Sie sind auf Seite 1von 15

CA: Sebutan Profesionalisme Akuntan Indonesia Menghadapi AFTA 2015 20-02-2013 14:38 Kompetensi dan integritas tentu saja

tidak selamanya bisa diukur dengan sebuah gelar dan jabatan.Namun bila ada sebutan yang bisa menggambarkan komitmen Anda menjadi seorang akuntan handal dan terkemuka dengan kekuatan profesionalisme maka itu adalah Chartered Accountant (CA). Akuntan dan profesionalisme bak dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Profesionalisme ini tak dapat lepas dari jati diri akuntan. Makanya, jiwa profesionalisme itu senantiasa melekat dalam pribadi seorang akuntan.Tak bisa tidak. Dimana pun ia berkarya ,spesialisasi akuntansi apa yang ia selami, jiwa profesional tak dapat dikurangi, apalagi dikikis. Dan untuk menggenjot profesionalisme itu wajib terus mengasah kemampuan keakuntansian lewat Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan (PPL) dan sertifikasi yang terpercaya. Di sinilah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tampil. Sebagai lembaga profesi yang sudah teruji profesionalismenya, IAI menyuguhkan CharteredAccountant (CA )kepada anggota utamanya. Langkah ini ditempuh untuk memperteguh profesi akuntan dan sebagai identitas profesional Akuntan Indonesia. Semarak HUT IAI ke-55, Rabu, 19 Desember 2012, di Balai Kartini, Jakarta kala itu menjadi momentum peluncuran CA. Para akuntan senior yang sudah teruji kiprahnya itu mendulang penghargaan gelar CA. Dalam momen di malam itu, penganugerahan perdana identitas profesional akuntan Indonesia tersebut, diberikan secara simbolis kepada 15 tokoh akuntan yang menjabat anggota utama IAI. Mereka adalah, Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI, Mardiasmo, selanjutnya Moermahadi Sorja Djanegara, Mustofa, Ahmadi Hadibroto, Atjeng Sastrawidjaja, Ainun Naim, Hadi Poernomo, Bambang Sudibyo. Selain itu ada Sapto Amal Damandari, Soedarjono, Zainal Soedjais, Hans Kartikahadi, Djoko Susanto, Rosita Uli Sinaga, dan Ilya Avianti. Mereka semua teah memperoleh sebutan kebangsawanan akuntan Indonesia tersebut. Tentu saja dari tokoh-tokoh akuntan itu bukan nama-nama orang sembarangan. Kiprah mereka sudah teruji dan pantas disematkan gelar bergengsi ini. Mardiasmo menegaskan, Akuntan Indonesia yang berhimpun di IAI senantiasa diharapkan memegang tegun prinsip-prinsip dasar keprofesian, seperti integritas, kejujuran, etika, disiplin, bertanggung jawab, berdedikasi dan memiliki independesi. IAI berupaya mendorong lahirnya akuntan-akuntan yang bisa dibanggakan leh dunia keprofesian dan bisa memberikan value untuk setiap informasi dan keputusan ekonomi yang bisa menyejahterakan masyarakat luas. Ujarnya dalam sambutan HUT IAI ke-55.

Peluncuran CA tersebut menurut tokoh akuntan yang akrab disapa Pak Mo ini, sebagai pengakuan bagi Anggota Utama IAI yang memenuhi kualifikasi sebagai Akuntan Profesional, sertifikasi ini selaras dengan panduan dari asosiasi akuntan dunia, International Federation of Accountants (IFAC). CA adalah sebutan bergengsi. Makanya, akuntan yang dinobatkan sebagai CA itu patut berbangga. Apalagi identitas tersebut memang dapat disandang di belakang nama yang bersangkutan. Gelar ini, sebagai buah dari pengasahan kemampuan. Karena merujuk pada ketentuan lembaga IFAC, akuntan sebagai profesional harus senantiasa memutakhirkan ilmu dan keahlian mereka. Dan CA sebagai pintu masuk menuju profesionalisme itu. Mardiasmo menambahkan, CA diberikan kepada Akuntan Profesional yang memenuhi seluruh kriteria sebagai Anggota IAI. Kriteria tersebut adalah, pertama memiliki register akuntan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, memiliki pengalaman dan/atau menjalankan praktik keprofesian di bidang akuntansi, baik di sektor pendidikan, korporasi, sektor publik, maupun praktisi akuntan publik. Ketiga, menaati dan melaksanakan Standar Profesi. Dan keempat, menjaga kompetensi melalui pendidikan profesional berkelanjutan (PPL). Sebutan CA ini dapat mendulang segudang manfaat, CA akan memberikan nilai tambah yang luar biasa. Bayangkan saja, dengan menyandang CA di belakang namanya, akuntan tersebut bakal mendapat banyak keuntungan, seperti, pengakuan sebagai akuntan profesional sesuai dengan panduan IFAC, dijaga kompetensinya sesuai dengan ketentuan IAI ang mengacu ke standar internasional. Selain itu, dia juga memperoleh pengakuan untuk mengambil keputusan yang signifikan dalam bidang-bidang yang terkait dengan pelaporan keuangan untuk kepentingan publik, serta dapat diakui oleh PAO Negara lain (dalam arti, tidak perlu menempuh beberapa mata ujian. Dan gelar CA ini menyejajarkan Ak, dengan gelar profesi akuntan internasional seperti CPA, ACCA, CIMA, atau pun CMA.

Makanya, bagi para Anggota Utama IAI, diwajibkan untuk meregistrasi ulang keanggotaannya dengan melengkapi formulir dan dokumen keanggotaan terlampir guna mendapat pengakuan sebagai pemegang sebutan Chartered Accountant Indonesia, saran Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tapi Mardiasmo menyarankan agar pemerintah proaktif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas akuntan. Sebab tanggung jawab seperti ini bukan hanya berada di pundak asosiasi profesi seperti IAI. Tapi juga harus bersinergi dengan regulasi pemerintah dapat menyokong asosiasi profesi meningkatkan kuantitas dan kualitas akuntan di Indonesia dengan membuat regulasi yang mendukung. IAI sendiri siap menjadi mitra pemerintah dalam memperkuat profesi Akuntan itu, ucapnya. Pantas saja akuntan Indonesia mesti senantiasa meningkatkan profesionalisme. Pasalnya, jalan panjang profesi akuntan ke depannya kian berkelok-kelok. Apalagi peberlakuan ASEAN Economic Community 2005 sudah menghitung waktu. Sadar akan hal tersebut, IAI berharap akan banyak perubahan yang segera dirajut demi perbaikan akuntan Indonesia. Bagaimana cara menyiapkan diri menjelang AEC 2015? Jawabannya, terkait regulasi proteksi dan kompetensi. Dan juga mengasah kompetensi ini, CA menjadi jawabannya, imbuh dia. Mardiasmo mengakui, sertifikasi CA ini juga karena dilatarbelakangi keinginan mempertebal kemampuan menjelang AEC tersebut. Ini adalah satu dari empat alasan di-launch-nya gelar

CA oleh IAI. Tiga lainnya, untuk menaati Statement Memberhip Obligations (SMOs) & garis pedoman IFAC, memberi nilai tambah akuntan beregister, serta yang terakhir persiapan menyongsong Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pelaporan Keuangan. Liberalisasi jasa akuntan se-ASEAN pada 2015 nanti tidak bisa dipandang sebelah mata. Maklum saja, akuntan di Indonesia harus bersiap-siap menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan akuntan-akuntan negara tetangga. Saat ini, ketika keran liberalisasi belum benar-benar dibuka, akuntan asing sudah menyebar di negeri ini. Tentu saja nanti, ketika gerbang sudah dibentang jangan sampai akuntan Indonesia menjadi tamu di negeri sendiri. Untuk itu langkah-langkah bersama harus dipersiapkan. Karena tanggung jawab berada di pundak asosiasi profesi seperti IAI, IAPI serta IAMI. Dan tentunya juga mesti bersinergi dengan regulasi pemerintah, ujarnya. Ya, di saat usia IAI yang sudah 55 tahun, asosiasi profesi ini terus berinovasi untuk memberikan yang terbaik bagi perkembangan akuntan profesional yang tergabung sebagai anggotanya. Satu caranya, dengan senantiasa menyuguhkan nilai tambah . Sebagai organisasi profesi yang menaungi akuntan di seluruh Indonesia, IAI memiliki tanggung jawab untuk menjamin orang-orang yang berhimpun di ranah keprofesian senantiasa memiliki kompetensi, integritas, serta kredibilitas. (WID/AFM/TOM) Sumber : http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=493

Sisi Filosofi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.25/2014 (Oleh Dr. Cris Kuntadi, CPA, CA) MARI kita lihat sisi historis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25/PMK.01.2014 tentang Akuntan Beregister Negara. Tadinya, ketika seorang akuntan diregister, mereka tidak merasa punya beban ketika menyandang sebutan sebagai akuntan. Ketika sudah mendapat gelar akuntan, seumur hidup dia menjadi akuntan. Apapun yang terjadi, dia akan selalu disebut akuntan. Sehingga tidak ada kebanggaan dan nilai lebih yang membedakan akuntan beneran (profesional) dengan akuntan-akuntanan (hanya sebutan). Terbitnya PMK ini akan membuat seorang akuntan merasa memiliki kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilaksanakan. Ada sisi kompetensi yang harus dipenuhi ketika seorang akuntan memegang gelar Chartered Accountant (CA) dan Ak.. Lalu ada juga kode etik yang harus ditaati dan tanggungjawab lain yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah kewajiban menjadi anggota asosiasi profesi. Seorang akuntan profesional diwajibkan bergabung dalam satu wadah yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang profesional. Belum lagi kewajiban mengikuti pendidikan profesi berkelanjutan (PPL). Hal inilah yang akan menjaga atau me-maintain figur seorang akuntan profesional. Kewajiban berprofesi di bidang akuntansi, juga akan menjaga agar dia benar-benar menjadi akuntan profesional. Jangan sampai ada orang yang mengaku akuntan, tapi tidak pernah bergelut dengan bidang akuntansi. Inilah ruh dari PMK 25 tentang Akuntan Beregister Negara. Yang perlu diingat, di mana pun yang namanya profesi memang harus selalu di-maintain. Seseorang tidak bisa dibebaskan selamanya memiliki gelar profesi. Berbeda dengan gelar kesarjanaan yang merupakan gelar akademis dan didapat setelah menyelesaikan pendidikan akademis tertentu serta bisa dipakai seumur hidup. Namun kalau profesi, seseorang memang harus bergelut di profesi itu. Dia harus mengembangkan keilmuannya di profesi yang dipegangnya. Dia harus menjadi anggota asosiasi profesi. Ini mutlak. Sehingga ketika ada seorang mengaku berprofesi namun tidak bergabung di organisasi profesi, layak dipertanyakan. Bagaimana dia mengembangkan dirinya? Bagaimana dia mematuhi kode etiknya? Siapa yang mengawasi mereka? Best practise di manapun sama. Di negara-negara maju dimana akuntan profesionalnya sudah lebih maju, seorang akuntan profesional selalu tergabung dengan organisasi profesi. Selalu ada kewajiban-kewajiban untuk menempuh pendidikan berkelanjutan. Ketika kondisi di atas terpenuhi, yang paling diuntungkan adalah user atau pengguna jasa. Mereka akan di-service oleh orang-orang yang benar-benar menjaga profesionalismenya. Orang-orang yang selalu ter-update secara keilmuan, mempunyai networking sesama profesional, selalu mematuhi kode etik, dan seterusnya.

Dengan demikian, user akan mendapatkan jasa yang berkualitas. Berbeda ketika dia hanya di-service oleh orang yang punya gelar, namun tidak di-maintain dan tidak di-update secara keilmuan. Ke depan, akan semakin banyak pihak yang membutuhkan jasa akuntan. Institusi pemerintah kini wajib menggunakan jasa akuntan. Terdapat lebih dari 500 institusi pemerintah daerah (pemda) yang kini harus menggunakan jasa akuntan dalam rangka akuntabilitas dan transparansinya. Misalnya, dalam satu pemda terdapat 30 satuan kerja perangkat daerah (SKPD), berarti akan ada 15 ribu SKPD yang membutuhkan jasa akuntan profesional. Karena setiap SKPD itu wajib menyusun laporan keuangannya masing-masing. Jika diasumsikan satu SKPD membutuhkan setidaknya dua orang akuntan profesional, pemda saja akan butuh setidaknya 30 ribu akuntan profesional. Demikian juga dengan pemerintah pusat. Ada lebih dari seratus lembaga yang juga butuh jasa akuntan karena mereka diwajibkan menyusun laporan keuangan secara benar. Belum lagi sektor privat, organisasi kemasyarakatan, partai politik, calon legislatif, lembaga swadaya masyarakat, dan banyak lagi. Bisa jadi ada korelasi antara penyiapan laporan keuangan yang disiapkan seorang akuntan dan opini yang diperoleh oleh SKPD. Pemda sekarang baru belasan persen yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Saya yakin salah satu sebabnya adalah langkanya akuntan yang menangani pelaporan keuangan. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas laporan yang disusun oleh orang yang tidak mengerti standar keuangan, tidak mengerti update akuntansi sehingga tidak mengenal kode etik yang harus dimiliki akuntan profesional. Hasilnya, dari audit BPK kurang dari 20 persen pemda yang mencapai opini WTP. Bisa diduga pula penyebab keberhasilan pemerintah pusat mencapai opini WTP kini di atas 80 persen. Faktor utama pasti karena mereka di-support oleh banyak akuntan profesional. Dewasa ini, kebutuhan akan jasa akuntan memang semakin besar. Hampir tidak ada sektor yang tidak membutuhkan jasa akuntan. Karena itu kebutuhan akan akuntan profesional akan makin besar. Dan lapangan kerja untuk akuntan profesional juga akan terbuka lebar. Di sisi lain, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan harus benarbenar bisa mewadahi itu. Dulu seorang akuntan tidak harus terdaftar di organisasi profesi, tapi kini wajib. PMK menyebut, seorang akuntan baru bisa disebut akuntan profesional ketika dia terdaftar di organisasi profesi. Sebagai dampak lanjutan dari PMK ini, lulusan akuntansi dari perguruan tinggi seluruh Indonesia akan berbondong-bondong menjadi anggota organisasi profesi. IAI sebagai organisasi profesi yang akan menjalankan amanat PMK, kini mengemban tugas besar, yakni menjaga profesionalisme akuntan Indonesia.

Karena itulah, lewat PMK ini, pemerintah berkeinginan mendorong tertib dan bagusnya pemberi jasa bidang akuntansi. Selama ini siapapun boleh memberikan jasa akuntansi dan semuanya boleh menjadi konsultan akuntansi. Sehingga bisa jadi ada konsultan yang tidak mempunyai latar belakang di bidang akuntansi. Dengan adanya PMK, kondisi ini akan ditertibkan. Sehingga orang yang memberikan jasa akuntansi adalah yang benar-benar mempunyai kompetensi. Dengan demikian, lapangan kerja bagi akuntan profesional akan terbuka lebar. Sebagai dampak langsung, kantor jasa akuntansi (KJA) akan makin banyak tumbuh. Hal itu disebut langsung dalam PMK ini. Layak dicatat, selain jasa assurans (audit), kebutuhan akan jasa akuntansi non-assurans sangat banyak. Namun selama ini ditangani oleh kantor yang tidak terdaftar. Ke depan, hal ini akan dikontrol. Pemerintah akan melakukan pengawasan dan mereka akan dibina. Dalam hal penegakan disiplin, mesti ada penguatan fungsi di Komite Etika IAI dan ada kode etik yang disesuaikan dengan kode etik IFAC, karena IAI adalah anggota organisasi akuntan dunia itu. Kalau ada yang melakukan pelanggaran, harus tegas diberikan sanksi. Tapi, kalau ada yang mesti dibantu, harus dibantu. Anggota IAI harus betul-betul merasakan manfaat dari keanggotaannya di organisasi profesi ini. MRA dengan asosiasi lain juga perlu dibangun sehingga memberikan manfaat yang setara. Regulasi juga mesti dibangun agar kondisinya makin ideal bagi akuntan dalam negeri. Pada akhirnya, kondisi ini akan menciptakan tatanan ideal pula bagi akuntan profesional menuju persaingan terbuka di ASEAN Economic Community (AEC). Akan ada persaingan yang hebat antara akuntan dalam dan akuntan luar negeri. Namun keuntungan terbesar dari lahirnya PMK ini adalah makin dekatnya bangsa ini mencapai transparansi dan akuntabilitas publik. Menjadi welfare state, negara yang menyejahterakan rakyatnya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak memanggul amanat PMK ini secara bersama-sama. Kutipan: Keuntungan terbesar dari lahirnya PMK ini adalah makin dekatnya bangsa ini mencapai transparansi dan akuntabilitas publik. Menjadi welfare state, negara yang menyejahterakan rakyatnya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak memanggul amanat PMK ini secara bersamasama. Sumber : http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=646

PMK 25/2014 = BLUE PRINT CA | Oleh Dr. Khomsiyah, Ak., CA. (Ketua DSAP IAI) PMK 25/PMK.01/2014 dapat diterjemahkan secara sederhana dalam blueprint tentang Chartered Accountant yang dikeluarkan IAI. Dari pengaturan yang sangat komprehensif di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara, dapat ditarik satu poin yang sebenarnya menjadi kunci regulasi tersebut. Poin itu adalah seputar blueprint Chartered Accountant, sebuah sertifikasi khusus yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk menjamin masa depan profesi akuntan di Indonesia. Blueprint akuntan profesional itu dikeluarkan IAI dalam rangka menguatkan peran akuntan profesional Indonesia dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa. Blueprint ini mengarah pada keluarnya sebuah sertifikasi khusus yang akan melabeli akuntan profesional Indonesia terkait perannya yang sangat terhormat di kancah ekonomi bangsa. Jika didasarkan dari best pratice di berbagai yurisdiksi, IAI sebenarnya bisa dan memiliki kemampuan mengeluarkan sertifikasi seperti itu. Namun lahirnya PMK telah memperkuat hal itu. Selaku Ketua Dewan Sertifikasi Akuntan Profesional (DSAP) IAI, saya paham betul jika PMK 25/2014 ini lahir sebagai landasan hukum yang kuat untuk mengakselerasi apa yang selama ini telah dilakukan di lingkungan profesi. PMK ini sebetulnya telah lama ditunggu IAI dan akuntan profesional anggotanya. PMK ini akan menjadi landasan legal bagi IAI untuk melakukan sertifikasi akuntan profesional, sesuatu yang sudah ditunggu sejak profesi ini berdiri. Dan telah dituangkan ke dalam blueprint profesi. Di banyak negara, kekuatan akuntan profesional ditandai dengan sertifikasi- sertifikasi professional accountant. Di Indonesia memang telah ada beberapa sertifikasi, tapi jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan sertifikasi yang ada di luar negeri. Di lingkungan negara-negara ASEAN saja kita kalah jumlah. Kini pintunya telah dibuka. IAI pun telah mempersiapkan diri untuk melakukan segala hal yang diperlukan untuk mengemban amanat ini. Tujuannya jelas, mempersiapkan akuntan profesional Indonesia, baik secara kuantitas, terutama kualitas, untuk menghadapi tantangan apapun yang ada di masa depan. Di blueprint disebutkan beberapa pathway yang bisa ditempuh calonakuntan untuk menjadi seorang akuntanprofesional, seorang CA. Baik melalui pendidikan profesi akuntansi (PPA), ataupun melalui ujian CA yang sudah akan diselenggarakan pertamakali pada bulan Juni ini. Jika saat ini Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan mencatat 53.500 orang pemegang register akuntan negara, saya merasa potensinya jauh lebih besar dari itu. Selama ini banyak sekali akuntan-akuntan yang eligible mendapatkan register akuntan, tapi tidak melakukannya.

Selama ini mungkin mereka tidak merasa rugi jika tidak mendapatkan registrasi gelar akuntannya dan tidak menjadi anggota asosiasi profesi. Tapi yakinlah, kini kondisinya sudah berubah. Hanya akuntan yang terdaftar di IAI dan teregister di negara yang dapat berkecimpung di perekonomian Indonesia dengan menggunakan label akuntan profesional. Nah, sisi registrasi keanggotaan ini nantinya akan menjadi salah satu pekerjaan utama di profesi. Tidak hanya meregistrasi para pemegang register negara dan orang-orang yang eligible memilikinya, namun juga meregistrasi pemegang CA yang lulus dari proses ujian sertifikasi. Seperti digambarkan dalam blueprint, peluang menjadi akuntan profesional kini semakin terbuka. Tidak hanya bagi lulusan akuntansi, namun untuk semua sarjana dan lulusan D-IV dari semua jurusan, bisa menjadi CA melalui jalur matrikulasi dan PPA. Dengan demikian potensi supply akuntan profesional akan semakin tinggi. Lalu apa arti dari semua ini? Bagi saya selaku ketua DSAP IAI, ini berarti tugas besar telah menanti organisasi profesi yang kita cintai ini. Banyak hal yang harus disiapkan. Registrasi ulang akan membutuhkan infrastruktur, SDM, dan sistem yang mumpuni. Agar ujian sertifikasi sukses, juga membutuhkan persiapan yang tak kalah rumit. Materi, modul, silabus, dan segala pendukungnya mesti dipastikan telah siap. DSAP, Alhamdulillah telah menyelesaikan silabus yang menurut saya sangat komprehensif, sesuai dengan standar profesional di berbagai negara, untuk menjamin kualitas lulusannya. Kerjasama dengan perguruan tinggi dan Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud perlu diperkuat agar lulusan jurusan akuntansi makin berkualitas dan setara. Lalu IAI perlu memastikan PPA bisa melahirkan lulusan yang setara pula. Dengan begitu, program ToT (training on trainer) menjadi kunci. Dulu IAI mengontrol kualitas lulusan PPA itu dari sisi input, yaitu calon peserta. Kini kontrol itu akan ada pada saat proses dan output. Dengan ujian CA yang menjadi ujian kompetensinya PPA, maka kontrolnya kini akan ada di IAI. Sehingga akan tercipta standarisasi kualitas lulusan PPA di seluruh Indonesia. Kemudian kita juga membuat kriteria siapa yang bisa melaksanakan PPA. Karena nantinya ujian CA yang merupakan ujian kelulusan PPA, kalau bisa ada di PPA tersebut. Tapi siapa yang bisa melakukan ujian itu harus dipastikan dari awal. Termasuk semua persyaratannya, mekanisme pelaksanaan ujian, baik itu ujian yang langsung, maupun ujian yang melalui pendidikan profesi, semuanya akan kita pastikan sudah siap. Sangat mungkin belum semua PPA siap dengan perubahan. Perkiraan saya, baru sekitar 60 persen dari PPA itu yang sudah siap. Tetapi IAI tidak akan lepas begitu saja. Kita akan memberikan pedoman, paling tidak kita akan memberikan arahan sebaiknya matrikulasinya seperti apa, dan sebagainya. Bagian lain yang tidak kalah penting dalam blueprint profesi akuntan adalah benefit menjadi seorang CA. Mendirikan kantor jasa akuntansi (KJA) hanya satu dari sekian banyak benefit itu. KJA adalah implikasi langsung yang bisa dilakukan ketika seorang akuntan profesional bergelar CA.

Namun yang paling penting adalah, bagaimana seorang akuntan profesional pemegang CA dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menjaga dan mengembangkan kompetensi, sehingga dia akan siap dengan segala macam tantangan dan peluang yang ada di masa depan. Sumber : http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=650

Chartered Accountant (CA) Indonesia


Tanya jawab seputar CA Sumber : www.iaiglobal.or.id
Apa saja kriteria yang harus dipenuhi untuk memperoleh sebutan CA Indonesia? CA diberikan kepada Anggota Utama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Akuntan Profesional yang memenuhi seluruh kriteria berikut: 1. Memiliki register akuntan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlau;dan 2. Memiliki pengalaman dan/atau menjalankan praktik keprofesioan di bidang akuntansi, baik di sektor pendidikan, korporasi, sektor publik, maupun praktisi akuntan publik; dan 3. Menaati dan melaksanakan Standar Profesi; dan 4. Menjaga kompetensi melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Mengapa IAI Meluncurkan sebutan CA Indonesia? 1. Menaati Statement Membership Obligation & Guidelines International Federation of Accountants (FAC). 2. Memberi nilai tambah Akuntan Beregister Negara; 3. Persiapan dalam menghadapi ASEAN Economics Community 2015; 4. Persiapan menyongsong RUU tentang Pelaporan Keuangan. Apa benefit memperoleh sebutan CA Indonesia? 1. Pengakuan sebagai Akuntan Profesional sesuai dengan panduan internasional (IFAC); 2. Dijaga kompetensinya sesuai dengan ketentuan IAI yang mengacu ke standar internasional; 3. Pangakuan sebagai Akuntan Profesional yang diberikan tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang signifikan dalam bidang-bidang yang terkait dengan pelaoran keuangan untuk kepentingan publik; 4. Dapat diakui oleh Profesional Accountancy Organization negara lain (tidak perlu menempuh beberapa mata ujian) Apakah CA dapat dicantumkan dibelakang nama seperti gelar lainnya? Ya, sebutan CA dapat dicantumkan dibelakang nam, setelah enulisan kelar Ak. Misalnya: Bunga, SE.,AK., CA. Bagaimana cara mendapatkan sebutan CA Indonesia? Permohonan untuk menjadi Anggota Utama/Penerima Sertifikat CA IAI harus diajukan secara tertulis dengan melengkapi persyaratan sebagai berikut: 1. Mengisi Formulir keangotaan yang memuat data-data anggota, pernyataan kesediaan memenuhi kewajiban sesuai ketentuan dalam AD/ART dan peraturan organisasi IAI serta kesediaan untuk diproses dan menerima sanksi penegakkan disiplin keanggotaan sesuai mekanisme yang berlaku dalam hal tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggtota IAI; dan 2. Melengkapi dokumen administrasi pendukung sebagai berikut: - Pas Foto 34 sebanyak 1 (satu) lembar. - Kopi Register Negara untuk Akuntan; - Ijazah, dan - Surat keterangan pengalaman menjalankan praktik keprofesian di bidang akuntansi baik di sektor pendidikan, korporasi, sektor publik, maupun praktisi akuntan publik; - Bukti pembayaran uang pangkal dan iuran tahunan Anggota Utama.

Dimana tempat pendaftaran CA Indonesia? Permohonan untuk menjadi Angota utama/Penerima Sertifikat CA IAI dapat dilakukan secara langsung dikantor IAI Pusat, 30 IAI Wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia, maupun Knowledge Center IAI; atau secara tidak langsung dengan menyampaikan formulir pendaftaran melalui fax, email, atau online dari internet. Apa saja yang dapat diakui sebagai pengalaman praktik keprofesian di Bidang Akuntansi? Pengalaman menjalankan praktik keprofesian di bidang akuntansi calon Anggota Utama/Penerima Sertifikat CA IAI dapat di peroleh, dari: - Pengalaman bekerja di bagian akuntansi pada suatu entitas; - Pengalaman sebagai pengajar atau dosen di bidang akuntansi; - Pengalaman sebagai auditor ata pemeriksa di bidang keuangan pada Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian/Lembaga Non Kementerian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, atau Kantor Akuntan Publik; atau - Pengalaman di bidang akuntansi lainnya. Berapa lama prasyarat jangka waktu pengalaman praktik yang diwajibkan? Jangka waktu pengalaman menjalankan praktik keprofesian di bisang akuntansi calon Anggota Utama/Penerima Sertifikat CA IAI adalah minimal selama 3 (tiga) tahun. Pendidikan Profesi Akuntansi diakui sebagai pengalaman menjalankan praktik keprofesian di bidang Akuntansi selama 1 (satu) tahun. Apakah pengalaman praktik harus dibuktikan dengan surat keterangan bekerja? Ya. Penilaian pengalaman dibuktikan dengan surat keterangan pengalaman menjalankan praktik keprofesian di bidang akuntansi baik di sektor pendidikan, korporasi, sektor publik, maupun praktisi akuntan publik ditandatangani oleh pejabat berwenang.

Dapat juga menggunakan SK pengangkatan sebagai karyawan, atau bagi Akuntan Publik dengan izin Akuntan Publik dari Kementerian Keuangan.
Apa saja kewajiban pemegang sebutan CA? 1. Mempertahankan keanggotaannya di IAI dan memenuhi semua kewajibannya sebagai Anggota Utama IAI. 2. Meningkatkan kompetensinya dengan mengikuti kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) secara terus menerus sekurang-kurangnya 120 satuan Kredit PPL (SKP) dalam periode 3 (tiga) tahun dan harus memenuhi sekurang-kurangnya 30 SKP dalam 1 (satu) tahun. 3. Menaati dan melaksanakan kode etik dan standar profesi. Apakah sebutan CA dapat dicabut? Ya. DPAN IAI berwenang mencabut sebutan CA apabila Anggota Utama tidak memenuhi kewajibannya sesuai mekanisme penegakkan disiplin anggota yang berlaku. Apa saja bentuk kegiatan PPL yang dapat diakui IAI? IAI mengakui dua jenis kegiatan PPL yaitu: 1. Kegiatan terstruktur tatap muka, yaitu: pelatihan; kursus; lokakarya; diskusi panel;seminar; konferensi; simposium; atau program pasca sarjana pada bidang studi yang relevan. 2. Terstruktur Non-tatap Muka, yaitu: program belajar jarak jauh; penulisan artikel; makalah; atau buku dengan materi yang relevan dan dipublikasikan; riset profesional atau studi terhadap bidang-bidang yang relefan; menjadi anggota Dewan Penguji pada organisasi profesi yang mengharuskan yang bersangkutan menyiapkan atau mereview materi-materi yang bersifat teknis; atau menjadi anggota dalam komite-komite teknis yang dibentuk dan/atau diakui oleh IAI.

Bagaimana mekanisme pengakuan kegiatan PPL? Pemegang sebutan CA melaporkan kegiatan PPL yang diikutinya setiap tahun dengan melampirkan copy sertifikat dan atau agenda kegiatan yang diikutinya setiap tahun. Apakah IAI mengakui kegiatan PPL yang dilaksanakan selain oleh IAI? Ya. Penyelenggara kegiatan PPL Non-IAI yang dapat diakui adalah: 1. Organisasi profesi akuntansi yang merupakan anggota international Federation of Accountants (AFA). 2. Asosiasi profesi mitra IAI; 3. Institusi yang diakui pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; dan 4. Institusi lainnya yang memiliki kredibilitas tinggi sesuai ketetapan DPN. Apakah pemegang CA harus membayar untuk mengikuti PPL IAI? IAI menyelenggarakan pelatihan yang berbayar dan gratis. Pemegang CA seperti anggota IAI lainnya berhak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh IAI secara gratis bagi anggota. Jika pemegang CA ingin mengikuti pelatihan yang berbayar, maka mereka berhak atas harga khusu atau diskon yang diberlakukan untuk anggota IAI.

Das könnte Ihnen auch gefallen