Sie sind auf Seite 1von 42

TNJAUAN TENTANG 8TRE8 TNJAUAN TENTANG 8TRE8 TNJAUAN TENTANG 8TRE8 TNJAUAN TENTANG 8TRE8

Oleh

AAT SRIATI











UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
JATINAGOR
2008





JUDUL : TINJAUAN TENTANG STRES



PENYUSUN : AAT SRIATI



NIP : 132 148 075















Jatinagor, Desember 2007



Menyetujui :
Kepala Bagian Keperawatan Jiwa,




SURYANI, S.Kp., MHSc.
NIP. 140 299 262











DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ..
LEMBAR PERSETUJUAN .
DAFTAR ISI ..
I. PENGERTIAN STRES ..
II. TAHAPAN STRES ....
III. PENGUKURAN TINGKAT STRES ..
IV. REAKSI TUBUH TERHADAP STRES ..
V. REKSI FISIOLOGIS TERHADAP STRES
DAFTAR PUSTAKA ..
I
ii
iii
1
3
7
8
12
13













I. PENGERTIAN STRES


Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan
koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye,
menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa
mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons
tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu
(Isaacs, 2004).
Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara
bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas
berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif
terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu
dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO,
2003; 158).
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan
bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami
gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan
tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia
disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan
penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula
disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai


konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan
eustres.
Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul
pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi
akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam
beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping
capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut
dan keparahannya.
Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme
respons stres (Papero, 1997):
1) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor
yang mengurangi intensitas respons stres.
2) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons
stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat
diprediksi.
3) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat
ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.
4) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat
ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres.



II. TIPE KEPRIBADIAN YANG RENTAN TERKENA STRES
1) Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).
2) Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah
(emosional).
3) Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan
(over confidence)
4) Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam.
5) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).
6) Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).
7) Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.
8) Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-
gesa.
9) Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan
bila tidak tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan.
10) Tidak mudah dipengaruh, kaku (tidak fleksibel).
11) Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
12) Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.

III. TAHAPAN STRES
Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena
perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan
bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya
sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan


sosialnya. Dr. Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat
dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat
bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan tajam tidak
sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih
dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan
sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul
keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi
cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat
yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk
mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-
keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres
tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang
seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3)
Lekas merasa capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut
tidak nyaman (bowel discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari


biasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa
tegang; 7) Tidak bisa santai.

Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan
lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag(gastritis), buang
air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3)
Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur
(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa
oyong dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter
untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi
dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah
suplai energi yang mengalami defisit.

Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari
saja sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula


menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4)
Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5)
Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan;
Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan
ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres
tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan
mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2)
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan
dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-
intestinal disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik.

Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang


yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat
bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan
kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai
berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan
megap-megap); 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau
kolaps (collapse).
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas
lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan
faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang
melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

IV. PENGUKURAN TINGKAT STRES
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres
yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan
menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond
& Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety
Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala
subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari
depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk


proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran
yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya
digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok
atau individu untuk tujuan penelitian.
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang,
berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety
Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, yang dimodifikasi dengan
penambahan item menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49 yang
mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah
skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59
(ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).

V. REAKSI TUBUH TERHADAP STRES
1) Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami
perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut
memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan
rambut.
2) Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak
jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami
kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.


3) Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
4) Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang
menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
5) Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik
nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan
kulit muka kedutan (tic facialis).
6) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia
sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan
mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa tercekik.
7) Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam;
pada kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat
berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih
kering. Selain daripada itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan
penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan
pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering
dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
8) Sistem Pernafasan


Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu
misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada
saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga
dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-
otot antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis
sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra
untuk menarik nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma
(asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paru-
paru juga mengalami spasme.
9) Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat
terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh
darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang
bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi
(perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit
sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau
seluruh tubuh terasa panas (subfebril) atau sebaliknya terasa dingin.
10) Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada
sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan
pedih; hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan
(hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah
awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada


lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang
bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau
sebaliknya sering diare.
11) Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat
juga terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang
air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing
manis (diabetes mellitus).
12) Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot
dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot
terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu
keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa
ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam
sering mengenal gejala ini sebagai keluhan pegal-linu.
13) Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang
mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit
kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada
wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit
(dysmenorrhoe).


IV. REAKSI FISIOLOGIS TERHADAP STRES
Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem
korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari
hipotalamus yaitu :
1) Mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya.
2) sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke
medulla adrenal.
3) Untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran dara.;
4) Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan
CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak
tepat di bawah hipotalamus.
5) Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang
dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal.
6) Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk
kortisol, yang meregulasi kadar gula darah.
7) ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan
sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang
dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik
dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight.


























2.4 Hubungan Tingkat Tekanan Psikososial dengan Tingkat Stres
Fungsi tumbuh kembang pada remaja memunculkan tekanan-tekanan
baik itu fisik, psikososial, ataupun tekanan keduanya. Hubungan dari adanya
faktor tekanan psikososial pada siswa berupa tekanan persaingan dan


berprestasi di sekolah, kebutuhan untuk diterima yang berlebihan, terlalu
banyaknya kegiatan yang membuat siswa sibuk, penyesuaian diri dengan
orang-orang dan lingkungan atau situasi baru, dengan rentang dari positif ke
negatif berupa sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah karena
tekanan merupakan hal yang wajar yang terjadi pada manusia, tekanan
tersebut dapat menyebabkan stres yang memiliki rentang dari positif ke
negatif yaitu: normal, ringan, sedang, berat, sangat berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja
2.1.1 Pengertian Pubertas
Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis
yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa
anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat
kelamin dari tahap anak ke dewasa. Sedangkan yang dimaksud dengan
istilah adolesen, dulu merupakan sinonim dari pubertas, sekarang lebih
ditekankan untuk menyatakan perubahan psikososial yang menyertai
pubertas. Walaupun begitu, akselerasi pertumbuhan somatik yang
merupakan bagian dari perubahan fisik pada pubertas, disebut sebagai pacu
tumbuh adolesen (adolescent growth spurt).
Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah : puberty (Inggris), puberteit


(Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi oleh sifat
dan tanda-tanda kelaki-lakian. Ada pula yang menggunakan istilah
adulescentio (Latin) yaitu masa muda. Istilah Pubescence yang berasal dari kata
pubis yang dimaksud pubishair atau rambut di sekitar kemaluan. Dengan
tumbuhnya rambut itu suatu pertanda masa kanak-kanak berakhir dan
menuju kematangan/kedewasaan seksual (Rumini, 2004).
2.1.2 Batasan Usia Remaja
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut : 1)
Masa remaja awal/dini (Early adolescence): umur 11-13 tahun; Masa remaja
pertengahan (Middle adolescence): umur 14-16 tahun; 3) Masa remaja lanjut
(Late adolescence): umur 17-20 tahun.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing
individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak
mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara
berkesinambungan.
Batasan masa remaja dari berbagai ahli memang sangat bervariasi, di sini
dapat diajukan batasan: Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi
untuk memasuki masa dewasa.


Hurlock (1990:184) menggunakan istilah masa puber namun ia
menjelaskan bahwa puber adalah periode tumpang tindih, karena mancakup
tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja.
Pembagiannya sebagai berikut : 1) Tahap prapuber yaitu bagi wanita 11-13
tahun dan pria 14-16 tahun; 2) Tahap puber yaitu wanita 13-17 tahun dan
pria 14-17 tahun 6 bulan; 3) Tahap pasca puber yaitu wanita 17-21 tahun dan
pria 17 tahun 6 bulan-21 tahun.
Jadi, Hurlock membedakan antara wanita dan pria, namun kedua jenis
memerlukan kurun usia puber selama 4 tahun. Dikatakan periode tumpang
tindih karena dua tahun akhir masa anak-anak akhir dan dua tahun awal
masa remaja awal sehingga disebut pula periode unik.
Tinjauan psikologis yang ditujukan pada seluruh proses perkembangan
remaja dengan batas usia 12 sampai dengan 22 tahun. Maka selanjutnya dari
perkembangan kurun waktu dapat disimpulkan : 1) Masa praremaja kurun
waktunya sekitar 11 sampai dengan 13 tahun bagi wanita dan pria sekitar 12
sampai dengan 14 tahun; 2) Masa remaja awal sekitar 13 sampai dengan 17
tahun bagi wanita dan bagi pria 14 sampai dengan 17 tahun 6 bulan; 3) Masa
remaja akhir sekitar 17 sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan bagi pria
sekitar 17 tahun 6 bulan sampai dengan 22 tahun.

2.1.3 Perkembangan Mental Masa Pubertas dan Remaja (11-19 tahun).


Dalam masa ini terjadi proses pematangan seksual dan hal ini
diperlukan untuk membentuk ciri-ciri kelakuan dalam pergaulan antara
anak-anak berlainan jenis kelamin. Selain proses ini, juga persamaan hak dari
orang tua merupakan hal yang penting. Persamaan hak ini membawa
perubahan terakhir dalam keseimbangan antara keadaan masih tergantung
dengan kemampuan berdiri sendiri.
Hubungan dengan teman-teman sebaya penting dan baik, karena
hubungan ini memberikan rasa aman dan kepastian kepada seorang remaja
dan merupakan hubungan yang tidak diperoleh di dalam rumah. Seorang
remaja yang sedang dalam suasana memberontak terhadap orang tuanya,
mengetahui bahwa ia tidak mau melaksanakan apa yang sebenarnya harus ia
lakukan. Dengan demikian, seorang remaja dapat memperluas pengetahuan
dan pandangannya, tetapi juga dapat mengubah kelakuan yang masih
kekanak-kanakan menjadi kelakuan yang lebih sesuai dengan norma yang
semestinya.
Perkembangan digunakan untuk menunjukkan bertambahnya
keterampilan dan fungsi yang kompleks. Seseorang berkembang dalam
pengaturan neuromuskuler, berkembang dalam mempergunakan tangan
kanannya dan terbentuk pula kepribadiannya. Maturasi dan diferensiasi
sering dipergunakan sebagai sinonim untuk perkembangan.

2.1.4 Tugas Perkembangan Remaja


Setiap tahun perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan-
kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada
masa remaja, mereka dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu :
2.1.4.1 Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua.
2.1.4.2 Membentuk identitas untuk tercapainya integrasi dan kematangan
pribadi.
Tugas perkembangan masa remaja:
2.1.4.3 Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara
lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
2.1.4.4 Memperoleh peranan sosial.
2.1.4.5 Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif.
2.1.4.6 Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.
2.1.4.7 Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri
sendiri.
2.1.4.8 Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
2.1.4.9 Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan
berkeluarga.
2.1.4.10 Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.
Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial
tertentu yang harus diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium
selanjutnya dengan atau tanpa konflik. Ia membagi stadium perkembangan
manusia dalam 8 masa, yaitu: 1) Basic trust vs mistrust (oral sensory-infancy); 2)


Autonomy vs shame and doubt (muscular anal-early childhood/toddler); 3)
Initiative vs guilt (locomotor genital-later childhood/pre-school age); 4)
Industriousness vs sense of inferioriy (latency school age); 5) Identity formation vs
diffusion (puberty-adolescence); 6) Intimacy vs isolation (dewasa muda); 7)
Procreation/generativy vs self absorption (dewasa); 8) Ego integrity vs despair
(maturitas).
Anak kelas 1 SMP berada pada masa tumpang tindih yaitu Industriousness
vs sense of inferioriy (latency school age) dengan Identity formation vs diffusion
(puberty-adolescence). Pada stadium Industriousness vs sense of inferiory (latency
school age), sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang di luar keluarganya.
Pengaruh mereka memungkinkan kesempatan identifikasi lagi yang dapat
menghambat, mengubah atau menambah tingkah laku yang telah terbentuk
sebelumnya; juga kesempatan memperoleh keterampilan makin luas.
Keinginan anak untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat
besar, tetapi bila ia gagal maka akan terbentuk perasaan inferior dan
inadekuat. Identifikasi lebih banyak pada orang tua dengan seks yang sama,
jadi perlu sekali hubungan erat dengan mereka atau substitut (seks yang
sama) agar si anak lebih menetapkan maskulinitas atau feminitas. Dalam
masa ini juga cita-cita (ideals) mulai terbentuk.
Identity formation vs diffusion (puberty-adolescence), di dalam masa ini
termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin terjadi. Secara emosional
banyak terjadi variasi besar antara alam perasaan, pandangan dan hubungan.
Dependensi pada orang tua dan keinginan untuk kembali (tidak
meninggalkan) kepada masa anak, terbentur keinginan dan kemampuan


untuk menjadi independen sehingga menimbulkan konflik. Dorongan
instingtual yang makin besar, harus disesuaikan dengan larangan keluarga
dan masyarakat. Ia sangat prihatin terhadap penilaian dirinya sendiri. Ia
sedang dalam masa pembentukan suatu identitas diri, yang identitas biologis
dan psikologisnya harus disesuaikan dengan pekerjaan, keluarga dan
peranan sosial.
2.1.5 Stres pada Remaja
Stres pada remaja sama halnya yang terjadi pada orang dewasa, stres
bisa berefek negatif pada tubuh remaja hanya saja perbedaannya ada pada
sumbernya dan bagaimana mereka merespon penyakit tersebut. Reaksi
mereka tersebut ditentukan oleh suasana dan kondisi kehidupan yang tengah
mereka alami.
Gejala stres pada remaja dapat berupa: menggigit kuku; sulit
memusatkan perhatian; menggertakan gigi; sering menarik-narik telinga,
rambut atau pakaian; prestasi belajar menurun; gagap; makan atau tidur
berlebihan; tidak bergairah, tidak sabar dan terburu-buru; ketakutan dengan
penyebab yang tidak masuk akal; sering mendapat kecelakaan; mencari
perhatian; tegang atau was-was; tertawa-tawa; kagetan; cengeng; kehilangan
minat sekolah; cemas dan gemetaran; serta menarik diri dari kegiatan;
perubahan suasana hati tidak menentu; nyeri leher dan punggung; sulit


makan atau tidur; mengompol; mual-mual atau muntah-muntah; mimpi
buruk; selalu menuntut pembenaran; sering buang air kecil atau air besar;
sering melamun; membenci sekolah; atau kepala sering pusing.

2.2 Tekanan Psikososial
2.2.1 Pengertian
Stresor psikososial adalah setiap keadaan/peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga seseorang
itu terpaksa mengadakan adaptasi/penyesuaian diri untuk
menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi
dan mengatasi stresor tersebut, sehingga timbulah keluhan-keluhan antara
lain stres (Hawari, 2001).

2.2.2 Penyebab Tekanan Psikososial pada Siswa
Penyebab tekanan psikososial pada siswa kompleks dan sulit untuk
ditelusuri, diantaranya ketidakmampuan seorang siswa mengerjakan sesuatu
sebagaimana yang dituntut orang tua atau guru (Olivia, 2001), tuntutan
tersebut berupa:
2.2.2.1 Tekanan Persaingan dan Berprestasi di Sekolah


Siswa saling bersaing sejak awal masuk sekolah hingga akhir sekolah.
Mereka harus berusaha untuk bersaing dalam mendapakan nilai yang baik,
mendapatkan teman dan perhatian guru. Siswa selalu merasakan tekanan
dari para orang tua, guru dan masyarakat pada umumnya untuk belajar
dengan baik di sekolah. Meskipun demikian, dewasa ini remaja menghadapi
tekanan yang lebih berat untuk mencapai prestasi belajar karena kepedulian
mereka untuk mendapatkan pendidikan bagus. Tekanan karena persaingan
dapat menyebabkan stres yang terlalu berat bagi beberapa siswa, apalagi jika
orang tua mereka selalu menekan untuk menang atau berada di posisi paling
baik. Selain itu tuntutan kesempurnaan dari lingkungan atau diri sendiri
berperan besar.
2.2.2.2 Kebutuhan untuk diterima yang berlebihan
Hal ini berupa ingin disukai guru atau teman. Sebagian besar remaja
merasakan kebutuhan untuk diterima, mereka ingin disukai oleh para guru,
teman dan diperhatikan oleh orang tua. Jika kebutuhan ini berlebihan,
mereka dapat mengalami stres yang berat.
2.2.2.3 Penyesuaian diri dengan orang-orang dan lingkungan atau situasi
baru.
Penyesuaian diri dengan orang-orang dan lingkungan atau situasi
baru bagi remaja dapat merupakan suatu hal yang cukup sulit, contohnya
pindah sekolah, atau baru masuk sekolah.


2.2.2.4 Terlalu Banyaknya Kegiatan yang Membuat Siswa Sibuk.
Beberapa remaja menempatkan tekanan yang tidak semestinya di
dalam diri mereka dengan melibatkan diri dalam terlalu banyak kegiatan,
contohnya berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler yang diikuti, les dan
hobi.

2.3 Stres
2.3.1 Pengertian Stres
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan
koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye,
menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa
mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons
tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu
(Isaacs, 2004).
Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara
bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas
berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan
subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara


individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem
(WHO, 2003; 158).
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan
bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami
gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan
tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia
disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan
penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula
disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai
konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan
eustres.
Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul
pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi
akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam
beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity)
seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan
keparahannya.


Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme
respons stres (Papero, 1997):
2.3.1.1 Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap
stresor yang mengurangi intensitas respons stres.
2.3.1.2 Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan
respons stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang
tidak dapat diprediksi.
2.3.1.3 Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor
saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons
stres.
2.3.1.4 Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat
ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres.

2.3.2 Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres
2.3.2.1 Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).
2.3.2.2 Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah
(emosional).
2.3.2.3 Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan
(over confidence).
2.3.2.4 Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat
diam.


2.3.2.5 Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).
2.3.2.6 Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).
2.3.2.7 Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.
2.3.2.8 Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba
tergesa-gesa.
2.3.2.9 Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati
dan bila tidak tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan.
2.3.2.10 Tidak mudah dipengaruh, kaku (tidak fleksibel).
2.3.2.11 Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
2.3.2.12 Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.

2.3.3 Tahapan Stres
Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena
perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan
bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya
sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan
sosialnya. Dr. Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat
dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
2.3.3.1 Stres tahap I:
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat


bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan tajam tidak
sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
2.3.3.2 Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan
sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul
keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi
cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat
yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk
mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-
keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres
tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang
seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3)
Lekas merasa capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut
tidak nyaman (bowel discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya
(berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang; 7) Tidak
bisa santai.
2.3.3.3 Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan


lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag(gastritis), buang
air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3)
Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; 4)
Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur
(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa
oyong dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk
memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan
tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai
energi yang mengalami defisit.
2.3.3.4 Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari
saja sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula
menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4)
Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5)
Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan;
Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan


kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan
ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
2.3.3.5 Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres
tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan
mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2)
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan
dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-
intestinal disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik.
2.3.3.6 Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang
yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat
bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan
kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai
berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan
megap-megap); 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat


bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau
kolaps (collapse).
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas
lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan
faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang
melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

2.3.4 PengukuranTingkat Stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang
dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan
menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond &
Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale
42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang
dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan
dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara
konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih
lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di
manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan
sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu
untuk tujuan penelitian.


Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat,
sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42
(DASS) terdiri dari 42 item, yang dimodifikasi dengan penambahan item
menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3
subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari
pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-
89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).

2.3.5 Reaksi Tubuh terhadap Stres
2.3.5.1 Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami
perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut
memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan
rambut.
2.3.5.2 Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak
jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami
kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.
2.3.5.3 Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
2.3.5.4 Daya pikir


Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.
Orang menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
2.3.5.5 Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik
nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan
kulit muka kedutan (tic facialis).


2.3.5.6 Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia
sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan
mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa tercekik.
2.3.5.7 Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam; pada
kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat
berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih
kering. Selain daripada itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan
penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan
pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering
dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).



2.3.5.8 Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu
misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada
saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga
dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-
otot antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis
sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk
menarik nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma
bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru juga
mengalami spasme.
2.3.5.9 Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat
terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh
darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang
bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi
(perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit
sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau
seluruh tubuh terasa panas (subfebril) atau sebaliknya terasa dingin.
2.3.5.10 Sistem Pencernaan


Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada
sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan
pedih; hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan
(hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah
awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada
lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang
bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau
sebaliknya sering diare.

2.3.5.11 Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat
juga terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang
air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing
manis (diabetes mellitus).
2.3.5.12 Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot
dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa
sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu
keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa


ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam
sering mengenal gejala ini sebagai keluhan pegal-linu.
2.3.5.13 Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang
mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit
kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada
wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit
(dysmenorrhoe).

2.3.6 Reaksi Fisiologis terhadap Stres
Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem
korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari
hipotalamus yaitu : 1) Mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang
berada di bawah pengendaliannya; 2) sebagai contohnya, ia meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga
memberi sinyal ke medulla adrenal; 3) Untuk melepaskan epinefrin dan
norepinefrin ke aliran darah; 4) Sistem korteks adrenal diaktivasi jika
hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar
hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus; 5) Kelenjar hipofisis


selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah
ke korteks adrenal; 6) Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok
hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah; 7) ACTH juga
memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30
hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran
darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik
berperan dalam respons fight or flight.

2.4 Hubungan Tingkat Tekanan Psikososial dengan Tingkat Stres
Fungsi tumbuh kembang pada remaja memunculkan tekanan-tekanan
baik itu fisik, psikososial, ataupun tekanan keduanya. Hubungan dari adanya
faktor tekanan psikososial pada siswa berupa tekanan persaingan dan
berprestasi di sekolah, kebutuhan untuk diterima yang berlebihan, terlalu
banyaknya kegiatan yang membuat siswa sibuk, penyesuaian diri dengan
orang-orang dan lingkungan atau situasi baru, dengan rentang dari positif ke
negatif berupa sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah karena
tekanan merupakan hal yang wajar yang terjadi pada manusia, tekanan
tersebut dapat menyebabkan stres yang memiliki rentang dari positif ke
negatif yaitu: normal, ringan, sedang, berat, sangat berat.

2.5 Sekolah Standar Nasional
2.5.1 Pengertian


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) telah dinyatakan bahwa:
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang
berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan
nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. SNP tersebut mencakup standar isi, proses
pengelolaan, penilaian dan kompetensi lulusan.


2.5.2 Cakupan Standar Nasional Pendidikan
2.5.2.1 Standar Kompetensi lulusan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kemampuan minimal peserta didik, yang mencakup
kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif, yang harus dimilikinya
untuk dapat dinyatakan lulus dari satuan pendidikan;
2.5.2.2 Standar isi pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan keluasan dan pendalaman materi pelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan;
2.5.2.3 Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi;
2.5.2.4 Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan persyaratan minimal yang harus
dipenuhi oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan;
2.5.2.5 Standar prasarana dan sarana pendidikan adalah standar nasional
yang berkaitan dengan persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas,


tempat berolahraga, tempat berekreasi, perabot, alat dan media pendidikan,
buku, dan sumber belajar lain, yang diperlukan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan;
2.5.2.6 Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelengaraan pendidikan;
2.5.2.7 Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan
yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar
dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan;
2.5.2.8 Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
prestasi peserta didik.
Berdasarkan standar-standar di atas, maka menurut pendapat penulis
Sekolah Standar Nasional (SSN) intinya memuat aspek-aspek layanan
pendidikan minimum yang seharusnya diberikan oleh jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP), sesuai atau menuju Standar Nasional Pendidikan
(SNP) tersebut. Dengan demikian, maka SMP SSN adalah SMP yang akan
dan atau telah memenuhi SNP, yang berarti memenuhi tuntutan Standar
Pendidikan Minimal (SPM), sehingga diharapkan mampu memberikan


layanan pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan standar minimal
yang ditetapkan serta memenuhi harapan masyarakat.
SSN ini dikategorikan dalam jalur pendidikan formal mandiri, sesuai
dengan PP Nomor 19 Tahun 2005. Oleh karena itu, SSN pada dasarnya dapat
berfungsi sebagai sekolah model, artinya dapat dijadikan model bagaimana
menyelenggarakan sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang
ditetapkan secara nasional. Dengan pengertian tersebut, maka dimungkinkan
dalam satu kabupaten/kota terdapat lebih dari satu SMP yang memenuhi
kriteria sebagai SSN. Sebaliknya mungkin ada kabupaten/kota yang tidak
memiliki sekolah yang memenuhi kriteria sebagai SSN.

2.6 Peran Perawat Jiwa
Penanganan stres dapat dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan. Dalam pengkajian, perawat perlu mengidentifikasi stresor
yaitu kondisi yang menyebabkan terjadinya stres dan koping pada masalah
yang ditemukan pada klien. Untuk asuhan keperawatan disesuaikan dengan
masalah keperawatan yang terjadi. Sehingga peran educator, caregiver,
manager, dan peran lainnya dalam upaya promotif, preventif, caretif dan
rehabilitatif dapat dilakukan sebaik mungkin.

Das könnte Ihnen auch gefallen