Sie sind auf Seite 1von 13

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Pengertian Demam Berdarah dengue adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja an dewasa yang ditandai oleh panas, malaise, sakit kepala, mual, nyeri, pegal seluruh tubuh, adanya petekia. Pada pasien rejatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih dan jika tak segera ditangani maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Gangguan Hemostatis pada DBD menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Prinsip utama dalam penatalaksanaan adalah tirah baring, pemberian makanan lunak dan minum banyak, serta kolaborasi dokter dalam pemberian obat obatan antipiretik, konsulti, antibiotik kortikosteroid dan anti koagulasi. (Suzanne C. Smeltzer, 2001).

B. Etiologi Penyebab DBD ini adalah virus dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Penularan DBD ini melalui cara : 1. 2. Manusia sebagai host virus dengue. Vektor perantara : nyamuk aedes aegepty (nyamuk rumah) dan aedes albopictus (nyamuk kebun).

C. Tanda dan Gejala a. Panas, biasanya langsung tinggi dan terus menerus. Sebab tidak jelas dan hampir tidak bereaksi dengan pemberian antipiretik. Panas berlangsung 2-7 hari. b. Malaise, mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala, anoreksia, kadang batuk c. Tanda tanda perdarahan seperti petekia, perdarahan gusi, epiktasis, hematemesis melena d. Muka kemerahan , leukopenia. e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati

f. Pembengkakan sekitar mata g. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening h. Tanda tanda rejatan adalah sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari2 detik, nadi cepat dan lemah. Gambaran klinis yang tidak khas dan sering dijumpai adalah : 1. keluhan pada saluran pernafasan : batuk, pilek, sakit waktu menelan 2. keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi 3. Keluhan system tubuh yang lain : sakit kepala, nyeri otot tulang sendi, nyeri ulu hati, nyeri perut, pegal pegal, kemerahan pada kulit, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia 4. Pada pasien yang mengalami dialysis perifer, kulit terasa lembab, dingin, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah. 5. Adanya pembesaran hati, limpa dan pembesaran kelenjar getah bening Tanda penting dari DBD ini adalah adanya kebocoran plasma A. Hematokrit meningkat lebih dari 20%. B. Pada kebocoran plasma terjadi perpindahan aliran plasma dari kapiler masuk ke ruang interstitial seperti palpebra, perut, skrotum, sebagian ke pleura, dengan manifestasi klinis :effusi pleura, asites, edema palpebra, hidroproteinemia. (Sylvia A. Price, 2005).

D. Patofisiologi 1. Demam Dengue (DD) Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel THelper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper

akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediatormediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan. 2. DBD a. Sistim vaskuler Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.(6) Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal. b. Sistim respon imun Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi

primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.

E. Pathway Infeksi virus dengue

Kompleks virus- antibody

depresi sumsum tulang

Aktivasi komplemen

perdarahan, trombositopenia

Antihistamin dilepaskan

PK Perdarahan

Permeabilitas membran meningkat

Kebocoran plasma

Hipovolemi

Renjatan hipovolemi, hipotensi

Asidosis metabolic

F. Pemeriksaan penunjang Darah : IgG dengue positif Trombositopenia Hematokrit meningkat lebihd ari 20 merupakan indicator akan timbulnya rejatan Hb meningkat lebih dari 20% Leukopenia pada hari 2 dan 3 Masa perdarahan memanjang Hipoproteinemia Hiponatremia Hipokloremia SGOT dan SGPT meningkat Ureum, Ph darah bisa meningkat

Urine : Albuminuria Foto thorax : effusi pleura

G. Komplikasi 1. Perdarahan usus 2. Shock/rejatan 3. Effusi pleura 4. Penurunan kesadaran

F. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan secara umum : 1. Tirah baring 2. Makanan lunak dan minum 2 liter/24 jam 3. Pemberian cairan melalui infus 4. Pemberian obat obatan (antipiretik dan konvulsif) 5. Minum banyak 1,5-2 liter perhari dengan air the, gula atau susu. 6.

ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a). Data subyektif 1.) Lemah. 2.) Panas atau demam. 3.) Sakit kepala. 4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 5.) Nyeri ulu hati. 6.) Nyeri pada otot dan sendi. 7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. 8.) Konstipasi (sembelit). b). Data obyektif : 1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. 2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. 3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena. 4) Hiperemia pada tenggorokan. 5) Nyeri tekan pada epigastrik. 6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. 7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : 1) Ig G dengue positif. 2) Trombositopenia. 3) Hemoglobin meningkat > 20 %. 4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). 5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. Selain itu perlu dikaji pemeriksaan laboratorium seperti: SGOT/SGPT mungkin meningkat. Ureum dan pH darah mungkin meningkat. Asidosis metabolik. Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang ditemukan, yaitu: 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). 2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. 4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas dinding plasma. 5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. 6. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus). 8. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia. 9. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Tujuan : Suhu tubuh normal (36 - 370C). Pasien bebas dari demam. Intervensi : 1. Kaji saat timbulnya demam. Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien. 2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam. Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7) Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 4. Berikan kompres hangat. Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh. 5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.

Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh. 6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi. Nyeri berkurang atau hilang. Intervensi : 1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang. Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri 3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami. 4. Berikan obat-obat analgetik Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi : 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. 2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan . 4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.

Rasional : Untuk menghindari mual. 5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi. 6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. 7. Ukur berat badan pasien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. Tujuan : Volume cairan terpenuhi. Intervensi : 1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya. 2. Observasi tanda-tanda syock. Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok. 3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah. 4. Anjurkan pasien untuk banyak minum. Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh. 5. Catat intake dan output. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.

Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah bebas demam. Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.

Intervensi : 1. Kaji keluhan pasien. Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien. 2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien. Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat. 4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien. Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Keadaan umum baik. Intervensi : 1. Monitor keadaan umum pasien Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani. 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam. Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik. 3. Monitor tanda perdarahan. Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik. 4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami

pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut. 5. Berikan transfusi sesuai program dokter. Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang. 6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik. Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus). Tujuan : Tidak terjadi infeksi pada pasien. Intervensi : 1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus. Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi. 2. Observasi tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital. 3. Observasi daerah pemasangan infus. Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus. 4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis. Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.

Resiko

terjadinya

perdarahan

lebih

lanjut

berhubungan

dengan

trombositopenia. Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. Jumlah trombosit meningkat. Intervensi : 1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah. 2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan. 3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin. 4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.

Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien. Tujuan : Kecemasan berkurang. Intervensi : 1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien. Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien. 2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat. 3. Tunjukkan sifat empati Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik. 4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Meringankan beban pikiran pasien. 5. Gunakan komunikasi terapeutik Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.

Daftar Pustaka 1. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 2. Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta: EGC. 3. Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 4. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Breda G.2001. Buku Aajar: Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Das könnte Ihnen auch gefallen