Sie sind auf Seite 1von 18

REFERAT

TERAPI PADA ACNE VULGARIS

OLEH : RAHMA WATI 09711134

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013

TERAPI PADA AKNE VULGARIS

PENDAHULUAN Akne vulgaris atau lebih sering disebut jerawat merupakan suatu penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan terbentuknya papul, pustul ataupun nodul. Biasanya terjadi pada kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea.,seperti: muka, dada dan punggung (400-900 kelenjar/cm 2). Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Jerawat pada kebanyakan orang dianggap sebagai suatu penyakit yang mengganggu, terutama pada penampilan mereka. Karena itu terkadang jerawat juga menjadi keluhan psikologis penderita terhadap lingkungan sosial sekelilingnya., bahkan dapat menyebabkan rasa kurang percaya diri pada penderita. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). Oleh karena itu akne merupakan penyakit yang muktifaktorial, karena banyak faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi timbulnya akne. Dengan demikian, terapi yang digunakan harus berdasarkan kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyakit ini. Selain itu penggunaan dosis yang tepat dan kepatuhan penderita dalam menggunakan obat juga sangat berperan penting dalam proses penyembuhan penyakit ini. Seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin banyak penelitian dibidang ini, maka terapi yang digunakan semakin berkembang. Refrat ini terutama akan membahas berbagai macam terapi yang digunakan pada penyakit akne vulgaris.

PEMBAHASAN

DEFINISI Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari kelenjar pilosebaseus yang ditandai dengan lesi berupa komedo, papul, pustul, kista, nodul dan juga jaringan parut. Tempat predileksi di muka, leher, dada bagian atas dan lengan bagian atas. Akne merupakan penyakit yang sering terjadi pada orang-orang yang beranjak dewasa, 90% remaja pada umumnya menderita penyakit ini. Kasus paling sering terjadi pada pertengahan remaja sampai akhir remaja dan menurun setelahnya. ETIOPATOGENESIS Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri ( Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 1. Sebum Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali. 2. Bakteri Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi

kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamas 3. Herediter Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne. 4. Hormon Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh. 5. Diet Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan. 6. Iklim Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung. 7. Faktor iatrogenik Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne. Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadangkadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). 1. Peningkatan sekresi sebum

Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik. Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung. Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid. 2. Keratinisasi folikel Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga 5

menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1. Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne. Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum. IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome. 3. Bakteri Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita. Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi 6

yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses proinflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan. 4. Inflamasi Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat. Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo. Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling berkaitan dalam pembentukan akne

KLASIFIKASI Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang di derita. Akne pada umunya diklasifikasikan berdasarkan tipe komedo, 7

papular, pustular dan atau berdasrkan bertanya penyakit. Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamsi dan non inflamasi. Klasifikasi sederhana : Akne ringan ( Mild akne ) Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ). Akne sedang (Moderate akne ) Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan. Akne sedang berat (Moderately severe akne) Jumlah papul dan pustul yang sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung. Akne sangat berat (Very severe akne ) Akne nodulokistik dan akne konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil. FDA global grade Grade 0 : Grade 1 : Grade 2 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular) Grade 3: Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.

PENATALAKSANAAN Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet A. Terapi topikal Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya. Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

1. Benzoil Peroksida

Gambar 3. struktur kimia Benzoil peroksida

Benzoil peroksida adalah suatu zat kimia gabungan antara 2 kelompok benzoil (benzaldehyde) dengan kelompok peroksida. Mempunyai sifat bleaching yang kuat dan dalam konsentrasi yang tinggi mudah terbakar dan meledak. Efek benzoil peroksida dalam ekskresi sebum masih belum jelas. Lake (1942) melakukan penelitian dengan menggunakan benzoil peroksida pada kulit, didapatkan efek antiseptik tanpa menimbulkan iritasi pada kulit dengan efek lain berupa mempercepat penyembuhan, lokal anestesi, menghilangkan nyeri dan iritasi lokal. Beberapa penelitian lain telah menunjukkan bahwa zat ini dapat mengurangi pembentukan sebum. Zat ini juga mempunyai efek antiseptik, dapat mengurangi jumlah bakteri pada permukaan kulit tetapi tidak menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain itu, benzoil peroksida juga dapat mengurangi jumlah yeasts, bertindak sebagai agen pengoksidasi, mengeringkan komedo pada permukaan kulit dan bertindak sebagai anti inflamasi. Efek anti inflamasinya dapat mengurangi pembengkakan pada papul yang terinfeksi dan meringankan rasa nyeri yang kadang muncul sebagai akibat adanya akne. Faktor oksidasi dapat mengeluarkan sebum yang tersumbat dan membantu membebaskan pori-pori yang tersumbat sehingga akne dapat teratasi tanpa menimbulkan trauma karena penekanan pada akne. Zat ini bisa berdifusi ke bawah kulit memasuki pori-pori dan melepaskan radikal bebas yang dapat membunuh bakteri. Zat ini digunakan sebagai terapi topikal pada akne vulgaris sejak 20 tahun terakhir dan mungkin menjadi terapi topikal pertama yang terbukti efektif. Benzoil peroksida digunakan untuk pengobatan akne ringan sampai sedang dan juga komedo. Benzoil peroksida tersedia dalam berbagai macam formula yang berbeda-beda di setiap negara, dapat berupa zat tunggal atau berupa carnpuran dengan zat lain seperti sulfur, hidrokuinolon. Sediaannya dapat berupa gel, krim, lotion dan pembersih muka dengan konsentrasi 2,5%, 5%, l0% ,20%.Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi 5% dan l0% tidak memberikan peningkatan efektifitas yang nyata jika dibandingkan dengan konsentrasi 2,5% (konsentrasi dengan toleransi yang lebih baik).

10

2. Asam retinoid (tretionin) Tretionin adalah bentuk asam dari vitamin A dan juga dikenal sebagai all-trans retinoic acid (ATRA). Obat ini telah dikembangkan untuk pengobatan akne sejak tahun 1969 dan mulai banyak digunakan pada tahun 70-an. Tretionin merupakan obat yang menyebabkan deskuamasi, menyerupai efek sinar matahari, melepaskan prostaglandin, menyebabkan pengelupasan (peeling) dan eritema.4 Meskipun mekanisme kerja yang pasti dari obat ini belum diketahui, beberapa penelitian menunjukkan bahwa tretionin topikal dapat menurunkan penyatuan folikel-folikel sel epitelial dengan mengurangi pembentukan komedo (blackheads) sehingga dapat menekan jumlah lesi yang terinflamasi. Sebagai efek sekunder dari komedogenesis, tretionin mungkin dapat mengurangi P.aknes karena tretionin mampu mengubah lingkungan duktus menjadi tempat yang asing bagi petumbuhan P.aknes. Pemilihan sediaan tergantung pada lokasi timbulnya akne. Biasanya lotio yang digunakan untuk akne di punggung, sedangkan gel untuk akne di muka. Sediaan tretionin dapat berupa gel, krim, lotio denga konsentrasi 0,025% - 0,05%. Terapi terutama pada wajah, harus dimulai perlahan untuk menghindari reaksi iritan yang berlaebihan. Pada penggunaan topikal, berbagai macam efek samping dapat timbul. Tretionin dapat menyebabkan kulit menjadi kering, bahkan pada beberapa orang yang sensitif dapat timbul kemerahan, gatal dan rasa panas sepeti terbakar. Kesimpulannya terapi menngunakan retinoid (tretionin) aman, efektif, ekonomis dalam mengatasi semua bentuk akne terutama pada kasus-kasus yang berat. Retinoid sebaiknya diberikan sebagai terapi awal, baik secara tunggal ataupun kombinasi dengan topikal atau oral antibiotik dan benzoil peroksida.

3. Antibiotika Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel.

11

Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum. 4. Azelaic acid Azelaic acid adalah derivat asam dekarboksilat dari Pityrosporum ovale, ditemukan beberapa tahun lalu. Beberapa peneliti dari Italia dan United Kingdom (UK) menemukan bahwa azelaic acid ini efektif sebagai terapi akne, bahkan pada akne yang berat. Penelitian klinis menunjukkan bahwa azelaic acid dapat mengurangi jumlah lesi non inflamasi. Mekanisme yang mungkin dari penelitian klinis ini adalah perubahan pada granula keratohialin, yang merupakan tanda morfologis dari filaggrin, keratin aggregating protein. Efek azelaic acid dalam terapi akne adalah sebagai komedolitik dan antibakteri. 5. Sulfur, resorsin dan asam salisilat Walaupun benzoil peroksida, retinoid, dan antibiotik topikal lebih banyak digunakan, tetapi preparat sulfur, resorsin, dan asam salisilat masih digunakan sebagai terapi terutama ketika jenis terapi-terapi terbaru tidak memberikan respon yang baik. 6. Anti-androgen

12

Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara komersial.

B. Terapi oral Terapi oral diberikan pada kasus akne sedang sampai berat. Terkadang terapi oral juga diberikan pada beberapa pasien yang secara psikologis merasa sangat terganggu dengan adanya jerawat pada wajah mereka atau pada pasien yang merasa jerawat dapat mengganggu pekerjaan meskipun jerawat pada wajah mereka relatif ringan. Pada orangorang dengan kulit berwarna cendrung mengalami masalah dengan bekas jerawat yang berwarna kehitaman yang bisa bertahan selama beberapa bulan. Pada kasus seperti ini juga diberikan terapi oral sebagai terapi tambahan meskipun tergolong akne ringan. Dosis pemberian terapi oral minimal selama 6-8 bulan. Ada tiga kelompok utama dalam terapi oral pada akne vulgaris, yaitu: antibiotika, hormon dan retinoid. Antibiotik biasanya digunakan sebagai terapi oral lini pertama. 1. Antibiotik Antibiotik bekerja dengan beberapa mekanisme terutama dalam mengurangi jumlah bakteri di dalam dan disekitar folikel. Selain itu, antibiotik juga mengurangi zatzat kimia yang mengiritasi yang diproduksi oleh sel darah putih, pada akhrnya antibiotik dapat mengurangi konsentrasi asam lemak bebas dalam sebum dan berguna sebagai anti inflamasi. Beberapa antibiotik yang sering digunakan adalah: Tetrasiklin. Merupakan jenis antibiotik yang sering digunakan sebagai terapi akne. Dosis awal biasanya 250-500mg, satu-empat kali sehari dan dilanjutkan sampai terlihat penurunan jumlah lesi. Dosis dapat diturunkan secara perlahan tergantung dari respon terapi pada pasien. Tetrasiklin lebih efektif diiberikan 30 menit sebelum makan dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Tetrasiklin dapat membunuh P.acne

13

dan menurunkan kadar asam lemak pada folikel sebasea. Tetrasiklin berespon baik pada 70% pasien. Terapi dengan tetrasiklin akan terlihat hasilnya setelah 4-6 minggu. Eritromisin. Antibiotik jenis ini biasanya digunakan sebagai terapi akne dan mempunyai beberapa kelebihan dibanding tetrasiklin yaitu dapat mengurangi kemerahan pada lesi dan dapat diberikan bersama dengan makanan. Eritromisin juga dapat digunakan pada pasien yang tidak bisa mengkonsumsi tetrasiklin seperti pada wanita hamil. Dosis yang diberikan bervariasi tergantung dari tipe lesi, biasanya berkisar antara 250-500mg, dua-empat kali sehari. Karena sering menimbulkan resistensi pada P.acne maka eritromisin sering dikombinasikan dengan benzoil peroksida. Minosiklin. Merupakan derivat dari tetrasiklin yang digunakan secara efektif sebagai terapi akne selama beberapa dekade, khususnya untuk akne tipe pustular. Absorbsi obat ini dapat menurun bila dicampur dengan makanan dan susu, tetapi tidak seperti penurunan absorbsi pada tetrasiklin. Dosis awal antara 50 sampai 100mg, dua kali sehari. Efek samping utama berupa pusing (vertigo), lemah, mual, perubahan pigmen kulit, dan perubahan warna gigi. Perubahan pada kulit dan gigi lebih sering dijumpai pada orang-orang yang mengkonsumsi minosiklin dalam waktu yang lama. Doksisiklin. Antibiotik ini sering diberikan pada orang-orang yang tidak dapat merespon pemberian eritromisin atau tetrasiklin. Dosis yang digunakan antara 50-100mg. Dua kali dalam sehari dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan (mudah diabsorbsi). Harisson melaporkan 50mg doksisiklin satu kali perhari sama efektifnya dengan 50mg minosiklin dua kali perhari. Sebaiknya tidak dikonsumsi bersama antasida, tablet besi, kalsium dan tidak dikonsumsi selama masa menyusui atau wanita hamil. Doksisiklin akan kembuat kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari. Karena itu harus disertai dengan penggunaan tabir surya. Klindamisin. Klindamisin berguna sebagai antibiotik oral untuk terapi akne. tetapi antibiotika ini banyak digunakan dalam bentuk topikal. Dosis awal 150 mg, tiga kali sehari. Efek samping utama berupa infeksi intestinal yang dinamakan kolitis pseudomembran yang disebabkan oleh bakteri. Kotrimoksazol. Antibiotika ini diindikasikan pada penderita yang intoleran dengan tetrasiklin atau eritromisin, atau pada penderita yang tidak ada respon terhadap terapi lain. Kotrimoksazol juga digunakan pada folikulitis gram negatif.

14

2. Hormonal Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 3. Isotretionin Isotretionin (13-cis-retinoic acid) telah digunakan sebagai terapi pada akne yang berat. Bebearapa penelitian yang berat menunjukkan bahwa isotretinoin lebih baik dari pada terapi konvensional berupa eritromisin 1g/hari, 5% benzoil peroksida, tetrasiklin dan asam retinoat topikal. Pilihan dosis obat ini masih diperdebatkan. Di Switzerland dosis yang digunakan adalah 0,5mg/kgbb/hari, sementara di USA dan UK digunakan dosis yang lebih tinggi yaitu 1mg/kgbb/hari. Kebanyakan penderita membutuhkan waktu 4 bulan dalam terapi bahkan 13% penderita membutuhkan waktu yang lebih lama. Bila pada waktu tersebut hanya sedikit lesi yang tersisa, maka penggunaan obat ini dapat dihentikan. Salah satu keunggulan obat ini adalah sedikitnya kekambuhan yang terjadi bila pengobatan tidak dilanjutkan. Isotretion dapat menekan eksresi sebum secara cepat, sehingga dapat mencegah komedogenesis. Isotretionin tidak secara langsung mempengaruhi P.akne tetapi menekan bakteri dipermukaan secara in vivo dengan cara

15

mengurangi suplai nutrisi untuk P.akne dan mengurangi ukuran daerah folikular yang merupakan tempat P.akne tumbuh. Isotretionin juga mempengaruhi inflamasi akibat akne dengan mengurangi kemotaksis dari polymorphonucleocytes dan monocytes serta mengurangi pembentukan pustul. 1 Secara ringkas, mekanisme kerja dari obat-obat yang digunakan sebagai terapi akne vulgaris dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4. Mekanisme dari berbagai obat pada pengobatan akne 4

C.

Terapi fisik Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan

menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:2 1. Ekstraksi komedo Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 2. Kortikosteroid Intralesi Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodulnodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu

16

48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi. 3.Liquid Nitrogen Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 4.Radiasi Ultraviolet Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunliffe, William J. Treatment of acne. In: Cunliffe, William J. Martin Dunitz Ltd, The United Kingdom.1989;.252-87. 2. James WD, Berger TG, Eston DM, Acne. In: James WD Berger TG, Eston DM. Andrews diseases of the skin, 9th edn. WB saunders company, Canada.2000; 284-92. 3. Zaenglein L. Andrea, et al. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Dermatology in General Medicine Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 690-700. 4. Habiff Thomas P. Acne, Rocasea, and Related Disorder. In: Clinical Dermatology A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Mosby, Inc. 2004. 5. Baumann Leslie, Acne. In: Dermatology Cosmetics. Churcill Livingstone. 1994; 55-61 6. Webster F Guy, Anthony V. Rawlings. Acne and Its Therapy. Informa Healhcare USA, Inc.2007; 75-135. 7 .Bolognia Jean, Joseph L. Jarizzo, Ronald P Rapini. Acne. In: Bolognia Dermatology, Volume 2. 2003; 1940-42. 8. Brannon, Heather MD. 2006. Antibiotics used to treat acne. Available at: http:// dermatology.about.com/antibioticsusedtreatacne.htm 9. Anonim.. Consensus Recommendation for the Management of Acne. Global Alliance to improve outcomes in acne.2006. 10. Gerny, H. Potential acne therapies for women. In: Nurnberger, F. In: The therapy of acne Vulgaris In women, Walter de Gruyter, Berlin.1990; 1-8. 11.Anonim. .2006. The hijau Untuk Terapi Jerawat. Available at: http:// tehhijau untukterapijerawat.htm.

18

Das könnte Ihnen auch gefallen