Sie sind auf Seite 1von 12

KAJIAN KUAT GESER DAN CBR TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN ABU TERBANG DAN KAPUR Risman

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Abstract Stabilization is one of methods that can be used for soil improvement, this method might be done mechanically, physically, and chemically. The purpose op the method is to increase the stability, strength and bearing capacity of soil. The material that commonly used in stabilization are cement, lime and stabilizer. Another material that is used in this research is fly ash and lime. Fly ash is by product resulted from coal incineration. The aim of the usage of the fly ash as stabilizer is to improve the properties of the soil. The fly ash that is used in the research is taken improve from incineration of PLTU Paiton, Probolinggo, East Java. Clay from disturbed condition is tken from wiro, Bayat, Klaten. Lime is taken from Semarang. The composition of fly ash is 5%, 10%, 15% and 20%, and lime is 0%, 2%, 6% and 10% from weight of soil. Some testing methods are carried out in the research. They are physical testing, mechanical testing of original soil in optimum water content condition with 3 days curing time. The physical testing consist of specific gravity testing, consistency testing and grain size analysis. The mechanical testing consist of compaction, triaxial and California Bearing Ratio (CBR) testing. The result of this research show that the mixing with clay, fly ash and lime indicated that larger percentage of the fly ash and lime, smaller the value of specitic gravity, liquid limit, plasticity index, shrinkage limit, compaction index, the percentage swelling, but the mixing increased shear strength and CBR value. Key word : CBR, fly ash, stabilizer, disturbed, shear strength,

PENDAHULUAN Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalu lintas/beban konstruksi dari atasnya. Jika tanah dasar yang ada berupa tanah lempung yang mempunyai daya dukung rendah, maka bangunan yang ada sering mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi tanah. Salah satu penyebabnya adalah kembang susut yang tinggi dan kurang baik kemampuan daya dukungnya. Tanah dengan nilai kembang susut yang tinggi, air sangat berpengaruh sekali terhadap perilaku fisis dan mekanis tanah (Das, 1994). Secara fisis mencampur tanah lempung dengan bahan bergradasi (pasir) dan secara mekanis dengan memberi

perkuatan berupa bahan sintetis yang terbuat dari bahan polimerisasi minyak bumi (Suryolelono, 1996), sedangkan secara kimiawi dengan menambahkan bahan semen, kapur (Ingles dan Metcalf, 1972; Rolling dkk, 1996) dan abu terbang (Das, 1994). Dalam kondisi kritis seperti sekarang pemanfaatan bahan seperti semen, bahan sintetis yang digunakan untuk memperbaiki karakteristik tanah lempung merupakan bahan yang cukup mahal, maka diusahakan menggunakan bahan limbah yang ada di sekitar kita. Limbah yang sering dijumpai adalah abu sekam padi dan abu terbang yang banyak dihasilkan oleh industri. Abu terbang di Inggris dikenal sebagai pulverised fuel ash dan secara internasional dikenal dengan fly ash yang merupakan

99

limbah hasil dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik. Produksi abu terbang di Indonesia berkiar antara 400.000-500.000 ton/tahun (Priyatma dalam Tri Utomo, 1996). Abu terbang akan terus bertambah hingga mencapai jumlah yang sangat besar dan akan merupakan problem lingkungan yang perlu penanganan serius. Bahan ini mempunyai sifat sebagai pozolan dengan cirri kandungan silica dan alumina tinggi (Marian, 1996). Apabila bahan pozolan dicampur dengan kapur bebas dan air akan terjadi reaksi serta membantuk ikatan (cementation) (Das, 1994; Marian, 1996). Oleh karena itu bahan ini dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah lempung sehingga kemampuan daya dukung tanah meningkat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dalam pemanfaatan limbah sebagai bahan stabilisasi tanah lempung. Untuk mengurangi kembang susut tanah dikontrol dengan pengujian CBR, kuat geser, kepadatan tanah dan batas konsistensi (atterberg limit). Kondisi tanah di daerah Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten sebagian berupa tanah lempung, begitu juga di Desa Wiro, tanahnya berupa tanah lempung dengan sifat kembang susut yang tinggi, indeks konsistensi tinggi, kuat dukung rendah sehingga banguna di daerah Bayat banyak yang rusak seperti dinding retak, jalan retak-retak dan berlubang. Untuk itu, tanah di daerah Kecamatan Bayat harus distabilisasi sebelum digunakan untuk mendirikan konstruksi bangunan di atasnya. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode kimia untuk stabilisasi tanah. Bahan yang digunakan untuk stabilisasi adalah abu terbang dan kapur. Agar permasalahan yang ada dapat terfokus, maka dalam penelitian ini permasalahan dibatasi sehingga dapat memepertajam penelitian. Pembatasan masalah meliputi tanah diambil dari Desa Wiro, Bayat, Klaten; abu terbang dari PLTU Paiton Probolinggo, Jawa Timur;

kapur dari pasaran di Semarang; kondisi tanah terganggu; uji laboratorium meliputi Spesific Gravity (Gs), diustribusi ukuran butir, pemadatan, CBR dan triaksial untuk mencari kuat geser tanah; penambahan abu terbang dari 5%, 10%, 15%, dan 20%, sedangkan penambahan kapur 0%, 2%, 6%, dan 10%. Lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel mika, mineral lempung, dan mineral-mineral lain yang sangat halus. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang mempunyai ukuran kurang dari 2 mikron (Das, 1985). Pada beberapa kasus, partikel berukuran antara 2 m sampai 5m masih digolongkan sebagai partikel lempunmg (ASTM D-65). Pada kondisi ini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya didasarkan ukuran saja belumtentu dengan ukuran partikel lempung tersebut mengandung mineral lempung. Jika ditinjau dari segi mineral, tanah lempung mempunyai partikel tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953 dalam Das, 1985). Jadi, dari segi mineral, tanah dapat juga disebut tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil. Dari segi ukuran partikel tersebut memang dapat digolongkan sebagai partikel lempung. Untuk itu, akan lebih tepat bila partikel tanah yang berukuran < 2 m atau 5m menurut system klasifikasi yang disebut sebagai partikel berukuran lempung daripada sebagai lempung saja. Menurut Chen, 1975 klasifikasi partikel didasarkan pada diameter efektif lebih kecil dari 2 m dan perlu dilihat pula mineral yang terkandung dalam tanah. Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai potensi kembang susut tinggi dan mempunyai daya dukung yang baik pada kondisi tidak jenuh air tetapi jelek pada kondisi jenuh air. Tanah dengan kandungan montmorillonite mem punyai luas permukaan lebih besar

100

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 13 No. 2 Agustus 2008: 99-110

dan mudah menyerap air dalam jumlah banyak jika dibandingkan dengan mineral lain. Tanah yang mempunyai kecepatan terhadap pengaruh air sangat mudah mengembang dan akan cepat merusak struktur yang ada di atasnya. Potensi pengembangan (swelling potensial) tanah lempung sangat erat kaitannya dengan

indeks plastisitas, sehingga tanah khususnya tanah lempung dapat diklasifikasikan sebagai tanah yang mempunyai potensi mengembang tertentu yang didasarkan oleh indeks plastisitasnya (Chen, 1975). Klasifikasi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hubungan Potensi Pengembangan dengan Indeks Plastisitas Potensi pengembangan Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi (Chen, 1975) Untuk analisis perilaku tanah perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam sifat-sifat tanah. Faktor yang mempengaruhi sifat tanah dibedakan menjadi dua, yaitu faktor komposisi tanah dan pengaruh lingkungan (Suharjito, 1989 dalam Supriyono, 1997). Faktor komposisi tanah dapat diketahui dengan percobaan di laboratorium pada kondisi tanah terganggu, pengujian dilakukan untuk mengetahui tipe mineralogi, jumlah masing-masing mineral, luas permukaan, distribusi ukuran partikel, sedangkan pengaruh lingkungan dengan pengujian laboratorium meliputi uji batas konsistensi, kadar air, dan berat isi. Tanah merupakan salah satu bahan konstruksi yang langsung tersedia di alam. Jika bahan tersebut langsung digunakan akan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Bendungan urugan, tanggul sungai, dan timbunan badan jalan merupakan contoh pemakaian bahan konstruksi. Tanah yang digunakan untuk konstruksi harus melalui proses pengendalian mutu. Jika tanah yang ada di alam bersifat sangat lepas atau sangat lunak atau mempunyai indeks konsistensi yang terlalu tinggi sehingga tidak sesuai dengan persyaratan teknis maka tanah tersebut perlu stabilisasi. Stabilisasi dapat dilakukan dengan meningkatkan kerapatan tanah sehingga Indeks Plastisitas 0 - 15 10 - 25 20 - 55 > 55

nilai kohesi tanah atau sudut geser meningkat, menambah bahan yang menyebabkan perubahan kimiawi atau fisis tanah, dan menurunkan muka air tanah. Salah satu usaha stabilisasi tanah yang biasa dilakukan pada tanah berbutir halus dengan menambah bahan kimia pada tanah sehingga terjadi reaksi kimia yang mengakibatkan ikatan antara butir-butir tanah tersebut menjadi kompak. Bahan yang biasa digunakan adalah semen, kapur, abu terbang, dan bubuk batu bata (Bowles, 1993 dalam Tri Utomo, 1996). Menurut Tri Utomo (1996) penambahan abu terbang dan geosta dapat menaikan kepadatan kering maksimum dan menurunkan kadar air optimum, menurunkan batas cair, menaikan batas plastis, dan menurunkan indeks plastisitas. Penambahan abu sekam padi dan kapur juga dapat meningkatkan nilai sudut geser dalam tanah (Suryolelono, 1999). Penambahan bahan campuran untuk stabilisasi tanah oleh beberapa peneliti bervariasi antara 2% - 20%. Penambahan 13% abu terbang dan geosta 1% s/d 15% juga dapat menaikan nilai CBR dan menurunkan pengembangan, sedangkan penambahan abu sekam padi dan kapur 10% juga dapat meningkatkan nilai sudut

KAJIAN KUAT GESER DAN CBR TANAH LEMPUNG YANG DISTABILKAN(Risman )

101

geser dalam tanah lempung (Suryolelono, 1999). Kapur dikenal sebagai bahan yang memiliki fungsi sebagai bahan ikat dalam pembuatan dinding dan pilar. Sifat-sifat kapur adalah tidak getas, mudah dan cepat mengeras, workability baik dan mempunyai daya ikat untuk batu atau bata (Tjokrodimulyo, 1992). Bahan dasar kapur adalah batu kapur atau dolomit, yang mengandung senyawa kalsium karbonat (CaCO3). Kapur berasal dari bahan alam, umumnya tidak terdapat dalam keadaan yang murni, tetapi sedikit atau banyak tercampur dengan bahan lain. Kapur dibedakan menurut kadar bahan

yang mengotori dikenal dengan a) kapur berkadar kalsium tinggi yaitu kapur yang kadar CaO-nya lebih dari 95%, b) kapur magnesia, yaitu kapur yang mengandung MgO lebih dari 5% , bila kadar MgO melebihi 20% maka disebut dolomite, dan c) kapur hidrolis ialah kapur yang mengandung oksida-oksida tanah (Al2O3, SiO2, Fe2O3). Mineral kapur bisa berupa kalsium hidroksida, kalsium oksida dan kalsium karbonat. Kapur dapat menimbulkan reaksi kimia dengan tanah lempung. Menurut Ingles, 1972 bahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah lempung disarankan spesifikasi bahan kapur (Tabel 2).

Tabel 2 Spesifikasi Keperluan Kapur Jenis Bahan Calsium dan Magnesium Oksida Carbon dioxides-at kiln Carbon dioxides-at elsewhere Fineness (Ingles, 1972) Kalsium hidroksida jika digunakan untuk stabilisasi disarankan berupa bubuk karena sangat penting untuk proses hidrasi dan dapat mengurangi masalah yang timbul. Kalsium hidroksida lebih banyak digunakan dalam proses stabilisasi, meskipun kalsium oksida lebih efektif dapat dapat menyelesaikan masalah, tetapi masih banyak kelemahan pada kalsium oksida, yaitu mempermudah timbulnya korosi pada peralatan dan bahaya pada pekerja. Sifat-sifat tanah di lapangan tidak selalu memenuhi harapan dalam perencanaan konstruksi, apabila dijumpai tanah yang sifatnya jelek, maka tanah tersebut harus diperbaiki agar memenuhi persyaratan teknis. Metode perbaikan yang banyak digunakan adalah stabilisasi mekanis dan stabilisasi kimiawi. Stabilisasi mekanis yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan cara perbaikan struktur dan perbaikan sifat-sifat mekanis tanah, sedangkan stabilisasi kimiawi yaitu Kapur Kering (CaO) 92% 3% 10% Kapur Cair (Ca(OH)2) 95% 5% 7% 12%

menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan jalan mengurangi atau menghilangkan sifat-sifat teknis tanah yang kurang menguntungkan dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia, seperti semen, kapur, dan pozolan. Stabilisasi dengan semen cocok untuk tanah yang tidak kohesif, yaitu tanah berpasir atau kerikil yang mengandung sedikit tanah berbutir halus, sedangkan kapur dan pozolan cocok untuk tanah kohesif (Sudarmo dan Purnomo, 1997 dalam Wiqoyah, 2002). Kapur yang biasa digunakan dalam stabilisasi tanah adalah kapur hidup (CaO) maupun kapur padam (Ca(OH)2) yang merupakan produk pembakaran batu kapur. Damoerin dan Virisdiyanto, (1999), meneliti tentang stabilisasi tanah lempung ekspansif dan pasir dengan menambahkan semen atau kapur. Dari penelitian dihasilkan bahwa penambahan pasir dengan semen atau kapur pada tanah asli menunjukkan adanya perubahan sifat-sifat fisis dan teknis berupa

102

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 13 No. 2 Agustus 2008: 99-110

penurunan indeks plastisitas, potensi, dan tekanan swelling, meningkatkan nilai CBR dan kuat tekan bebas. Kadar campuran yang optimum pada persentase 5% pasir + 5% semen + 55 pasir + 10% kapur. Tujuan pemadatan adalah mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (compresibilitas), mengurangi permeabilitas, dan mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lain-lain. Pemadatan tanah lempung secara benar akan memberikan kuat geser yang tinggi, sedangkan stabilitas terhadap kembang susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Tingkat kepadatan tanah diukur dengan berat volume kering tanah yang dipadatkan, jika ditambahkan pada tanah yang dipadatkan air akan berfungsi sebagai pelumas pada partikel tanah. Adanya air pada partikel tanah akan lebih mudah bergerak dan bergeser satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat atau padat. Karakteristik kepadatan tanah dinilai dai uji standar laboratorium yang disebut dengan uji proctor. Pemadatan menghasilkan kurva hubungan antara kadar air dengan berat volume kering tanah. Kurva menunjukan nilai kadar air optimum untuk mencapai berat volume kering maksimum atau kepadatan maksimum. Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume kering. Hubungan berat volume kering ( d ) dengan berat volume basah ( b ) dan kadar air (w) dinyatakan pada persamaan 1.

Kuat geser tanah adalah perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan persatuan luas terhadap keruntuhan atau peregeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud (Hardiyatmo, 1994). Jika tanah mengalami pembebanan, maka akan ditahan oleh a) kohesi tanah yang tergantung dari jenis tanah dan kepadatannya tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser dan b) gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Mohr (1910) dalam Das (1994) memberikan persamaan :

= f ( )

..(2)

Coulomb (1976) dalam Das (1994) memberikan persamaan untuk kuat geser adalah f ( ) = c + tg ..(3) sehingga persamaan menjadi

= c + tg
dengan :

..(4)

: kuat geser tanah (ton/m2)

(ton/m2)

c : kohesi tanah (ton/m2) : tegangan normal tanah

: sudut geser dalam ( ..o)

d =

b
1+ w

Persamaan (4) disebut juga dengan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. California Bearing Ratio (CBR) didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam persen. Hasil pengujian dapat diperoleh dengan mengukur besarnya beben pada penetrasi tertentu. Penetrasi dapat dihitung menggunakan peresamaan 5 dan 6 yang dikeluarkan oleh California Highway Departement dan US Army Corps

. (1)

dengan :
3

b : berat volume tanah basah d : berat volume tanah kering


w : kadar air (%)

(kg/cm ) (kg/cm )
3

KAJIAN KUAT GESER DAN CBR TANAH LEMPUNG YANG DISTABILKAN(Risman )

103

of Engineers, 1929 dalam Rollings and Rollings, J.R (1996).

Penetrasi 0,1 (2,5 mm)

CBR =

p1 x100% 3 x1000

.(5)

15%, 20%, sedangkan untuk kapur dipakai 2%, 6%, 10% dari berat tanah kering. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a) seperangkat alat triaksial, b) satu set alat uji CBR, c) piknometer, d) satu set alat uji Aterberg Limit, e) oven, f) satu set alat uji kepadatan, g) timbangan dengan ketelitian 0,01 gr dan 0,1 gr, h) thermometer, i) satu set alat uji hidrometer, j) satu set alat uji analisis ayak. Penelitian dimulai dengan pengambilan contoh tanah dari desa Wiro, Bayat, Klaten. Disamping melakukan pengeringan tanah juga dilakukan uji pendahuluan yang meliputi uji kadar air, batas atterberg, uji kepadatan, spesifik gravitas, analisis butiran tanah dan uji CBR. Setelah tanah kering ditumbuk dan disaring menggunakan ayakan no. 4 diambil tanah yang lolos ayakan tersebut. Tanah ditimbang sesuai dengan kebutuhan, kemudian dicampur dengan agu terbang dan kapur sesuai dengan persentase yang telah ditentukan sebelumnya. Tanah campuran setelah homogen diperam sebentar ( 2 jam), kemudisn baru dilakukan pemadatan. Pengujian sifat fisis tanah lempung meliputi uji spesifik gravity (ASTM D854-91), uji batas konsistensi (ASTM D423-66, D42459 dan D427-61), uji gradasi butiran menggunakan uji hydrometer (ASTM D422-63), uji saringan (ASTM D421-85). Pengujian sifat mekanis meliputi uji pemadatan (ASTM D698-78), uji triaxial tak terkonsolidasi tak terdrainase (UU)(ASTM D2850), uji CBR (ASTM D1803-94). Penelitian selanjutnya mengikuti prosedur yang diberikan dalam standar uji ASTM yang diacu. HASIL Berdasarkan hasil uji laboratorium dapat diketahui bahwa tanah lempung Desa Wiro, Bayat, Klaten mempunyai karakteristik fisi dan mekanis seperti tertera pada Tabel 3. Dari hasil uji Spesifik Gravitas terhadap abu terbang dan kapur dapat dilihat pada Tabel 4.

Penetrasi 0,2 (5 mm) :

CBR =

P2 x100% 3 x1500

.(6)

Penambahan air dalam tanah berbutir halus akan mengakibatkan terjadinya perubahan volume tanah. Nilai potensial pengembangan yang terjadi dapat dihitung menggunakan persamaan 7. S=(2,16x10-3)(PI)2,44 .(7)

dengan : S : potensial pengembangan (%) PI : indeks plastisitas (%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kuat geser tanah dan nilai CBR tanah sehingga diperoleh gambaran terhadap perubahan sifat fisis dan mekanis dari tanah campuran. Diharapkan Penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa limbah pembakaran batu bara dapat digunakan untuk stabilisasi tanah sehingga tanah yang kurang mampu menahan beban dapat berubah menjadi tanah yang kuat. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan data pada penelitian ini dengan melakukan pengujian di laboratorium. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Wiro, Bayat, Klaten; abu terbang dari PLTU Paiton, Probolinggo, Jawa Timur sebagai bahan stabilisasi dan kapur dari pasaran yang ada di Semarang. Persentase penambahan abu terbang adalah 5%, 10%,

104

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 13 No. 2 Agustus 2008: 99-110

Tabel 3. Hasil Uji Sifat Fisis dan Mekanis Tanah Asli Data Pengamatan Spesifik Gravity Batas Cair (LL) Batas Plastis (PL) Batas Susut (SL) Plastisitas Indeks (PI) Butir lolos saringan no. 200 Kadar Lempung Kadar lanau Kerikil Berat volume kering maksimum (MMD) Kadar air optimum (OMC) Sudut Geser Dalam Kohesi Nilai CBR rendaman 4 hari Swelling potensial Hasil 2,754 65,54% 21,50% 26,87% 44,14% 87,47% 95,42% 4,58% 0% 0,928 gr/cm3 37,912% 34,08o 176,19 ton/cm2 1,12% 9,72%

Tabel 4. Hasil Uji Spesifik Gravitas Bahan Kapur dan Abu Terbang Material Kapur Abu Terbang Spesifik Gravity (Gs) 2,521 2,449

Tabel 5 Hasil Uji Triaksial Sudut geser dalam (.o) 10,968 11,404 13,030 14,509 16,204 14,781 14,940 15,897 16,836 16,363 17,690 19,715 21,925 22,981 23,091 24,916 26,265

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Tanah + Bahan Stabilisasi Tanah asli (lempung) Lempung + abu terbang 5% + kapur 0% Lempung + abu terbang 5% + kapur 2% Lempung + abu terbang 5% + kapur 6% Lempung + abu terbang 5% + kapur 10% Lempung + abu terbang 10% + kapur 0% Lempung + abu terbang 10% + kapur 2% Lempung + abu terbang 10% + kapur 6% Lempung + abu terbang 10% + kapur 10% Lempung + abu terbang 15% + kapur 0% Lempung + abu terbang 15% + kapur 2% Lempung + abu terbang 15% + kapur 6% Lempung + abu terbang 15% + kapur 10% Lempung + abu terbang 20% + kapur 0% Lempung + abu terbang 20% + kapur 2% Lempung + abu terbang 20% + kapur 6% Lempung + abu terbang 20% + kapur 10%

Kohesi (ton/m2) 10,825 10,142 10,038 9,650 9,329 9,383 8,991 8,712 7,833 8,772 8,434 9,174 7,618 7,920 7,689 7.69 7,575

Regangan (%) 10 12 9 10 6 6 9 7 5 12 3 10 9 6 6 10 6

Tegangan (ton/m2) 40,200 39,355 42,485 45,001 48,128 45,297 44,410 45,609 45,678 46,744 48,967 53,194 57,704 62,078 62,303 67,604 71,73

KAJIAN KUAT GESER DAN CBR TANAH LEMPUNG YANG DISTABILKAN(Risman )

105

Tabel 6 Hasil Uji CBR Nilai CBR tanpa rendaman (%) Penetrasi 0,1" 0,2" 5,9 7 7,6 12,7 6,2 8,7 9,9 13,9 9,8 13 14,6 15,5 11,4 14,9 18,4 18,4 5,6 6,8 6,5 12,3 6,2 7,5 7,7 11 9,5 9,8 11,6 14 11,1 10,7 15,4 16

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Tanah + Bahan Stabilisasi Tanah asli (lempung) Lempung + abu terbang 5% + kapur 0% Lempung + abu terbang 5% + kapur 2% Lempung + abu terbang 5% + kapur 6% Lempung + abu terbang 5% + kapur 10% Lempung + abu terbang 10% + kapur 0% Lempung + abu terbang 10% + kapur 2% Lempung + abu terbang 10% + kapur 6% Lempung + abu terbang 10% + kapur 10% Lempung + abu terbang 15% + kapur 0% Lempung + abu terbang 15% + kapur 2% Lempung + abu terbang 15% + kapur 6% Lempung + abu terbang 15% + kapur 10% Lempung + abu terbang 20% + kapur 0% Lempung + abu terbang 20% + kapur 2% Lempung + abu terbang 20% + kapur 6% Lempung + abu terbang 20% + kapur 10%

Nilai CBR Rendaman (%) Penetrasi Swelling 0,1" 0,2" 1,1 1,1 9,7 6,7 6,4 9,6 8,6 7,8 9,5 14,9 12,1 9 33,8 11,4 11,9 25,3 34,1 13 16,5 28,8 36,4 15,5 19,3 36 40,1 30,1 10,9 8,5 22,8 25,7 12,3 15,3 28,7 32,5 14,8 16 34,2 33,4 7,5 9 8,7 6,2 4,9 7,1 6,8 4,7 2,1 5,3 5 2,8 1.13

PEMBAHASAN Dari uji triaksial sperti terlihat pada Gambar 1 menunjukkan nilai sudut geser dalam tanah terjadi kenaikan. Kenaikan sudut geser dalam disebabkan oleh butiran yang terjadi akibat reaksi tanah, abu terbang dan kapur banyak butiran yang lebih kasar, jika dibandingkan dengan tanah asli. Akibat

butiran banyak yang kasar sehingga bidang kontak antar butiran bertambah, sudut geser yang terjadi semakin besar yang berarti nilai koefisien gesek meningkat. Peningkatan koefisien gesek dalam diikuti dengan kenaikan sudut geser dalam karena hubungan sudut gesek dan koefisien gesek berbanding lurus.

106

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 13 No. 2 Agustus 2008: 99-110

Grafik Hubungan antara campuran lempung +kapur + abu terbang dengan sudut geser dalam
28 26 24
0 SUDUT GESER DALAM (.. )

22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 abu terbang 5% abu terbang 10% abu terbang 15% abu terbang 20%

10

% KAPUR

Gambar 1. Grafik Hubungan Nilai Sudut Geser Dalam dengan Kadar Abu Terbang dan Kapur

Bertambahnya butiran yang lebih besar mengakibatkan kohesi antar butiran menjadi kecil karena ikatan antar butiran berkurang, sehingga keplastisan tanah menurun. Penurunan nilai kohesi didisebabkan oleh permukaan butiran tanah semakin tertutup oleh abu terbang dan kapur. Penutupan permukaan butiran menghalangi ikatan antar butiran tanah

melalui air serapan, sehingga memperkecil kohesi tanah. Pertemuan antarbutiran abu terbang yang terdapat dalam tanah memperkecil nilai kohesi tanah, karena abu terbang dalam keadaan kering bersifat non kohesif (Basudewa, 1978). Supriyono (1997) menyatakan bahwa penambahan kapur dan waktu pemeraman dapat menurunkan nilai kuat gesek tanah.

KAJIAN KUAT GESER DAN CBR TANAH LEMPUNG YANG DISTABILKAN(Risman )

107

Grafik Hubungan antara campuran lempung +kapur + abu terbang dengan CBR kondisi tanpa rendaman
18 16 14 12 CBR ( % ) 10 8 6 4 2 0 abu terbang 5% abu terbang 10% abu terbang 15% abu terbang 20%

10

% KAPUR

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Nilai CBR tanpa Rendaman dengan Kadar Abu Terbang dan Kapur
Grafik Hubungan antara campuran lempung +kapur + abu terbang dengan CBR rendaman
36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

CBR ( % )

abu terbang 5% abu terbang 10% abu terbang 15% abu terbang 20%

10

% KAPUR

Gambar 3. Grafik Hubungan antara Nilai CBR Rendaman dengan Kadar Abu Terbang dan Kapur Seperti diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3, hasil uji CBR baik direndam maupun tidak direndam menunjukan kenaikan nilai CBR. Kenaikan nilai CBR karena proses sementasi yang terjadi dalam campuran yang menyebabkan meningkatnya daya ikat antar butiran. Meningkatnya ikatan antar butiran, maka kemampuan saling mengunci

108

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 13 No. 2 Agustus 2008: 99-110

antar butiran tinggi, rongga pori yang ada sebagian akan dikelilingi bahan sementasi yang lebih keras, sehingga butiran tidak mudah hancur. Pada penambahan abu terbang 30% CBR yang terjadi menurun, karena nilai kepadatan turun. Jika dilihat dari penambahan abu terbang tanpa kapur sampai penambahan abu terbang 30%, nilai CBR baik direndam maupun tidak direndam cenderung naik. Hal ini karena abu terbang dapat menaikan nilai CBR tanah (Herman, 2005) dan kapur juga dapat menaikan nilai CBR tanah (Damoerin dan Virisdiyanto, 1999). Jadi penambahan abu terbang dan kapur dapat memperbaiki sifat mekanis tanah sesuai dengan penelitian sebelumnya.

3,25 ton/m2 atau turun sebesar 30,02%. Dengan demikian, nilai kuat geser tanah menjadi besar dan tanah tersebut lebih kuat menahan beban. Dari perendaman selama tiga hari nilai pengembangan yang terjadi menurun dari pengembangan sebesar 9,72% menjadi 1,3% turun sebesar 8,62% atau penurunan sebesar 86,625%. Penambahan abu terbang dan kapur menurunkan nilai pengembangan tanah. Campuran tanah dengan abu terbang dan kapur dapat menaikan nilai CBR tanah baik yan g direndam maupun yang tidak direndam. Nilai CBR untuk yang direndam meningkat sebesar 3545,45% pada kadar abu terbang 20% dan kapur 10%. UCAPAN TERIMA KASIH

SIMPULAN Tanah lempung Desa Wiro, Bayat, Klaten termasuk dalam tanah lempung ekspansif. Batas konsistensi antara lain nilai LL = 65,54%, PL = 21,4%, dan PI = 44,14% sedangkan kandungan fraksi halus 67,74% dengan nilai spesifik gravitas = 2,754. Menurut Unified Soil Classificatin System (USCS) tanah asli termasuk dalam kelompok CH yaitu lempung anorganik dengan plastisitas tinggi (hight plasticity clay) atau lempung gemuk (fat clays), sedangkan berdasarkan American Association of State Highway and Tranportation Officials(ASHTO) termasuk dalam kelompok A-7-6, merupakan tanah lempung buruk apabila digunakan untuk fondasi jalan. Hasil uji triaksial UU menunjukan bahwa penambahan abu terbang dan kapur pada tanah asli dengan masa perendaman 3 hari dapat memperbaiki sifat mekanis tanah. Setap penambahan abu terbang dan kapur nilai sudut geser dalam meningkat. Nilai sudut geser dalam dari 10,968o menjadi 26,265o mengalami peningkatan sebesar 139,47%; sedangkan nilai kohesi dari 10,825 ton/m2 menurun menjadi 7,575 ton/m2, penurunan yang terjadi sebesar

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Geoteknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Kepala Laboratorium Tanah Politeknik Negeri Semarang, dan rekan satu tim dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan bantuannya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. DAFTAR PUSTAKA Basudewa, H.H, 1997, Study Pengaruh Campuran Limbah Electroplating dan Fly Ash Terhadap Kuat Tekan Bebas pada Lempung Bandung. Naskah Seminar Hasil Penelitian Tesis Magister, Bidang Pengutamaan Geoteknik, Program Studi Teknik Sipil Program Pasca Sarjana ITB Bandung. Chen, F.H, 1975. Foundation on Expansive Soil. New York: Elsevier Science Publishing Company. Damoerin, D dan Virisdiyanto, 1999. Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dan Pasir dengan Penambahan Semen atau Kapur untuk Lapisan Badan Jalan.

KAJIAN KUAT GESER DAN CBR TANAH LEMPUNG YANG DISTABILKAN(Risman )

109

Prosiding Seminar Nasional Geoteknik99,halaman 1-10. Das, B.M, 1994. Principle of Foundation Engineering. New York: PWS-Kent Publishing Company. Hardiyatmo, H.C, 1994.Mekanika Tanah I & I. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Puataka Utama, Jakarta. Herman, 2005, Studi Potensi Limbah Pembakaran Batubara PLTU Sijantang untuk Stabilisasi Lempung Ekspansif. Tesis , Program Studi Teknik Sipil, Jurusan Ilmu-ilmu Teknik, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Ingles, O.G, and Metcalf, J.B, 1972. Soil Stabilization Principle and Practice. Sydney: Buttherworth Pty. Limited, Melbourne,. Kezdi, A, 1979. Stabilished Earth Road. Elsevier Scientific Publishing Company, New York. Supriyono, 1997. Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dengan Kapur. Media Teknik No.1 Tahun XIX, Edisi Februari, Halaman 55-68. Suryolelono, K.B, 1999. Potensi Variasi Campuran Abu Sekam Padi (ASP) dan Kapur untuk Meningkatkan Karakteristik Tanah Lempung. Jurnal Teknik, Volume VI No.3, Desember, Halaman 18-22. Rollings, M.P, and Rolling, J.B, 1996. Geotechnical Materials in Contruction. New York: Mc GrawHill,.

110

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 13 No. 2 Agustus 2008: 99-110

Das könnte Ihnen auch gefallen