Sie sind auf Seite 1von 58

BAB I PENDAHULUAN

Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang membahayakan kehidupan anak, dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen pada pasien yang hidup. Infeksi ini juga merupakan penyebab tersering demam disertai tanda dan gejala kelaian susunan saraf pusat pada anak. pada anak infeksi sebenarnya dapat disebabkan oleh mikroba apapun, patogen spesifik yang dipengaruhi oleh umur dan status imun hospes dan epidemiologi patogen. Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh lebih sering daripada infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur dan parasit. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar: yang utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim (ensefalitis).1,2,7 Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis (peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (agak jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.2 Penyebab paling umum peradangan pada meningens adalah akibat iritasi oleh infeksi bakteri atau virus. Organisme biasanya masuk meningens melalui aliran darah dari bagian lain dari tubuh ataupun dapat secara langsung (perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak.2 Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan kelemahan (debility) seumur hidup atau kematian. Penyakit ini fatal sebelum era antimikroba, tapi dengan munculnya terapi antimikroba, tingkat kematian secara keseluruhan dari meningitis bakteri mengalami penurunan. Meskipun demikian, tetap sangat tinggi, mencapai sekitar 25%. Munculnya strain bakteri resisten telah mendorong perubahan dalam protokol antibiotik di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Para agen infektif spesifik yang

REFERAT - Meningitis

terlibat pada meningitis bakteri bervariasi di antara berbagai kelompok umur pasien, dan peradangan bisa berevolusi menjadi kondisi seperti ventriculitis, empiema, cerebritis.2 Meningitis juga bisa juga diklasifikasikan secara lebih spesifik berdasarkan etiologi nya. Beberapa penyebab infeksi dan non-infeksi telah diidentifikasi. Contoh penyebab noninfeksi yang umum termasuk obat-obatan ( misalnya, obat anti-inflammatory drugs [NSAID],antibiotik) dan carcinomatosis. 2 Meningitis akut bakteri, menunjukkan bakteri penyebab sindrom ini. Hal ini biasanya ditandai dengan onset akut gejala meningeal dan pleositosis neutrophilic. Tergantung dari bakteri spesifik penyebabnya, sindrom yang dapat disebut, misalnya, salah satu dari berikut: meningitis Pneumococcal, meningitis Haemophilus influenzae, meningitis stafilokokus, meningitis meningokokus , meningitis tuberkulosis. Tidak seperti subakut (1-7 hari) atau kronis (> 7 hari) meningitis, yang memiliki etiologi infeksi dan non-infeksi yang sangat banyak, meningitis akut (<1 hari) hampir selalu infeksi bakteri yang disebabkan oleh satu dari beberapa organisme . Pasien dengan meningitis bakteri akut dapat dekompensasi sangat cepat, sehingga mereka memerlukan perawatan darurat, termasuk terapi antimikroba, idealnya dalam waktu 30 menit pada unit gawat darurat.2 Meningitis yang disebabkan oleh organisme nonbacterial, jamur dan parasit penyebab meningitis juga disebut menurut agen spesifik penyebabnya, seperti meningitis kriptokokal, meningitis Histoplasma, dan meningoencephalitis amebic.2 Meningitis viral, jika, setelah hasil pemeriksaan yang luas, meningitis aseptik ditemukan memiliki etiologi virus, dapat direklasifikasi sebagai bentuk meningitis virus akut (misalnya, meningitis enterovirus, meningitis herpes simplex virus [HSV]).2 Aseptic meningitis, dalam banyak kasus, penyebab meningitis tidak terlihat setelah evaluasi awal dan karena itu diklasifikasikan sebagai meningitis aseptik. Pasien ini khas memiliki onset akut gejala meningeal, demam, dan pleositosis serebrospinal yang biasanya jelas limfositik. Ketika penyebab meningitis aseptik ditemukan, penyakit ini bisa direklasifikasi sesuai dengan etiologi-nya. Jika metode diagnostik yang tepat dilakukan, etiologi virus spesifik diidentifikasi dalam 55-70% kasus meningitis aseptik. Namun, kondisi ini juga bisa disebabkan oleh agen bakteri, jamur, mikobakteri, dan parasit.2

REFERAT - Meningitis

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3 2.2 Anatomi

2.2.1 lapisan selaput otak/ meninges


Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater. 4 1. Duramater Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura. REFERAT - Meningitis 3

Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges 13 2. Arachnoidea Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe. Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.

REFERAT - Meningitis

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii). 3. Piamater Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu. 2.2.2LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS) 1. Fungsi LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal). 2. Komposisi dan Volume Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal rataratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.

REFERAT - Meningitis

Tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal 13 LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari. 3. Tekanan Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan. 4. Sirkulasi LCS LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluhpembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas REFERAT - Meningitis 6

konveksitas

superior.

Tekanan

cairan

cerebrospinal

minimum

harus

ada

untuk

mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.

Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis 14

2.3. Epidemiologi
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7 Meningitis Bakterial Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-pneumococcal, insidens dari meningitis bakteri 6000 kasus per tahun; dan sekitar setengahnya adalah pasien anak (18 tahun). N. meningitidis menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 23 bulan). Sedangkan S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 23 bulan). Angka ini menurun setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal pad REFERAT - Meningitis 7

aana-anak. Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari. Insidens dari meningitis bacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS (Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990 menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8 Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS) mengenai kedua jenis kelamin.8 Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.9-11 Meningitis Tuberkulosis Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan REFERAT - Meningitis 8

gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10 Meningitis Viral Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 50.000 tiap tahunnya.12 Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Gejala meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps menyebabkan 10-20% meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 1,5 kali lebih sering lebih sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan morbiditasnya.12 Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim rontok.9 Meningitis Jamur Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam kehidupan. Walaupun semua orang dapat terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi terdapat pada orang yang menderita AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit imunodefisiensi ( sistem imun tidak mempunyai respon yang adekuat terhadap infeksi) lainnya dan orang dengan imunosupresi (malfungsi dari sistem imun sebagai akibat obat-obatan).5

REFERAT - Meningitis

Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan defisiensi imun seperti HIV adalah Cryptococcus. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab tersering meningitis di Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan thrush, Candida, dapat menyebabkan meningitis pada beberapa kasus, terutama pada bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah. (very low birth weight).5 2.4 Etiologi Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun (imunosupresif).5 Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit : Virus : Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni :

Virus Mumps Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster, Measles, and Influenza Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses) Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.5

Bakteri : Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.5 Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.

REFERAT - Meningitis

10

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan 12 tahun biasanya karena H. influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun. Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.
Risk and/or Predisposing Factor Age 0-4 weeks Bacterial Pathogen Streptococcus agalactiae (group B streptococci) E coli K1 Age 4-12 weeks Listeria monocytogenes S agalactiae E coli H influenzae S pneumoniae Age 3 months to 18 years N meningitides N meningitidis S pneumoniae Age 18-50 years H influenza S pneumoniae N meningitidis Age older than 50 years H influenza S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Immunocompromised state Aerobic gram-negative bacilli S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Intracranial manipulation, including neurosurgery Aerobic gram-negative bacilli Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococci Aerobic gram-negative bacilli, including Basilar skull fracture P aeruginosa S pneumoniae H influenzae CSF shunts Group A streptococci Coagulase-negative staphylococci S aureus Aerobic gram-negative bacilli Propionibacterium acnes

REFERAT - Meningitis

11

Tabel 2. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2 Jamur: Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur apportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan nocardiosis. Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak dengan leukemia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus neoformans dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada anak imunokompeten. Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam waktu lama. Berikut beberapa patogen jamur :5 Common Fungal Pathogens Yeast forms Candica Albicans Crytococcus neoformans Dimorphic Forms Blastomyces dermatidis Coccidioides immitis Histoplasma capsulatum Mold forms Aspergillus Tabel 3. Patogen Jamur yang Sering Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3 a. 0 3 bulan : Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella, REFERAT - Meningitis 12

Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan Cytomegalovirus. b.3 bulan 5 tahun Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat, penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap. Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6). c. 5 tahun dewasa Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B. Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

REFERAT - Meningitis

13

Tabel 4. Etiologi Meningitis pada Anak 2.5 Patogenesis Meningitis Bakterial 1 Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui : 1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak. 2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel. 4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena: Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

REFERAT - Meningitis

14

Gambar 3. Patogenesis Meningitis Bakterial Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut : 1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi) 2. Bakteri menembus rintangan mukosa 3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia. 4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal 5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal 6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

REFERAT - Meningitis

15

Gambar 4. Patogenesis Meningitis Bakterial Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbedabeda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang. Faktor Host Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis: 1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1 2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan 3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis 4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta), REFERAT - Meningitis 16

akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif. 5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis 6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya infeksi 8. Malnutrisi Faktor Mikroorganisme Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata Sp. Faktor Lingkungan Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis. Meningitis Tuberkulosis 9 Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. REFERAT - Meningitis 17

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak. Meningitis Viral Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:1 Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut. Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan menyebar melalui system saraf. Berikut contoh cara transmisi virus :12 Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute saluran respirasi Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk Virus limfositik koriomeningitis melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya ataupun bahan eksresinya. Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf. REFERAT - Meningitis 18

Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7 Meningitis Jamur Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme. Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan. Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik yang diaktakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host.Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh terutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh manusia.

REFERAT - Meningitis

19

2.6 Patofisiologi Meningitis Bakterial 1,2 Akhir akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat tempat yang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid. Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan dinding sel atau komponen komponen membran sel (endotoksin, teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam skema tersebut di bawah, sehingga timbul teikoat). meningitis. Bakteri Gram negative pada waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif akan melepaskan teichoic acid (asam

REFERAT - Meningitis

20

Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial 1 Produk produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi seperti Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin endogen sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu mengantuk, iritabel dan kejang. Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal dan terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak menyebabkan lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika REFERAT - Meningitis 21

tidak diobati, perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat dan progresif menyebabkan henti nafas dan jantung. Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak mudah mengalami iskemia, penurunan autoregulasi serebral dan vaskulopati. Kelainan kelainan inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya hipoglikorakia. Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan bahan toksis bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks kontraksi otot otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala gejala tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai dnegan distorsi dari nerve roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia. Pada fase akut, bahan bahan toksis bakteri mula mula menimbulkan hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subaraknoid, dan selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel polimorfonuklear, serta merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus endotel pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan sekitar serebelum.

REFERAT - Meningitis

22

Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak yang menyebabkan perlekatan perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi maka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark. Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol, kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat sering menyebakna gangguan pendengaran atau tuli yang menetap. Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena hipoksia, invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang gangguan fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di duramater atau arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.

REFERAT - Meningitis

23

Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak ( blood brain barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial. Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak. Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid, sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini merupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalakan manifestasi sisa dan retardasi mental. Meningitis Tuberkulosis 1 Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer, dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokud infeksi primer di paru, namun Blockloch menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe leher dan 1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase yang biasanya tenang. Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951, yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaupt otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau factor imunologis. Basil kemudia langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien REFERAT - Meningitis 24

yang sudah tersensitisasi, maka masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia. Meningitis Virus Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host. Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus. Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior. 2.7Manifestasi Klinis Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti : REFERAT - Meningitis 25

Mual Muntah Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) Perubahan atau penurunan kesadaran

Meningitis Bakterial Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial. Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anakanak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh terhadap infeksi. Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntahmuntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis. Bayi berumur 3 bulan 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis. Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat diterangkan penyebabnya. Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadangkadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis. Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau REFERAT - Meningitis 26

vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan hemiparesis.1 Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9 1. Gejala infeksi akut. a. Lethargy. b. Irritabilitas. c. Demam ringan. d. Muntah. e. Anoreksia. f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar). g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus). 2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi. a. Muntah. b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar). c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus) d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma. e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching. f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang. g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus. h. Crack pot sign. i. Pernafasan Cheyne Stokes. j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar). 3. Gejala ransangan meningeal. a. Kaku kuduk positif. b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung. Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

REFERAT - Meningitis

27

Gambar 6. Tanda Brudzinski

Gambar 7. Tanda Kernig

Gambar 8. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus

REFERAT - Meningitis

28

Gambar 9. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa

Gambar 10. Opisthotonus dan Blank starring pada M.Meningococcus Meningitis Tuberkulosis 9,10 Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak. 1. Stadium prodromal Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.

REFERAT - Meningitis

29

2. Stadium transisi Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus). 3. Stadium terminal Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal. Meningitis Viral 5,9 Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh alami tanpa pengobatan yang spesifik. Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif. Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti : Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi coxsackie virus A Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV 30

REFERAT - Meningitis

Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

Meningitis Jamur Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun, gejalanya sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit kepala, demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami fotofobia, perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.5 2.8 Pemeriksaan Penunjang Pungsi Lumbal 1 Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering dilakukan pada segala umur, dan relatif aman Indikasi 1. Kejang atau twitching 2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI 3. Koma 4. Ubun-ubun besar membonjol 5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun 6. TBC milier 7. Leukemia 8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis 9. Sepsis Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak ( beningn intracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu. Kontraindikasi Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati.

REFERAT - Meningitis

31

Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati. Komplikasi Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan jarum pungsi tidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena penusukan tidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang ekstradural. Alat dan Bahan 1. Sarung tangan steril 2. Duk berlubang 3. Kassa steril, kapas, dan plester 4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet 5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70% 6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal Prosedur 1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur. 2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.

Gambar 11. Lumbal Pungsi

REFERAT - Meningitis

32

3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka. 4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit. 5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.) 6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan. 7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal Bila tusukan jarum pungsi lumbal tepat dan LCS mengalir keluar, manometer pengukur tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi lumbal tersebut. LCS dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya cairan yang mengisi manometer diukur dalam milimeter air. Nilai normal tekanan LCS 50-200 mm pada keadaan tenang. Pada anak yang berontak, menangis atau batuk tekanan akan meningkat. Pemeriksaan LCS Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril untuk pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan warnanya, kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan menggunakan uji Pandy dan Nonne. Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar protein meninggi akan didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam tabung reaksi tersebut. Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar protein LCS meningkat didapati cincin putih pada perbatasan kedua cairan tersebut.

REFERAT - Meningitis

33

Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar protein, glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada keadaan normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa xantokrom. Sel Untuk menghitung jumlah sel LCS harus segar, harus sudah dihitung dalam waktu 1 jam sesduah pungsi, karena jika terlalu lama sebagia sel menempel di dinding tabung/botol, sebagian sudah lisis sehingga mempengaruhi perhitungan. Jumlah sel leukosit normal pada bayi sampai umur 1 tahun adalah 10 sel/ l, 1-4 tahun 8 sel/ l, reamaj dan dewasa 2,59 1,73 leukosit /l. Eritrosit biasanya tidak terdapat pada anak dan orang dewasa, kecuali pada pungsi traumatik. Adanya sel neoplastik, plasmasit, sel stem dan eosinofil dalam LCS selalu abnormal. Sel eritrosit berlebihan dalam LCS menunjukkan adanya perdarahan atau pungsi traumatik, untuk membedakannya segera lakukan pemutaran (centrifuge) dan perhatikan supernatanya. Apabila supernatan berwarna xantokrom berarti perdarah lama, jika jernih berarti pungsi traumatik. Apabila terdapat peninggian jumlah sel dan terutama PMN, maka kemungkinan pasien menderita meningitis bakterial, atau pada meningitis virus dini atau neoplasma.di Bagian ilmu kesehatan anak FKUI dipakai patokan jumlah sel LCS normal pada anak 20/3 per l dan pada neonatus minggu pertama 100/3 per l, tetapi tergantung juga pada keadaan klinis pasien dan diferensiasi sel. Protein Kadar protein normal 20-40 mg/dl. Kadar ini meningkat pada sindrom Guillain Barre, tumor intrakranial atau intraspinal, perdarah intrakranial, penyakit degeneratif dan meningitis. Pada neonatus kadar protein agak lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl pada umur 0-2 minggu, dan 30-50 mg/dl pada umur 2-4 minggu. Pada neonatus dengan berat badan lahir rendah kadar protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar protein yang tinggi pada neonatus mungkin disebabkan oleh fungsi sawar darah otak yang belum matang dan adanya perdarahan-perdarahan kecil saat partus. Glukosa Kadar normal glukosa dalam LCS antara - 2/3 kadar glukosa plasma, biasanya 50-90 mg/dl. Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan kadar glukosa plasma dan kedua nilai ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS kurang dari 50% kadar glukosa plasma, maka dapat dikatakan bahwa kadar glukosa dalam LCS merendah. Penurunan kadar glukosa

REFERAT - Meningitis

34

dalam LCS didapati pada pasien dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput otak dan lain-lain. Mikroorganisme Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan pewarnaan gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga diagnosisnya secara cepat. Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap obat dapat menentukan kuman penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi. Meningitis bakterial 10 Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi. Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi : Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++). Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit. Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak spesifik. Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif) Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi. Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang. Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak) Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum. Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan Meningitis Tuberkulosis 10

REFERAT - Meningitis

35

hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat. Pungsi lumbal : Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3. Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan polimorfonuklear. Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan. Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan). Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus. Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis. Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.9 Meningitis Viral Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:

REFERAT - Meningitis

36

Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.

Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.

Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan. MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.

Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis. Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien yang terganggu, pada Periodic lateralized ensefalitis herpetic. epileptiform discharge (PLEDs) seringkali terlihat

Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.

Meningitis Jamur 14 Selain gejala klinis, sangat penting dilakukan pemeriksaan radiologis paru-paru dan organ lainnya, skin test,antibodi serum dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Isolasi kuman dari REFERAT - Meningitis 37

lesi dan cairan serebrospinal merupakan pembantu diagnostik yang penting. Pada meningitis, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Perubahan cairan serebrospinal pada meningitis jamur seperti pada meningitis tuberkulosis. Tekanan meningikat bervariasi, pleiositosis moderat, biasanya kurang adri 1000 sel/mm3, dengan predominan limfosit. Kecuali pada kasus yang akut, sel dapat meningkat lebih dari 1000/mm3 dengan predominan polimorfonuklear. Glukosa bisanya agak menurun (subnormal) dan protein meningkat kadang-kadang sampai pada kadar yang sangat tinggi.

Tabel. 5. Gambaran Cairan Serebrospinal pada meningitis berdasarkan agen etiologinya 2 2.9 Diagnosis Meningitis Bakterial Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hamper semua penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1 Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar REFERAT - Meningitis 38

terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.9 Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri ( Shift to the left). Umumnya terdapat anemia megaloblastik.9 Meningitis Tuberkulosis Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi ( false-negative), terutama dalam stadium terminalis.9 Meningitis Viral Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya, pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit ini. Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS dan perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan penyebab mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira, mikobakterium) agar kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat disingkirkan. Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan kemungkinan meningitis tuberkulosa. Meningitis Jamur 14 Diagnosis spesifik dapat dibuat dari hapusan cairan serebrospinal dan dari kultur dan juga dengan menemukan antigen spesifik dengan immunodifusion latex particle aggregation atau perbandingan antigen recognition test. Pemeriksaan cairan serebrospinal harus termasuk REFERAT - Meningitis 39

pemeriksaan tubercle basilli dan leukosit abnormal oleh karena banyak terjadi infeksi bersama jamur dengan tuberkulosa dan leukemia atau limfoma 2.10 2.11

Diagnosis Banding 1 Abses otak Encephalitis Herpes Simplex Herpes Simplex Encephalitis Neoplasma Kejang demam Subarachnoid Hemorrhage Komplikasi 1-2 Syok septik, termasuk DIC Koma Kejang (30-40% pada anak) Edema serebri Septic arthritis Efusi pericardial Anemia hemolitik Gangguan pendengaran samapi tuli Disfungsi saraf kranial Kejang multipel Paralisis fokal Efusi subdural Hidrocephalus Defisit intelektual Ataksia Buta Waterhouse-Friderichsen syndrome Gangren periferal

Komplikasi dini :

Komplikasi lanjut :

Kejang REFERAT - Meningitis 40

Kejang merupakan komplikasi yang penting dan sering terjadi hampir 1 dari 5 pasien. Insidens lebih tinggi pada usia kurang dari 1 tahun, mencapai 40%. Pasien meninggal akibat dari iskemik yang difus pada susunan saraf pusat atau dari komplikasi sistemik. Walaupun dengan terapi antibiotik yang efektif, komplikasi neurologis tetap terjadi pada 30% pasien. Edema Serebral Beberapa derajat dari edema serebral sering terjadi pada meningitis bakterial. Komplikasi ini merupakan penyebab penting kematian. Kelumpuhan saraf kranial dan infark serebri Kelumpuhan saraf kranial dan efek dari terganggunya aliran darah otak, seperti infark, merupakan penyebab dari peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus tertentu, pungsi lumbal atau insersi drain ventrikular diperlukan untuk mengurangi efek dari peningkatan ini. Pada infark serebri, sel endotelial bengkak, proliferasi ke dalam lumen pembuluh darah dan sel yang terinflamasi menginfiltrasi dinding pembuluh darah. Nekrosis fokal pada dinding arteri dan vena memicu terjadinya trombosis. Trombosis vena lebih sering terjadi dibandingakan arteri. Kerusakan parenkim otak Kerusakan parenkim otak dapat menyebabkan :

Defisit sensoris dan motoris Serebral palsi Learning disabilities Retardasi mental Buta kortikal Kejang Inflamasi biasanya meluas sepanjang ruang perivaskuler sampai ke parenkim otak.

Serebritis Biasanya, seribritis merupakan akibat dari penyebaran infeksi langsung, baik akibat infeksi otorhinologik ataupun meningitis atau melalui penyebaran hematogen dari fokus infeksi ekstrakranial. Ventrikulitis Infeksi pada system ventrikel primer atau sekunder penyebaran mikroorganisem dari ruang subaraknoid karena pasang surut CSS atau migrasi kuman yang bergerak. Komplikasi sering terjadi pada neonates, pernah dilaporkan sampai 92% pada bayi dengan meningitis REFERAT - Meningitis 41

purulenta. Apabila ventrikulitis disertai obstruksi aquaductus Sylvii, maka infeksinya menjadi stempat (terlokalisasi) seperti abses, dengan peningkatan tekanan intracranial yang cepat dan dapat menyebabkan herniasi. Pada ventrikulitis perlu pengobatan dengan antibiotic parenteral secara massif, irigasi dan drainase secara periodic. Efusi Subdural Kemungkinan adanya efusi subdural perlu dipikirkan apabila demam tetap ada setelah 72 jam pemberian antibiotic dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun-ubun besar tetepa membonjol, gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau umum, timbul kelainan neurologis fokal atau muntah-muntah. Diagnosis ditegakkan dengan transiluminasi kepala atau pencitraan. Transiluminasi kepala dinyatakan positif bila daerah translusen asimetri, pada bayi berumur kurang dari 6 bulan daerah trasnlusen melebihi 3cm, dan pada bayi berumur 6 bulan atau lebih daerah trasnslusen melebihi 2 cm. selanjutnya efusi subdural mempunyai 4 kemungkinan: a. kering sendiri, bila jumlahnya sedikit; b.menetap atau bertambah banyak; c. membentuk membrane yang berasal dari fibrin; d. menjadi empiema. Pengobatan efusi subdural masih controversial, tetapi biasanya dilakukan tap subdural apabila terdapat penenkanan jaringan otak, demam menetap, kesadaran menurun tidak membaik, peningkatan tekanan intracranial menetap, dan empiema. Dilakukan tap subdural tiap 2 hari (selang sehari) sampai kering. Kalau dalam 2 minggu tidak kering dikonsulkan ke Bagian Bedah Saraf untuk dikeringkan. Kalau lebih dari 2 minggu tidak kering akan terbentuk membrane yang berasal dari fibrin dan dapat menghalangi pertumbuhan otak. Membrane akan membentuk neovaskular yang ujungnya menempel di korteks serebri dan dapat merupakan focus iritatif akan timbulnya epilepsy di kemudian hari. Pengeluar cairan satu kali tap maksimal 30ml pada kedua sisi. Cairan yang keluar pada permulaan berwarna xantokrom, setelah tap beberapa kali menjadi kuning muda. Gangguan cairan dan elektrolit Pada pasien meningitis bacterial kadang disertai dengan hipervolemia (edema), oliguria, gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini disebabkan oleh karena SIADH, sekresi ADH berlebihan. Diagnosis ditegakkan dengan meninmbang ulang pasien, memeriksa elektrolit serum, mengukur volume dan osmolaritas urin dan mengukur berat jenis urin. Pengobatan dengan restriksi pemberian cairan, pemberian diuretic (furosemid). Pada pasien berat dapat diberikan sedikit natrium. Tuli Kira-kira 5-30% pasien meningitis bacterial mengalami komplikasi tuli terutama apabila disebabkan oleh S.penumoniae. Tuli konduktif disebabkan oleh karena infeksi telinga REFERAT - Meningitis 42

tengah yang menyertai meningitis. Yang terbanyak tuli sensorineural. Tuli sensorineural lebih sering disebabkan oleh karena sepsis koklear daripada kelainan N.VIII. Gangguan pendengaran dapat dideteksi dalam waktu 48 jam sakit dengan BAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada akhir minggu ke-2, tetapi yang berat menetap. Pemberian deksametason dapat mengurangi komplikasi gangguan pendengaran apabila diberikan sebelum pemberian antibiotic dengan dosis 0,6mg/kgBB/hari intravena diabgi 4 dosis selama 4 hari. Komplikasi lain berupa hidrosefalus, kejang, hemiparesis, tetraparesis, dan retardasi mental. Pada hidrosefalus dikonsulkan ke Bagian Bedah Saraf untung pemasangan pirau ventrikulo-peritoneal. 2.12 Tata Laksana Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis. Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.8 Mencari akses intravena, dan pemberian cairan. Neonatus dengan meningitis rentan untuk mengalami hiponatremia akibat SIADH. Perubahan ini elektrolit juga berkontribusi terhadap timbulnya kejang, terutama selama 72 jam pertama penyakit. 8 Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang memadai dan stabilitas metabolisme.8 MRI dengan gadoteridol, ultrasonografi, atau CT scan dengan kontras yang dibutuhkan untuk menggambarkan kelainan intrakranial. Pediatric Academic Societies merekomendasikan bahwa MRI dengan kontras harus dilakukan untuk neonatus dengan komplikasi meningitis 7-10 hari setelah memulai pengobatan untuk memastikan bahwa tidak ada penyulit yang terjadi. Semua bayi yang baru lahir sembuh dari meningitis harus dinilai auditory evoked potential untuk skrining adanya ketulian.8 Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri akut melibatkan kedua terapi antimikroba yang tepat dan terapi suportif. Semua pasien harus evaluasi audiologic setelah selesai terapi.8 Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan jenis yang dan volume REFERAT - Meningitis 43 Meningitis bakterial

cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg, output urin 500 mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun menghindari SIADH adalah penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko penurunan perfusi serebral sama-sama penting juga. Dopamin dan agen inotropik lain mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.8 Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam intravena 2 kali berturut-turut kejang belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-20mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1 menit jangan melebihi 50 mg atau 1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam kemudian. Bila tidak tersedia diazepam, dapat digunakan langsung phenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis maintenance.1 Terapi antibiotik Neonatus Antibiotik harus diberikan segera setelah terdapat akses vena pada pasien dengan meningitis bakteri. Secara konservatif, pengobatan antimikroba awal atau inisial terdiri dari ampisilin dan kombinasi aminoglikosida (ampisilin dan cefotaxime juga). Jika S pneumoniae dicurigai, vankomisin harus ditambahkan. Terapi empiris awal untuk penyakit late-onset pada bayi prematur harus mencakup agen antistaphylococcus dan seftazidim, amikasin, atau meropenem.8 Ampisilin memiliki cakupan yang baik untuk coccus gram-positif, termasuk streptococcus grup B, enterococcus, L monocytogenes, beberapa strain dari E coli, dan jenis H influenzae B. Ampisilin juga dapat mencapai kadar yang adekuat dalam likuor cerebrospinal (LCS).8 Aminoglikosida (misalnya, gentamisin, tobramycin, amikasin) mempunyai aktivitas yang baik terhadap hampir kebanyakan basil Gram-negatif, termasuk P. aeruginosa dan Serratia marcescens. Namun, aminoglikosida hanya dapat mencapai kadar marginal pada cairan LCS dan ventrikel, bahkan ketika meninges meradang.8 Beberapa generasi ketiga sefalosporin mencapai kadar yang baik dalam LCS dan telah muncul sebagai agen efektif terhadap infeksi gram negatif. Seftriakson berkompetisi dengan REFERAT - Meningitis 44

bilirubin untuk pengikatan oleh albumin, dan dosis terapeutik ceftriaxone menurunkan cadangan albumin dalam serum bayi baru lahir sebesar 39%, dengan demikian, ceftriaxone dapat meningkatkan risiko ensefalopati bilirubin, terutama pada bayi baru lahir beresiko tinggi. Seftriakson juga menyebabkan sludging (lumpur) empedu. Tidak satupun dari sefalosporin memiliki aktivitas terhadap L. monocytogenes dan enterococcus dan, karenanya, tidak boleh digunakan sebagai agen tunggal untuk pengobatan awal.Kombinasi ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga diperlukan.8 Jika patogen terbukti menjadi bakteri yang rentan ampisilin dengan low minimum inhibitory concentration (MIC) ampisilin, maka ampisilin dapat dilanjutkan sendiri. Cefotaxime dan seftriakson juga mempunyai aktivitas yang baik terhadap kebanyakan S.pneumoniae resisten penisilin. Baik vankomisin dan cefotaxime harus diberikan pada pasien dengan meningitis S. pneumoniae antibiotik tersedia.8 Di antara aminoglikosida, gentamisin dan tobramycin telah digunakan secara ekstensif dalam kombinasi dengan ampisilin. Meskipun kekhawatiran kadarnya pada LCS, agen ini telah terbukti efektif bila dikombinasikan dengan antibiotik beta laktam-untuk pengobatan meningitis yang disebabkan oleh organisme seperti streptococcus grup B dan enterococcus yang sensitif. 8 Infeksi yang melibatkan Staphylococcus S, anaerob, atau P. aeruginosa mungkin memerlukan antimikroba lainnya, seperti oksasilin, methicillin, vankomisin, atau kombinasi dari seftazidim dengan aminoglikosida. Penetrasi LCS dan keamanan agen antimikroba harus menentukan penggunaan.8 Agen etiologi dan penemuan klinis menjadi dasar dari lama pengobatan, namun pengobatan selama 10 hari - 21-hari biasanya cukup untuk infeksi Streptococcus grup B. Waktu yang lebih lama dibutuhkan untuk mensterilkan LCS dengan meningitis oleh bacil gram negatif, dan biasanya diperlukan pengobatan selama 3-4 minggu .8 Lumbal pungsi ulangan diindikasi pada keadaan tidak adanya perbaikan klinis atau meningitis yang disebabkan oleh strain S pneumonia yang resisten atau dengan basil enterik gram negatif. Pada neonatus dengan meningitis basil gram negatif, pemeriksaan CSS selama pengobatan diperlukan untuk memverifikasi kultur steril.Pemeriksaan ulang terhadap CSS untukpemeriksaan kimia dan kultur harus dilakukan 48-72 jam setelah memulai pengobatan; specimen lebih lanjut diperlukan bila tidak didapatkan sterilitas ataupun perbaikan klinis.8 sebelum hasil uji resistensi

REFERAT - Meningitis

45

Antibiotic

Administration Route

Dose for birth weight < 2000g and age 0-7 d

Dose for birth weight >2000g and age 0-7 d

Dose for birth weight < 2000g and age >7 d

Dose for birth weight >2000g and age >7 d

Penicillins Ampicillin Penicillin-G Oxacillin Ticarcillin Cephalosporins Cefotaxime Ceftriaxone IV, IM IV, IM 50 mg q12h 50 mg once daily Ceftazidime IV, IM 50 mg q12h 50 mg q8h 50 mg once daily 50 mg q8h 50 mg q8h 50 mg once daily 50 mg q8h 50 mg q6h 75 mg once daily 50 mg q8h IV, IM IV IV, IM IV, IM 50 mg q12h 50,000 U q12h 50 mg q12h 75 mg q12h 50 mg q8h 50,000 U q8h 50 mg q8h 75 mg q8h 50 mg q8h 50,000 U q8h 50 mg q8h 75 mg q8h 50 mg q6h 50,000 U q6h 50 mg q6h 75 mg q6h

Tabel 6. Dosis antibiotik untuk meningitis bakterial pada neonatus berdasarkan berat badan dan usia (mg/kg/dosis atau U/kg/dosis untuk dosis tertinggi diantara rentang dosis) dan interval pemberian.8 Antibiotic Administration Route Desired Serum level (mcg/mL) Initial dose for birth weight < 2000g and age 0-7 d (mg/kg / dose)* Initial dose for birth weight >2000kg and age 0-7 d (mg/kg / dose)* Dose for birth weight < 2000g and age >7 d (mg/kg / dose)* Dose for birth weight >2000g and age >7 d (mg/kg / dose)*

REFERAT - Meningitis

46

Aminoglycosides Amikacin IV, IM 20-30 (peak), < 10 (trough) Gentamicin IV, IM 5-10 (peak), < 2.5 Tobramycin IV, IM (trough) 5-10 (peak), < 2.5 (trough) Glycopeptide Vancomycin* IV, IM 20-40 (peak), < 10 (trough) *Dose stated is highest within dosage range. Serum levels must be monitored when patient has kidney disease or is receiving other nephrotoxic drugs; adjust doses accordingly. Tabel 7. Antibiotik untuk meningitis bakterial pada neonatus yang membutuhkan dosis berdasarkan kadar serum 8 Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :11 Umur 0-7 hari Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV. Umur >7 hari 15 q12h 15 q8h 15 q8h 15 q6h 2.5 q12h 2.5 q12h 2.5 q8h 2.5 q8h 2.5 q12h 2.5 q12h 2.5 q8h 2.5 q8h 7.5 q12h 10 q12h 10 q8h 10 q8h

REFERAT - Meningitis

47

Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.

Bayi dan anak Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah penting. Pemilihan antibiotik inisial harus memiliki kemampuan melawan 3 patogen umum: S pneumoniae, N meningitidis, dan H. influenzae.8 Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) practice guidelines for bacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin dan ceftriaxone atau cefotaxime dianjurkan bagi mereka yang dicurigai meningitis bakteri, dengan terapi ditargetkan berdasarkan pada kepekaan patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan respon yang adekuat terhadap pneumococcus yang resisten penisilin dan H. Influenza tipe B yang resisten beta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai aktivitas yang buruk terhadap penumococcus dan tidak dapat digunakan sebagai substitusi untuk cefotaxime atau ceftriaxone.8 Oleh karena buruknya penetrasi vankomisin pada susunan saraf pusat, dosis yang lebih tinggi 60 mg/kg/hari dianjurkan untuk mengatasi infeksi susunan saraf pusat. Cefotaxime atau ceftriaxone cukup adekuat untuk pneumococcus yang peka. Namun, bila S.pneumonia terisolasi mempunya MIC yang lebih tinggi untuk cefotaxime, dosis tinggi cefotaxime (300 mg/kg/hari) dengan vankomisisn (60 mg/kg/hari) bisa menjadi pilihan.8 Terapi dengan Carbapenem merupakan pilihan yang baik patogen yang resisten sefalosporin. Meropenem lebih dipilih dibandingkan imipenem oleh karena resiko kejang lebih rendah. Antibiotik lain seperti oxazolidinon (linezolid), masih dalam penelitian. Fluorokuinolon dapat menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan antibiotik jenis lain atau gagal pada terapi sebelumnya.8 Pada pasien yang alergi beta-laktam (penisilin dan sefalospori) dapat dipilih vankomisin dan rifampisin untuk kuman S.pneumoniae. Kloramfenikol juga direkomendasikan pada pasien dengan meningitis meningococcal yang alergi beta-laktam.8 Penilaian LCS pada akhir terapi tidak dapat memprediksi akan terjadinya relaps atau rekrudesensi dari meningitis. H.influenzae tipe B dapat menetap pada sekret nasofaring walopun setelah terapi meningitis. Untuk alasan tersebut, pasien harus diberikan Rifampisin 20 mg/kg dosis single selama 4 hari bila anak dengan resiko tinggi tinggal di rumah ataupun

REFERAT - Meningitis

48

pusat penitipan anak. N.meningitidis dan S.pneumoniae biasanya dapat di eradikasi dari nasofaring setelah terapi meningitis berhasil.8 Antibiotic Ampicillin Vancomycin Penicillin G Cefotaxime Ceftriaxone Ceftazidime Cefepime* Imipenem Meropenem Rifampin Dose (mg/kg/d) IV 400 60 400,000 U 200-300 100 150 150 60 120 20 Maximum Daily Dose 6-12 g 2-4 g 24 million 8-10 g 4g 6g 2-4 g 2-4 g 4-6 g 600 mg Dosing Interval q6h q6h q6h q6h q12h q8h q8h q6h q8h q12h

*Minimal experience in pediatrics and not licensed for treatment of meningitis. Caution in use for treatment of meningitis because of possible seizures. Tabel 8. Dosis antibiotik pada bayi dan anak dengan meningitis bakterial 8 Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan anak dnegan meningitis bakterial sebagai berikut : 10 Usia 1 3 bulan : Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis Usia > 3 bulan : Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur dan resistensi. Durasi pemberian antibiotik menurut meningitis adalah sebagai berikut :8

IDSA 2004 guidelines for management of bacterial

N meningitidis - 7 hari 49

REFERAT - Meningitis

H influenzae - 7 hari S pneumoniae - 10-14 hari S agalactiae - 14-21 hari Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu L monocytogenes - 21 hari atau lebih Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang

Terapi Deksametason menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8 Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8 Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke SSP. Oleh karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang berdasarkan kasus, resiko dan manfaatnya.8 Bedah Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.10

Meningitis Tuberkulosis 9 Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat antituberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah dan fisioterapi. Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut: 1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari. 2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari. 3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari. REFERAT - Meningitis 50

4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari. 5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon. Meningitis Viral 2 Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik mungkin diperlukan. Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia), penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus. Herpes simplex meningitis Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis. CMV meningitis Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h) dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV) digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised. HIV meningitis Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut. Meningitis Jamur 2 Candida 2,6 Terapi awal pilihan untuk meningitis Candida adalah amfoterisin B (0,7 mg / kg / hari). Flusitosin (25 mg / kg qid) biasanya ditambahkan dan disesuaikan untuk mempertahankan tingkat serum 40-60 mcg / mL, di berikan selama 6-12 minggu, bergantung dari efektivitas terapi dan adanya efek samping.Terapi Azole dapat digunakan untuk followup terapi atau pengobatan supresi. Peniadaan material prostetik (misalnya, shunts ventriculoperitoneal) adalah komponen penting dalam terapi meningitis Candida yang berkaitan dengan prosedur bedah saraf. Coccidioides immitis Amfoterisin B merupakan drug of choice meningitis oleh coccidioides, diberikan secara intravena dan intratekal. Dosis inisial intratekal 0,1 mg untuk 3 kali suntikan pertama. Selanjutnya dosis ditingkatkan 0,25 0,5 mg 3-4 kali setiap minggu. Efek samping pemberian secara intratekal seperti meningitis aseptic, nyeri punggung dan tungkai. REFERAT - Meningitis 51

Mikonazol dapat diberikan secara intravena dan intratekal pada pasien yang tidak dapat mentorelansi dosis tinggi dari Amfoterisin B.6 Regerensi lain menyebutkan flukonazol oral (400 mg / hari) sebagai terapi untuk C immitis ataupun dengan dosis yang lebih besar flukonazol (1000 mg / hari) atau dengan kombinasi flukonazol dan amfoterisin B.2 Histoplasma capsulatum Rekomendasi terapi meningitis capsulatum H adalah amfoterisin B liposomal di IV 5mg/kg/hari untuk total 175 mg / kg diberikan selama 4-6 minggu, diikuti oleh itraconazole oral 200-300 mg dua kali untuk tiga kali sehari minimal 1 tahun atau sampai resolusi kelainan CSS dan antigen Histoplasma.2,6 Meningitis cryptococcal Dengan AIDS Untuk terapi awal, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari, IV) selama paling sedikit 2 minggu, dengan atau tanpa flusitosin (100 mg / kg PO) terbagi dalam 4 dosis . preparat Liposomal amfoterisin B dapat digunakan pada pasien dengan atau yang cenderung akan berkembang menjadi disfungsi ginjal (amfoterisin B 3-4 liposom mg / kg / hari atau lipid amfoterisin B kompleks 5 mg / kg / hari). Untuk terapi konsolidasi, flukonazol (400 mg / d selama 8 minggu).Itrakonazol adalah alternatif jika flukonazol tidak ditolerir. Untuk terapi pemeliharaan, terapi antifungi jangka panjang dengan flukonazol (200 mg / d) yang paling efektif (disbanding itraconazole dan amfoterisin B 1 mg / kg / minggu) untuk mencegah kambuh. Risiko relaps tinggi pada pasien dengan AIDS. Dalam banyak kasus, meningitis kriptokokus menyebabkan TIK meningkat. Mengukur tekanan pembukaan selama pungsi lumbar sangat dianjurkan. Buatlah upaya untuk mengurangi tekanan tersebut dengan pungsi lumbal berulang, menguras lumbal, atau shunt atau pemberian manitol, juga telah digunakan.Peran agen baru, seperti vorikonazol dan posaconazole, belum diselidiki.Echinocandins tidak memiliki aktivitas terhadap kriptokokus. Untuk pengobatan optimal untuk terkait HIV kriptokokal meningitis akut di wilayah terbatas sumber daya, agen-agen yang digunakan adalah amfoterisin B dan flukonazol. Go to HIV-1 SSP Kondisi Asosiasi - Meningitis untuk informasi lengkap tentang topik ini. Tanpa AIDS Untuk terapi induksi dan konsolidasi, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari) plus flusitosin (100 mg / kg / hari) selama paling sedikit 4 minggu. Ini dapat diperpanjang sampai 6 minggu komplikasi neurologis. Kemudian, flukonazol (400 mg / d) untuk minimal 8

REFERAT - Meningitis

52

minggu.Pungsi lumbar dianjurkan setelah 2 minggu untuk mendokumentasikan sterilisasi dari CSS. Jika infeksi berlanjut, terapi induksi lagi dianjurkan (6 minggu). 2.13 Pencegahan 13 Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal merupakan pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang cukup, tidak kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu. Bila hamil, resiko meningitis oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat dikurangi dengan memasak daging dengan benar, hindari keju yang terbuat dari susu tanpa pasteurisasi. Berikut beberapa vaksin untuk tiga bakteri penyebab meningitis: Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae type b (Hib): Vaksin Meningococcus Terdapat dua macam vaksin untuk Neisseria meningitidis yang tersedia di America Serikat. Vaksin Meningococcus polisakarida (Menomune). Vaksin Meningococcus conjugate, Menactra and Menveo. Vaksin Meningococcus tidak dapat mencegah semua tipe penyakit, namun dapat memberikan proteksi orang-orang yang dapat sakit jika tidak diberi vaksin. Vaksin meningococcus conjugate di rekomendasikan rutin untuk orang berusia 11 18 tahun dan anak serta dewasa yang mempunyai resiko tinggi. Vaksin Pneumococcal Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida dan konjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar), yang diproduksi akhir tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia kurang dari 2 tahun. PCV13 (Prevnar 13), diproduksi awal tahun 2010, menggantikan PCV7. Vaksin pneumococcus sebagai pencegahan penyakit pada anak-anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977. Pneumovax, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di rekomendasikan untuk dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang mempunyai resiko tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau kondisi imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan mempunyai asma. Vaksin Hib Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang tinggi melawan meningitis bakterial oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin Hib dapat mencegah can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius lainnya yang disebabkan oleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua anak usia kurang dari 5 tahun di REFERAT - Meningitis 53 Meningitis Bakterial

Amerika Serikat, dan biasa diberikan pada bayi mulai usia 2 bulan. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan vaksin lainnya. Meningitis Tuberkulosis Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB. Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari penyakit ini. Meningitis Viral Seseorang yang menderita infeksi virus dapat sewaktu-waktu berkembang menjadi meningitis. Tidak terdapat vaksin untuk penyebab tersering dari meningitis virus. Cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan mencegah terjadinya infeksi virus. Namun, hal ini sulit dilakukan oleh karena seseorang dapat menderita infeksi virus dan menyebarkan virus tersebut walaupun tidak terlihat sakit. Berikut beberapa cara untuk mengurangi resiko terserang infeksi virus atau menyebarkannya ke orang lain :

Cuci tangan dengan benar dan sering, terutama setelah mengganti popok, menggunakan toilet, batuk atau bersin dan memegang hidung. Bersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi, seperti pegangan pintu dan remote control tv dengan sabun dan air, lakukan desinfeksi dengan mengencerkannya dengan cairan pemutih yang mengandung klorin.

Hindari berciuman atau bertukar gelas minuman, alat makan, lipstick atau benda lain dengan seseorang yang sakit atau dengan orang lain saat kita sakit. Pastikan seluruh anggota keluarga sudah divaksin. Vaksinasi termasuk jadwal vaksinasi anak-anak dapat mencegah anak melawan beberapa penyakit yang da[at menyebabkan meningitis virus. Termasuk vaksin untuk campak dan gondongan (MMR) serta cacar air ( vaksin Varicella-zoster).

Hindari gigitan nyamuk atau serangga lainnya yang membawa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Kontrol tikus dan sejenisnya. Seseorang dengan imunosupresi (infeksi HIV) dapat mencoba menghindari kotoran

Meningitis Jamur dari burung, kegiataan yang berhubungan dengan debu dan kotoran lainnya, teerutama jika tinggal di region geografis dimana terdapat jamur seperti Histoplasma, Coccidioides atau spesies Blastomyces. Seseorang dengan HIV tidak dapat terhindar sepenuhnya. Beberapa REFERAT - Meningitis 54

pedoman merekomendasikan profilaksis anti jamur jika tinggal di regio geografis dimana insidens infeksi jamur sangat tinggi. 2.14 Prognosis Meningitis bakterial 1 Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Umur pasien Jenis mikroorganisme Berat ringannya infeksi Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal. Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9 Meningitis Tuberkulosis 9 Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan. Meningitis Viral 9

REFERAT - Meningitis

55

Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat. Meningitis Jamur Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan tetapi kadangkadang menetap sampai beberapa tahun dengan rekuren,remisi dan eksaserbasi. Kadangkadang jamur pada cairan serebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih. Telah dilaporkan beberapa kasus yang sembuh spontan.

BAB III KESIMPULAN


Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput otak. Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi. Klinis meningitis dan pola pengobatannya selama masa neonatus (0 28 hari) biasanya berbeda dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak anak. Meningitis dapat terjadi karena REFERAT - Meningitis 56

infeksi virus, bakteri, jamur maupun parasit. Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada masa neonatus dan pasca neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 2 bulan dimana Streptococcus group B, H. influenzae tipe B, meningococcus, dan pneumococcus semuanya dapat menimbulkan meningitis. Tanpa memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem saraf pusat mempunyai sindrom yang serupa. Gejala gejala yang lazim adalah : nyeri kepala, nausea, muntah, anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya, kebanyakan dari gejala gejala ini sangat tidak spesifik. Tanda tanda infeksi sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam adalah : fotofobia, nyeri dan kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang kejang dan defisit neurologis setempat. Keparahan dan tanda tanda ditentukan oleh patogen spesifik, hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan di seluruh dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat mengakibatkan kematian. Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan antiobiotik dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis ginjal. Perlu dilakukan pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang pasien yang sembuh dari meningitis.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71 2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. REFERAT - Meningitis 57

3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6. 4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. 5. Anonymous. Meningitis. 6th, Centers for 2009 Disease Control and Prevention. : Updated: August Available from

http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. 6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5 th ed. Philadelphia : Elvesier saunders; 2005. h. 106-13. 7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47. 8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. 9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9. 10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96. 11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 208. 12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. 13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th, 2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html.

REFERAT - Meningitis

58

Das könnte Ihnen auch gefallen