Sie sind auf Seite 1von 10

Haris Dianto Darwindra

240210080133
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
A. HASIL PENGAMATAN
1. Penetapan Kadar Magnesium
Kelompok Vol. EDTA 0.1 M Vol. Magnesium
7
8
9
10
11
12
10.7 ml
11.3 ml
14.1 ml
12 ml
11.3 ml
11.3 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
2. Penetapan Kadar Kalsium
Kelompok Vol. EDTA 0.01 M Vol. Magnesium
7
8
9
10
11
12
10.7 ml
11.3 ml
14.1 ml
12 ml
11.3 ml
11.3 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
B. PERHITUNGAN
1. Penetapan Kadar Magnesium
=
+ + + + +
6
=
1u.7 + 11.S +14.1 +12 +11.S +11.S
6
= 11.78
=
=
Haris Dianto Darwindra
240210080133
1u = 11.78 u.1
=
=
11.78 u.1
1u
= u.12
= 1
= 11.78 2.4S2
= 28.69
2. Penetapan Kadar Kalsium
=
+ + + + +
6
=
1u + 1u +1u.4 +11.1 +1u.S +1u.2
6
= 1u.S
=
=
1u = 1u.S u.1
=
=
1u.S u.1
1u
= u.1uS
= 1
= 1u.S u.4uu8
= 4.12
Haris Dianto Darwindra
240210080133
BAB V
PEMBAHASAN
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk
hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya
dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks,
sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi
kompleksometri :
Ag
+
+ 2 CN
-
Ag(CN)
2
Hg
2+
+ 2Cl
-
HgCl
2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau
molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal
pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan,
dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H
2
O)
n
+ L = M(H
2
O)
(n-1)
L + H
2
O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
Haris Dianto Darwindra
240210080133
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai
dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.
Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY
-
.
Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi
dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca,
Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi
kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda
dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T;
pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN,
zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan
kimia adala ion sianida, CN
-
, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks
yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida
membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan dengan ion nikel
membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion
sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara
bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival,
1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam
dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna
harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah
berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu
Haris Dianto Darwindra
240210080133
haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator
logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak
akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam
itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar
pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator
logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna
antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga
mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap
pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12,
Mg(OH)
2
akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca
2+
dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari
dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam
membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam.
Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan
murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya
EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium
(Harjadi, 1993).
Dalam praktikum ini akan membahas mengenai penentuan berat EDTA pada
magnesium dan kalsium.
1. Penetapan Kadar Magnesium
Pada percobaan penetapan kadar magnesium, digunakan prinsip titrasi
langsung, yaitu titrasi yang dilakukan pada uji yang mengandung ion logam yang
didapat pada pH tertentu. Pada percobaan, digunakan larutan buffer dengan pH
10. Fungsi dari larutan buffer ini adalah untuk mencegah terjadinya perubahan pH
yang diakibatkan oleh terbentuknya ion H
+
. Jika penggunaan larutan buffer adalah
dengan pH dibawah 8, maka indikator dalam titrasi tidak akan berjalan dengan
Haris Dianto Darwindra
240210080133
efisien. Dengan larutan buffer pH 10, maka akan diperoleh kadar Mg. selama
titrasi. Ion H
+
selalu terjadi pada titrasi kompleksometri akibat ion logam yang
bereaksi dengan Na
2
H
2
Y. Kemudian, pada langkah selanjutnya, ditambahkan
indikator EBT (Eriochrom Black T) untuk menentukan titik akhir titrasi. Inidkator
EBT merupakan salah satu indikator logam range pH 7-11, dengan pK
2
= 6,9 dan
pK
3
= 11,5 (Khopkar S.M, Analisis Kima Kuantitatif). Setelah itu, dilakukan
titrasi dengan menggunakan larutan EDTA 0,1 M sampai terjadi perubahan warna
dari merah menjadi biru. Konsentrasi EDTA yang digunakan dapat berpengaruh
pada penentuan kadar Mg, karena besar konsentrasi tersebut sama dengan berat
larutan logam tersebut, yang nantinya akan berpengaruh di dalam proses
perhitungan kadar Mg.
Setelah dilakukan percobaan, maka didapatkan hasil pengamatan, serta
perhitungan kadar Mg, yaitu sebagai berikut :
1ml EDTA 0,1 M 2,432 mg Mg
=
+ + + + +
6
=
1u.7 + 11.S +14.1 +12 +11.S +11.S
6
= 11.78
= 1
= 11.78 2.4S2
= 28.69
Jadi, kadar Mg 28.69 mg atau 2.869 g.
Pada titrasi, pengaruh pH dalam perubahan warna dapat dirumuskan sebagai
berikut : -
H+ -H+
H
2
In
-
Hin
2-
In
3-
Merah pH 6-7 biru pH 11-12 Jingga
Bila rumus EDTA dinyatakan sebagai H
4
Y pada pH 5, spesies yang paling
dominan adalah H
2
Y. Pada lingkungan pH tersebut, reaksi pembentukan EDTA
dengan ion logam polivalen Magnesium adalah sebagai berikut:
Mg
2+
+ H
2
Y Mg(Y)
2-
+ 2 H
+
Haris Dianto Darwindra
240210080133
Pada reaksi pembentukan kompleks tersebut, proses penghitungan berbeda
dengan titrasi yang sebelumnya dilakukan seperti titrasi asam basa. 1 mol ion
metal selalu bereaksi dengan mol EDTA. Selain itu terjadi reaksi bolak-balik dan
kearah pembentukkan kompleks logam disertai pelepasan ion hidrogen.
Mn
+
+ H
2
Y My(Y)
n-4
+ 2 H
+
Titrasi harus dilakukan pada daerah pH tertentu dimana kompleks stabil atau
tidak terjadi endapan hidroksida dari metal yang bersangkutan. Untuk mencegah
endapan hidroksida dari logam tersebut dapat ditambahkan pembentuk kompleks
pembantu seperti tartat atau trietanolamin.
Teknik yang umum digunakan dalam penentuan titik akhir titrasi ini
dilakukan dengan cara visual menggunakan indikator pembentuk kompleks yaitu
indikator EBT. Dari hasil titrasi dengan 10 ml Mg, diperlukan 11,78 ml EDTA,
sehingga diperoleh bahwa kadar magnesium yang ada dalam larutan adalah 28.69
mg atau 2.869 g.
2. Penetapan Kadar Kalsium
Pada praktikum penetapan kadar Ca, prosedur kerja yang dilakukan hampir
sama dengan penatapan kadar Mg. Ca merupakan logam yang termasuk ke dalam
golongan II A, yaitu golongan logam alkali tanah, sama halnya seperti Mg. Pada
prosedur, dapat dilihat bahwa larutan ion Ca
2+
ditambahkan dengan akuades, dan
larutan buffer, serta larutan kompleks MgEDTA 0,1 M. Larutan kompleks
MgEDTA tersebut berfungsi sebagai masking agent. Masking agent adalah
larutan yang dapat menyembunyikan logam akibat kompleks yang kuat.
Kadangkala kompleks yang terlalu kuat terbentuk dengan EBT pada titrasi
langsung. Kemudian bila sebaliknya, kompleks logam indikator adalah lemah,
maka EDTA dapat ditambahkan berlebih, kemudian dititrasi balik dengan larutan
standar. Bila MgEDTA ditambahkan pada larutan Ca
2+
, maka akan diperoleh
Ca(EDTA)
2
dan Mg
2+
bebas, yang kemudian dapat membentuk kompleks
berwarna dengan EBT yang dititrasi dengan titran EDTA. Oleh karena itu, pada
saat penambahan EDTA, harus diperhatikan pH larutan, maupun masking agent-
nya.
Haris Dianto Darwindra
240210080133
Pada percobaan, digunakan larutan buffer dengan pH 10. Fungsi dari larutan
buffer ini adalah untuk mencegah terjadinya perubahan pH yang diakibatkan oleh
terbentuknya ion H
+
. Jika penggunaan larutan buffer adalah dengan pH dibawah
8, maka indikator dalam titrasi tidak akan berjalan dengan efisien. Dengan larutan
buffer pH 10, maka akan diperoleh kadar Ca selama titrasi. Ion H
+
selalu terjadi
pada titrasi kompleksometri akibat ion logam yang bereaksi dengan Na
2
H
2
Y.
selanjutnya, ditambahkan komleks MgEDTA sebanyak 0.5 ml, fungsi
penambahan ini yaitu untuk mempertajam waranya. Kemudian, pada langkah
selanjutnya, ditambahkan indikator EBT (Eriochrom Black T) untuk menentukan
titik akhir titrasi. Inidkator EBT merupakan salah satu indikator logam range pH
7-11, dengan pK
2
= 6,9 dan pK
3
= 11,5 (Khopkar S.M, Analisis Kima
Kuantitatif). Setelah itu, dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan EDTA
0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
Konsentrasi EDTA yang digunakan dapat berpengaruh pada penentuan kadar Ca,
karena besar konsentrasi tersebut sama dengan berat larutan logam tersebut, yang
nantinya akan berpengaruh di dalam proses perhitungan kadar Ca.
Setelah melakukan titrasi dengan EDTA 0,01 M, maka didapat volume
EDTA yang terpakai, serta perhitungan kadar Ca yaitu sebagai berikut :
=
+ + + + +
6
=
1u + 1u +1u.4 +11.1 +1u.S +1u.2
6
= 1u.S
= 1
= 1u.S u.4uu8
= 4.12
Jadi kadar Ca yang didapat yaitu 4.12 mg.
Kesalahan titrasi kompleksometri tergantung pada cara yang dipakai untuk
mengetahui titik akhir. Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang
pertama ditunjukkam atau berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai
batas yang ditentukan, dideteksi.
Haris Dianto Darwindra
240210080133
BAB VI
KESIMPULAN
Pada percobaan penetapan kadar magnesium, digunakan prinsip titrasi
langsung.
Fungsi dari larutan buffer adalah untuk mencegah terjaidnya perubahan pH
akibat oleh terbentuknya ion H
+
.
Indikator EBT dapat digunakan dalam penetapan kadar magnesium dan
kalsium.
Larutan kompleks MgEDTA pada penentuan kadar kalsium berfungsi sebagai
masking agent.
Pada saat penambahan EDTA, harus diperhatikan pH larutan, maupun
masking agent-nya.
Kadar Mg adalah 2.869 g.
Kadar Ca adalah 4.12 mg.
Haris Dianto Darwindra
240210080133
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Day, R. A, Jr dan A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen