Sie sind auf Seite 1von 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Salah satu penyakit mata yang dapat membahayakan serta dapat mengakibatkan seseorang kehilangan penglihatannya adalah selulitis orbita. Selulitis orbita memiliki berbagai penyebab dan mungkin terkait dengan komplikasi yang serius. (Kanski J, 2011). Sebanyak 11% dari kasus-kasus selulitis orbita terjadi hilangnya penglihatan. Diagnosis yang tepat dan pengelolaan yang tepat sangat penting untuk menyembuhkan pasien dengan selulitis orbita (Harrington et al, 2012) Selulitis orbita adalah penyebab tersering proptosis pada anak anak, perlu dilakukan pengobatan segera. Untungnya, diagnosis biasanya tidak sulit karena temuan temuan klinisnya khas, walaupun sebagian besar kasus timbul pada anak anak, orang berusia lanjut yang mengalami gangguan kekebalan juga dapat terkena (Vaughan,2010) Trauma merupakan penyebab masuknya bahan tercemar, bisa melalui orbita, melalui kulit atau sinus sinus paranasal, Di zaman preantibiotik selulitis orbita sering menyebabkan kebutaan akibat trombosis sinus kavernosus septik (Vaughan,2010)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi orbita A. Berikut anatomi bola mata dari potongan sagital :

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Mata (Schlote, 2006) B. Anatomi orbita : Bentuk orbita dianalogikan seperti buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya, diameter lingkar anterior sedikit lebih kecil daripada diameter di bagian dalamnya, Dinding rongga orbita secara skematis digambarkan sebagai bentuk piramida dengan volume sekitar 27 ml. Rongga orbita ini memiliki empat dinding yang mengerucut ke posterior (Vaughan, 2010; Kacar, 2011). Dinding orbital dapat dibagi menjadi: supraorbital, infraorbital, lateral dan medial yaitu sebagai berikut Dinding superior : Atap orbita dibentuk oleh orbital plate dari tulang frontal. Bagian ini, berisi rongga yang besar dan datar yang

disebut fossa lacrimalis di bagian lateral dan spur disebut tulang trochlear di bagian medial. pada posterior (Kacar D, 2011). Dinding inferior: Dinding ini juga disebut sebagai lantai orbita yang lebih sempit daripada dinding superior. Sebagian besar dibentuk oleh permukaan orbital maksila, sedangkan bagian luar dibentuk oleh permukaan orbital dari tulang zygoma (Kacar D, 2011). Dinding medial: Terdiri dari prosesus frontalis maksila, tulang lakrimal, sinus ethmoidal dan sphenoid. Dinding medial orbita kanan dan kiri terletak paralel dan dipisahkan oleh hidung (Kacar D, 2011). Dinding lateral: Terdiri dari prosesus frontalis anterior tulang zygoma dan permukaan sayap orbita. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medialnya membentuk sudut 45 derajat menghasilkan sudut siku antara kedua dinding lateral (Vaughan,2010; Kacar D, 2011).

Gambar 2.2 Struktur Anatomi Orbita (Olver J, Cassidy L, 2009) 3

Batas anterior rongga orbita adalah septum orbitale, yang berfungsi sebagai pemisah antara palpebra dan orbita. Orbita

berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, serta sinus ethmoidalis dan sfenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma langsung bola mata, mengakibatkan timbulnya fraktur blowout dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus sfenoidalis dan etmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya (misalnya

neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata yang berasal dari otak (Vaughan,2010). C. Pembuluh darah Pemasok arteri utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, yaitu cabang besar pertama dari arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita. Cabang infraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki sekitar 8-15mm di belakang bola mata. (Vaughan, 2010)

Gambar 2.3 Struktur jaringan pada orbita kanan (Kacar D, 2011) 4

2.2 Definisi selulitis orbita Selulitis orbita adalah infeksi jaringan lunak orbita dan struktur yang berdekatan (Shields,2008). Menurut Chandler, Inflamasi dari infeksi orbita dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori : 1. grup 1: preseptal selulitis 2. grup 2 : orbital selulitis 3. grup 3 : subperiosteal abses 4. grup 4 : orbital abses 5. grup 5 : sinus kavernosis trombosis Berdasarkan terminologi tradisional, klasifikasi tersebut dimasukkan dalam kategori selulitis orbita (Shields,2008). 2.3 Klasifikasi Sejarahnya, Chandler membagi selulitis orbita menjadi 5 tingkatan seperti tertulis di atas, tetapi secara klinis, selulitis orbita dibagi menjadi selulitis preseptal dan selulitis postseptal. a. Selulitis preseptal adalah infeksi yang mengenai kelopak mata dan struktur periokular anterior sampai septum orbita. Adapun cirinya yaitu : Satu atau kedua kelopak mata membengkak dan nyeri tekan Mata putih yang bergerak secara penuh tanpa gangguan penglihatan atau proptosis. b. Selulitis postseptal adalah proses infeksi yang terlokalisasi atau dapat menyebar ke posterior dari septum orbita. Umumnya, selulitis post

septal lebih berat dan dapat terjadi kehilangan penglihatan. Adapun cirinya yaitu : Pembengkakan merah kelopak mata atau orbita yang nyeri dan proptosis : anak demam dan tidak sehat. Dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas (ISPA) dan sinusitis yang tidak terdiagnosis. Mungkin tidak mampu membuka mata untuk melihat gerakan mata yang terbatas. Konjungtiva merah dan bengkak Penglihatan dapat terganggu, penurunan tajam penglihatan akibat kompresi nervus optikus (Olver J, Cassidy L, 2009) Berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi selulitis orbital yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit (Choi,2011). 2.4 Epidemiologi Selulitis orbita dapat mengenai anak-anak dan dewasa, lebih banyak terjadi karena infeksi dari penyebaran sinus ethmoidalis dan (Shields,2008). Frekuensi komplikasi orbital dari infeksi sinus sekitar 0,5% sampai 3,9%, walaupun terdapat perbedaan antara beberapa penelitian bahwa insiden orbital dan periorbital abses sekitar 0% sampai 25% (Chaundry, 2012) 1. Mortalitas / Morbiditas. Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbita memiliki angka kematian lebih dari 17%. Namun, dengan diagnosis sinus frontalis

yang cepat dan tepat penggunaan antibiotik, angka ini telah berkurang secara signifikan (Chaundry, 2012). 2. Ras Selulitis orbita tidak dipengaruhi oleh ras. 3. Sex Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin pada orang dewasa (Chaundry, 2012). 4. Usia Selulitis orbita, pada umumnya, lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa muda. Kisaran usia anak-anak dengan selulitis orbita adalah 0-15 tahun. Hal ini dikarenakan ketidak lengkapan perkembangan imunologi pada grup usia ini (Chaundry, 2012) 5. Penyakit penyerta sebelumnya Sinusitis dilaporkan faktor predisposisi paling banyak. terutama oleh karena sinusitis etmoidal dan sinusitis maxillaris (43%-75%). Sinusitis etmoidalis muncul pada sisi yang sama dengan sisi infeksi pada maxilla. Selain sinusitis disebutkan pula penyebabnya dari penyakit saluran napas bagian atas (ISPA) (Chaundry, 2012). 2.5 Etiologi Penyebab selulitis orbita sering diawali oleh penyakit sinusitis, selain itu terjadi akibat dari trauma atau infeksi yang terdiri dari darkiosistitis dan konjungtivitis, serta riwayat operasi sebelumnya Infeksi gigi, serta

endoftalmitis dapat juga menjadi penyebab terjadinya selulitis orbita

(Shields,2008;Chaundry, 2012). Penyebab selulitis orbita dibagi menjadi selulitis orbital karena bakteri, jamur, dan parasit, yaitu dijelaskan sebagai berikut : a. Bakteri Adapun beberapa bakteri penyebab, diantaranya : a. Haemophilus influenzae b. Streptococcus pneumoniae c. Streptococcus pyogenes d. Staphylococcus aureus (Barry, 2011) Selulitis preseptal sering disebabkan oleh karena trauma langsung dari kulit atau infeksi sekunder dari kalazion oleh organisme seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus dan Hemophilus influenzae type B (HiB) (Lam,2011). HiB dahulu paling banyak menyebabkan selulitis orbita. Tetapi, setelah ada vaksinasi dari bakteri ini, kejadian dari selulitis orbita menurun. Pada penelitian lain disebutkan bahwa Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling dominan untuk menjadi patogen (Barry, 2011). Selulitis postseptal sering disebabkan penyebaran dari sinus

paranasalis, terutama sinus etmoidalis. Infeksi orbita dapat terjadi setelah trauma, infeksi kulit, atau bakteremia. Jenis bakteri patogen dari selulitis postseptal sama dengan selulitis preseptal. Tetapi, dari faktor usia dapat membedakan adanya jenis organisme, yaitu kurang dari 9 tahun sebagian besar akibat infeksi bakteri aerob, sedangkan pada usia yang lebih tua dapat terinfeksi bakteri aerob dan anaerob (Lam,2011).

b. Parasit Selulitis orbita akibat parasit kejadiannya jarang dan prevalensi tertinggi terdapat pada negara berkembang. Sebagian besar terjadi karena

Cysticercosis yaitu larva dari Taenia solium. dan Cysticercus selulosa dapat menyebabkan selulitis orbita. Pada penelitian disebutkan frekuensi terbanyak pada negara India (Choi, 2011). c. Jamur Jamur penyebab selulitis yang paling sering adalah Mucormycosis dapat disebut juga Rhino-orbital-cerebral-zygomycosis (ROCG) merupakan jamur filamen tidak bersepta yaitu Rhyzopus oryzae.dan Aspergillus. (Vaughan, 2010) 2.6 Patogenesis Patogenesis terjadinya selulitis bakteri adalah a. Selulitis orbital karena bakteri 1. Hubungan dengan sinus. Orbita dikelilingi sinus-sinus paranasal. Sebagian dari drainase vena sinus-sinus tersebut berjalan melalui orbita. Sebagian kasus selulitis orbita timbul akibat perluasan sinusitis, terutama melalui tulang etmoid yang tipis. Penyebarannya disebabkan oleh karena tipisnya tulang untuk menghalangi tersebarnya fokus infeksi dan penyebarannya masuk melalui pembuluh darah kecil yang menuju jaringan ikat di sekitar bola mata. 2. Perluasan ke preseptal selulitis melalui septum orbital

3. Penyebaran secara lokal dari dakriosistitis yang berdekatan, mid facial infeksi gigi, atau karena sinusitis maksila. 4. Penyebaran hematogen Post trauma yang mengenai septum orbita. Hal ini berkembang sekitar 72jam. Bahan infeksius dapat masuk ke dalam orbita secara langsung dari trauma kecelakaan atau trauma operasi melalui kulit atau sinus paranasalis. Drainase vena dari sepertiga tengah wajah, termasuk sinus paranasal, terutama melalui vena orbita, yang tanpa katup, yang memungkinkan alur infeksi baik anterograde dan retrograde. 5. Post operasi, seperti pada retina, lakrimalis atau operasi pada orbital (Kansky, 2011;Vaughan,2010;Barry, 2011) b. Selulitis orbital karena jamur Selulitis orbita karena jamur menginvasi orbita melalui sinus paranasal dan terutama terjadi pada pasien dengan imunocompromise. seperti pada pasien ketoasidosis diabetik (KAD), neutropenia, terapi deferoksamin, penggunaan obat intravena, prematuritas, transplantasi sumsum tulang, penggunaan kortikosteroid dan trauma (Choi, 2011). Mucormycosis tersebar dalam distribusi yang sangat luas, sementara Aspergilosis lebih sering terlihat di iklim lembab hangat. Mucormycosis memiliki onset yang cepat (1-7 hari), sedangkan Aspergilosis jauh lebih lambat (bulan sampai tahun). Aspergillosis awalnya memberikan proptosis kronis dan visus menurun, sementara mucormycosis memberikan sindrom apeks orbital (melibatkan saraf kranial II, III, IV, V-1, dan VI, dan sympathetics orbital), dan, lebih umum, disertai dengan nyeri, edema

10

palpebra , proptosis, dan hilangnya penglihatan. Sementara keduanya dapat mengakibatkan hidung dan langit-langit nekrosis, Mucormycosis juga dapat mengakibatkan arteritis thrombosis dan nekrosis iskemik, sedangkan Aspergilosis mengakibatkan fibrosis kronis dan proses granulomatosa nonnekrosis (Nageswaran, 2006). 2.7 Gambaran klinis Gambaran klinis selulitis orbita karena bakteri yaitu gejala subjektif berupa demam, nyeri pergerakan bola mata, penurunan penglihatan. Gejala objektif berupa mata merah, kelopak sangat edema, proptosis, kemosis, restriksi motilitas bola mata, exophtalmus, peningkatan tekanan

intraokular, rinore. Penglihatan kabur, oftalmoplegi, optosis dan kemosis, membantu mengidentifikasi adanya selulitis orbita karena hal tersebut merupakan gejala dari peningkatan tekanan intraokuli, yang tidak tampak pada selulitis periorbita. (Barry, 2011; Thomas j et al, 2006; Hauser, 2010)

11

Gambar 2. 8 Gambaran klinis selulitis orbita (Choi,2011; Kansky,2011) Gambaran klinis dari selulitis orbital karena jamur sama dengan bakteri atau inflamasi lainnya dan didiagnosis terlambat. infeksi jamur dapat menyebabkan jaringan rusak sehingga dapat terjadi penglihatan berkurang. pasien dengan ROCZ, akut dan berlangsung cepat. Sedangkan selulitis orbita karena parasit gejalanya hampir sama yaitu pembengkakan pada periokular, proptosis dan ptosis. (Choi, 2011)

12

Gambar nekrosis kelopak mata akibat ROCG (Kanski, 2011) 2.8 Pemeriksaan Penunjang Evaluasi pada pemeriksaan penunjang mencakup sebagai berikut : (Vaughan, 2010) a. Leukositosis b. Pemeriksaan kultur darah c. Usap sekret hidung d. Lumbal pungsi bila ada meningeal sign e. CT Scan (Kanski, 2011). CT scan dapat melihat opasitas anterior hingga septum orbita (Kanski, 2011). Pandangan aksial untuk menyingkirkan kemungkinan pembentukan abses otak dan abses peridural parenkim, pandangan koronal sangat membantu dalam menentukan keberadaan dan batas dari setiap abses subperiorbital. Namun, pandangan koronal, yang membutuhkan hiperfleksi atau hiperekstensi leher, mungkin sulit pada anak-anak tidak kooperatif dan pada pasien yang akut. (Barry, 2011)

13

Gambar (a) Selulitis preseptal kiri (b) CT scan potongan axial menunjukkan opasitas anterior ke septum orbita Selulitis preseptal adalah gejala awal yang paling sering dijumpai, CT Scan dan MRI bermanfaat untuk membedakan antara keterlibatan pre dan post septal serta mengidentifikasi dan menentukan lokasi abses orbita atau benda asing. Foto sinar x polos semata hanya dapat mengidentifikasi dan menentukan lokasi abses orbita atau benda asing (Vaughan,2010) f. MRI MRI membantu dalam mendefinisikan abses orbita dan dalam mengevaluasi kemungkinan penyakit sinus kavernosa. Dan juga bermanfaat untuk memutuskan kapan dan dimana melakukan drainase pada abses orbita. (Barry, 2011) 2.9 Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi pada selulitis orbita adalah : 14

a) Okular Komplikasi meliputi keratopathy, tekanan intraokular

meningkat, oklusi dari arteri atau vena retina sentral, dan neuropati optik endophthalmitis (Kanski J,2011). Terdapat komplikasi hingga terjadi kehilangan penglihatan permanen, dengan mekanismenya yaitu (1) neuritis optik sebagai akibat adanya reaksi dari infeksi yang berdekatan, (2) iskemia akibat tromboplebitis pada vena orbital, (3) tekanan iskemik yang menyebabkan oklusi arteri sentralis (Chaundry, 2012) b) Intrakranial Komplikasi yang jarang terjadi, termasuk meningitis, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Yang terakhir adalah komplikasi yang jarang namun sangat serius yang harus dicurigai bila ada bukti-bukti keterlibatan bilateral, perkembangan proptosis yang sangat cepat dan sumbatan pembuluh darah dari konjungtiva dan retina. (Kanski J, 2011) Proptosis non aksial menandakan abses orbita, perluasan ke sinus kavernosus dapat menyebabkan gangguan bilateral nervus kranialis II-IV disertai edema berat dan demam septik erosi tulang tulang orbita dapat menyebabkan abses otak dan meningitis (Vaughan,2010) c) Abses Subperiosteal Abses subperiosteal adalah yang paling sering terletak di sepanjang dinding medial orbital. Merupakan masalah serius karena potensi wajah,

15

perkembangan yang cepat dan perluasan intrakranial. (Kanski J,


2011)

d) Abses orbita Relatif langka di selulitis orbital terkait sinusitis, tetapi mungkin terjadi pada kasus paska-trauma atau paska operasi. ( Kanski J,
2011) :

2.10 Penatalaksanaan Penatalaksanaan terhadap selulitis orbita meliputi : (Kanski J, 2011) : 1) Rawat inap rumah sakit Pengawasan dan penilaian oleh ahli mata dan otolaryngological sangat diperlukan. Pembentukan abses intrakranial mungkin memerlukan drainase. (Kanski J, 2010) Pasien dengan selulitis orbital harus segera dirawat di rumah sakit untuk pengobatan, rawat inap dilakukan sampai pasien tidak demam dan telah jelas perbaikan klinis. Secara historis, kehadiran subperiosteal atau abses intraorbital merupakan indikasi untuk drainase bedah selain terapi antibiotik. (Harrington JN, 2012) 2) Terapi antimikroba a. antibakteri - Melibatkan ceftazidime 1g intramuskular setiap 8 jam dan oral metronidazole 500mg setiap 8 jam untuk bakteri anaerob. (Kanski J, 2011) : Antibiotik intravena dosis tinggi 1.5g oksasilin

dikombinasikan dengan satu juta unit penicillin G setiap 4 jam (Kanski J, 2011) : 16

- Vankomisin intravena adalah alternatif yang berguna jika alergi penisilin. - Anak-anak usia sekolah dapat diterapi dengan oksasillin kombinasi dengan cefuroxime,atau antibiotik ampisilinsulbaktam. Bayi sebaiknya diterapi dengan ceftriakson. (Kanski J, 2011) b. antijamur i. ii. iii. iv. v. antijamur (seperti amphoterisin) intravena irigasi eksisi jaringan nekrotik oksigen hiperbarik sebagai adjuvan mungkin membantu koreksi penyakit metabolik, seperti KAD (Kanski, 2011) Bila ditemukan karena jamur, dengan terapi empiris antijamur dilakukan dan biopsi untuk dilakukan hisyopatologi (Choi, 2011) c. antiparasit 3) Dekongestan hidung dan vasokonstriktor Dapat membantu drainase sinus paranasalis. (Kanski J, 2011) : 4) Pemantauan fungsi saraf optik. Setiap 4 jam dipantau dengan pengujian reaksi pupil, ketajaman visual, penglihatan warna dan apresiasi cahaya. (Kanski J, 2011) 5) Intervensi bedah Intervensi bedah dilakukan bila tidak ada respon terhadap

17

antibiotik,

terdapat

penurunan

penglihatan,

orbital

atau

subperiosteal abses. (Kanski J, 2011)

Gambar2. 9 Drainase abses sinus maksilaris (Chaundy, 2012) Pertimbangkan operasi orbital, dengan atau tanpa sinusotomi, dalam setiap kasus pembentukan abses subperiosteal atau intraorbital, saluran air harus dibiarkan di tempat selama beberapa hari. Dalam kasus infeksi jamur, debridement orbit diindikasikan dan mungkin memerlukan tindakan eksenterasi orbit dan sinus. Kantotomi dan kantolisis harus dilakukan secara darurat jika sindrom kompartemen orbital didiagnosis pada setiap titik dalam perjalanan penyakit. Pertimbangkan drainase bedah jika respon terhadap terapi antibiotik yang tepat memberikan respon yang jelek dalam 48-72 jam atau jika CT scan menunjukkan opasitas dari sinus. (Harrington et al, 2012) 6) Lain-lain Konsultasikan kepada spesialis lainnya seperti yang

ditunjukkan. Umumnya mendapatkan konsultasi dengan dokter 18

anak, internis, atau dokter keluarga, serta dengan spesialis penyakit menular, telinga hidung dan tenggorokan (THT) konsultasi yang sesuai untuk kasus selulitis orbital yang timbul dari penyakit sinus (Harrington et al, 2012). Jika perlu, pasien dapat direncanakan untuk evaluasi diagnostik lebih lanjut atau untuk intervensi bedah (Harrington et al, 2012). Tidak ada metode yang mudah untuk pencegahan selulitis orbital, namun pengobatan yang tepat dari kondisi yang dapat menimbulkan selulitis orbital dapat dicegah (misalnya, selulitis preseptal, sinusitis, penyakit gigi) adalah penghalangterbaik (HarringtonJN,2012) Tidak ada persyaratan khusus untuk terapi diet, ditunjukkan selain hidrasi yang memadai pada pasien., Tindak lanjut Pasien harus dipantau oleh seorang spesialis penyakit menular, serta oleh dokter mata, sampai spesialis penyakit menular percaya bahwa obat dapat dihentikan. (Harrington JN, 2012) Beberapa jenis antibiotik yang dapat digunakan dalam terapi selulitis orbita yaitu (Kanski J, 2011) : a. Vankomisin (Vancocin) Trisiklik glycopeptide antibiotik untuk pemberian intravena.

Diindikasikan untuk pengobatan strain staphylococcus methicillin-resistant (tahan beta-laktam) pasien yang alergi penisilin. (Kanski J, 2011) :

19

b. Klindamisin (Cleocin) Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom bakteri, mengikat dengan preferensi 50S subunit ribosom dan mempengaruhi proses inisiasi rantai peptide (Kanski J, 2011) c. Sefotaksim (Claforan) Semisintetik antibiotik spektrum luas untuk penggunaan parenteral. Efektif terhadap gram positif aerob, seperti Staphylococcus aureus (tidak mencakup methicillin-resistant strain), termasuk penisilinase dan nonpenisilinase strain, dan Staphylococcus pyogenes , gram negatif aerob (misalnya, H influenzae), dan anaerob (misalnya spesies Bacteroides). (Kanski
J, 2011) :

d. Nafcillin (Unipen) Efektif terhadap spektrum gram-positif yang luas, termasuk

Staphylococcus, pneumococci, dan grup A beta-hemolitik streptokokus semisintetik penisilin. (Kanski J, 2011) : e. Ceftazidime (Fortaz, Ceptaz) Semisintetik, spektrum luas, beta-laktam antibiotik untuk injeksi parenteral. Memiliki spektrum yang luas dari efektivitas terhadap gram negatif aerob seperti H. influenzae, gram positif aerob seperti Staphylococcus aureus (termasuk penisilinase dan non-penghasil penisilinase strain) dan S. pyogenes , dan anaerob, termasuk Bacteroides spesies (Kanski J, 2011) : f. Kloramfenikol (Chloromycetin) Efek bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram negatif dan grampositif dan sangat efektif terhadap H influenzae. (Kanski J, 2011) :

20

g. Tikarsilin (Ticar) Penisilin semisintetik suntik yang bakterisida terhadap kedua organisme gram positif dan gram negatif, termasuk H influenzae, Staphylococcus S (non-penghasil penisilinase), beta-hemolitik streptokokus (kelompok A), S. pneumoniae, dan organisme anaerob, termasuk Bacteroides dan Clostridium spesies. (Kanski J, 2011) : h. Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef) Sefalosporin IM atau IV semisintetik. Memiliki efek bakterisidal terhadap Staphylococcus S (termasuk strain yang memproduksi penisilinase-), kelompok A streptokokus beta-hemolitik, dan H influenza (Kanski J, 2011) :

BAB 3 KESIMPULAN A. Kesimpulan Salah satu penyakit mata yang dapat membahayakan serta dapat mengakibatkan seseorang kehilangan penglihatannya adalah selulitis orbital. Selulitis orbita adalah infeksi yang mengancam nyawa dari jaringan lembut di

21

belakang septum orbital. Hal ini dapat terjadi pada segala usia tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, Organisme penyebab yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Staphylococcus pyogenes dan Haemophilus influenza. (Kanski J, 2011) Penegakan diagnosis selulitis orbita dengan gejala klinis yaitu gejala subjektif berupa demam, nyeri pergerakan bola mata, penurunan penglihatan . Gejala objektif berupa mata merah, kelopak sangat edema, proptosis, kemosis, restriksi motilitas bola mata, exophtalmus, peningkatan tekanan intraokular, rinore. Proptosis dan oftalmoplegi adalah tanda cardinal dari selulitis orbita. (Barry, 2011). Penatalaksanaan pada selulitis orbita adalah rawat inap rumah sakit, terapi antimikroba, dekongestan hidung dan vasokonstriktor, pemantauan fungsi saraf optic, dan intervensi bedah. (Kanski J, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

Barry, Seltz L. 2011. Microbiology and Antibiotic Management of Orbital Cellulitis. Pediatric Official Journal of The Academy of Pediatric. viewed 27 Juli 2013, available from <pediatrics.aappublications.org/content/.../2011/02/.../peds.2010-2117.full>

22

Chaundry IA, Rashed WA, Arat YO, 2012, The Hot Orbit : Orbital Cellulitis , Middle East African Journal of Ophtalmology, Vol 19, No.1, january-March 2012, pg 34-42 Choi L et al, 2011, Pathological Diagnosis of Orbital Infections and inflamations, Middle East African Journal of Ophtalmology, Vol 18, No.4, pg 268-276 Harrington et al, 2012, Orbital Cellulitis, viewed 29 Juli 2013, available from <http://emedicine.medscape.com/article/1217858-overview> Hauser A, Fogarasi S, 2010, Periorbital and Orbital Selulitis, Pediatric Official Journal of The Academy of Pediatric Kacar D, Barur C, 2011, The Anatomy of the Orbital Wall and the Preseptal Region: Basic view, Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences 9:1, 15-20, 2011, viewed 27 Juli 2013, available from <www.medicaljournal-ias.org/.../05-KacarWCHAFKOTMR58960.pdf> Kanski J, 2011, Clinical Ophtalmology a Systemic Approach. Philadelphia : Butterworth Heinemann Elsevier. Page : 175-176. Nageswaran S. Orbital Celulitis in children. Pediatric Inf Dis J. Aug 2006; 217-20 Olver J, Cassidy L, 2009, Penilaian Orbita Dasar, dalam : At a glace Ophtalmologi, editor Amalia Safitri, Penerbit Erlangga, Jakarta Schlote T, Rohrbach G, Grueb M, Mielke J, 2006, Pocket Atlas of Ophthalmology, Flexibook, viewed 27 Juli 2013, available from <books.google.co.id> Shields et al, 2008, Eyelid, Conjunctival, and Orbital Tumors: An Atlas and Textbook, Page 454, viewed 29 Juli 2013, available from <books.google.co.id/books?isbn=0781775787> Thomas J et al, 2006, Infection Cellulitis, in Orbit, Eyelids, and Lacrimal System, American Academy of Ophtalmology, 2005-2006, pg 41-44

23

Vaughan, Daniel P Asbury, Taylor. Rundaneva, Paul, 2010, Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika. Hal. 1-5, 265-266.

24

Das könnte Ihnen auch gefallen