Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
TRIPARTIT:
ANALISIS TERHADAP STUDI KASUS PT RIAU
ANDALAN PULP AND PAPER DAN PT LAPINDO
BRANTAS (2002 - 2009)
oleh:
Ahmad Naufal Dai (0706291174)
Tangguh (0706291426)
Hoi Poloi
Kepada semua pihak yang membaca dan menilai karya ilmiah ini, kami
mengharapkan diskusi, saran, dan kritik untuk semakin membuka cakrawala
berpikir kami, di samping untuk semakin mendinamisasi wacana dalam karya tulis
ini.
BAGIAN AWAL
Abstract……….................................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi …...….…………………………....………………………………… v
BAGIAN INTI
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
I.1. Latar Belakang ……....……………………………………..............….. 1
I.2. Rumusan Masalah .........……………………………......................…… 2
I.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan……...…………………………..………. 2
II. TELAAH PUSTAKA ........................................................................... 3
II.1. Konsep Tripartit; Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat ………………. 3
II.2. Definisi Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ……………... 5
III. METODE PENULISAN …………………………………....……… 9
IV. PEMBAHASAN ..................................................................................... 11
IV.1. PT Riau Andalan Pulp and Paper………...……………………………. 11
IV.2. PT Lapindo Brantas………...…………………………………………... 14
V. PENUTUP ……………………………………………....…....……... 22
V.1. Simpulan ………………………...…………………………………….. 22
V.2. Saran……………………………………………………………………. 23
BAGIAN AKHIR
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PESERTA
BAB I
PENDAHULUAN
Kritik serta usulan solusi telah diajukan untuk menangani dampak negatif
tersebut. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebagian langkah solusi
yang sudah dipraktikkan secara global pada 20 tahun terakhir ini, dengan berbagai
tingkatan kinerja. Di Indonesia, CSR saat ini dapat digambarkan sebagai potensial
sekaligus merisaukan. Potensial karena dijumpai banyak indikasi positif seperti:
penyelenggaraan PROPER oleh Kementerian Lingkungan Hidup, penganugerahan
CSR Award, Forum BUMN untuk community development (comdev), naiknya
keanggotaan organisasi-organisasi perusahaan yang mempromosikan CSR,
maraknya seminar dan pelatihan CSR serta pembentukan divisi/departemen yang
menangani CSR di berbagai perusahaan, terutama korporasi. Perusahaan-
perusahaan berskala lebih kecil juga sudah mulai mengikuti kecenderungan ini.
Di sisi lain, masih terdapat kebijakan ekonomi-politik pemerintah dan produk
hukum yang kurang kondusif dalam mendorong investasi yang ramah sosial dan
lingkungan. Implementasi kebijakan CSR korporasi yang bersifat kosmetikal juga
masih kerap ditemukan.
Pertanyaan utama yang ingin kami jawab terkait dengan tiga variabel, yaitu (1)
tanggung jawab sosial korporasi (corporate social responsibility) sebagai sebuah
ide dan (b) hubungan segitiga yang saling mempengaruhi antara masyarakat-
negara-modal. Seluruhnya akan kami bentuk dalam pertanyaan:
1. Performa CSR dua perusahaan besar (PT Riau Andalan Pulp and Paper
dan PT Lapindo Brantas) sebagai kasus studi.
Manfaat yang diharapkan dari pembuatan karya tulis ini adalah untuk:
TELAAH PUSTAKA
O’Brien dalam tataran lebih tinggi melihat pola konfliktual yang sama tidak hanya
terjadi dalam ranah kehidupan di suatu negara, tetapi sudah memasuki dimensi
internasional di mana aktor yang berperan sudah berskala global, dalam hal ini
Pada intinya kajian literatur yang kami pergunakan di sini adalah perihal
bagaimana negara dan masyarakat dapat mempengaruhi kinerja perusahaan agar
ampuh lebih baik mengimplementasikan tanggung jawab sosial korporasinya.
John Elkington dalam karyanya menelurkan istilah The Triple Bottom Line yang
menurutnya setiap usaha harus mempertimbangkan tiga aspek nilai dalam
operasionalisasinya, yaitu nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai lingkungan.4
Relevansi karyanya dengan hubungan tripartit antara negara-modal-masyarakat
dapat terlihat dari penggambarannya mengenai adanya pressure waves terhadap
iklim usaha dari pemerintah dan masyarakat untuk merubah paradigma lama
menjadi paradigma baru dalam berbisnis. Implikasi paling jelas terlihat dari
penambahan divisi hubungan masyarakat.5
Hal itu menurut Julie Richardson terlihat dari perubahan strategisasi hubungan
perusahaan dan konsumen seperti semakin perlunya perusahaan membentuk unit
kegiatan yang dapat menunjukkan akuntabilitas perusahaannya tidak hanya pada
para pemegang saham (share holders) secara ekonomi tetapi juga secara sosial
dan lingkungan kepada masyarakat (share holders). Dengan begitu menurut
Elkington, masyarakat akan merasa kepentingannya terakomodasi sehingga
Relevansi hubungan ketiga konsep menjadi sangat erat dengan CSR ketika
berbicara mengenai risk-management system yang terus diupayakan oleh
perusahaan demi memitigasi kemungkinan eror dan protes masyarakat. Suara
masyarakat dinilai merupakan elemen penting yang harus diwaspadai oleh
perusahaan jika tidak ingin terimbas permasalahan eksternal yang merepotkan.
Oleh karena itu ditengah tekanan masyarakat yang semakin kencang, CSR harus
dikembangkan dan dioptimalkan demi kepentingan perusahaan itu sendiri.7
CSR muncul sebagai respon terhadap meningkatnya tuntutan atas etika bisnis
secara drastis pada 1980-an dan 1990-an. Sehingga, kini kebanyakan korporasi
besar menekankan komitmen untuk meningkatkan nilai-nilai sosial nonekonomik,
bahkan beberapa korporasi melakukan rebranding nilai-nilai core mereka dengan
pertimbangan etika bisnis.
Ada beberapa pendekatan terhadap CSR. Yang diterima secara luas adalah
proyek-proyek pembangunan berbasis masyarakat. Pendekatan alternatif yang
paling sering dipilih adalah pengembangan fasilitas pendidikan. Pendekatan
terhadap CSR yang paling lazim adalah pemberian bantuan kepada organisasi-
organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang, yang tidak
terlalu disukai beberapa organisasi karena tidak membangun kecakapan
masyarakat lokal.
Kelompok Indikator
9 “Manual for the Preparers and Users of Eco-efficiency Indicators”,
http://www.unctad.org/en/docs/iteipc20037_en.pdf, diakses pada 9 Februari 2009 12:06
10 Eko-efisiensi (eco-efficiency): “… dicapai dengan penawaran barang dan jasa dengan
harga bersaing yang memuaskan kebutuhan manusia dan meningkatkan kualitas hidup,
sementara secara progresif mereduksi pengaruh ekologis dan intensitas sumber daya…” dan
dicapai ketika aktivitas ekonomi berada pada tingkat “… selaras dengan estimasi kapasitas
yang dapat ditanggung bumi”. (The World Business Council for Sustainable
Development/WBCSD, 1996)
11 “Guidance on Good Practices in Corporate Governance Disclosure”,
http://www.unctad.org/en/docs/iteteb20063_en.pdf, diakses pada 9 Februari 2009 12:02
12 “Guidance on Corporate Responsibility Indicators Inannual Reports”,
Perdagangan, 1. Pendapatan total
investasi, dan relasi 2. Nilai impor vs. ekspor
3. Total investasi baru
4. Pembelian lokal
Kreasi pekerjaan dan 5. Total angkatan kerja dengan perincian melalui
praktik perburuhan jenis pekerjaan, kontrak pekerjaan, dan gender
6. Gaji dan keuntungan pekerja dengan perincian
jenis pekerjaan dan gender
7. Jumlah total dan tingkat turnover pekerja dengan
perincian gender
Persentase pekerja yang tercakup dalam perjanjian
kolektif
Pengembangan 8. Pengeluaran pada penelitian dan pengembangan
teknologi dan SDM 9. Jam pelatihan rata-rata per tahun per pekerja
dirinci kategori pekerja
Pengeluaran pada pelatihan pekerja per tahun per
pekerja dirinci kategori pekerja
Kesehatan dan 10. Biaya kesehatan dan keamanan pekerja
keamanan Hari kerja yang hilang karena kecelakaan, luka, dan
penyakit dalam pekerjaan
Kontribusi pemerintah 11. Pembayaran kepada pemerintah
dan masyarakat Kontribusi sukarela terhadap masyarakat sipil
Korupsi 12. Jumlah hukuman atas pelanggaran korupsi
terkait hukum atau regulasi dan jumlah denda
yang dibayar
BAB III
METODE PENULISAN
Penulisan karya tulis ilmiah ini dilakukan berdasarkan metode kualitatif, bersifat
deskriptif, dan disertai analisis. Deskriptif karena penelitian yang ada dalam karya
tulis ilmiah ini berusaha menggambarkan pola hubungan antara variabel tanggung
jawab sosial korporasi (corporate social responsibility) sebagai sebuah ide,
hubungan segitiga yang saling mempengaruhi antara masyarakat-negara-modal,
dan teori kerangka pikir legal dalam pengembangan tripartit di Indonesia dengan
studi kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper dan PT Lapindo Brantas.
Penulisan karya tulis ilmiah ini juga bersifat analitis karena berusaha melihat lebih
dalam konsepsi sebuah tripartit dan CSR yang ideal. Berpijak dari itu, analisis
dilanjutkan kepada realitas kondisi variabel-variabel ini dalam konteks dan kasus
yang diteliti. Hal ini bertujuan memetakan persoalan dan melihat seberapa ideal
aplikasi variabel-variabel ini dalam kasus studi, sehingga dapat diperoleh
rekomendasi solusinya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah
studi literatur. Data yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini meliputi data
primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah buku-buku,
internet, dan jurnal ilmiah yang menjelaskan definisi, kriteria, ciri-ciri, dan
indikator-indikator konsep tripartit serta konsep CSR. Data sekunder yang
digunakan berupa buku-buku, jurnal, media massa, serta berbagai literatur dari
internet yang berhubungan dengan realitas kondisi variabel-variabel tersebut
dalam kasus-kasus yang diteliti.
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini kami akan mengambil dua contoh perusahaan besar di
Indonesia yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper, RAPP (anak perusaahaan
APRIL) dan PT. Lapindo Brantas, untuk selanjutnya dikaji perihal sejauh apa
mereka telah melakukan strategisasi dan implementasi tanggung jawab sosial
korporasi (CSR) mereka.
Perseroan terbatas Riau Andalan Pulp and Paper merupakan anak perusahaan
Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) yang merupakan
perusahaan terkemuka yang bergerak dalam usaha tanaman karet dan merupakan
salah satu perusahan terbesar dunia yang menghasilkan bubur kayu dan kertas.
Visi perusahaan ini berupaya untuk menjadi yang terbersar, yang paling rapih
manajemennya, dan paling peduli soal sustainable production di dunia. Dalam
situs resmi perusahaan ini, APRIL menyatakan komitmennya dalam memenuhi
permintaan pasar dunia akan kertas dan karet yang semakin meningkat, namun di
sisi lain akan terus berusaha sebaik mungkin mengintegrasikan prinsip
keberlangsungan (sustainability) dalam operasinya.
Dalam kurun waktu beberapa tahun ini, ada beberapa kritik dan saran yang
menjadi modalitas perusahaan ini melaksanakan CSR bagi Riaupulp (nama lain
dari PT RAPP). Beberapa peristiwa juga dapat menjadi tolak ukur penilaian
seberapa berhasilnya Beberapa hal krusial itu adalah:
3. Penyegelan bahan baku kayu milik PT Riau Andalan Pulp & Paper oleh
polisi pada 15 Februari 2007 dipersoalkan Dinas Kehutanan Riau karena
dinilai tidak berdasar. Media lokal juga memprotes langkah polisi.
Sedangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau dari Partai
Kebangkitan Bangsa, Yulios, menuding penyegelan itu menghambat
investasi.16 Hal ini seolah menyiratkan bahwa Riaupulp telah menanamkan
pengaruhnya dengan cukup signifikan di daerah Riau, tidak hanya
terhadap masyarakat sipil, namun termasul media dan pemerintah daerah.
Ada dua versi penyebab banjir lumpur panas ini. Pertama, gempa berkekuatan 5,9
skala Richter yang melanda Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelum awal
semburan, dengan episentrum sejauh 280 km dari pusat semburan lumpur. Kedua,
pengeboran sumur Banjar Panji-1 oleh PT Lapindo Brantas sejak awal Maret
2006 yang diperkirakan direncanakan dengan prediksi pengeboran yang salah.
Versi kedua ini didukung oleh voting konklusif antara 74 ilmuwan petroleum
dunia dalam Konferensi Internasional di Cape Town, Afrika Selatan, pada akhir
Oktober 2008.20 Kedua versi ini memiliki konsekuensi sosial, ekonomi, dan
politik masing-masing. Pada versi pertama, ketika lumpur Lapindo dikategorikan
sebagai bencana alam, tanggung jawab utama bukan berada pada pundak PT
Lapindo Brantas melainkan pada pemerintah yang berperan melayani dan
membela rakyatnya. Pada versi kedua, ketika semburan lumpur Lapindo
merupakan kesalahan PT Lapindo Brantas, tanggung jawab terhadap korban
lumpur berada pada Lapindo.
Di lain pihak, PT Lapindo Brantas sendiri tampak tidak serius menanggung beban
tanggung jawab sosial dalam kasus ini dan lebih sering mengingkari kesepakatan
bersama dengan tripartit lainnya. Dengan pemerintah, sebagai contoh Lapindo
21 “Mengapa Komnas HAM Menunda Keputusan Kasus Lumpur Lapindo?” diakses dari
http://korbanlumpur.info/kata-mereka/tokoh-bicara/455-mengapa-komnas-ham-menunda-
keputusan-kasus-lumpur-lapindo-.html 17 Februari 2009 15:14
melanggar mekanisme pembayaran 80% sisa uang aset korban Lapindo yang
diatur dalam Peraturan Presiden yang mengatur pelunasan 20-80 dengan jangka
waktu sebelum masa kontrak dua tahun habis. Dengan masyarakat, Lapindo
sering mengingkari perjanjian-perjanjian yang telah disepakati bersama dengan
korban, Sebagai contoh, Lapindo tidak memberikan kejelasan setelah hampir tiga
tahun tentang perlunasan 80% tersebut.22
Insentif Pemerintah
Beberapa insentif pemerintah yang nyata akhir-akhir ini adalah sebagai berikut.
Insentif Masyarakat
2. Pada 23 Desember 2008 lalu, ribuan warga dari tujuh desa korban lumpur
Lapindo yang tergabung dalam Gerakan Pendukung Perpres No 14 Tahun
2007 (Geppres) menutup jembatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis,
sebagai ungkap protes menuntut sisa pembayaran ganti rugi sebesar 80%
yang harus dibayar PT Lapindo Brantas secara tunai.29
3. Pada pagi 11 Febuari 2009, sekitar 4000 korban Lapindo dari Perumahan
Tanggul Angin Sejahtera I yang terorganisir rapi dalam kelompok TIM 16
mendemo kantor Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan
kantor PT Lapindo Brantas, setelah Lapindo melanggar kesepakatan.30
BAB V
PENUTUP
V.1. Simpulan
Studi kasus penulis atas berbagai perusahaan besar yang menjadi subjek penelitian
menunjukkan bahwa sebagai suatu gagasan, CSR sudah menjadi wacana umum
yang telah tersosialisasi dengan baik di Indonesia dan menjadi konsideran
perusahaan sebagai aspek yang dapat memberi dampak positif terhadap usahanya
karena merupakan investasi sosial dan bukan komponen biaya yang akan
mengurangi keuntungan. CSR bukan lagi suatu keharusan bagi perusahaan,
melainkan kebutuhan untuk memperoleh modal sosial, karena terdapat korelasi
positif antara profit atau tujuan finansial perusahaan dengan CSR atau tujuan
sosial perusahaan. Berbagai pertimbangan lain seperti bahwa nilai konsumsi
masyarakat didasarkan pada pertimbangan etika sosial perusahaan juga pada
akhirnya membuat CSR menjadi bagian sentral dan penting di berbagai
perusahaan. Namun, pada akhirnya kesadaran implementasi CSR masih belum
optimal di Indonesia karena terdapat beberapa perusahaan yang masih tidak peduli
dengannya karena kurangnya pandangan positif terhadap aspek lingkungan dan
sosial di sekelilingnya.
V.2. Saran
Kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper memperlihatkan kepada kita bagaimana
lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau non-governmental organization (NGO)
yang bertujuan mengembangkan masyarakat dalam konteks social development
dalam isu-isu kemanusiaan tidak mampu melakukan pendekatan yang benar-benar
bottom-up, malah sebenarnya top-down. Para LSM dan NGO tersebut mengalami
resistensi karena kurangnya keterkaitan langsung dengan masyarakat sipil di
tingkat lokal terkait isu PT RAPP. Oleh karena itu, seharusnya para LSM dan
NGO dapat bersikap lebih membumi dan organik serta supel terhadap masyarakat
untuk dapat membaca kepentingan mereka. Selain itu, pemerintah pusat yang juga
menerima resistensi masyarakat terkait isu PT RAPP menunjukkan
ketidakpekaannya terhadap isu tersebut, sehingga seharusnya pemerintah pusat
dapat berkoordinasi dalam meninjau regulasi ulang terkait isu-isu krusial.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Henriques, Adrian dan Julie Richardson, eds. The Triple Bottom Line, Does It all
Addss Up? Asserting The Sustainability of Business and CSR. London: Sterling
V.A, 2004
Sumber Internet
http://riaumandiri.net/indexben.php?id=6071
http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=21744
Sumber Jurnal
Shamir, Ronen. Between Self-Regulation and the Alien Tort Claims Act: On the
Contested Concept of Corporate Social Responsibility. Law & Society Review,
Vol. 38, No. 4 (Des., 2004), h. 635-664
30
31
Tangguh (0706291426)