Sie sind auf Seite 1von 17

LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN SURGIKAL RUANG 13HCU Bedah WSD (Water Seal Drainage)

Oleh : Nurul Ardlianawati 0910720063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

WATER SEALED DRAINASE (WSD)

1. Definisi

WSD

merupakan

suatu

sistem

drainage yang menggunakan water sealdan bertujuan untuk me-

ngevakuasi cairan atau udara yang ada di cavum pleura ke dalam aliran drainage manual yang dibuat secara tindakan

melalui

bedah.Evakuasi cairan ini bertujuan untuk negatif mempertahankan pada rongga tekanan pleura,

sehingga paru-paru tidak kolaps. Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting untuk memperbaiki

pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif yang dilakukan pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru. WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu kateter/ selang kedalam rongga pleura,rongga thorax,mediastinum dengan maksud untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga tersebut agar mampu mengembang atau ekspansi secara normal.Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung. Konsep fisiologis WSD Paru-paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan negative. Tekanan negative ini dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada untuk mengembang kedepan dan belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan alveolar elastis untuk berkontraksi.Di

antara dua lapisan tersebut terdapat lapisan mikroskopik yang mengikat air antar keduanya.Lapisan tersebut adalah lapisan visceral dan lapisan pleural parietal. Tetesan air yang dimaksud adalah cairan pleura. Terdapat kekuatan yang berlawanan untuk menarik pleura pada arah yang berbeda. Terjadinya tekanan paru negative yang mengikat paru dengan kencang pada dinding dada akan mencegah paru menjadi kolaps.Selama inspirasi, tekanan intrapleura akan menjadi lebih negative. Pada ekspirasi, tekanan menjadi kurang negatif.

2. Indikasi Pemasangan WSD Pemasangan WSD digunakan untuk kasus-kasus trauma thoraks, seperti hemothoraks (terisinya cairan darah pada ronga paru-paru), pneumothoraks (terisinya cairan/udara berlebih pada rongga paru), flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator, dan profilaksis pada pasien trauma thoraks. 1. Pneumothoraks yang disebabkan oleh : a. Spontan > 20 % karena rupture bleb b. Luka tusuk tembus c. Klem dada yang terlalu lama d. Kerusakan selang dada pada sistem drainage 2. Hemothoraks yang disebabkan oleh : a. robekan pleura b. kelebihan antikoagulan c. pasca bedah thoraks 3. Empyema disebabkan oleh : a. Penyakit paru serius b. Kondisi inflamasi 4. Bedah paru karena : a. Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura b. Reseksi segmental. Misalnya : pada tumor paru , TBC c. Lobectomy. Missal : pada tumor paru, abses, TBC d. Pneumektomi. 5. Efusi pleura yang disebabkan oleh : a. Post operasi jantung 3. Tujuan Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( reflux drainage) yang dapat menyebabkan pneumotoraks Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan

mempertahankan tekanannegatif pada intra pleura.

Lokasi Apikal Letak selang pada intercosta III midclavicula Dimasukan secara anterolateral Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

Basal Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

4. Klasifikasi

Macam metode dari WSD : 1. Sistem WSD Botol Tunggal Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang, satu untuk ventilasi udara dan lubang yang lain memungkinkan selang masuk kedalam botol.

Keuntungan : Penyusunan sederhana Memudahkan untuk mobilisasi pasien

Kerugian : Saat melakukan drainage, perlu kekuatan yang lebih besar dari ekspansi dada untukmengeluarkan cairan / udara Untuk terjadinya aliran kebotol, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan dalambotol Kesulitan untuk mendrainage udara dan cairan secara bersamaan.

2. Sistem WSD Dua Botol Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara. Keuntungan : Mampu mempertahankan water seal pada tingkat yang

konstanMemungkinkan observasi dan tingkat pengukuran jumlah drainage yang keluar denganbaik Udara maupun cairan dapat terdrainage secara bersama-sama .

Kerugian : Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara sehingga dapat terjadi kebocoran udara. 3. Sistem WSD Tiga Botol Pada sistem tiga botol, sistem dua botol ditambah dengan satu botol lagi yang berfungsi untuk mengatur / mengontrol jumlah drainage dan dihubungkan dengan suction. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga. Jumlah penghisap didinding yang diberikan botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran-putaran yang lembut gelembung dalam botol. Gelembung

kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan

penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan . Keuntungan : Sistem paling aman untuk mengatur penghisapan

Kerugian : Perakitan lebih kompleks sehingga lebih mudah terjadi kesalahan pada pada perakitandan pemeliharaan Sulit untuk digunakan jika pasien ingin melakukan mobilisasi

4. Sistem WSD sekali pakai / disposable Jenis-jenisnya : a. Pompa penghisap Pleural Emerson Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol. Keuntungan : Plastik dan tidak mudah pecah Kerugian : Mahal Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik. b. Fluther valve Keuntungan :

Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik

Kurang satu ruang untuk mengisi Tidak ada masalah dengan penguapan air Penurunan kadar kebisingan Kerugian :

Mahal Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karenatidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.

c. Calibrated spring mechanism Keuntungan : Mampu mengatasi volume yang besar

Kerugian: Mahal

Perawatan WSD 1. Mengisi bilik water seal dengan air steril sampai batas ketinggian yang sama dengan 2 cmH2O 2. Jika digunakan penghisap,isi bilik control penghisap dengan air steril sampai ketinggian 20 cm atau aesui yang diharuskan 3. Pastikan bahwa selang tidak terlipat,menggulung atau mengganggu gerakan klien 4. Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan pastikan selang tidak tertindih 5. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dan bahu dari sisi yang sakit beberapa kali sehari 6. Dengan perlahan pijat selang,pastikan adanya fluktuasi dari ketinggian cairan dalam bilik WSD yang menandakan aliran masih lancar 7. Amati adanya kebocoran terhadap udara dalam sistem drainage sesuai yang diindikasikanoleh gelembung konstan dalam bilik WSD 8. Observasi dan laporkan adanya pernapasan cepat,dangkal,sianosis, adanya emfisemasubcutan, gejala-gejala hemoragi,dan perubahan yang signifikan pada tanda-tanda vital 9. Anjurkan klien mengambil napas dalam dan batuk pada interval yang teratur dan efektif

10. Jika klien harus dipindahkan kearea lain,letakkan botol dibawah ketinggian dada. Jika selang terlepas,gunting ujung yang terkontaminasi dari selang dada dan selang.Pasangkonektor steril dalam selang dada dan selang ,sambungkan kembali kesistem drainage.JANGAN mengklem WSD selama memindahkan klien. 11. Ganti botol WSD setiap tiga hari atau bila sudah penuh,catat jumlah cairan yang dibuang. 12. Cara mengganti Botol : a. Siapkan set baru.Botol yang berisi aquabides ditambahkan dengan disinfektan b. Selang WSD diklem dulu c. Ganti botol WSD dan lepaskan klem d. Amati adanya undulasi dalam selang WSD Indikasi Pelepasan Selang WSD : Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan : Tidak ada undulasi, namun perlu hati-hati karena tidak adanya undulasi juga salah satu tanda yang menyatakan kondisi motor suction tidak jalan, selang tersumbat /terlipat atau paru memang sudah benar-benar mengembang. Tidak ada cairan keluar Tidak ada gelembung udara yang keluar Tidak ada kesulitan bernapas Dari foto rontgent menunjukan tidak ada cairan atau udara Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang.

CEDERA KEPALA 1. Definisi dan Klasifikasi Cedera kepala merupakan cedera mayor yang terdiri dari 3 klasifikasi utama berdasarkan organ yang mengenai, yaitu: cedera kulit kepala (scalp), cedera tulang tengkorak, dan cedera otak. Cedera kepala adalah mekanisme trauma pada kepala yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan isi intracranial dan dapat berpengaruh pada kerusakan otak. Cedera kepala dibagi menjadi 2 berdasarkan fase terjadinya. Yaitu cedera kepala primer dan sekunder. Cedera kepala primer adalah cedera kepala yang terjadi dari mekanisme injuri tertentu pada saat pertama kali/ awitan, dan langsung bermanifestasi pada organ kepala, seperti contusio (memar pada permukaan otak), laserasi, penetrasi benda tertentu. Sedangkan cedera kepala sekunder adalah manifestasi kelanjutan akibat mekanisme injuri yang terjadi, seperti perdarahan intraserebral atau edema otak.

Gambar 1Cedera scalp &tulang tengkorak

Gambar 2. Cedera otak (Hemoragi Intracranial)

Cedera kepala juga diklasifikasi berdasarkan level kesadaran GCS (Glasgow Coma Scale):

Berdasarkan table di atas (disadur dari Smeltzer and Barre, 2010), cedera kepala berat adalah cedera kepala dengan GCS 8, sedangkan cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS 9-12, cedera kepala ringan dengan GCS 13-15. 2. Etiologi Penyebab cedera kepala sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kekerasan, jatuh, dan terjadi pada usia produktif. Hantaman benda tumpul pada area kepala, dapat menyebabkan akselerasi dan deselerasi. 3. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang terjadi bergantung pada derajat keparahan cedera kepala setelah terjadi mekanisme trauma. Beberapa tanda seperti berikut biasanya ditemui pada pasien dengan cedera kepala:

Penurunan level kesadaran Adanya perdarahan pada nasal, faring, telinga, ekimosis di bawah mastoid (battle sign).

Hallo signpada balutan kepala, mengindikasikan terjadinya rembesan cairan serebrospinal

(disadur dari Smeltzer and Barre, 2010)

4. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan Cidera kepala TIK - oedem - hematom Respon biologi Hypoxemia Kelainan metabolisme Cidera otak primer Kontusio Laserasi Kerusakan sel otak Cidera otak sekunder

Gangguan autoregulasi

rangsangan simpatis

Stress

Aliran darah keotak

tahanan vaskuler

katekolamin

Sistemik & TD sekresi asam lambung

O2 gangguan metabolisme

tek. Pemb.darah Pulmonal

Mual, muntah

Asam laktat

tek. Hidrostatik

nutrisi < kebutuhan

Oedem otak

kebocoran cairan kapiler

Gangguan perfusi jaringan Cerebral

oedema paru cardiac out put

penurunan curah jantung

bersihan jalan napas inefektif Difusi O2 terhambat

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea

5. Pemeriksaan Penunjang CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. 6. Pengkajian Keperawatan BREATHING Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi),

cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

BLOOD: Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

BRAIN Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

BLADER Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

BOWEL Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot. 7. Tujuan Rencana Intervensi (NOC) Bersihan jalan napas inefektif Ronkhi berkurang atau tidak ada RR (12-20x menit) pH darah (7,35-7,45) SaO2 (95-100%)

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral GCS klien tidak stupor (>8) ICP dalam nilai normal (10-15 cm H2O) TD dalam batas normal (90-120/60-80 mmHg)

Penurunan curah jantung Memperbaiki/mempertahankankardiak output Tekanandarahsistolikdandiastolikdalambatas normal (S: 90-120, D: 7080); nadiperiferdalambatas normal (60-100); balance cairan (+) 8. Intervensi Keperawatan (NIC) Manajemen edema serebral Monitor status neurologis Kaji perubahan TIK Monitor status pernapasan Posisikan head of bed 30 Kolaborasi antikonvulsan Atur ventilator untuk menjaga PaCO2 pada level normal Monitor intake dan output

Manajemen jalan napas Auskultasi suara napas Lakukan suction Lakukan nebulizer Monitor pola napas Kaji kepatenan ventilator

Cardiac care activity Monitor hasil lab elektrolitpasien Membatasiaktivitasklien, termasukdalampemenuhan ADL Mengajaripasienlatihanpernapasan rileksasiekstremitas. (respirasisecarapelan-pelan),

Daftar Pustaka Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi ed 3. Jakarta: EGC. Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications 2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell. Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC. Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier. Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing.

Philadelphia : Davis Comp. Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Davis Comp.

Das könnte Ihnen auch gefallen