Sie sind auf Seite 1von 19

PELANGGARANASUMSIANALISISRAGAMDANPENANGANANNYA

Oleh Edizon Jambormias Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, 11 Oktober 2011 Asumsi Analisis Ragam dan Diagnosis Sisaan Terdapat asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis ragam, yaitu epsilon menyebar normal dan bebas di sekitar nilai tengah 0 dengan ragam yang sama. Untuk mengetahui apakah asumsi ini terpenuhi, diperlukan analisis sisaan (residual analysis) dan beberapa uji formal untuk mendiagnosis apakah data yang dikoleksi cocok (fit) dengan model rancangan yang digunakan dalam analisis data. Deteksi pelanggaran terhadap asumsi dapat dilakukan melalui diagnosis eksploratif dan/atau inferensia. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi keadaan-keadaan sebagai berikut: (1) adanya korelasi antar galat (autokorelasi), (2) keheterogenan ragam galat, dan (3) galat tidak menyebar normal. Dari diagnosis mungkin teridentifikasi adanya data respons yang patut diwaspadai sebagai pengamatan-pengamatan takbiasa (unusual observation), yaitu mungkin sebagai pencilan-pencilan (outlayers) dan/atau sebagai pengamatan-pengamatan yang berpengaruh besar terhadap pola hubungan antara peubah respons dengan peubah-peubah dari kelas peubah percobaan (experimental variables) dan/atau kelas peubah pengendalian (control variables) (Musa, 1999). Terjadinya pelanggaran asumsi membutuhkan verifikasi model melalui transformasi data atau melalui analisis kuadrat terkecil terboboti (weighted least square). Diagnosis Data Sebagian besar analisis sisaan mengandalkan eksplorasi grafis untuk mendiagnosis kecocokan model terhadap data yang dikoleksi. Dua nilai penting, selain nilai amatan, yang dibangkitkan dari model dan sering digunakan dalam mendiagnosis data adalah nilai suaian (fittted) dan sisaan (residual) dari model linier yang digunakan. Untuk teladan yang menggunakan rancangan acak lengkap berblok, nilai suaian dan sisaan masing-masing dihitung menurut Persamaan: ij = i. + . j + .. y
ij = y ij y ij e

Data bobot biji (gram/tanaman) dari beberapa varietas kacang hijau dalam rancangan lingkungan rancangan acak lengkap berblok (randomized completely block design), digunakan dalam diagnosis data berbasis analisis ragam (Tabel 1). Untuk kemudahan diagnosis, nilai amatan pada Tabel 1 disajikan kembali bersama-sama dengan nilai suaian dan sisaan pada Tabel 2 (Minitab Inc., 2003). Tabel ini merupakan contoh jendela worksheet Minitab (lembaran kerja) yang berisi struktur data pada Tabel 1 serta hasil perhitungan nilai sisaan dan suaian sesuai kedua persamaan di atas. Worksheet bersama-sama dengan command session merupakan menu primer Minitab. Worksheet berfungsi untuk meletakkan dan mengedit data, sedangkan command session merupakan layar untuk menjalankan manipulasi data, analisis data dan menampilkan hasil analisis.

Tabel 1. Bobot biji (gram/tanaman) dari 5 varietas kacang hijau dalam rancangan lingkungan rancangan acak lengkap berblok Kelompok Genotipe 1 2 3 4 5 A 26 3 16 12 10 B 13 18 13 19 19 C 15 19 19 20 20 D 20 26 23 20 24 E 8 11 12 16 12 Tabel 2. Tampilan worksheet Minitab dengan contoh struktur data rancangan acak lengkap berblok, nilai amatan, suaian dan sisaan bobot biji dari 5 varietas kacang hijau pada Tabel 1.

Diagnosis eksploratif korelasi antar galat Deteksi korelasi antar galat dilakukan untuk menguji kebebasan galat. Diagnosis eksploratif dilakukan dengan memperhatikan adatidaknya pola yang terbentuk pada plot antara sisaan dengan urutan pengamatan, pencacahan atau petak-petak berurutan (run). Jika informasi ini tidak tersedia, Musa (1999) memberikan contoh penggunaan plot sisaan terhadap nilai amatan. Bila plot sisaan berbentuk acak dan tidak membentuk suatu pola, maka asumsi kebebasan galat terpenuhi. Gambar 1.a. menyajikan pola sebaran berbentuk acak, sedangkan Gambar 1.b. menyajikan pola sebaran berpola linier yang menunjukkan adanya korelasi antar galat. Untuk Teladan Tabel 2, karena tidak tersedia informasi run, maka eksplorasi korelasi antar galat menggunakan plot sisaan terhadap nilai amatan sebagaimana disajikan pada Gambar 2, yang memperlihatkan adanya kecenderungan korelasi antar galat, yang diindikasikan oleh kecenderungan hubungan linear antara sisaan dan nilai amatan.

(a)

(b)

Gambar 1.

Plot sisaan terhadap urutan pengamatan yang bersifat acak dan tidak menunjukkan pola tertentu (a), dan yang menunjukkan pola tertentu dan tidak acak (b)

Ekplorasi lebih mendalam berbasis genotipe dan kelompok disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Eksplorasi berbasis genotipe memperlihatkan adanya korelasi tersebut pada setiap varietas, dengan varietas A memberikan kontribusi terbesar terhadap adanya korelasi antar galat percobaan, karena menghasilkan sebaran kecenderungan linear yang paling besar dibandingkan dengan 4 varietas lainnya (Gambar 3). Sedangkan eksplorasi berbasis kelompok memperlihatkan kecenderungan eksponensial pada Kelompok 1, linear pada kelompok 2, serta kuadratik pada Kelompok 4 dan Kelompok 5 (Gambar 5). Inferensia korelasi antar galat Analisis korelasi memperlihatkan adanya korelasi nyata antara nilai sisaan dan amatan sebesar 0.7, yang nyata pada peluang 0.000 (lihat Lampiran 1). Hasil ini memperkuat analisis eksploratif pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4, dan mengindikasikan ketakbebasan galat.

Gambar 2. Plot sisaan terhadap nilai amatan berdasarkan data Tabel 2

Gambar 3.

Plot sisaan masing-masing kelompok terhadap nilai amatan data Tabel 2 untuk setiap varietas

Gambar 4. Plot sisaan masing-masing genotipe terhadap nilai amatan data Tabel 2 untuk setiap kelompok Deteksi Eksploratif Keheterogenan ragam galat Asumsi kehomogenan ragam galat terpenuhi atau ragam galat konsisten apabila plot sisaan terhadap nilai suaian atau terhadap perlakuan tidak menunjukkan adanya suatu pola tertentu. Jika plot menunjukkan kecenderungan linier atau non-linier, bentuk terompet, corong atau ketupat belah, dan sebagainya (Gambar 5a, 5b dan 5c), maka asumsi kehomogenan ragam galat tidak dapat dipenuhi, atau terjadi keheterogenan ragam galat. Namun bila plot tersebut cenderung acak (Gambar 5d), maka asumsi kehomogenan ragam galat terpenuhi. Akan tetapi, apabila plot cenderung acak, tetapi terdapat titik-titik yang letaknya ekstrim dari garis sisaan = 0, maka juga terjadi pelanggaran asumsi. Eksplorasi kehomogenan ragam galat untuk Teladan Tabel 2 mengindikasikan pola sebaran acak, namun terdapat adanya pencilan (outlayers), yaitu varietas A pada kelompok 1 dan 2. Keadaan ini juga mengindikasikan terjadinya keheterogenan ragam galat (Gambar 6). Eksplorasi lebih mendalam memperlihatkan varietas A cenderung heterogen bila dibandingkan dengan varietas lainnya karena memiliki rentang paling luas dalam grafik (Gambar 7), dan keheterogenan tersebut berasal dari kelompok 1 dan kelompok 2 yang juga menghasilkan rentang paling luas (Gambar 8).

Gambar 5.

Plot sisaan terhadap suaian yang mengindikasikan keheterogenan (a, b dan c,) dan kehomogenan (d) ragam galat

Gambar 6. Plot sisaan terhadap suaian berdasarkan data Tabel 2

Gambar 7. Plot sisaan masing-masing kelompok terhadap suaian data Tabel 2 untuk setiap varietas

Gambar 8.

Plot sisaan masing-masing varietas terhadap suaian data Tabel 2 untuk setiap kelompok

Eksplorasi lebih lanjut dengan dengan diagram kotak garis memperlihatkan terdapat satu pencilan atas, dan ekor sebaran bawah yang cenderung panjang sehingga tak simetris (Gambar 9a). Eksplorasi berdasarkan genotipe juga memperlihatkan Varietas A sangat heterogen,

sedangkan Varietas C sangat homogen (Gambar 9b), sedangkan eksplorasi berdasarkan kelompok memperlihatkan Kelompok 1 sangat heterogen sedangkan kelompok 3 dan 5 sangat homogeny (Gambar 9c).

Gambar 9.

Boxplot sisaan bobot biji rancangan acak lengkap berblok, dan berdasarkan masing-masing varietas dan kelompok berdasarkan data Tabel 2

Inferensia Keheterogenan Ragam Galat Uji formal untuk inferensia terhadap kehomogenan ragam galat dapat menggunakan beberapa uji, diantaranya uji Bartlett, uji Levene dan selang kepercayaan (1-)100% Benferoni. Diantara uji-uji ini, Uji Bartlett tergolong peka sehingga sering digunakan dalam analisis. Uji Bartlett ini memanfaatkan ragam dalam masing-masing perlakuan atau keragaman antar ulangan/blok dari masing-masing perlakukan atau kombinasi taraf faktor, dan ragam antar perlakuan atau rerata ragam intra perlakuan untuk diuji kehomogenannya berdasarkan sebaran 2 (chi-square). Nilai ragam ini kemudian dinormalkan menggunakan logaritma berbasis 10 dan faktor koreksi, sehingga bila keragaman antar perlakuan berbeda nyata, maka dapat dipastikan bahwa data yang didiagnosis mengandung keheterogenan ragam galat. Uji bartlett dihitung berdasarkan perasamaan:
2 terkoreksi = 2.3026

FK dengan db = t 1, untuk t = ukuran perlakuan.

dimana: 2 = ( N t ) log10 st2 (ri 1) log10 st2i


i

dengan: N = ukuran data (banyaknya keseluruhan data amatan); t = ukuran perlakuan; s t2 = ragam antar perlakuan = FK = 1 +

(r 1)s
i i

2 ti

N t

, dan s t2i = ragam intra perlakuan.

1 1 1 3(t 1) ( N 1) ( N t ) Hasil analisis kehomogenan ragam galat yang menggunakan Uji Bartlett memperlihatkan adanya keheterogenan ragam galat yang berasal dari Perlakuan A, nyata pada peluang 0.028 (Gambar 10a). Di lain pihak, bila analisis dilakukan terhadap kelompok, menunjukkan adanya keheterogenan ragam galat, namun tidak nyata, karena jatuh pada peluang 0.469 (Gambar 10b). Hasil ini mengindikasikan adanya ketidak konsistenan ragam galat percobaan yang bersumber

dari varietas yang digunakan. Hasil ini mengindikasikan kemungkinan varietas A secara genetik masih beragam.

Gambar 10. Selang kepercayaan 95% Benferroni serta Hasil Uji Barttlet dan Levene terhadap kehomogenan ragam galat percobaan Deteksi eksploratif dan inferensia galat tidak menyebar normal Deteksi kenormalan data dapat menggunakan analisis eksploratif plot antara sisaan dengan skor kenormalan. Jika antara sisaan dan skor kenormalan cenderung linier, maka galatgalat diasumsikan menyebar normal. Namun bila sulit untuk menentukan kecenderungan linearitas berdasarkan plot eksploratif ini, maka deteksi secara inferensia dapat menggunakan pengujian Anderson-Darling, Ryan-Joiner atau Kolmogorov-Smirnov (Minitab Inc., 2003), dengan menggunakan plot sisaan pada nilai peluang kenormalan untuk sisaan (Musa, 1999). Deteksi eksploratif kenormalan data secara eksploratif menggunakan perintah Minitab memperlihatkan kecenderungan sisaan tidak menyebar normal (Gambar 11a), sedangkan pengujian formal dengan uji Anderson-Darling memberikan inferensia yang memperkuat analisis eksploratif (Gambar 11b). Hasil analisis eksploratif ini sudah cukup membawakan peneliti untuk mengambil kesimpulan bahwa ragam galat tidak menyebar normal, tanpa perlu dilanjutkan dengan pengujian inferensia. Hal ini karena analisis eksploratif dapat ditampilkan serempak bersamaan dengan keluaran analisis ragam. Pengujian inferensia baru dilakukan apabila terdapat kesulitan untuk menginterpretasi analisis eksploratif. Namun untuk teladan ini, sekedar ditunjukkan hasil pengujian Anderson-Darling pada Gambar 10b. Jika P[AD > A 2 hitung ] < , maka dapat diputuskan bahwa galat-galat tidak menyebar normal (Musa, 1999). Karena [AD = 0.776] jatuh pada peluang [nilai-P = 0.038] yang lebih kecil dari [ = 0.05], maka dapat disimpulkan bahwa data tidak menyebar normal. Tindakan Remedial untuk Memenuhi Asumsi Kesahihan Inferensia Bila Terjadi Pelanggaran Asumsi Kesahihan analisis data berdasarkan suatu model aditif linier, baik dalam analisis ragam maupun analisis regresi, baru dapat diakui apabila asumsi-asumsi yang mendasari analisis data berdasarkan model itu terpenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah (1) pengaruh perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, dan (2) galat percobaan bersifat acak, menyebar bebas dan normal di

sekitar nilai tengah dengan ragam sama [~NID(0, 2 ). Hipotesis nol (H0) adalah benar apabila Perlakuan F = KT KT Galat menyebar menurut sebaran F. Akan tetapi apabila terjadi pelanggaran kedua asumsi di atas, akan terjadi pengujian hipotesis yang tidak masuk akal, dimana adanya galat sistematik dalam KT Galat yang dapat mengakibatkan H0 diterima padahal tidak menyebar F. Bila keadaan ini berlangsung, maka akan terjadi perubahan taraf nyata (level of significance) maupun kepekaan F atau t terhadap penyimpangan sesungguhnya dari H0. Namun kebanyakan untuk data biologi, menunjukkan bahwa gangguan yang terjadi karena tidak dipenuhinya asumsiasumsi di atas tidak terlalu serius (Steel, Torrie dan Dickey, 1996).

Gambar 11.

Analisis eksploratif dan inferensia sebaran normal galat percobaan

Pengaruh multiplikatif yang menyebabkan ketakaditifan dalam data sebenarnya merupakan penyebab utama keheterogenan galat percobaan (ragam masing-masing taraf perlakuan tidak sama). Komponen ragam galat yang disumbangkan berbagai pengamatan tidak menduga ragam yang sama. Ragam galat gabungan yang diperoleh sedikit tidak efisien untuk

selang kepercayaan dan pengujian hipotesis pengaruh perlakuan, dan dapat memberikan tingkat nyata yang palsu untuk pembandingan nilai tengah perlakuan tertentu, tetapi tingkat nyata bagi uji F yang mencakup semua nilai tengah perlakuan hanya dipengaruhi sedikit (Steel, Torrie dan Dickey, 1996). Ini menunjukkan statistik F bersifat lebih tegar (robust) bila dibandingkan dengan pembandingan berganda antar pasangan perlakuan. Statistik F memiliki ketegaran maksimal terhadap ragam taksama asalkan ukuran-ukuran contoh masing-masing taraf perlakuan relatif sama. Keadaan inilah yang menyebabkan terkadang analisis ragam tidak menunjukkan pengaruh perlakuan, tetapi pembandingan nilai tengah antar pasangan perlakuan memperlihatkan keadaan sebaliknya, dimana antara taraf perlakuan tertentu menujukkan pengaruh yang nyata. Ketegaran F ini cukup baik pada model ANOVA tetap, tetapi pada model acak, ragam tidak sama bisa berpengaruh besar terhadap inferensia mengenai komponen ragam, bahkan walaupun ukuran-ukuran contohnya sama sekalipun (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997). Ketidakbebasan suku-suku galat akibat adanya autokorelasi, bisa berpengaruh serius terhadap inferensia di dalam analisis ragam, baik untuk model tetap maupun acak (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997). Korelasi antar galat dapat terjadi dalam percobaan lapang, dimana respons tanaman dari petak-petak yang berdekatan cenderung lebih mirip dari pada petak-petak yang berjauhan. Urutan pengamatan pencacah atau pengamatan dengan beda pencacah juga merupakan sumber utama terjadinya korelasi antar galat. Korelasi akan terjadi antara petak-petak yang berdekatan atau antara data yang diperoleh dari pencacah yang sama atau berurutan. Perlakuan yang diberikan pada satuan percobaan secara acak, urutan pengamatan yang dilakukan secara acak, atau penggunaan pencacah yang sedikit dapat meminimalisir korelasi antar galat. Pengaruh proses pengacakan adalah agar galat-galat itu bebas satu sama lainnya (Steel, Torrie dan Dickey, 1996). Penggunaan ukuran contoh yang besar juga dapat meminimalisir pengaruh korelasi antar galat (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997). Ketaknormalan juga bukan merupakan masalah penting pada model tetap asalkan penyimpangan dari kenormalan itu tidak terlalu ekstrim. Kurtosis sebaran galat (puncak kurva sebaran) yang lebih tinggi atau lebih rendah dari sebaran sebenarnya memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap inferensia bila dibandingkan dengan kemenjuluran (skewness). Uji F dan pembandingan nilai tengah memiliki ketegaran dan hanya terpengaruh sedikit terhadap penyimpangan dari ketaknormalan. Misalnya, taraf nyata yang digunakan bagi sebaran galat normal adalah 0.05, sedangkan bila sebaran data tidak normal, mungkin 0.04 atau 0.065 (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997), atau bahkan 0.07 atau 0.08 (Steel, Torrie dan Dickey, 1996). Ini artinya yang sering terjadi adalah taraf nyata yang dicapai akibat datanya tak normal sedikit lebih besar daripada yang ditetapkan. Dalam hal ini keputusan yang diambil mengakibatkan peluang menolak H0 padahal H0 benar lebih besar, atau dikatakan berbeda nyata padahal sesungguhnya tidak berbeda (Steel, Torrie dan Dickey, 1996). Untuk model acak, pendugaan titik bagi komponen ragam masih tidak berbias, namun koefisien kepercayaan sesungguhnya bagi dugaan selang mungkin berbeda cukup jauh dari yang sebenarnya (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997). Tindakan Remedial Bila diagnosis data mengindikasikan terjadinya pelanggaran serius terhadap asumsi, maka beberapa pilihkan tindakan remedial dapat dilakukan. (1) memodifikasi modelnya, (2) melakukan transformasi terhadap data, dan (3) menggunakan uji non parametrik seperti uji median atau Kruskal-Wallis.

Modifikasi Model Modifikasi model dapat dilakukan apabila diketahui sumber keragaman inheren dalam data. Beberapa diantaranya adalah analisis peragam, analisis ragam terboboti dengan model linear terampat (generalized linear models), dan analisis ragam model linear terampat dengan pemangkasan pencilan. Analisis peragam untuk menurunkan keheterogenan ragam galat mengalokasikan keragaman inheren menjadi suatu peubah konkomitan. Contoh klasik adalah pengaruh perlakuan ransum terhadap bobot ternak, dimana peubah konkomitannya adalah bobot awal sapi sebelum mendapat perlakuan. Namun untuk contoh data di sini, kondisi ini tidak diketahui sehingga tidak diulas lebih lanjut. Pendekatan modifikasi model lainnya adalah dengan menggunakan analisis ragam terboboti model linear terampat dengan simpangan baku taraf faktor yang mengalami heteroskedatisitas (ragam galat takhomogen) sebagai pembobot. Pembobotan dengan simpangan baku efektif apabila dapat meningkatkan koefisien determinasi model. Jika peningkatan koefisien determinasi model tidak terlalu baik, sebaiknya gunakan metode remedial yang lain. Untuk teladan data yang dianalisis, sumber heteroskedatisitas berasal dari varietas, sehingga simpangan baku masing-masing varietas dapat dijadikan sebagai pembobot dalam analisis ragam terboboti model linear terampat (Tabel 3). Tabel 3.
Row 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Genotipe A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E

Struktur perlakuan (genotipe), peubah amatan dan ragam masing-masing genotipe untuk analisis ragam terboboti model linear terampat
Kelompok 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 Bobot Biji 26 13 15 20 8 3 18 19 26 11 16 13 19 23 12 12 19 20 20 16 10 19 20 24 11 StDev1 6.87750 6.87750 6.87750 6.87750 6.87750 8.73499 8.73499 8.73499 8.73499 8.73499 4.50555 4.50555 4.50555 4.50555 4.50555 3.43511 3.43511 3.43511 3.43511 3.43511 6.05805 6.05805 6.05805 6.05805 6.05805

Analisis ragam model linear terampat dan pembandingan berganda menggunakan uji BNJ sebelum- dan sesudah pembobotan dengan simpangan baku masing-masing varietas disajikan pada Tabel 4 dan 5. Hasil analisis ragam memperlihatkan terjadi peningkatan koefisien determinasi model dari 49.58% sebelum pembobotan, menjadi 50.03% setelah pembobotan.

Hasil uji normalitas Anderson-Darling (tidak ditampilkan disini) juga meningkatkan kenormalan (dari AD = 0.776 pada peluang 0.038 sebelum pembobotan menjadi AD = 0.753 pada peluang 0.043 setelah pembobotan) Namun peningkatan ini sangat kecil, dan cenderung meningkatkan ragam galat secara keseluruhan. Disamping itu, inferensia kedua model, termasuk pembandingan berganda tidak menunjukkan perbedaan. Oleh sebab itu, analisis ragam terboboti model linear terampat belum dapat memperbaiki kohomogenan ragam galat dan diperlukan pendekatan remedial yang lain. Tabel 4. Analisis ragam model linear terampat dan pembandingan berganda menggunakan uji BNJ sebelum pembobotan dengan simpangan baku masingmasing varietas

Analysis of Variance for Bobot Biji, using Adjusted SS for Tests Source Kelompok Genotipe Error Total DF 4 4 16 24 Seq SS 10.64 376.24 393.36 780.24 Adj SS 10.64 376.24 393.36 Adj MS 2.66 94.06 24.59 F 0.11 3.83 P 0.978 0.023

S = 4.95833

R-Sq = 49.58%

R-Sq(adj) = 24.38%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Genotipe D C B A E N 5 5 5 5 5 Mean 22.6 18.6 16.4 13.4 11.6 Grouping A A B A B A B B

Means that do not share a letter are significantly different.

Tabel 5.

Analisis ragam model linear terampat dan pembandingan berganda menggunakan uji BNJ setelah pembobotan dengan simpangan baku masingmasing varietas

Analysis of Variance for Bobot Biji, using Adjusted SS for Tests Source Kelompok Genotipe Error Total DF 4 4 16 24 Seq SS 65.9 2661.0 2723.5 5450.4 Adj SS 65.9 2661.0 2723.5 Adj MS 16.5 665.2 170.2 F 0.10 3.91 P 0.982 0.021

S = 13.0468

R-Sq = 50.03%

R-Sq(adj) = 25.05%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Genotipe D C B A E N 5 5 5 5 5 Mean 23.2 18.6 16.6 13.0 11.2 Grouping A A B A B A B B

Means that do not share a letter are significantly different.

Analisis ragam model linear terampat dengan pemangkasan pencilan merupakan pilihan terakhir apabila bentuk remedial data seperti transformasi data dan pengunaan statistik non parametrik tidak ingin digunakan. Pemangkasan dilakukan secara satu per satu terhadap pencilan ekstrim hingga dihasilkan model dengan koefisien determinasi tinggi dan ragam rendah. Untuk teladan data Tabel 2, beberapa hasil analisis eksploratif memperlihatkan genotipe A pada kelompok 1 merupakan pencilan ekstrim, diikuti oleh genotipe A pada kelompok 2. Hasil analisis ragam model linear terampat dan pembandingan berganda BNJ setelah pemangkasan genotipe A pada kelompok 1 disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis ragam memperlihatkan terjadi peningkatan koefisien determinasi model dari 49.58% sebelum pemangkasan, menjadi 79.53% setelah pemangkasan. Namun hasil uji normalitas AndersonDarling (tidak ditampilkan disini) ternyata menurunkan kenormalan data (dari AD = 0.776 pada peluang 0.038 sebelum pemangkasan menjadi AD = 1.059 pada peluang 0.007 setelah pemangkasan). Oleh sebab itu, walaupun pembandingan berganda memperlihatkan keragaman perbedaan nilai tengah perlakuan, namun perbedaan ini menyesatkan karena ketidaknormalan yang sangat ekstrim. Oleh sebab itu, walaupun analisis ragam model linear terampat dengan pemangkasan pencilan dapat memperbaiki kohomogenan ragam galat, namun menyebabkan ketaknormalan data sehingga diperlukan pendekatan remedial yang lain. Tabel 6. Analisis ragam model linear terampat dan pembandingan berganda menggunakan uji BNJ setelah pemangksan 1 pencilan ekstrim
Analysis of Variance for Bobot Biji, using Adjusted SS for Tests Source Kelompok Genotipe Error Total DF 4 4 15 23 Seq SS 32.225 513.850 140.550 686.625 Adj SS 65.000 513.850 140.550 Adj MS 16.250 128.463 9.370 F 1.73 13.71 P 0.195 0.000

S = 3.06105

R-Sq = 79.53%

R-Sq(adj) = 68.61%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Genotipe D C B E A N 5 5 5 5 4 Mean 22.6 18.6 16.4 11.6 9.4 Grouping A A B B C C D D

Means that do not share a letter are significantly different.

Penggunaan kombinasi analisis ragam model linear terampat terboboti simpangan baku dan pembandingan berganda BNJ setelah pemangkasan genotipe A pada kelompok 1 ternyata dapat memperbaiki kehomogenan ragam dan konormalan data (Tabel 7). Terjadi peningkatan koefisien determinasi model dari 49.58% sebelum pemangkasan dan pembobotan, menjadi 76.84% setelah pemangkasan dan pembobotan, serta menurunkan kenormalan data (dari AD = 0.776 pada peluang 0.038 sebelum pemangkasan dan pembobotan menjadi AD = 0.589 pada peluang 0.113 setelah pemangkasan dan pembobotan, Gambar 12). Inferensia pembandingan berganda, selanjutnya dapat digunakan karena tidak lagi terdapat pelanggaran asumsi.

Tabel 7. Analisis ragam model linear terampat dan pembandingan berganda menggunakan uji BNJ setelah pemangksan 1 pencilan ekstrim dan pembobotan dengan simpangan baku masing-masing varietas
Analysis of Variance for Bobot Biji, using Adjusted SS for Tests Source Kelompok Genotipe Error Total DF 4 4 15 23 Seq SS 132.67 1698.29 551.78 2382.74 Adj SS 255.89 1698.29 551.78 Adj MS 63.97 424.57 36.79 F 1.74 11.54 P 0.194 0.000

S = 6.06510

R-Sq = 76.84%

R-Sq(adj) = 64.49%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence Genotipe D C B E A N 5 5 5 5 4 Mean 22.6 18.6 16.4 11.6 9.4 Grouping A A B A B B C C

Means that do not share a letter are significantly different.

Gambar 12. Analisis inferensia Anderson-Darling sebaran normal galat percobaan analisis ragam model linear terampat setelah pemangksan 1 pencilan ekstrim dan pembobotan dengan simpangan baku masing-masing varietas

Transformasi Data Transformasi data merupakan suatu metode yang efektif untuk melakukan verifikasi model yang tidak memenuhi asumsi analisis ragam. Transformasi dilakukan bertujuan untuk (1) mengatasi adanya korelasi antar galat, (2) mengatasi galat yang tidak menyebar normal, dan (3) mengatasi adanya keheterogenan ragam galat. Adanya pengaruh multiplikatif berkorelasi dengan keheterogenan ragam galat dan ketaknormalan data, sehingga transformasi terhadap kedua masalah ini, dengan sendirinya juga mengatasi pengaruh multiplikatif. Sering penerapan suatu bentuk transformasi, dapat memverifikasi semua pelanggaran asumsi secara serempak. Hal ini karena ragam galat taksama dan ketaknormalan suku-suku galat sering muncul bersama (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997). Sampai saat ini belum ada software yang menganalisis transformasi secara otomatis, sehingga transformasi yang dilakukan masih bersifat coba-coba Transformasi untuk menstabilkan ragam Ada beberapa jenis situasi dimana ragam suku galat heterogen yang memerlukan jenis transformasi berbeda untuk menstabilkan ragam (Neter, Wasserman dan Kutner, 1997). Ragam sebanding dengan nilai tengah i . Dalam hal ini, ragam cenderung sama dengan rataan i , atau terdapat korelasi positif antara ragam perlakuan dan rataannya. Secara teoritis keadaan ini sesuai dengan sebaran Poisson dimana nilai tengah dan ragamnya sama. Bila keadaan ini terjadi, maka transformasi akar Y* = Y sudah dapat menstabilkan ragam-ragam perlakuan, karena ragam ( s 2 Y ) tidak tergantung pada rataannya. Penggunaan transformasi ini sering ditemukan pada pengamatan cacah seperti frekuensi suatu kejadian dengan peluang kejadian yang relatif kecil. Contoh data ini misalnya jumlah koloni bakteri pada suatu media yang diberi perlakuan tertentu, jumlah serangga yang tertangkap di suatu daerah tertentu, atau jumlah mutan dari suatu percobaan mutagenesis. Untuk percobaan-percobaan seperti ini, sangat kecil kemungkinan untuk memperoleh hasil pengamatan yang relatif sama dari suatu perlakuan yang mengalami pengulangan. Data yang diperoleh dari suatu teknik penangkapan serangga pada suatu lokasi yang sama, sangat jarang menghasilkan data yang sama bila teknik penangkapan itu diulang kembali pada lokasi yang sama itu. Demikian juga dengan teknik penyinaran X dengan dosis radiasi yang sama jarang menghasilkan mutan dengan jumlah yang sama. Data persentase dari suatu bilangan cacah yang memiliki penyebut sama, dengan kisaran persentase antara 0 dan 20 persen atau antara 80 dan 100 persen tetapi tidak keduanya, juga dapat dianalisis melalui transformasi akar, karena ciri data seperti ini juga menyebar menurut sebaran Poisson. Untuk persentase antara 80 dan 100 persen, transformasi dapat dilakukan setelah data persentase dikurangi dari angka 100. Transformasi akar dilakukan dengan mengakarkan setiap nilai pengamatannya, dan hasil pengamatan itulah yang akan dianalisis keragamannya. Bila nilai pengamatan sangat kecil, hasil transformasinya dapat menghasilkan rataan yang kecil, tetapi memiliki kisaran yang lebih besar dari hasil transformasi yang memiliki rataan lebih besar dari nilai-nilai pengamatan itu. Untuk mengatasi masalah ini, maka bila nilai pengamatan lebih kecil dari 10 atau bahkan kurang dari 16, maka transformasi akar dilakukan sesuai persamaan: Y* = Y + 1 2 menurut Steel, Torrie dan Dickey (1997), atau

Y* = Y + Y + 1 menurut Neter, Wasserman dan Kutner (1997). Simpangan baku sebanding dengan i . Bila simpangan baku suku galat untuk sembarang taraf faktor relatif sama dengan rataannya, atau terdapat korelasi positif antara simpangan baku perlakuan dengan rataannya, maka transformasi logaritma dapat menstabilkan ragamnya. Transformasi logaritma dihitung dengan persamaan: Y* = logn Y Umumnya logaritma yang digunakan adalah berbasis 10, walaupun berbasis berapapun dapat digunakan. Nilai data yang ditransformasi harus lebih besar dari 10. Namun bila nilai pengamatan ada yang nol atau berkisar antara 0 sampai 10, maka tranformasi yang digunakan adalah: Y* = logn (Y + 1) Simpangan baku sebanding dengan i2 . Bila simpangan baku suku galat untuk sembarang taraf faktor relatif sama dengan kuadrat rataannya, atau ada korelasi positif antara simpangan baku perlakuan dengan kuadrat rataannya, maka transformasi yang digunakan adalah transformasi resiprokal, dengan persamaan: 1 Y* = Y Peubah takbebas adalah suatu proposi. Jika data merupakan sebaran binom yang terlihat dalam bentuk pecahan desimal atau persentase yang mencakup kisaran luas, maka data ini merupakan data proporsi. Data binom memiliki keragaman rendah bila kisarannya mendekati 0 dan 100%, sedangkan pada pertengahan disekitar 50% ragamnya akan bertambah besar. Agar ragamnya menyebar normal, maka data persentase yang menyebar antara 0-30 persen, dan 70100% perlu ditransformasi menggunakan transformasi sudut dengan persamaan: Y* = 2 arcsin Y Sedangkan yang menyebar diantara 30-70% tidak perlu ditransformasikan. Bila terdapat data yang bernilai 0, maka transformasi sudut untuk data yang bernilai 0 persen dirubah menjadi 25/n, sedangkan bila data bernilai 100 persen dirubah menjadi (100-25)/n, dimana n = penyebut persekutuan dari pecahan semula. Untuk mengubah data menjadi transformasi sudut disediakan Tabel Transformasi Arc sin persentase . Transformasi untuk memperbiki ragam Secara teoritis, transformasi amatan-amatan akan merusak kenormalan data. Namun dalam prakteknya, ketaknormalan dan keheterogenan ragam galat cenderung terjadi serempak, sehingga tranformasi untuk menghomogenkan ragam juga cenderung efektif untuk menormalkan data. Namun menjadi kebiasaan yang baik, untuk setiap selesai transformasi dilakukan, perlu sekali untuk melakukan kembali diagnosa terhadap data hasil tranformasi. Dalam prakteknya, penggunaan transformasi Box-Cox telah mengembangkan suatu prosedur untuk memilih transformasi dari rumpun transformasi kuasa terhadap Y. Prosedur ini berguna untuk memperbaiki kemenjuluran (skewness) sebaran suku-suku galat, ragam yang tak sama dan model yang tak linier aditif. Rumpun ini berbentuk: Y* = = Y

Dimana adalah parameter yang harus ditentukan dari data. Terlihat bahwa rumpun ini mencakup transformasi sederhana yang telah dijelaskan di atas. Misalnya: =2 Y* = Y2 = 0.5 Y* = Y = 0 Y* = log Y 1 = -0.5 Y* = Y 1 = -1.0 Y* = Y Teladan Transformasi Box-Cox Hasil tranformasi Box-Cox terhadap data pada Tabel 2 yang digunakan sebagai contoh disajikan pada Gambar 13. Hasil transformasi memperlihatkan = 1, yang mengisyaratkan tidak diperlukannya transformasi untuk kasus data ini. Hasil ini mengindikasikan pelanggaran asumsi, khusus untuk data ini, tidak dapat diremediasi dengan metode transformasi data manapun.

Gambar 13. Rumpun transformasi Box-Cox untuk data pada Tabel 2 Uji Non Parametrik Uji non parametrik merupakan pilihan terakhir untuk remedial data, apabila pendekatan parametrik tidak lagi dapat memperbaiki keheterogenan ragam galat dan kenormalan data. Dua uji non parametrik yang sering digunakan adalah Uji Friedman dan Uji Kruskal-Wallis. Uji pertama lebih sering digunakan apabila rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berblok, sedangkan yang kedua lebih tepat digunakan bila yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (Steel, Torrie dan Dickey, 1997).

Prosedur uji Friedman adalah sebagai berikut (Steel, Torrie dan Dickey, 1997): a. Pangkatkan pengamatan dalam setiap kelompok dari yang terkecil sampai yang terbesar. b. Tentukan jumlah pangkat bagi setiap perlakuan. c. Uji hipotesis non bahwa populasi dalam setiap kelompok identik versus alternatifnya bahwa sekurang-kurangnya satu perlakuan berasal dari populasi yang mempunyai lokasi yang berbeda dalam satu arah. Kriteria ujinya adalah: 12 r2 = ri.2 3b(t + 1) bt (t + 1) i dengan t 1 derajat bebas, t = banyaknya perlakuan, b = banyaknya kelompok, dan ri. = jumlah pangkat untuk perlakuan ke-i. Keluaran Minitab Uji Friedman untuk contoh Tabel 1 adalah sebagai berikut:
Friedman Test: Bobot Biji versus Genotipe blocked by Kelompok
S = 12.92 S = 13.05 DF = 4 DF = 4 P = 0.012 P = 0.011 (adjusted for ties) Sum of Ranks 11.0 13.0 19.5 23.5 8.0

Genotipe A B C D E

N 5 5 5 5 5

Est Median 11.800 17.400 19.000 22.800 12.000

Grand median = 16.600

Hipotesis statistik bagi uji di atas adalah H0 : semua taraf perlakuan berbeda dari nol, versus H1: paling sedikit satu taraf perlakuan berbeda dari nol. Statistik uji S = 12.92 berbeda nyata dari 0 pada peluang 0.012, sehingga hipotesis nol ditolak, yang artinya terdapat sedikitnya satu taraf perlakuan berbeda dari nol. Dengan demikian, beda median antar varietas dapat dianggap berbeda nyata, dengan varietas D merupakan varietas terbaik. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan uji parametrik, dimana varietas terbaik berdasarkan uji BNJ sama dengan uji Friedman, yaitu berturut-turut adalah varietas D, C, B, E dan A. Hasil uji yang sahih, yaitu pembandingan berganda BNJ hasil analisis ragam model linear terampat setelah pemangksan 1 pencilan ekstrim dan pembobotan dengan simpangan baku masing-masing varietas tersebut disajikan kembali untuk pembandingan.
Genotipe N Mean Grouping D 5 22.6 A C 5 18.6 A B B 5 16.4 A B E 5 11.6 B C A 4 9.4 C Means that do not share a letter are significantly different.

Das könnte Ihnen auch gefallen