen menunjukkan
limbah detergen.
peningkatan.
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase
perubahan suhu air limbah detergen menunjukkan bahwa
perubahan alkalinitas air limbah detergen menunjukkan
tingkat konsentrasi detergen berpengaruh nyata terhadap
bahwa perlakuan jenis tanaman, tingkat konsentrasi
persentase perubahan suhu air limbah detergen. Perlakuan
detergen dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh
jenis tanaman dan interaksi antara jenis tanaman dan
nyata terhadap persentase perubahan alkalinitas air limbah
tingkat konsentrasi limbah detergen tidak menunjukkan
detergen. Nilai alkalinitas air limbah detergen disajikan
pengaruh nyata terhadap persentase perubahan suhu. Nilai
pada Tabel 3, sedangkan persentase perubahan alkalinitas
suhu air limbah detergen disajikan pada Tabel 3, sedangkan
air limbah terlihat pada Tabel 4. Pada Tabel persentase
persentase perubahan suhu air limbah terlihat pada Tabel 4.
perubahan alkalinitas dan nilai alkalinitas, terlihat bahwa
Suhu air limbah detergen pada konsentrasi 60% dengan
pada semua tingkat konsentrasi menunjukkan peningkatan.
perlakuan kayu apu mengalami penurunan sebesar 16,9%
Alkalinitas limbah detergen pada konsentrasi 60%
atau dari 32,40C menjadi 26,90C, sedangkan pada
dengan perlakuan tanaman kayu apu mengalami
konsentrasi limbah detergen 40% mengalami penurunan
120 B i o S M A R T Vol. 7, No. 2, Oktober 2005, hal. 115-124
peningkatan alkalinitas tertinggi sebesar 787% atau dari 38,3% atau dari 2,300 mg/L menjadi 1,516 mg/L.
127,7 mg/L menjadi 1132,7 mg/L. Pada konsentrasi 40% Sedangkan pada konsentrasi limbah detergen 20% dengan
pada tanaman yang sama (kayu apu) juga mengalami tanaman yang sama (kayu apu) juga menurunkan sulfat
peningkatan alkalinitas air limbah detergen sebesar sebesar 13,4% atau dari 1,500 mg/L menjadi 1,299 mg/L.
1018,4% atau dari 117,7 mg/L menjadi 1316,3 mg/L. Pada perlakuan tanaman genjer dengan konsentrasi limbah
Alkalinitas air limbah detergen pada konsentrasi 20% 0% (kontrol) juga mengalami penurunan sulfat 49,2% atau
mengalami peningkatan pada perlakuan tanaman genjer dari 0,130 mg/L menjadi 0,066 mg/L.
sebesar 685% atau meningkat dari 72,7 mg/L menjadi Sebagian besar belerang diserap dalam bentuk anion
570,7 mg/L. Pada kontrol atau konsentrasi 0% juga sulfat bervalensi dua. Belerang dimetabolismekan oleh akar
mengalami peningkatan alkalinitas pada tanaman genjer sebanyak yang diperlukan saja dan sebagian besar sulfat
sebesar 794,2% atau meningkat dari 57 mg/L menjadi ditranslokasikan tanpa perubahan ke tajuk melalui xilem.
509,7 mg/L. Belerang dalam bentuk sulfit yang bereaksi dengan air
Nilai alkalinitas air limbah detergen pada Tabel 3 di dalam sel dapat menghambat fotosintesis dan merusak
atas terlihat bahwa setelah perlakuan menunjukkan klorofil (Salisbury dan Ross, 1995). Penurunan kadar sulfat
peningkatan. Peningkatan kadar alkalinitas air limbah dipengaruhi penyerapan tanaman dan pengendapan sulfat
detergen disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan bersama zat-zat lain di dasar perairan (Rompas, 1998).
detergen yang memiliki kadar alkalinitas tinggi yaitu
hamixs. Hamixs adalah obat pencucian yang berwujud Fosfat (PO42-)
bubuk atau detergen dengan kadar alkalinitas tinggi. Nilai Bahan pembentuk utama di dalam detergen adalah
derajat keasaman (pH), kandungan CO2 dan ion bikarbonat natrium tripolifosfat dan dodesil benzen sulfonat (Fardiaz,
dalam air limbah sangat berkaitan. CO2 dapat 1992). Fosfat dalam tanaman ditemukan dalam bentuk
mempengaruhi pH perairan dan dapat mempengaruhi fosfat ester, termasuk gula fosfat yang berperan penting
kandungan bikarbonat. Hal ini berarti bahwa kehadiran dalam fotosintesis dan metabolisme intermedier, nukleotida
CO2 menghasilkan ion bikarbonat. Kandungan ion berupa DNA dan RNA seperti juga fosfolipid dalam
bikarbonat dan CO2 akan membentuk sistem penyangga membran, fosfat dalam bentuk ATP, ADP dan Pi juga
air. Jika penguraian CO2 dan bikarbonat meningkat maka berperan dalam metabolisme energi dalam sel (Hopkins,
pH air menjadi sangat tinggi (Mahida, 1986). Kadar 1995). Fosfor diserap tanaman terutama dalam bentuk ion
alkalinitas berkaitan dengan nilai pH dan adanya ion H2PO4- dan H2PO42-. Penyerapan anion ini erat kaitannya
bikarbonat dan karbonat. Terbentuknya ion bikarbonat dan dengan kondisi pH (Gardner et al., 1991).
karbonat karena adanya proses fotosintesis oleh tanaman Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase
sehingga menyebabkan jumlah ion H+ menjadi sedikit, perubahan fosfat air limbah detergen menunjukkan bahwa
dengan sedikitnya ion H+ serta adanya penghambatan perlakuan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap
pembebasan ion hidrogen mengakibatkan peningkatan persentase perubahan fosfat air limbah detergen. Tingkat
kadar alkalinitas (Hariyati, 1995). Peningkatan alkalinitas konsentrasi detergen dan interaksi antara perlakuan jenis
diduga adanya tindakan penyangga yang dilakukan air tanaman dengan tingkat konsentrasi limbah detergen tidak
karena bertambahnya anion-anion bikarbonat dan karbonat berpengaruh nyata terhadap persentase perubahan fosfat air
sehingga air cenderung bersifat basa dan mempunyai limbah detergen. Nilai fosfat air limbah detergen disajikan
kemampuan menahan ion hidrogen (Michael, 1995). pada Tabel 3, sedangkan persentase perubahan fosfat air
limbah detergen terlihat pada Tabel 4.
Sulfat (SO42-) Fosfat air limbah detergen mengalami penurunan pada
Sulfur dalam tumbuhan sebagai protein khususnya konsentrasi 60% dengan perlakuan tanaman kayu apu
dalam asam amino sistein dan metionin yang merupakan sebesar 39,5% atau menurun dari 2,900 mg/L menjadi
bagian pembangun protein. Senyawa esensial lain yang 2,121 mg/L. Pada tanaman yang sama (kayu apu) juga
mengandung belerang adalah vitamin, tiamin, biotin dan menurunkan fosfat air limbah detergen pada konsentrasi
ko-enzim A, suatu senyawa yang penting dalam respirasi 40% sebesar 17,8% atau dari 2,000 mg/L menjadi 1,649
dan dalam sintesis serta pemecahan lemak (Salisbury dan mg/L. Air limbah detergen pada konsentrasi 20% juga
Ross, 1995). mengalami penurunan dengan perlakuan tanaman kayu apu
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase sebesar 41,9% atau menurun dari 2,000 mg/L menjadi
perubahan sulfat air limbah detergen menunjukkan bahwa 1,162 mg/L. Sedangkan pada konsentrasi limbah 0%
baik perlakuan jenis tanaman, tingkat konsentrasi detergen (kontrol) penurunan fosfat tertinggi pada perlakuan dengan
maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata kayu apu sebesar 29,9% atau menurun dari 0,800 mg/L
terhadap parameter persentase perubahan sulfat air limbah menjadi 0,561 mg/L.
detergen. Nilai sulfat air limbah detergen disajikan pada Nilai fosfat air limbah detergen pada Tabel 4, setelah 14
Tabel 3, sedangkan persentase perubahan sulfat air limbah hari perlakuan berkisar antara 0,018-2,542 mg/L masih
terlihat pada Tabel 4. Sulfat air limbah detergen pada dalam taraf aman bagi lingkungan karena berada di bawah
konsentrasi limbah 60% mengalami penurunan tertinggi baku mutu lingkungan yang ditetapkan yaitu 3 mg/L. Hal
pada perlakuan dengan tanaman kayu apu sebesar 43,1% ini juga dapat dikatakan bahwa fosfat yang dibutuhkan
atau menurun dari 2,900 mg/L menjadi 1,650 mg/L. tanaman masih cukup. Artinya jumlah fosfat tersebut tidak
Perlakuan dengan tanaman kayu apu pada konsentrasi berada dalam jumlah yang mengganggu kehidupan
limbah detergen 40% juga menurunkan kadar sulfat sebesar tanaman sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan
HERMAWATI dkk. – Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava 121
berat basah tanaman. Oleh karena itu dapat dikatakan unsur hara oleh akar terganggu dan cenderung merusak
bahwa limbah detergen merupakan racun pada tanaman akar (Gardner et al., 1991; Foth, 1995). Limbah selain
jika dalam jumlah yang banyak, dapat menurunkan berat mengandung unsur-unsur esensial (C, H, O, N, P, K, S, Ca,
basah tanaman bahkan menyebabkan kematian tanaman. Mg dan Fe) juga mengandung unsur non esensial (Na, Si,
Menurut Phatoni (2000) tanaman dalam kondisi air Co dan Se) (Hopkins, 1995; Salisbury dan Ross, 1995;
yang terbatas proses fotosintesisnya akan terhambat. Gardner et al., 1991). Pemberian limbah cair yang semakin
Terhambatnya proses fotosintesis akan berdampak pada pekat akan meningkatkan jumlah unsur non esensial yang
penurunan jumlah asimilat yang dibentuk oleh tanaman beracun. Disamping itu juga meningkatkan unsur yang
sehingga berpengaruh pada berat basah tanaman. semula esensial namun dalam jumlah banyak dapat
Sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995), berat basah menyebabkan gangguan atau keracunan tanaman (Gardner
tanaman menunjukkan aktivitas metabolik tanaman. Nilai et al., 1991)
berat basah dipengaruhi oleh kadar air jaringan, unsur hara Untuk mendapatkan unsur hara di lingkungan
dan hasil metabolisme tanaman. tumbuhnya, pertumbuhan akar tanaman mempunyai
pengaruh yang besar. Perakaran yang baik (perakaran lebat
Panjang akar tanaman berbentuk seperti benang, banyak rambut akar) akan
Akar mempunyai peranan yang penting dalam mampu menyerap unsur hara dengan baik pula. Sedangkan
mendukung pertumbuhan tanaman karena akar menyerap perakaran yang tidak baik (matinya akar) akan
air dan unsur hara. Denisen dalam Widianingsih (1999) menghambat penyerapan unsur hara (Widianingsih, 1999).
menyatakan bahwa minimnya air yang masuk ke dalam Pada percobaan, terjadi penurunan panjang akar karena
akar mengakibatkan penurunan turgor sel-sel akar sehingga pengaruh limbah detergen. Menurut Srivastava dalam
pengembangan sel-sel akar terhambat. Pengukuran Widoretno (2000) menyatakan bahwa faktor yang
parameter panjang akar dilakukan sebelum dan setelah mempengaruhi absorbsi air adalah konsentrasi media.
perlakuan sehingga didapatkan selisih panjang akar setelah Semakin banyak zat terlarut konsentrasi semakin
dan sebelum perlakuan. Hal ini bertujuan untuk melihat meningkat akibatnya ketersediaan air menurun. Dengan
adanya perubahan akar karena limbah detergen. demikian konsentrasi limbah detergen yang tinggi dapat
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase menurunkan panjang akar yang kemudian berpengaruh
perubahan panjang akar tanaman air menunjukkan bahwa terhadap penyerapan unsur hara.
tingkat konsentrasi detergen dan interaksi antara tingkat Penurunan panjang akar disebabkan oleh berkurangnya
konsentrasi detergen dengan jenis tanaman memberikan jumlah masukan fotosintat yang didistribusikan ke akar.
pengaruh yang nyata terhadap persentase perubahan Berkurangnya jumlah fotosintat ini yang menyebabkan
panjang akar tanaman air. Perlakuan jenis tanaman tidak pertumbuhan akar terhambat, termasuk meristem di
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persentase belakang ujung akar tempat akar mengalami pemanjangan.
perubahan panjang akar tanaman air. Nilai panjang akar Menurut Gardner et al., (1991) panjang akar merupakan
tanaman air dengan perlakuan air limbah detergen disajikan hasil pemanjangan sel-sel di belakang meristem ujung. Bila
pada Tabel 5, sedangkan persentase perubahan panjang distribusi fotosintat ke akar berkurang maka pertumbuhan
akar tanaman air dengan perlakuan air limbah detergen panjang akarpun ikut terhambat. Pada pengamatan
terlihat pada Tabel 6. morfologi akar diketahui bahwa akar kedua tumbuhan ini
Panjang akar tanaman baik pada kayu apu maupun berwarna kemerahan dan beberapa tumbuhan muncul tunas
genjer mengalami penurunan tertinggi pada konsentrasi baru. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya zat hara dalam
limbah detergen 60%. Pada kayu apu panjang akar air limbah dan terserapnya zat toksik oleh tumbuhan.
mengalami penurunan sebesar 67,7% atau dari 18,90 cm Haslam (1997) mengatakan bahwa perubahan warna daun
menjadi 6,10 cm dan pada tanaman genjer menurun sebesar menjadi kekuningan pada beberapa spesies dapat
100% atau dari 22,71 cm menjadi mati (0 cm). Pada disebabkan oleh pencemaran bahan organik. Tumbuhnya
konsentrasi limbah detergen 40%, 20% dan 0% juga akar dan tunas baru mungkin sebagai cara tumbuhan ini
mengalami penurunan yang lebih kecil dibandingkan pada untuk tetap bertahan hidup. Pada hari ke-14 (akhir
konsentrasi 60%. Dengan kata lain semakin kecil tingkat perlakuan) seluruh daun kayu apu dan genjer berwana
konsentrasi limbah detergen penurunan panjang akar kuning bahkan beberapa tumbuhan mati. Akar tumbuhan
tanaman juga semakin kecil. kayu apu dan genjer menjadi berwarna merah kecoklatan
Akar merupakan bagian tumbuhan yang pertama kali dan beberapa serabut akar rontok. Secara keseluruhan
berinteraksi secara langsung pada limbah, maka akar akan massa kayu apu dan genjer berkurang. Lebih banyak
rusak terlebih dahulu dibandingkan bagian lain dari bagian yang mati dari pada bagian yang hidup.
tumbuhan sebagai renspon terhadap racun dari luar tubuh Penyebabnya adalah keberadaan zat hara dalam air limbah
tumbuhan terutama bagi tanaman yang hidup di air. yang semakin berkurang.
Menurut Gardner et al., (1991) pH di bawah 5 atau diatas 8
berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan akar tanaman. Klorofil total tanaman
Pada pH dibawah 6, P dapat berikatan dengan Al maupun Klorofil merupakan pigmen hijau daun yang berperan
Fe membentuk Al-fosfat atau Fe-fosfat yang dapat bersifat penting untuk terjadinya fotosintesis. Klorofil pada
racun serta membatasi pertumbuhan akar. pH yang baik tumbuhan terdiri dari 2 macam yaitu: klorofil a dan b.
untuk tersedianya unsur hara bagi tanaman berkisar antara Faktor-faktor yang mempengaruhi biosintesis klorofil
6-7. Pada percobaan ini pH antara 8-9 sehingga penyerapan adalah faktor genetik, cahaya, oksigen, karbohidrat,
HERMAWATI dkk. – Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava 123
Nitrogen (N); magnesium (Mg); besi (Fe), Mangan (Mn); pada genjer daunnya berwarna coklat dan terendam dalam
tembaga (Cu); seng (Zn), air, dan temperatur. Tidak air limbah.
tersedianya unsur-unsur tersebut akan mengakibatkan Pada pengamatan morfologi akar diketahui bahwa akar
klorosis (Dwijoseputro, 1994). kedua tumbuhan ini berwarna kemerahan dan beberapa
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase tumbuhan muncul tunas baru. Hal ini disebabkan oleh
perubahan klorofil total tanaman air menunjukkan bahwa berkurangnya zat hara dalam air limbah dan terserapnya zat
perlakuan jenis tanaman dan interaksi antara tingkat toksik oleh tumbuhan. Haslam (1997) mengatakan bahwa
konsentrasi detergen dengan jenis tanaman memberikan perubahan warna daun menjadi kekuningan pada beberapa
pengaruh yang nyata. Tingkat konsentrasi detergen yang spesies dapat disebabkan oleh pencemaran bahan organik.
berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap Tumbuhnya akar dan tunas baru mungkin sebagai cara
persentase perubahan klorofil total tanaman air. Nilai tumbuhan ini untuk tetap bertahan hidup. Pada hari ke-14
klorofil total tanaman air dengan perlakuan air limbah (akhir perlakuan) seluruh daun kayu apu dan genjer
detergen disajikan pada Tabel 5, sedangkan persentase berwana kuning bahkan beberapa tumbuhan mati. Akar
perubahan klorofil total tanaman air dengan perlakuan air tumbuhan kayu apu dan genjer menjadi berwarna merah
limbah detergen terlihat pada Tabel 6. kecoklatan dan beberapa serabut akar rontok. Secara
Klorofil total tanaman baik pada kayu apu maupun keseluruhan massa kayu apu dan genjer berkurang. Lebih
genjer mengalami penurunan tertinggi pada konsentrasi banyak bagian yang mati dari pada bagian yang hidup.
limbah detergen 60%. Pada tanaman kayu apu klorofil total Penyebabnya adalah keberadaan zat hara dalam air limbah
menurun sebesar 58,4% atau dari 12,60 mg/L menjadi 5,24 yang semakin berkurang.
mg/L dan pada tanaman genjer mengalami penurunan Mutu air limbah detergen berada di atas Baku Mutu
sebesar 100% atau dari 23,71 mg/L menjadi 0 mg/L. Limbah Cair untuk parameter pH, suhu, alkalinitas, sulfat
Dengan kata lain tanaman genjer mati. Pada konsentrasi dan fosfat. Perlakuan pemberian tanaman air, pada
limbah detergen 40%, 20% dan 0% juga mengalami berbagai konsentrasi limbah dapat meningkatkan kualitas
penurunan yang lebih kecil dibandingkan pada konsentrasi air limbah detergen. Perlakuan dengan pemberian tanaman
60%. Dengan kata lain semakin kecil tingkat konsentrasi air kayu apu memberikan penurunan yang lebih baik untuk
limbah detergen penurunan kadar klorofil total tanaman parameter pH, suhu dan fosfat sedangkan tanaman genjer
juga semakin kecil. memberikan hasil penurunan yang lebih baik untuk
Derajat keasaman (pH) air berkisar antara 6-7. Kondisi parameter pH dan suhu, tetapi kedua tanaman
ini mendukung bagi tersedianya unsur hara tanaman, meningkatkan alkalinitas limbah detergen. Parameter
sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang panjang akar, berat basah dan klorofil total tanaman kayu
diperlukan untuk biosintesis klorofil (Foth, 1995). Pada apu dan genjer mengalami penurunan terbesar pada
penelitian ini pH air limbah antara 8-9. pH ini akan konsentrasi limbah detergen 60%. Semakin tinggi
mengganggu penyerapan unsur hara oleh tanaman dan konsentrasi limbah detergen maka penurunan parameter
berakibat terganggunya proses biosintesis klorofil (Foth, pertumbuhan tanaman juga semakin besar. Dengan
1995; Gardner et al., 1991). demikian limbah detergen mempengaruhi pertumbuhan
Pada kedua perlakuan tanaman baik kayu apu maupun tanaman kayu apu dan genjer.
genjer rata-rata mengalami penurunan klorofil total.
Penurunan klorofil total terbesar pada konsentrasi limbah
detergen 60%. Hal ini mungkin disebabkan karena KESIMPULAN
konsentrasi limbah yang terlalu pekat. Penurunan klorofil
total mungkin juga dipengaruhi oleh unsur fosfat dan Parameter kualitas air limbah detergen sebelum
sulfat. Limbah detergen mengandung fosfat anorganik perlakuan berada di atas Baku Mutu Limbah berdasarkan
berkisar antara 2-3 mg/L karena fosfat yang tinggi akan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.
menyebabkan rendahnya laju fotosintesis. Jika fotosintesis 660.1/02/1997 diantaranya pH sebesar 12, Suhu 330C,
terhambat maka pembentukan klorofilpun terhambat dan fosfat (PO42-) 4 mg/L, dan alkalinitas sebesar 1200
berakibat menurunnya klorofil di dalam daun (Salisbury mg/L.Tingkat pencemaran oleh limbah detergen dengan
dan Ross, 1995; Santosa, 1975). Hal ini tampak pada warna parameter kualitas air (pH, oksigen terlarut, suhu,
daun kedua tananam yang berwarna hijau kekuningan. alkalinitas sulfat dan fosfat) dapat diperbaiki oleh tanaman
Perubahan-perubahan morfologi yang dialami oleh kayu apu dan genjer. Tanaman kayu apu menurunkan
tanaman yang digunakan dalam penelitian. Sebelum parameter suhu sebesar 16,9%, sulfat sebesar 43, 1% dan
ditanam dalam air limbah (awal penelitian), tanaman kayu fosfat sebesar 41,9% sedangkan tanaman genjer hanya
apu dan genjer tampak segar, daun dan akarnya berwarna menurunkan parameter pH air limbah detergen sebesar
hijau muda. Setelah beberapa hari, ujung daun terluar dari 9,24%, tetapi kedua tanaman meningkatkan alkalinitas air
roset (daun yang lebih muda) daun tanaman kayu apu limbah detergen. Pada konsentrasi limbah 60%, terjadi
mulai layu dan warnanya menjadi hijau kekuningan. Pada penurunan pertumbuhan tanaman kayu apu dan genjer.
tanaman genjer daun juga berubah warnanya menjadi hijau Berat basah dan panjang akar tanaman kayu apu menurun
kekuningan. Selanjutnya sebagian besar daun-daun sebesar 66,7% sedangkan klorofil total menurun sebesar
tanaman kayu apu berwarna kuning, sebagian daun 58,4%. Tanaman genjer pada konsentrasi limbah detergen
terendam dalam air limbah dan membusuk, begitu juga 60% mengalami kematian.
124 B i o S M A R T Vol. 7, No. 2, Oktober 2005, hal. 115-124