Sie sind auf Seite 1von 94

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 23

Disusun oleh: Kelompok L9 Fitri Hidayati Beuty Safitri Mary Gisca Theressi Johannes Lie Hajrini Andwiarmi Adfirama Denis Puja Sakti Maghfiroh Rahayu Nindatama Lidya Kartika Liliana Surya Fatimah Diva Zuniar Ritonga Randina Dwi Megasari Ridhya Rahmayani Moza Guyanto Rizki Febrina R. Agung Hadi Wibowo Prass Ekasetia Poetra 04111001015 04111001031 04111001036 04111001038 04111001047 04111001049 04111001050 04111001051 04111001080 04111001108 04111001110 04111001111 04111001112 04111001116 04111001135 04111001139

Tutor: dr. Syahril Aziz,DAFK, M.Kes,SpFK PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2014

Halaman | 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan Tutorial Skenario B Blok 23 ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 06 Februari 2014

Tim Penyusun

Halaman | 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. 2 DAFTAR ISI... 3 I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII. SKENARIO..................... 4 KLARIFIKASI ISTILAH........4 IDENTIFIKASI MASALAH...... 5 ANALISIS MASALAH...... 5 SINTESIS........................ 57 KERANGKA KONSEP.............................................................................................. 93 KESIMPULAN........... 94 DAFTAR PUSTAKA......... 94

Halaman | 3

I. SKENARIO B BLOK 23 Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G4P3A0 39 weeks pregnancy, was brought by her husband to the puskesmas due to convulsion 2 hours ago. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days. According to her husband, she has been suffering from Graves disease since 3 years ago, but was not well controlled.

In the examination findings : Upon admission, Height = 152 cm ; weight = 65 kg; BP : 180/110 mmHg. HR : 120x/min, RR: 24 x/m Head and neck examination revealed exophtalmus and enlargement of thyroid gland Pretibial edema Obstetric examination : Outer examination : fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150 x/ min

Lab : Hb 11,2 g/ dL ; she had 2 + protein on urine, cylinder (-)

II.

Klarifikasi Istilah a. Kejang : Kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi dari otot-otot volunter b. Grave disease : keterkaitan hipertiroidisme, goiter, dan exoftalmus dengan denyut nadi yang cepat, keringat yang banyak, gejala neurologis, gangguan psikis, badan cenderung makin kurus dan peningkatan metabolism basal. c. Exoftalmus : Protrusi mata yang abnormal d. Pretibial edema : Pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interselular tubuh di bagian pretibia e. Tinggi fundus : tinggi uterus diatas orificia tuba uterina

Halaman | 4

f. Silinder : badan padat yang berbentuk seperti tiang. Mukoprotein yang dinamakan protein Tom horsfal yang terbentuk di tubulus ginjal , terdapat beberapa jenis yaitu hialin, granular, eritrosit, leukosit, epitel dan lilin.

III.

Identifikasi masalah i. Ny. Mima 38 th G4P30 dengan kehamilan 39 minggu, dibawa suaminya ke puskesmas karena kejang sejak 2 jam yang lalu. ii. Dia mengeluh sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari terakhir. iii. Ny. Mima menderita grave disease sejak 3 tahun yang lalu tapi tidak dikontrol dengan baik. iv. Pemeriksaan fisik: Upon admission, Height = 152 cm ; weight = 65 kg; BP : 180/110 mmHg. HR : 120x/min, RR: 24 x/m Head and neck examination revealed exophtalmus and enlargement of thyroid gland Pretibial edema

v. Pemeriksaan obstetric: Outer examination : fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150 x/ min

vi. Pemeriksaan lab : Hb 11,2 g/ dL ; she had 2 + protein on urine, cylinder (-)

IV.

Analisis Masalah a. Masalah 1: Ny. Mima 38 th G4P30 dengan kehamilan 39 minggu, dibawa suaminya ke puskesmas karena kejang sejak 2 jam yang lalu.

i.

Apa pengaruh usia, usia kehamilan dan riwayat kehamilan dengan dengan kejang yang dialami pada kasus ini? Jawab:
Halaman | 5

a. Usia: Kejang yang dialami pada kasus ini dapat diperkirakan merupakan suatu kasus eklampsia (suatu keadaan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dengan proteinuria disertai dengan kejang-kejang atau koma). Salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah usia yang ekstrim (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun). Oleh karena pasien berusia 38 tahun, maka risiko pasien menderita eklampsia (salah satu kategori hiprtensi dalam kehamilan) menjadi lebih tinggi. b. Usia Kehamilan: Definisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejangkejang dan/atau koma, sedangkan preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dengan proteinuria. Dari kedua definisi ini dapat diketahui bahwa kejadiaan eklampsia terjadi terutama setelah usia kandungan lebih dari 20 minggu. dengan meningkatnya usia kehamilan. c. Riwayat Kehamilan: Riwayat kehamilan pasien pada kasus ini tidak terlalu bermakna secara klinis teradap kejadian hipertensi dalam keamila karena riwayat kehamilan yang menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah primigravida, primipaternitas (kehamilan pertama). Angka kejadian eklampsia juga meningkat

ii.

Apa etiologi dan mekanisme kejang pada kasus ini? Jawab: Kejang yang diderita pasien adalah salah satu manifestasi dari adanya eklampsia pada kehamilan. Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia, biasanya sebelum terjadinya kejang, pasien preeclampsia memberi gejal-gejala yang khas, yang dapat dikenali sebagai tanda prodorma akan terjadinya kejang.

Etiologi Laporan mengenai eklampsia telah ditelusuri hingga sejauh tahun 2200 SM (Lindheimer, dkk. 2009) Sejumlah besar mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan penyebabnya. Preeklampsia tidaklah sesederhana satu penyakit, melainkan merupakan hasil akhir berbagai factor yang kemungkinan meliputi sejumlah factor ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:

Halaman | 6

1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblast abnormal pada pembuluh draah uterus. 2. Toleransi imunologis yang bersifat maladptif diantara jaringan maternal, paternal (plasenta), dan fetal 3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal. 4. Faktor-faktor genetic, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh epigenik.

Mekanisme; Setelah terjadi tanda-tanda prodorma, kejang dimulai dengan kejang tonik. Tandatanda kejang tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekita mulut., yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini, wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik. Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali denga kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot di seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar air liur berbusa hyang kadangkadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti da pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik kemerahan. Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih satu menit. Setalah itu berangsung-angsur kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tak bergerak dan jatuh kedalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian jugasuhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan
Halaman | 7

serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.

iii. Dampak kejang pada kehamilan 39 minggu terhadap ibu dan janin? Jawab: Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin. 1. Komplikasi ibu : a. Dapat menimbulkan sianosis b. Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru c. Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak d. Lidah dapat tergigit e. Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka luka f. Gangguan fungsi ginjal g. Perdarahan h. Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus 2. Komplikasi janin dalam rahim : a. Asfiksia mendadak b. Solusio plasenta c. Persalinan prematuritas

iv. Jenis kejang yang sering terjadi pada ibu hamil? (hubungkan dengan penyakit yang dideritanya) Jawab: Pada eklampsia, kejang yang terjadi pada ibu hamil adalah berupa kejang tonik (kaku seluruh tubuh), yang berlangsung singkat yaitu sekitar 10 15 detik, lalu dilanjutkan dengan kejang klonik (kontraksi dan relaksasi secara bergantian dengan sangat cepat), yang berlangsung lebih lama yaitu sampai 1 menit. Setelah kejang, kontraksi otot menjadi lemah dan akhirnya ibu akan tidak bergerak. Pada fase ini diafragma bisa menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Dan secara klinis, ibu mengalami koma yang lamanya tidak menentu.

Halaman | 8

b. Masalah 2: Dia mengeluh sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari terakhir. Jawab:

i.

Apa etiologi dan mekanisme sakit kepala dan gangguan penglihatan yang dialami nya? Jawab: Etiologi yang paling memungkinkan terhadap keluan nyeri kepala dan gangguan penglihatan pada kehamilan usia lanjut adalah keadaan hipertensi dalam kehamilan yaitu preeklampsia.

Etiologi sakit kepala dan gangguan penglihatan

1. Preeclampsia 2. Nulliparitas dan umur lebih dari 35 tahun 3. Hipertensi kronik dan penyakit ginjal 4. Rendahnya prenatal care 5. Riwayat keluarga preeclampsia dan eclampsia 6. Malnutrisi 7. Penyakit autoimun 8. Gangguan pembuluh darah 9. Diet 10. Genetic

Mekanisme sakit kepala dan gangguan penglihatan

Uretro-placental ischemia

Predisposisi dalam menghasilkan dan melepaskan biochemical mediator yang akan masuk ke sirkulasi maternal

Menyebabkan penyebaran luas disfungsi endothelial

Halaman | 9

konstriksi arteriolar dan vasospasm

pathologic alterasi in cerebral blood flow

tissue edema

headache

visual disturbance

Penyebab dan mekanisme hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori yang sekaran banyak dianut adalah : 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel 3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin 4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik 5. Teori defisiensi gizi 6. Teori inflamasi Preeklamsia akan menyebabkan banyak perubahan pada berbagai sistem dan organ tubuh. Beberapa perubahan tersebut adalah perubahan hematologik dan neurologik. Perubahan hematologik pada preeklamsia disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia emolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,

trombositopenia dan gejala hemolisis mikroangipatik. Keadaan-kaeadaan ini dapat menyebabkan menurunnya aliran darah ke organ. Apabila otak telah terpengaruh maka akan terjadi perubahan pada sistem neurologi. Hipoperfusi otak akan menyebabkan nyeri kepala sehingga menyebabkan vasogenik edema. Selain itu, terjadinya spasme arteri retina dan edema retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu lebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment).
Halaman | 10

ii.

Apa hub sakit kepala dan gangguan penglihatan dengan kejang yang dialami Ny. Mima? Jawab: Sakit kepala dan gangguan penglihatan menunjukkan gejala impending eklampsia (yaitu sindrom klinis setelah pre ekmalsia berat meunju ke eklampsia). Sedangkan kejang sendiri terjadi akibat eklamsia yang sebelumnya di dahului oleh preeclampsia. Pada penderita eklampsia yang akan kejang umumnya member gejala atau tanda tanda yang khas yang dianggap sebagai gejala prosormal akan terjadi kejang. Preeclampsia yang disertai tanda tanda prodormal ini disebut impending eclampsi. Disebut impending eklampsia apabila pada penderitaditemukan keluhan seperti nyeri epigastrium, nyeri kepala frontal, skotoma, danpandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat), gangguan fungsi hepar denganmeningkatnya alanine atau aspartate amino transferase, tanda-tanda hemolisis danmikroangiopatik,

trombositopenia < 100.000/mm, dan munculnya komplikasisindroma HELLP Hipertensi dalam kehamilan hiperperfusi cerebral vasogenik edema nyeri kepala. Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) pasokan darah ke arteri di retina berkurang spasme arteri retina (dapat pula disertai edema karena proteinuria) gangguan penglihatan (dapat berupa pandangan kabur, skotoma, amaurosis, dan ablatio retina) Nyeri kepala dan gangguan penglihatan, skotomata atau diplopia merupakan manifestasi klinis dari impending eklampsia. Hal ini diduga timbul akibat hipoperfusi serebrovaskular yang memiliki predileksi khususnya pada lobus parietalis-oksipitalis yang biasa ditemukan pada preeklamsia berat dan eklamsia. Gejala-gejala ini biasanya mereda dengan terapi magnesium sulfat dan/atau penurunan tekanan darah. Tiga daerah potensial yang apabila terdapat lesi dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan yaitu korteks visual pada lobus oksipitalis, nukleus genikulatum laterale, dan retina. Di retina, lesi mencakup iskemia, infark, dan ablasio.
Halaman | 11

iii.

Hubungan sakit kepala dan gangguan penglihatan dengan kehamilannya? Jawab: Nyeri / sakit kepala serta gangguan penglihatan pada masa hamil dapat merupakan gejala preeklapsia. Mekanime

Gangguan penglihatan : Penurunan plasma pada sirkulasi dan peningkatan hematokrit ke organ arterial vasospasme konstriksi vascular penurunan perfusi hipertensi

resistensi aliran darah

mengenai 3 daerah potensial dimata ; korteks visual lobus occipitalis , gangguan penglihatan ( skotoma ,

nukleus genikulatum laterale , dan retina

penglihatan kabur atau diplopia , bisa juga kebutaan oksipital atau amaurosis ) sakit kepala : Nyeri / sakit kepala diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovascular yang memiliki predileksi pada lobus occipitalis. Menurut Sibai ( 2005 ) dan Zwart dkk ( 2008 ) 5075 % perempuan mengalami nyeri kepaladan 20-30 % diantaranya mengalami gangguan penglihatan yang mendahului kejang eklamtik.

c. Masalah 3: Ny. Mima menderita grave disease sejak 3 tahun yang lalu tapi tidak dikontrol dengan baik.

i.

Apa hubungan grave disease dengan kejang (eklampsia) yang dialami ny. Mima? Jawab: Tirotoksikosis ibu yang tidak diobati secara adekuat meningkatkan risiko kelahiran prematur, IUGR, berat badan lahir rendah, preeklamsia, gagal jantung kongestif, dan IUFD. Pada sebuah penelitian retrospektif, rata-rata komplikasi berat pada pasien yang diobati dibandingkan dengan yang tidak adalah: preeklamsia - 7% banding 14-22%, gagal jantung kongestif - 3% banding 60%, thyroid storm - 2% banding 21%. Graves disease merupakan salah satu faktor resiko timbulnya preeklampsia, kemungkinan hal ini terjadi karena ketidak seimbangan rasio Th1 dan Th2. Pada seorang yang menderita graves disease terjadi peningkatan Th1 yang bersifat meningkatakan inflamasi sehingga beresiko memicu timbulnya preeklampsia.

Halaman | 12

ii.

Apa dampak grave disease yang tidak terkontrol terhadap kehamilan, ibu dan janin? Jawab:

a. Tremor b. Kelainan mata yang non infiltratif atau yang infiltratif (Exophthalmus) c. Goiter ( Pembesaran kelenjar Tiroid) d. Berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya e. Miksedema lokal f. Miopati g. Onikolisis Dampak Janin : a. Hipertiroidisme Ini dikarenakan TSI yang bisa melewati plasenta akan ikut menstimulasi kelenjar Tiroid janin. b. Hipotiroidisme Ini dikarenakan ibu yang mengalami Hipertiroidisme mengonsumsi obat-obatan anti-tiroid. Efek obat anti-tiroid ini akan juga mempengaruhi kelenjar tiroid janin karena obat-obatan ini bisa melewati plasenta. Obat-obat ini akan mensupresi fungsi kelenjar tiroid janin sehingga janin akan mengalami hipotiroid.

iii.

Kriteria grave disease yang terkontrol? Jawab: Graves disease yang terkontrol adalah keadaan seseorang yang menderita Graves disease dengan obat-obatan atau terapi yang adekuat didapatkan keadaan euthyroid di dalam tubuhnya dan tidak ada manifestasi klinis dari hipertiroid.

iv.

Apa perbedaan grave disease, tirotoksikosis , tyroid hyperthropy, dan basedow? Jawab: Grave disease Penyakit graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme adalah suatu penyakit autoimun yang biasanya ditandai oleh produksi autoantibody yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftalmopati (ekspftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.
Halaman | 13

Tirotoksikosis Tirotoksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh jumlah hormon tiroid yang berlebihan ; hal ini dapat disebabkan oleh produksi berlebihan oleh glandula tyroidea seperti pada penyakit Grave, kelebihan produksi yang asalnya dari luar tiroid, atau hilangnya fungsi penyimpanan dan kebocoraan dari kelenjar. Tiroid hipertropi Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa disertai peningkatan atau penurunan sekresi hormone-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontoksik atau simple goiter atau struma endemik. Oleh karena tidak diikuti peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid maka dampak yang ditimbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakea dan esophagus. Basedow Basedow disease adalah istilah yang digunakan untuk penyakit yang sama dengan Graves disease. Istilah ini digunakan berdasarkan nama penemu penyakitnya yaitu Karl Adolf von Basedow, seorang dokter jerman.

d. Masalah 4: Pemeriksaan fisik: Upon admission, Height = 152 cm ; weight = 65 kg; BP : 180/110 mmHg. HR : 120x/min, RR: 24 x/m Head and neck examination revealed exophtalmus and enlargement of thyroid gland Pretibial edema

i. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal? Jawab: Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

Halaman | 14

Height: 152 cm Weight: 65 kg

IMT = 25 29,9

overweight (untuk yang tidak hamil) Pada kehamilan, BB ideal sebelum hamil + (usia kehamilan 0,35) BB ideal sebelum hamil = TB-105 (Tapi rumus ini belum tahu

validitasnya).

Blood Pressure: 180/110 120/80 mmHg mmHg

Abnormal Etiologi Hipertensi Kehamilan 1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta 2. Teori Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endothel 3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin 4. Teori Adaptasi

kardiovaskularori genetic 5. Teori defisiensi gizi 6. Teori Inflamasi Pulse: 120x/menit 60-100x/menit Abnormal Karena tekanan darah yang tinggi akibat dari Hipertensi yang diderita oleh pasien RR: 24x/menit Head and 18-24x/menit neck revealed and Abnormal Mekanisme Oftalmopati pada graves disease Inflamasi otot ekstraokular, yaitu adanya infiltrasi selular yang pleomorfik + peningkatan sekresi glikosaminoglikan dan imbibisi osmotic air Otot-otot tersebut membesar (8x normal) menekan saraf optikus fibrosis myopati

examination exophtalmus

enlargement of thyroid gland

Halaman | 15

restriktif dan diplopia Infiltrasi sel inflamasi + penumpukan glikosaminoglikan + retensi cairan volume orbital meningkat dan

meningkatkan tek. Intraorbital yang menyebabkan retensi cairan berlebih

Pretibial edema

Abnormal Etiologi Hipertensi Kehamilan 7. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta 8. Teori Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endothel 9. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin 10. Teori Adaptasi

kardiovaskularori genetic 11. Teori defisiensi gizi 12. Teori Inflamasi

ii.

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan? Jawab:

1. Hipertensi konik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. 2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. 3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma 4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

Halaman | 16

5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hipertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia atau tanpa proteinuria. Preeklampsia eklampsia

PRE-EKLAMPSIA Preeklampsia adalah sindroma yang terjadi dalam kehamilan dan ditandai oleh gejala baru HIPERTENSI dan PROTEINURIA pada paruh pertama kehamilan. Meskipun lebih sering terjadi pada primigravida, penyakit ini dapat pula terjadi pada multigravida khususnya bila memiliki faktor resiko : a. b. c. Kehamilan kembar Diabetes Hipertensi kronik

Bila penyakit ini terjadi pada awal trimester kedua ( minggu ke 14 20 ) maka perlu dipikirkan kemungkinan :
a. b.

Mola hidatidosa Choriocarcinoma

Kriteria diagnostik Preeklampsia : 1. HIPERTENSI TD sistolik 140 mmHg atau TD Diastolik 90 mmHg Pada wanita yang tekanan darah sebelum kehamilan normal dan terjadi pada

kehamilan > 20 minggu. 2. PROTEINURIA

Dalam keadaan normal , protein dapat dijumpai dalam urine namun tidak > 0.3 gram kuantitatif 24 jam ( 1 + atau lebih pada pemeriksaan dipstick ) Proteinuria menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal dan bersama dengan gangguan fungsi plasenta dapat mengancam kehidupan janin. 3. Proteinuria juga dapat ditemukan pada kasus : Kontaminasi Infeksi traktus urinarius
Halaman | 17

Penyakit ginjal Penyakit jaringan ikat Proteinuria ortostatik

KRITERIA PREEKLAMPSIA BERAT 1. Hipertensi berat ( tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg

dan tekanan diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg ) diukur dalam keadaan istirahat sebanyak dua kali pengukuran selang waktu 6 jam 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Proteinuria berat ( lebih dari 5 gram dalam 24 jam / +++ dalam sediaan 4 jam ) Oliguria (produksi urine sedikit) Ganguan serebral atau visus Edema paru atau sianosis Nyeri epigastrium Gangguan fungsi hepar Trombositopenia PJT - pertumbuhan janin terhambat

( Data from American College of Obstetrician & Gynecologist Practice Bulletinno 33, Washington DC ACOG, 2002 ) Pre eklampsia dibagi menjadi 2 : Preeklampsia RINGAN dan Preeklampsia BERAT Bentuk lain dari Preeklampsia Berat dengan morbiditas yang tinggi adalah sindroma HELLP , yaitu preeklampsia yang disertai dengan : 1. 2. 3. Hemolisis Elevated liver enzym Low platelet (trombositopenia )

Tidak seperti gambaran khas dari pasien preeklampsia, Preeklampsia dengan sindroma HELLP memilki karakteristik : 1. 2. Multipara Usia > 25 tahun
Halaman | 18

3.

Terjadi pada kehamilan >36 minggu

EKLAMPSIA Adanya peristiwa kejang tonik dan klonik yang tidak disebabkan oleh hal lain berkaitan dengan kehamilan. Pasien preeklampsia memiliki resiko tinggi untuk menderita kejang-kejang (eklampsia) dan terdapat beberapa tanda akan terjadinya serangan kejang pada penderita preeklampsia (gejala impending eclampsia ) : 1. 2. 3. 4. Nyeri kepala bagian depan Gangguan visus (pandangan kabur atau berkunang kunag ) Nyeri ulu hati Gejala objektif : hiperefleksia

Bila terdapat tanda diatas maka penatalaksanaan kasus adalah serupa dengan kejadian eklampsia. Pada umumnya 25 % penderita eklampsia mengalami kejang sebelum persalinan, 50% selama persalinan dan 25% pasca persalinan ( umumnya 24 48 jam pertama ) Hipertensi kronik

Syarat untuk menegakkan diagnosa HIPERTENSI KRONIK adalah salah satu dari : 1. 2. 3. Sudah menderita hipertensi sebelum kehamilan Diketahui menderita hipertensi pada kehamilan <> Hipertensi masih terjadi pada 12 minggu pasca persalinan

Sebagian besar wanita hamil dengan hipertensi kronik adalah penderita hipertensi esensial ; sebagian kecil menderita hipertensi sekunder akibat gangguan pada ginjal , pembuluh darah atau endokrin

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Preeklampsia dapat terjadi pada penderita hipertensi kronik yang sedang hamil. Latar belakang hipertensi adalah renal atau dari sebab lain dan menjadi semakin berat dengan adanya kehamilan

Halaman | 19

Superimposed preeklampsia sulit dibedakan dengan hipertensi kronik yang tidak diawasi dengan baik, khusus nya bila pasien baru datang ke dokter setelah kehamilan > 20 minggu. Diagnosa superimposed preeklampsia hanya ditegakkan pada pasien hipertensi kronik, yang baru menunjukkan adanya proteinuria 3 gram / 24 jam setelah kehamilan 20 minggu. Pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria , diagnosis hipertensi kronis superimposed preeklampsia ditegakkan hanya bila tekanan darah semakin meningkat dan proteinuria semakin berat secara mendadak atau bila disertai dengan salah satu atau beberapa tanda yang menunjukkan kriteria beratnya preeklampsia.

Hipertensi gestasional (transient hypertension)

Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan bila hipertensi TANPA proteinuria pertama kali terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu atau dalam waktu 48 72 jam pasca persalinan dan hilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Diagnosa ditegakkan secara retrospektif bila kehamilan dapat berlangsung tanpa proteinuria dan bila tekanan darah kembali ke nilai normal sebelum 12 minggu pasca persalinan.

Hipertensi RAA

Hipertensi karena sistem RAA teraktivasi terjadi bila Renin yang dikeluarkan oleh ginjal kedalam darah bertemu dengan Angiotensinogen, suatu protein yang dihasilkan oleh hati. Renin akan mengubah Angiotensinogen menjadi Angiotensin I. Angiotensin I kemudian akan bertemu dengan ACE (Angiotensin Coverting Enzyme) yang dihasilkan oleh sel-sel paru kemudian oleh ACE, angiotensin I akan di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang bersifat vasokonstriktor kuat yang akan menaikkan tekanan darah melalui mekanisme kerja saraf simpatis. Selain itu angiotensin II akan merangsang pelepasan Aldosteron dari korteks adrenal, yang mana Aldosteron akan meningkatkan retensi garam yang berakibat juga retensi air sehingga secara tidak langsung juga akan meningkatkan tekanan darah. Lalu angiotensin II juga akan merangsang pelepasan ADH dari hipofisis anterior yang akan meretensi air dalam tubuh sehingga hanya sedikit yang dikeluarkan melalui urin. Semua hal di atas berkontribusi dalam peningkatan tekanan darah.
Halaman | 20

iii.

Apa hubungan grave disease dengan hipertensi? Jawab: Hormon tiroid memeliki efek pada otot jantung, sirkulasi perifer dan system saraf simpatis yang berpengaruh terhadap hemodinamik kardiovaskuler pada penderita hipertiroid. Perubahan yang utama meliputi : Peningkatan denyut jantung, kontraktilitas otot jantung,curah jantung,relaksasi diastolik dan penggunaan oksigen oleh otot jantung serta penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan diastolic. Ganggua fungsi kelenjar tiroid dapat menimbulkan efek yang dramatic terhadap system kardiovaskuler, seringkai menyerupai penyakit jantung primer. ( Sumual A.R, 1992 ) Penderita hipertiroid sering mengalami keluhan sesak napas. Hal ini dapat dijelaskan karena pada penderita hipertiroid terdapat kenaikan curah jantung dan konsumsi oksigen pada saat maupun setelah melakukan aktivitas. Selain itu kapasitas vital pada penderita hipertiroid akan menurun disertai dengan gangguan sirkulasi dan ventilasi paru. Frekuensi nadi biasanya meningkat ( 90 125 kali/ menit ) dan akan bertambah cepat jika beraktivitas serta ada perubahan emosi. Akibat adanya curah jantung yang tinggi dan resistensi perifer yang rendah maka tidak jarang pada penderita hipertiroid dijumpai gambaran nadi yang mirip dengan insufisiensi aorta berupa pulsus seller danmagnus .Nadi yang lebih dari 80 kali/ menit pada saat istirahat perlu dicurigai adanya suatu hipertiroid. 1992 ) T3 menstimulasi Transkripsi myosin yang mengakibatkan kontraksi otot miokard menguat, dan Ca + ATP ase direticulum sarkoplasma meningkatkan tonus diastolic, mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergic, sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek ionotrofik positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung, tekanan darah, dan takikardia. ( soeparman, 2007 ). Meningkatnya metabolisme dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah produk akhir dari metabolism yang dilepaskan dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Sebagai akibat peningkatan aliran darah dan curah jantung akan meningkat, seringkali meningkat sampai 60 % atau lebih diatas normal bila terdapat kelebihan hormone tiroid. ( Ethel, Sloane, 2004) ( Sumual A.R,

e. Masalah 5: Pemeriksaan obstetric:


Halaman | 21

Outer examination : fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150 x/ min

i.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan obstetrik? Jawab:

a.

Tinggi fundus 32 cm, untuk menilai perkembangan janin apakah sesuai dengan usia gestasi atau tidak. Nilai ini dapat dianggap normal karena pada usia gestasi lebi dari 36 minggu, tinggi fundus dapat berkurang oleh karena janin mulai memasuki pintu atas panggul. Akan tetapi, apabila nilai ini dianggap tidak normal maka kemungkina penyebabnya adalah adanya Intrauterine growth restriction (IUGR) atau oligohidramnion akibat adanya penurunan perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.

b. FTR (normal= 120-160 x/menit) = Normal

ii. Bagaimana cara pemeriksaan tinggi fundus? Jawab: Pemeriksaan Leopold I untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada dalam fundus uteri. Petunjuk cara pemeriksaan :

Atur posisi pemeriksa sehingga menghadap ke

bagian kepala ibu. letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong uterus ke bawah (jika diperlukan, fiksasi terus bawah dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan dibagian lateral depan kanan dan kiri setinggi atas simfisis)

Angkat jari telunjuk kiri (dan jari-jari yang memfiksasi uterus bawah). Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan

bagian bayi yang ada pada bagian fundus dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian.

Halaman | 22

Konsistensi uterus.

Metode II Menentukan TFU dengan mengkombinasikan hasil pengukuran dari memperkirakan dimana TFU berada pada setiap minggu kehamilan dihubungkan dengan simfisis pubis wanita, umbilikus dan ujung dari prosesus xifoid dan menggunakan lebar jari pemeriksa sebagai alat ukur. Ketidak akuratan metode ini : 1. Wanita bervariasi pada jarak simfisis pubis ke prosesus xifoid, lokasi

umbilikus diantara 2 titik (imajiner) ini. 2. Lebar jari pemeriksa bervariasi antara yang gemuk dan yang kurus.

Keuntungan : 1. 2. Digunakan jika tidak ada Caliper atau pita pengukur. Jari cukup akurat untuk menentukan perbedaan yang jelas antara perkiraan

umur kehamilan dengan tanggal dan dengan temuan hasil pemeriksaan dan untuk mengindikasi perlunya pemeriksaan lebih lanjut jika ditemukan ketidak sesuaian dan sebab kelainan tersebut. Meode III Metode ini menggunakan alat ukur Caliper. Caliper digunakan dengan meletakkan satu ujung pada tepi atas simfisis pubis dan ujung yang lain pada puncak fundus. Kedua ujung diletakkan pada garis tengah abdominal. Ukuran kemudian dibaca pada skala cm (centimeter) yang terletak ketika 2 ujung caliper bertemu. Ukuran diperkirakan sama dengan minggu kehamilan setelah sekitar 22-24 minggu . Keuntungan : Lebih akurat dibandingkan pita pengukur terutama dalam mengukur TFU setelah 2224 minggu kehamilan (dibuktikan oleh studi yang dilakukan Engstrom, Mc.Farlin dan Kerugian :
Halaman | 23

Sitller)

Jarang digunakan karena lebih sulit, lebih mahal, kurang praktis dibawa, lebih susah dibaca, lebih susah digunakan dibandingkan pita pengukur

Metode IV Menggunakan pita pengukur yang mungkin merupakan pengukuran metode TFU akurat setelah kedua 22-24 dalam minggu

kehamilan. Titik nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis dan pita pengukur ditarik melewati garis tengah abdomen sampai puncak. Hasil dibaca dalam skala cm, ukuran yang terukur sebaiknya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan setelah 22-24 minggu kehamilan. Keuntungan :

Lebih murah, mudah dibawa, mudah dibaca hasilnya, mudah digunakan Cukup akurat

Kerugian :

Kurang akurat dibandingkan caliper

Metode V Menggunakan pita pengukur tapi metode

pengukurannya berbeda. Garis nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis di garis abdominal, tangan yang lain diletakkan di dasar fundus, pita pengukur diletakkan diantara sampai jari titik telunjuk dimana dan jari jari tengah, menjepit pengukuran pita dilakukan pengukur.

Sehingga pita pengukur mengikuti bentuk abdomen hanya sejauh puncaknya dan kemudian secara relatif lurus ke titik yang ditahan oleh jari-jari pemeriksa, pita tidak melewati slope anterior dari fundus. Caranya tidak diukur karena tidak melewati slope anterior tapi dihitung secara matematika sebagai berikut ;

Halaman | 24

Sebelum fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus,

tambahkan 4 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centimeternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan

Sesudah fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus,

tambahkan 6 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centimeternya diperkirakan sama dengan jumlah mingu kehamilan.

iii.

Cara pengukuran fetal heart rate? Jawab: Pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin) dilakukan sebagai acuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan perkembangan janin khususnya denyut jantung janin dalam rahim. Detak jantung janin normal permenit yaitu : 120-160x / menit Pemeriksaan denyut jantung janin harus dilakukan pada ibu hamil. Denyut jantung janin baru dapat didengar pada usia kehamilan 16 minggu / 4 bulan. Gambaran DJJ: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Takikardi berat; detak jantung diatas 180 x/menit Takikardi ringan: antara 160-180x/menit Normal: antara 120-160x/menit Bradikardia ringan: antara 100-119x/menit Bradikardia sedang: antara 80-100x/menit Bradikardia berat: kurang dari 80x/menit

Alat yang digunakan untuk memeriksa detak jantung janin , adalah : 1. Stetoskop Laennec

Stetoskop yang dirancang khusus untuk dapat mendengarkan detak jantung janin secara manual oleh pemeriksa dan dapat digunakan pada usia kehamilan 17-22 minggu. Cara pemeriksaan menggunakan leanec: a. Baringkan Ibu hamil dengan posisi telentang b. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk mencari posisi punggung janin c. Letakkan stetoskop pada daerah sekitar punggung janin d. Hitung total detak jantung janin e. Catat hasil dan beritahu hasil pada klien

Halaman | 25

2.

Doppler

Fetal Doppler adalah alat dalam biomedik yang sering digunakan untuk mendeteksi detak jantung janin pada ibu hamil. Fetal Doppler menggunakan sensor Ultrasound dengan frekuensi 2 MHz untuk mendeteksi detak jantung janin berdasarkan prinsip doppler, yaitu memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang yang dipancarkan oleh sensor ultrasound. Cara pemeriksaan menggunakan Doppler: Alat dan bahan - Doppler - Jelly

Langkah-langkah pemeriksaan: a. Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang b. Beri jelly pada doppler /lineac yang akan digunakan c. Tempelkan doppler pada perut ibu hamil didaerah punggung janin. d. Hitung detak jantung janin : i. Dengar detak jantung janin selama 1 menit, normal detak jantung janin 120-140 / menit. ii. Beri penjelasan pada pasien hasil pemeriksaan detak jantung janin e. Jika pada pemeriksaan detak jantung janin, tidak terdengar ataupun tidak ada pergerakan bayi, maka pasien diberi penjelasan dan pasien dirujuk ke RS. f. Pasien dipersilahkan bangun g. Catat hasil pemeriksaan jantung janin

Pemantauan Elektronik Internal

Denyut jantung janin dapat diukur dengan menempelkan elektroda spiral bipolar langsung ke janin. Kawat elektroda tersebut menembus kulit kepala janin, sedangkan kutub keduanya berupa lempeng logam pada elektroda. Cairan vagina berperan sebagai jembatan listrik seperti larutan garam yang melengkapi rangkaian listrik, sehingga memungkinkan terjadinya pengukuran perbedaan tegangan listrik antara kedua kutub tersebbut. Kedua kabel elektroda bipolar dilekatkan pada elektroda acuan yang melekat pada paha si ibu untuk menghilangkan intervensi listrik. Sinyal
Halaman | 26

jantung janin elektris, yaitu gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T diperkuat dan kemudian masuk ke cardiotachometer untuk proses perhitungan denyut jantung. Puncak tegangan gelombang R adalah bagian elektrokardiogram janin yang paling dapat dipercaya yang terdeteksi. Fenomena perhitungan denyut jantung janin menggunakan gelombang R-ke-R yang kontinu juga dikenal dengan istilah variabilitas denyut-ke-denyut. Peristiwa fisiologis yang sedang dihitung bukan merupakan peristiwa mekanis mengenai detak jantung, melainkan lebih kepada suatu peristiwa elektris. Pemantauan Elektronik Eksternal (Tak Langsung)

Pada kondisi tertentu, rupture membrane dan pemeriksaan uterus secara invasive dapat dihindari menggunakan detector eksterna untuk mengamati gerak janytung janin dan aktivitas uterus. Namun, pemantauan eksternal ini tidak seakurat hasil pengukuran denyut jantyung janin atau perhitungan tekanan uterus yang dihasilkan pemantauan internal.Denyut jantung janin terdeteksi melalui dinding perut ibu menggunakan prinsip ultrasound Doppler. Gelombang ultrasound tersebut mengalami pergeseran frekuensi saat gelombang tersebut terpantul akibat pergerakan katup jantung janin dan denyutan darah yang keluar selama proses sistolik. Perangkat yan digunakan terdiri dari transduser yang memancarkan gelombang ultrasound dan sebuah sensor untuk mendeteksi perubahan frekuensi gelombangsuara yang dipantulkan. Transduser diletakkan pada bagian perut ibu di tempat dengan aktivitas jantung janin terdeteksi paling baik. Penggunaan gel penghubung sangat penting karena udara bukan penghantar gelombang ultrasound yang baik. Perangkat ini dipasang dengan dibantu sabuk. Perlu diperhatikan beda denyut jantung ibu dan janin. f. Masalah 6 : Pemeriksaan lab : Hb 11,2 g/ dL ; she had 2 + protein on urine, cylinder (-) i. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan lab? Jawab: Nilai Normal Hb 11,2 g/dl 11-14 g/dl Interpretasi Normal Proteinuria Keterangan Kekeruhan mudah terlihat dengan butir-butir : (protein 0,05-0,2%)
Halaman | 27

Protein urine = 2+

++

Cylinder (-)

Normal

Mekanisme : Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalissehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria g. Pertanyaan tambahan 1. Bagaimana cara diagnosis dan pemeriksaan penunjang ( T3/T4, dll)? Jawab: Eklampsia a. Kriteria Diagnosis Kehamilan > 20 mgg, saat persalinan, atau masa nifas [ ada pada kasus ] Terdapaat tanda PEB (1 atau lebih gejala/ tanda) : - TD Sistolik 160 mmHg, Diastolik 110 mmHg [ ada pada kasus ] - Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+ - Oligouria < 500 ml/24 jam & kadar kreatinin naik - Gangguan visual/ serebral - Nyeri epigastrium/ kuadran kanan atas abdomen - Edema paru - Pertumbuhan janin terhambat - Sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelet) Kejang atau koma [ ada pada kasus ] Kadang dengan gangguan fungsi organ

Grave Disease a. Gambaran klinis Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan, karena kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan

hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda klinis yang dapat digunakan
Halaman | 28

sebagai pegangan diagnosis adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau yang infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal, miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada kehamilan normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak melambat dengan perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme. Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis gravidarum yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid. b. Laboratorium : 2. Kadar T4 dan T3 total Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme. 3. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3) Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme. 4. Indeks T4 bebas (fT4I) Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini. 4. Tes TRH Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu. 5. TSH basal sensitif Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan. 6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)

Halaman | 29

Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu : Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses otoimun. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati plasenta dengan mudah.

5. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja pada kasus ini? Jawab: Pre eklampsia Mild Severe Superimposed Chronic with hypertension eclampsia hypertension Eclampsia

impending eclampsia convulsion headache Visual disturbance BP HR RR Pretibial edema proteinuria + + + + + + + + + + + +

+ +

+ +

+ + +

+ + +

+ + + +

+ (anasarka)

6. Etiologi pada kasus ini ( 2 kasus) ? Jawab: Penyakit Graves Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5

Halaman | 30

kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun. Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus). Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan konstelasi dramatis tanda neuropsikologis dan fisik dan gejala. Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.

Etiologi Eklampsia Preeklamsi eklamsia adalah disease of the theory tang etiologinya tidak diketahui secara pasti. faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan

ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklamsi 1. a. b. c. d. Risiko yang berhubungan dengan partner laki Primigravida Primipaternity Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklamsi. e. Pemaparan terbatas terhadap sperma.


Halaman | 31

f. 2.

Inseminasi donor dan donor oocyte Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat

penyakit keluarga a. b. c. d. e. f. 3. a. b. c. d. Riwayat pernah preeklamsi Hipertensi kronik Penyakit ginjal Obesitas Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe 1 Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia Risiko yang berhubungan dengan kehamilan Mola hidatidosa Kehamilan ganda Infeksi saluran kencing pada kehamilan Hydrops fetalis

7. Epidemiologi Jawab: Grave Disease pada kehamilan Hipertiroidisme menyerang 0,1-0,4% dari sejumlah kehamilan. Penyakit Grave mencakup 85% dari keseluruhan kasus. Penyakit Tiroid autoimun terjadi lebih sering pada wanita dibanding pria dengan rasio 5-10 : 1 dan biasa terjadi pada usia reproduktif 20-50 tahun. Hipertensi pada kehamilan Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang belum jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medic dan system rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengtetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medic baik dipusat maupun di daerah. Eklampsia dan Pre Eklampsia
Halaman | 32

Dari berbagai data kepustakaan didapat angka kejadia preeclampsia di berbagai Negara antara 7-10 %. Di Indonesia sendiri angka kejadian preeclampsia berkisar antara 3,4 8,5 % Pada penelitian di RS. Dr. Kariadi Semarang tahun 1997 didapatkan angka kejadian preeclampsia 3,7% dan eklampsia 0,9 % dengan angka kematian perinatal sebesar 3,1 %. Sedang pada periode tahun 1997-1999 didapatkan angka kejadian preeclampsia 7,6 % dan eklampsia 0,15 %. Penelitian pada bula juni 2002-Februari 2004 di RS. Dr. Kariadi Semarang didapatkan 28,1 % kasus persalinan dengan preeclampsia berat. Dari data ini terlihat kecenderungan peningkatan angka kejadian preeclampsia di RS. Dr. Kariadi dari tahun-ke tahun

8. Faktor resiko Jawab: Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi; 1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia 2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan preeklampsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua. 3) Kegemukan 4) Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih. 5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus

9. Manifestasi klinik
Halaman | 33

Jawab: Eklampsia 1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain 2. Gangguan penglihatan : pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara 3. Iritabel : ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya 4. Nyeri perut : nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah 5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria) 6. Kejang-kejang dan / atau koma Graves disease Palpitasi Peningkatan denyut jantung, peningkatan curah jantung, peningkatan tekanan nadi perifer, dan peningkatan Tekana darah. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas,peningkatan kepekaan terhadap katekolamin. Peningkatan laju metabolism basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan. Penurunan baerat, peningkatan rasa lapar ( nafsu makan baik ) Penigkatan frekuensi buang air besar. Gondok ( biasanya ), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid Gangguan reproduksi Tidak tahan panas. Cepat letih. Tanda bruit. Haid sedikit dan tidak tetap. Pembesaran kelenjar tiroid. Mata melotot ( Exophtalamus )

10.

Patofisiologi
Halaman | 34

Jawab: Patofisiologi Graves disease Keadaan hipertiroid pada Graves disease disebabkan oleh adanya Thyroidstimulating immunoglobulins (TSI) yang disintesis oleh kelenjar tiroid seperti halnya di sumsum tulang dan kelenjar limfe. Antibodi seperti ini bisa dideteksi dengan menggunakan bioassay atau dengan menggunakan TSH-Binding Inhibitor

Immunoglobulins (TBII) assays. Keberadaan TBII pada pasien dengan tirotoksikosis menandakan adanya TSI, dan pemeriksaan ini bermanfaat dalam memantau pasien Graves disease yang sedang hamil yang dalam keadaan ini sejumlah besar TSI dapat melintasi plasenta dan dapat menyebabkan tirotoksikosis neonatal. Selain itu, antibodi Thyroid Peroksidase (TPO) dapat ditemukan dalam 80% kasus dan dapat menjadi marker autoimunitas yang dapat diukur dengan baik. Karena adanya kemungkinan tiroiditis, yang terjadi secara bersamaan dengan Graves disease, yang juga dapat mempengaruhi fungsi tiroid, tidak terdapat hubungan langsung antara kadar TSI dengan kadar hormon tiroid pada Graves disease. Pada jangka panjang, hipotiroid autoimun spontan dapat terjadi pada 15% pasien Graves disease. Sitokin diduga memiliki peran bermakna pada oftalmopati tiroid. terjadi infiltrasi pada otot ekstraokular oleh sel T yang teraktivasi; pelepasan sitokin seperti IFN-, TNF, dan IL-1 menyebabkan aktivasi fibroblas dan peningkatan sintesis glikosaminoglikan yang dapat memerangkap air sehingga menyebabkan

pembengkakkan otot yang khas. Pada tahap akhir penyakit ini, terjadi fibrosis ireversibel pada otot-otot tersebut. Fibroblast orbital diduga sensitif terhadap sitokin, kemungkinan dapat menjelaskan lokasi anatomi respon imun. Walaupun patogenesis oftalmopati tiroid masi belum jelas, terdapat banyak bukti bahwa TSH-R kemungkinan berperan sebagai shared autoantigen yang diekspresikan pada daerah orbit dan hal ini dapat menjelaskan ubungannya dengan penyakit tiroid autoimun . peningkatan lemak merupakan penyebab tambahan terjadinya ekspansi jaringan retrobulbar. Peningkatan tekanan intraokular dapat menyebabkan proptosis, diplopia, dan neuropati optik. Keadaan hipertiroid pada Graves disease yang disebabkan oleh adanya Thyroidstimulating immunoglobulins (TSI) yang disintesis oleh kelenjar tiroid seperti halnya di sumsum tulang dan kelenjar limfe akan menyebabkan peningkatan rasio metabolik. Peningkatan rasio metabolik ini akan menyebabkan munculnya berbagai

Halaman | 35

gejala, seperti kehilangan berat badan yang tidak dijelaskan, hiperaktivitas, kegelisahan, takikardia, tremor, dan lain sebagainya. Karena molekul hormon dapat melewati plasenta, keadaan hipertiroid pada ibu dapat menyebabkan hipertiroid neonatorum.

Hipertiroid dalam kehamilan Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi penyakit Grave tidak diketahui secara pasti. Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya, diduga banyak faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil penelitian, masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab, antara lain : Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid sendiri, didalam sistem imun atau keduanya. Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan primer terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T helper yang menurun atau sebaliknya). Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal terjadinya penyakit tiroid otoimun. Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto) atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave). Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu : Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid) karena pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang menimbulkan imunitas seluler. Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating Antibody (TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Sekarang telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain : 1. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)

Halaman | 36

2. 3. 4. 5.

Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P) Human Thyroid Stimulator (HTS) Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS) Thyrotropin Displacement Activity (TDA)

Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada membran sel folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid. Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit Grave berdasarkan hasil penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979), yang menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas sel T supresor pada penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan pula bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper. Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam menekan produksi antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah diketahui selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan kawan-kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada 47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh penelitipeneliti lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan (1985) menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik, emosi, struktur keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama, sehingga insiden tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester pertama. Sampai sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pada periode postpartum. Tidak jarang seorang penderita penyakit Grave yang secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme pada awal kehamilan.
Halaman | 37

Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan remisi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan. Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa 5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3 serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat rendah (0 2%). Titer antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya berlangsung selama 1 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis postpartum diduga merupakan rebound phenomenon dari proses otoimun yang terjadi setelah melahirkan.

Patofisiologi Hipertensi pada kehamilan Penyebab dan mekanisme hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori yang sekaran banyak dianut adalah : Teori kelainan vaskularisasi plasenta Teori iskemia olasenta, radikal bebas, dan sidfungsi endotel Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Teori adaptasi kardiovaskularori genetik

Teori defisiensi gizi

Halaman | 38

Teori inflamasi Preeklamsia akan menyebabkan banyak perubahan pada berbagai sistem dan organ tubuh. Beberapa perubahan tersebut adalah perubahan hematologik dan neurologik. Perubahan hematologik pada preeklamsia disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia emolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia dan gejala hemolisis mikroangipatik. Keadaan-kaeadaan ini dapat menyebabkan menurunnya aliran darah ke organ. Apabila otak telah terpengaruh maka akan terjadi perubahan pada sistem neurologi. Hipoperfusi otak akan menyebabkan nyeri kepala sehingga menyebabkan vasogenik edema. Selain itu, terjadinya spasme arteri retina dan edema retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment). Selain itu, perubahan sistem neurologik yang lainnya adalah terjadinya kejang eklampti. Penyebab kejang eklamtik belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik adalah edema serebri, vasospasme serebri, dan iskemia serebri. Keadaan hipertensi dan proteinuri pada kehamilan diduga terjadi karena adanya peningkatan radikal bebas dan disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan menyebabkan:

Gangguan metabolism prostaglandin, yaitu menurunnya protasiklin yang merupakan suatu vasodilator kuat. Terjadi agregasi trombosit yang akan menutupi kerusakan sel endotel, agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan vasokontriktor kuat. Terjadi glomerular endoteliosis Peningkatan permeabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-baan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan kadar enotelin (vasokonstriktor) meningkat Peningkatan faktor koagulasi.

11.

Tata laksana

Halaman | 39

Jawab: a. a. Hipertiroid dalam kehamilan Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon tiroid dengan gejala

minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin tanpa terapi sepanjang ibu dan bayi dalam keadaan baik. b. Pada hipertiroid yang berat, membutuhkan terapi, obat anti-tiroid adalah

pilihan terapi, dengan PTU sebagai pilihan pertama. Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan T3 bebas dari ibu dalam batas normal-tinggi dengan dosis terendah terapi anti-tiroid. Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin selama kehamilan dengan melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya. Obat-obat yang terpenting digunakan untuk mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan metimazol) menghambat sintesis hormon tiroid. Laporan sebelumnya mengenai hubungan terapi metimazol dengan aplasia kutis, atresia oesophagus, dan atresia choanae pada fetus tidak diperkuat pada penelitian selanjutnya, dan tidak terdapat bukti lain menyangkut obat lain yang berefek abnormalitas kongenital. Oleh karena itu, PTU sebaiknya dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama dalam terapi hipertiroid selama kehamilan dan metimazol sebagai pilihan kedua yang digunakan jika pasien tidak cocok, alergi, atau gagal mencapai eutiroid dengan terapi PTU. Kedua obat tersebut jarang menyebabkan neutropenia dan agranulositosis. Oleh karena itu, pasien sebaiknya waspada terhadap gejala-gejala infeksi, terutama sakit tenggorokan, dapat dihubungkan dengan supresi sumsum tulang dan harus diperiksa jumlah neutrofil segera setelah menderita. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010) c. Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta. Namun,

PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena kadar transplasentalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan metimazol. TSH reseptor stimulating antibodi juga melalui plasenta dan dapat mempengaruhi status tiroid fetus dan neonatus. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen. 2009, Rull, Gurvinder. 2010)

Halaman | 40

(sumber : Marx, Helen, et al. 2008) d. Pemberian PTU dilakukan setiap 6-8 jam Penyesuaian dosis OAT dilakukan

setiap 4 minggu hingga fungsi kelenjar tiroid menjadi normal. Sebagian penderita penyakit Graves' akan sembuh setelah pemberian terapi selama 12-18 bulan, e. Wanita yang sedang dalam terapi antitiroid sebaiknya tidak berhenti menyusui

bayinya karena kedua obat anti tiroid tersebut aman. Keduanya ada dalam air susu ibu (metimazole kadarnya lebih besar dibandingkan PTU), tetapi hanya dalam konsentrasi yang lebih rendah. Jika pasien mengkonsumsi lebih dari 15 mg karbimazol atau 150 mg propiltiourasil sehari, bayi sebaiknya diperiksa dan mereka sebaiknya tidak disusui sebelum ibunya mendapatkan terapi dengan dosis terbagi. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Rull, Gurvinder. 2010) f. Beta-blocker khususnya propanolol dapat digunakan selama kehamilan untuk

membantu mengobati palpitasi yang signifikan dan tremor akibat hipertiroid. Untuk mengendalikan tirotoksikosis, propanolol 20 40 mg setiap 6 jam, atau atenolol 50 100 mg/hari selalu dapat mengontrol denyut jantung ibu antara 80-90 kali per menit. Esmolol, -blocker kardio seleketif, efektif pada wanita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak berespon pada propanolol. Obat-obat ini hanya digunakan sampai hipertiroid terkontrol dengan obat anti tiroid. (Girling, Joanna. 2008, Marx, Helen. 2009, Rull, Gurvinder. 2010) . Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan sering ditunda setelah kehamilan trimester pertama atau selama trimester kedua. Alasan dari penundaan ini adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan juga dapat memunculkan resiko tambahan lainnya. Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila
Halaman | 41

ditemukan satu dari kriteria berikut ini (De Groot, Leslie J., et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010) : a. b. c. Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI > 20 mg) Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol Hipotiroid fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan untuk

mengandalikan hipertiroid pada ibu d. e. f. g. Pasien yang alergi terhadap obat anti tiroid Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid Jika dicurigai ganas Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan hipertiroid selama

kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat melewati plasenta dan ditangkap oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran kelenjar dan akhirnya berakibat pada hipotiroid yang menetap. (De Groot, Leslie J., et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et

Tatalaksana Eklamsia

Tujuan pengobatan : 1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang 2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi 3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin 4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin Pengobatan Konservatif Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4). Pengobatan Obstetrik 1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin 2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu

Halaman | 42

Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.

Dasar-dasar pengelolaan eklamsi : Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu Selalu ABC (Airway, Breathing, Circulation). Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka Mengatasi dan mencegah kejang Koreksi hipoksemia dan asidemia Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

PERTOLONGAN PERTAMA SAAT DI IGD Hindari ransangan Pasang spatula lidah Bebaskan jalan napas Beri : MgSO4 20 % 4 g (20 cc) I.V pelan-pelan MgSO4 40 % 8 g (10 cc) I.M ( 10 cc BoKa + 10 cc BoKi ) Pasang infus D5% atau RL Fiksasi badan di tempat tidur Pertolongan lanjut di kamar bersalin : : Periksa dalam Pasang kateter menetap atau ruang isolasi

Lanjutan MgSO4 40 % 10 cc I.M tiap 6 jam Bila kejang lagi MgSO4 20 % 10 cc I.V Bila kejang lagi setelah 20 Pentothal 5 mg/kgBB/I.V pelan-pelan atau Amibarbital 3-5 mg/kgBB/I.V pelan-pelan Obat-obat penunjang ( Antihipertensi, Antibiotik, Diuretik, Kardiotonik )

Halaman | 43

Periksa lab darah, urin, liver enzym Setelah terjadi stabilisasi 4-8 jam setelah : - kejang terakhir - pemberian anti kejang/anti hipertensi terakhir - mulai sadar Obat-obat Antihipertensi:

Metildopa Hidralazin Labetolol

Prinsip:

Mulailah pemberian antihipertensi, jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg Pertahankan tekanan darah diastolik 90-100 mmHg untuk mencegah perdarahan

otak Terapi Medikamentosa Lihat terapi medikamentosa pada preeklamsi berat : nomor VI. 5.a 1. a. b. c. d. e. a. Pemberian terapi medikamentosa Segera masuk rumah sakit Tirah baring miring ke kiri secara intermiten Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5% Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang. Pemberian MgSO4 dibagi : Loading dose (initial dose) : dosis awal Maintenance dose : dosis lanjutan Regimen Loading dose Maintenan ce dose Preeklamsi Intermitent intramuscular 10 g IM 4g 20% IV; 5g tiap jam 50% 24 4-6 pasca persalinan jam Dihentikan

Halaman | 44

injection

1g/menit 10g 50% IM: Kuadran atas sisi luar kedua bokong

Bergantian salah satu bokong

Eklamsi

- 5g IM bokong kanan - 5g IM bokong kiri Ditambah mllidocaine

5g tiap jam

50% 4-6

Bergantian salah satu

1.0 bokong (10 g

MgSO4 IM dalam 2-3 dicapai Jika konvulsi tetap kadar terjadi plasma 5-6 jam

Setelah 15 menit, 3, beri : 2g mEq/l

20% IV : 1 g/menit Obese : 4g iv Pakailah jarum 3inci, 20 gauge

Continous

Halaman | 45

Preeklamsi berat

Intravenous Injection

Tidak ada

4-6 g IV / 5-10 Eklamsi minute 1 g/jam IV

1 g/jam IV Sibai, 1984 Continous Intravenous Preeklamsi eklamsi Injection 4-6 g 20% IV 1) Dimulai 24 dilarutkan dalam 100 ml/D5 / 15-20 menit jam

2g/jam IV pascasalin dalam 10g 1000

cc D5 ; 100 cc/jam 2) Ukur

kadar Mg setiap 4-6 jam 3) Tetesan infus disesuaika n untuk

mencapai maintain dose mEq/l (4,8-9,6 mg/dL) 4-6

Halaman | 46

Sama dengan 1) Pritchard regimen

4g

50% 1) dalam 1g/jam/IV dalam jam atau 2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam 24

dilarutkan normal

Saline IV / 10-15 menit 2) 10 g 50% IM: - 5g IM bokong kanan - 5g IM bokong kiri

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O Refleks patella normal Respirasi > 16 menit Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :

Halaman | 47

100 mg IV sodium thiopental 10 mg IV diazepam A IV sodium amobarbital 250f. mg n t phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

i 16,7 mg/menit/1 jam 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam h i p ertensi Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126 Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual)

karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan. Desakan darah diturunkan secara bertahap : 1. 2. 3. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik Desakan darah diturunkan mencapai : - < 160/105 - MAP < 125 Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan

secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit g. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena : 1. 2. 3. Memperberat penurunan perfusi plasenta Memperberat hipovolemia Meningkatkan hemokonsentrasi
Halaman | 48

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi : 1. 2. 3. h. Edema paru Payah jantung kongestif Edema anasarka Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih Perawatan kejang Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang

(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui) Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah

aspirasi pneumonia Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat.

Perawatan koma Derajat kedalaman koma diukur dengan Glasgow-Coma Scale Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka Hindari dekubitus Perhatikan nutrisi

Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut : Edema paru Oliguria renal Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis

Pengelolaan eklamsi

Halaman | 49

Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah : 1). Pemberian obat anti kejang terakhir 2). Kejang terakhir 3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir 4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat) Cara persalinan Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut. Perawatan pasca persalinan Tetap di monitor tanda vital Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

12. Komplikasi (ibu janin) Jawab: Komplikasi hipertensi dalam kehamilan: IBU: 1. CVD 2. decompensatio cordis 3. edema paru 4. gagal hati 5. gagal ginjal 6. DIC 7. solutio plasenta
Halaman | 50

8. asidosis JANIN: 1. pertumbuhan janin terhambat 2. prematuritas 3. gawat janin 4. kematian janin

Komplikasi hipertiroid dalam kehamilan terhadap ibu : A. Payah Jantung Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung : Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip pada miokard melalui beberapa cara : 1. Komponen metabolisme : a. Meningkatkan jumlah mitokondria b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktinmiosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin. 2. Komponen simpul sinoatrial : Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi atrium. 3. Komponen adrenoreseptor : Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta.

Halaman | 51

Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor alfa. Pengaruh tidak langsung : 1. Peningkatan metabolisme tubuh : Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah. 2. Sistem simpato-adrenal : Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem simpatoadrenal melalui cara : a) Peningkatan kadar katekolamin b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat, dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi ventrikel akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan kawan-kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir. Krisis tiroid Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi.

II. Komplikasi terhadap janin dan neonatus :

Halaman | 52

Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada kehamilan terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan ibu janin pada hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal kelenjar tiroid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin baru mulai berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. Hubungan ibu janin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta dengan mudah. Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat anti tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan yodida, juga propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta. Pemakaian obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan janin. Pemakaian zat yodium radioaktif merupakan kontra indikasi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan hipotiroidisme permanen pada janin.

Hipertiroidisme janin dan neonatus : Hipertiroidisme janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui plasenta terutama bila ibu hamil hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan anti tiroid. Hipertiroidisme janin dapat pula terjadi pada ibu hamil yang mendapat pengobatan hormon tiroid setelah mengalami operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya kadar TSI masih tinggi. Diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI ibu dan
Halaman | 53

bunyi jantung janin yang tetap diatas 160 x per menit. Kurang lebih 1% wanita hamil dengan riwayat penyakit Grave akan melahirkan bayi dengan hipertiroidisme. Hipertiroidisme neonatus kadang-kadang tersembunyi, biasanya berlangsung selama 2 sampai 3 bulan. Hipertiroidisme neonatus disertai dengan mortalitas yang tinggi. Komplikasi jangka panjang pada bayi yang bertahan hidup akan mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis prematur yang menimbulkan gangguan perkembangan otak. Kematian biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan penyakit jantung kongestif. Diagnosis hipertiroidisme neonatus ditegakkan atas dasar gambaran klinis dan laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan takikardia pada bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang meningkat sudah cukup untuk dipakai sebagai pegangan diagnosis. Namun dapat pula terjadi gambaran klinis yang lain seperti payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.

Hipotiroidisme janin dan neonatus Penggunaan obat-obat anti tiroid selama kehamilan dapat menimbulkan struma dan hipotiroidisme pada janin, karena dapat melewati sawar plasenta dan memblokir faal tiroid janin. Penurunan kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi sekresi TSH dan menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Menurut Cooper DS, frekuensi struma pada neonatus akibat pengobatan anti tiroid pada wanita hamil diperkirakan 10%. Davis LE dan kawan-kawan melaporkan bahwa dari 36 ibu hamil hipertiroidisme yang diobati dengan anti tiroid, terdapat 1 kasus neonatus yang mengalami struma dan hipotiroidisme. Cheron dan kawan-kawan dalam penelitiannya melaporkan bahwa hanya 1 dari 11 neonatus mengalami struma dan hipotiroidisme setelah ibunya mendapat terapi PTU 400 mg perhari. Namun walaupun 10 neonatus lainnya berada dalam keadaan eutiroid, terjadi pula penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar TSH yang ringan. Hal ini menunjukkan telah terjadi hipotiroidisme transien pada 10 neonatus tersebut. Penyebab hipotiroidisme janin yang lain adalah pemberian preparat yodida selama kehamilan. Dosis yodida sebesar 12 mg perhari sudah dapat menimbulkan hipotiroidisme pada janin. Hipotiroidisme akibat pemakaian yodida ini akan menimbulkan struma yang besar dan dapat menyumbat saluran nafas janin. Untuk mendiagnosis hipotiroidisme pada janin, Perelman dan kawan-kawan melakukannya dengan pemeriksaan contoh darah janin

Halaman | 54

perkutan melalui bantuan USG, yang menunjukkan kadar TSH yang tinggi dan kadar tiroksin yang rendah.

13.

Prognosis

Jawab: Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 1997 kira kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Prognosis eklampsia ditentukan oleh Kriteria Eden 1. Koma yang lama 2. Nadi diatas 120 / menit 3. Suhu diatas 39,5c 4. Tekanan darah sistolik diatas 200 min hg 5. Kejang lebih dari 10 kali 6. Protein lebih dari 10 gr/liter 7. Tidak ada edema bila didapatkan 2 atau lebih dari gejala tersebut, maka prognosis ibu adalah buruk Tingkat kematian ibu dilaporkan berkisar antara 0-13,9%. Satu penelitian retrospektif terhadap 990 kasus eklampsia menemukan angka kematian ibu secara keseluruhan adalah 13,9% (138/990). Risiko paling tinggi (12/54 [22%]) dijumpai pada subkelompok wanita dengan eklampsia pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Angka kematian perinatal pada kehamilan eklamptik adalah 9-23% dan berhubungan erat dengan usia kehamilan. Angka kematian perinatal pada satu penelitian terhadap 54 parturien dengan eklampsia sebelum usia kehamilan 28 minggu adalah 93%; angka ini hanya sebesar 9% pada penelitian lain dengan ratarata usia kehamilan pada saat melahirkan 32 minggu. Kematian perinatal terutama diakibatkan oleh persalinan prematur, solusio plasenta dan asfiksia intrauterin.
Halaman | 55

Prognosis ibu: dubia ad bonam Prognosis janin: dubia

14. Pencegahan Jawab: Eklampsia Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan antioksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi. Graves disease a. Pencegahan primer Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah : a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20
Halaman | 56

tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc. b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit.

15. SKDI (1) Jawab: Hipertensi pada kehamilan = 2 Preklamsia= 3B Eklamsia= 3B Hipertiroid = 3A

V.

Sintesis 1. Anatomi system reproduksi wanita pada masa kehamilan Pada masa kehamilan akan terjadi beberapa perubahan pada organ-organ, diantaranya : a. Uterus Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan isi konsepsi intrauterin. Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, progesteron berperan untuk elastisitas / kelenturan uterus Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus : - tidak hamil / normal : sebesar telur ayam (+ 30 g) - kehamilan 8 minggu : telur bebek - kehamilan 12 minggu : telur angsa - kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat
Halaman | 57

- kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat - kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat - kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid - kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid - 36-42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid Ismus uteri, bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit ditentukan, pada kehamilan trimester I memanjang dan lebih kuat. Pada kehamilan 16 minggu menjadi satu bagian dengan korpus, dan pada kehamilan akhir di atas 32 minggu menjadi segmen bawah uterus. Vaskularisasi sedikit, lapis muskular tipis, mudah ruptur, kontraksi minimal -> berbahaya jika lemah, dapat ruptur, mengancam nyawa janin dan nyawa ibu. Serviks uteri mengalami hipervaskularisasi akibat stimulasi estrogen dan perlunakan akibat progesteron (-> tanda Hegar), warna menjadi livide / kebiruan. Sekresi lendir serviks meningkat pada kehamilan memberikan gejala keputihan. b. Vagina / vulva Terjadi hipervaskularisasi akibat pengaruh estrogen dan progesteron, warna merah kebiruan (tanda Chadwick). c. Ovarium Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta, terutama fungsi produksi progesteron dan estrogen. Selama kehamilan ovarium tenang/beristirahat. Tidak terjadi pembentukan dan pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus hormonal menstruasi. d. Payudara Akibat pengaruh estrogen terjadi hiperplasia sistem duktus dan jaringan interstisial payudara. Hormon laktogenik plasenta (diantaranya somatomammotropin)

menyebabkan hipertrofi dan pertambahan sel-sel asinus payudara, serta meningkatkan produksi zat-zat kasein, laktoalbumin, laktoglobulin, sel-sel lemak, kolostrum. Mammae membesar dan tegang, terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar Montgomery, terutama daerah areola dan papilla akibat pengaruh melanofor. Puting

Halaman | 58

susu membesar dan menonjol. (beberapa kepustakaan tidak memasukkan payudara dalam sistem reproduksi wanita yang dipelajari dalam ginekologi) 1. Perubahan pada organ sistem tubuh lainnya meliputi : a. Sistem gastrointestinal Estrogen dan hCG meningkat dengan efek samping mual dan muntah-muntah, selain itu terjadi juga perubahan peristaltik dengan gejala sering kembung, konstipasi, lebih sering lapar/perasaan ingin makan terus (mengidam), juga akibat peningkatan asam lambung. Pada keadaan patologik tertentu dapat terjadi muntah-muntah banyak sampai lebih dari 10 kali per hari (hiperemesis gravidarum). b. Sistem respirasi Sistem respirasi pada seorang hamil pada kehamilan 32 minggu keatas umumnya merasakan sesak dan pendek nafas,halini karena usus-usus tertekan oleh uterus yg membesar kearah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak. Kebutuhan oksigen meningkat sampai 20%, selain itu diafragma juga terdorong ke kranial -> terjadi hiperventilasi dangkal (20-24x/menit) akibat kompliansi dada (chest compliance) menurun. Volume tidal meningkat. Volume residu paru (functional residual capacity) menurun. Kapasitas vital menurun. c. Sistem sirkulasi / kardiovaskular Perubahan fisiologi pada kehamilan normal, yang terutama adalah perubahan hemodinamik maternal, meliputi : - retensi cairan, bertambahnya beban volume dan curah jantung - anemia relatif - akibat pengaruh hormon, tahanan perifer vaskular menurun - tekanan darah arterial menurun - curah jantung bertambah 30-50%, maksimal akhir trimester I, menetap sampai akhir kehamilan - volume darah maternal keseluruhan bertambah sampai 50% - volume plasma bertambah lebih cepat pada awal kehamilan, kemudian bertambah secara perlahan sampai akhir kehamilan.

Halaman | 59

Eritropoiesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan transport zat asam yg dibutuhkan sekali dalam kehamilan. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan ,tetapi penambahan plasma jauh lebih besar sampai 25-45%, sehingga konsentrasi Hb menjadi lebih rendah (kadar hemoglobin menurun akibat anemia relatif). Cardiac output meningkat sampai 20-40%. Resistensi perifer juga menurun, sering tampak sebagai varisces tungkai. Leukosit meningkat sampai 15.000/mm3, akibat reaksi antigen antiibodi fisiologik yang terjadi pada kehamilan. d. Traktus urinarius Ureter membesar, tonus otot-otot saluran kemih menururn akibat pengaruh estrogen dan progesteron. Kencing lebih sering (poliuria), laju filtrasi meningkat sampai 60%150%. Dinding saluran kemih dapat tertekan oleh perbesaran uterus, menyebabkan hidroureter dan mungkin hidronefrosis sementara. Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun namun hal ini dianggap normal. e. Kulit Peningkatan aktifitas melanophore stimulating hormon menyebabkan perubahan berupa hiperpigmentasi pada wajah (kloasma gravidarum), payudara, linea alba (-> linea grisea), striae lividae pada perut, dsb. 2. Metabolisme Basal metabolic rate meningkat sampai 15% selama pertengahan akhir kehamilan akibat peningkatan sekresi berbagai hormone selama kehamilan termasuk tiroksin,korteks adrenal,hormone-hormon kelamin, terjadi juga hipertrofi tiroid. Kebutuhan karbohidrat meningkat sampai 2300 kal/hari (hamil) dan 2800 kal/hari (menyusui). Kebutuhan protein 1 g/kgbb/hari untuk menunjang pertumbuhan janin. Kadar kolesterol plasma meningkat sampai 300 g/100ml. Kebutuhan kalsium, fosfor, magnesium, cuprum meningkat. Ferrum dibutuhkan sampai kadar 800 mg, untuk pembentukan hemoglobin tambahan. Khusus untuk metabolisme karbohidrat, pada kehamilan normal, terjadi kadar glukosa plasma ibu yang lebih rendah secara bermakna karena : - ambilan glukosa sirkulasi plasenta meningkat, - produksi glukosa dari hati menurun
Halaman | 60

- produksi alanin (salah satu prekursor glukoneogenesis) menurun - aktifitas ekskresi ginjal meningkat - efek hormon-hormon gestasional (human placental lactogen, hormon2 plasenta lainnya, hormon2 ovarium, hipofisis, pankreas, adrenal, growth factors, dsb). Selain itu terjadi juga perubahan metabolisme lemak dan asam amino. Terjadi juga peningkatan aktifitas enzim-enzim metabolisme pada umumnya. Pada kehamilan 32 minggu BMR meningkat 15-20%,fundus uteri terletak diantara pusat dan prosesus xipoideus. Volume darah ibu mencapai puncaknya penambahan 25 % dari volume darah ibu tidak mengandung dan CO meninggi kira-kira 30%.

3. Peningkatan Berat Badan Selama Hamil Normal berat badan meningkat sekitar 6-16 kg, terutama dari pertumbuhan isi konsepsi dan volume berbagai organ / cairan intrauterin. Berat janin + 2.5-3.5 kg, berat plasenta + 0.5 kg, cairan amnion + 1.0 kg, berat uterus + 1.0 kg, penambahan volume sirkulasi maternal + 1.5 kg, pertumbuhan mammae + 1 kg, penumpukan cairan interstisial di pelvis dan ekstremitas + 1.0-1.5 kg. 4. Perkembangan janin usia 8 bulan (32 minggu) Semua indera pada janin sudah mulai berfungsi. Gerakan-gerakan janin mulai terasa dengan jelas. Janin telah terbentuk sempurna dan posisi kepala berada di bawah (cephalic). Paru-parunya sudah sempurna dan plasenta mencapai kematangan. Panjang janin saat ini sekitar 45-50 cm dan beratnya 1,8- 2 kg. Dengan panjang tersebut, wajar jika kantung ketuban (amnion) mulai terasa sempit. Cairan amnion akan mencapai volume optimal, dan kemudian akan mengalami pengurangan.

Halaman | 61

Saat janin mencapai usia 33 minggu, kuku jari tangannya akan mulai tumbuh. Kelopak mata yang telah dapat membuka dan menutup sudah ditumbuhi bulu mata. Oksigen yang dibutuhkan janin masih disuplai oleh ibu, karena janin belum mampu bernafas dengan sempurna (paru-paru dan ginjal belum berfungsi sempurna). Pada masa ini, aktivitas janin sudah mulai mempelajari bahasa yang sederhana, yaitu suara sang ibu dan orang-orang di sekitarnya. Jika ibu sering membacakan cerita bagi janin, maka setelah lahir, si janin akan mudah terlelap bila dibacakan cerita yang sama sebagai pengantar tidur. Pada bulan ini, perkembangan otak janin terus berkembang pesat, dan fungsi otak dalam menghantarkan rangsangan syaraf semakin baik. Pada bulan kedelapan, aktivitas janin sudah mulai menyesuaikan dengan aktivitas ibunya. Janin akan banyak beraktivitas pada siang hari, dan pada malam harii ia akan beristirahat. 1. Anemia dalam kehamilan + komplikasi anemia terhadap janin 2. Breech presentation + pemeriksaan Leopold 3. Postpartum Haemorrhage 4. Anatomi jalan lahir 5. Fisiologi persalinan 6. Hamil post-term 7. Nutrisi dalam kehamilan 8. KIE untuk ibu dan keluarganya (kehamilan selanjutnya)

Halaman | 62

1. Perkembangan janin Suatu kehamilan matur biasanya akan berlangsung selama 280 hari atau 10 bulan arab (lunar monash) yang dihitung dari hari pertama mendapat haid terakhir. Pada 2 minggu pertama, hasil konsepsi masih merupakan perkembangan dari ovum yang dibuahi, dari minggu ke-3 sampai ke-6 disebut mudigah (embrio), dan sesudah minggu ke-6 mulai disebut fetus. Perubahan-perubahan dan organogenesis terjadi pada berbagai periode kehamilan. Perubahan-perubahan dari organogenesis yang terjadi pada berbagai periode kehamilan : Umur Kehamilan 4 minggu Panjang Fetus 7,5 mm 10 mm 8 minggu 2,5 cm

Pembentukan Organ Rudimental mata,

telinga, dan hidung. Hidung, kuping, jari-

jemari mulai dibentuk, kepala dada. 12 minggu 9 cm Daun kuping lebih jelas, kelopak mata melekat, leher mulai berbentuk, alat kandungan luarterbentuk namun terdiferensiasi. 16 minggu 16-18 cm Genetalia terbentuk dan eksterna dapat belum menekuk ke

dikenal, kulit tipis dan warna merah. 20 minggu 25 cm Kulit lebih tebal, rambut mulai tumbuh di kepala, dan rambut tumbuh halus di

(lanugo)

Halaman | 63

kulit. 24 minggu 30-32 cm Kedua kelopak mata

tumbuh alis dan bulu mata serta kulit keriput. Kepala besar. Bila lahir dapat bernafas tetapi

hanya dapat bertahan hidup beberapa jam saja. 28 minggu 35 cm Kulit warna merah

ditutupi verniks kaseosa. Bila bernafas, lahir, dapat menangis

pelan dan lemah, bayi imatur. 32 minggu 40-43 cm Kulit merah dan keriput. Bila lahir, kelihatan

seperti orang tua kecil (little old man). 36 minggu 46 cm Muka berseri, tidak

keriput. Bayi premature. 40 minggu 50-55 cm Bayi cukup bulan. Kulit licin, verniks kaseosa banyak, rambut kepala tumbuh baik, organ-

organ baik. Pada pria, testis dalam sudah berada skortum,

sedangkan pada wanita, labia berkembang Tulang-tulang majora baik. kepala

menulang. Pada 80% kasus telah

Halaman | 64

terjadi centerosifikasi pada epifis tibia proksimal.

2. Anatomi kelenjar tiroid Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut dihubungkan oleh istmus. Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya diperkirakan 6-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram. Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram sehingga dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut bruit. Kelenjar tiroid mendapatkan persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari ganglia servikal dan saraf vagus. Kedua system saraf ini mempengaruhi aliran darah pada kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid seperti TSH dan iodid. Selain itu, serabut saraf adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan adrenergic diduga mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid secara langsung.

3. 4. Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid

Halaman | 65

5. Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel tiroid dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan berbentuk kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam keadaan tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa yang akan membentuk lobulus. Di sekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang menghasilkan hormon kalsitonin. Di dalam lumen folikel, terdapat koloid dimana tiroglobulin yang merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tiroid yang akan disimpan. (Dumont, J.E., et al. 2008)

6. Gambar 2. Folikel Tiroid Faal kelenjar tiroid pada kehamilan normal : Selama kehamilan faal kelenjar tiroid mengalami peningkatan dan dalam banyak hal aktifitas kelenjar tiroid menyerupai keadaan hipertiroidisme. Sebelum

dikembangkannya teknik pengukuran kimiawi faal kelenjar tiroid, orang beranggapan bahwa terjadinya struma dan peningkatan metabolisme basal pada wanita hamil disebabkan karena kelenjar tiroid yang hiperaktif. Anggapan ini berdasarkan gambaran histologik berupa hipertrofi dan hiperplasi folikel kelenjar tiroid pada wanita hamil. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi struma selama kehamilan bervariasi secara geografis. Pada suatu studi di Skotlandia, 70% wanita hamil mengalami struma, lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil (38%). Berbeda dengan penelitian di Islandia, dimana tidak ditemukan peningkatan kejadian struma selama kehamilan. Juga studi di Amerika Serikat, tidak menunjukkan peningkatan kejadian struma pada wanita hamil. Dari
Halaman | 66

hasil penelitian diketahui bahwa hal ini disebabkan karena kandungan yodium di Islandia dan Amerika Serikat lebih tinggi daripada di Skotlandia. Menurut Glinoer, kehamilan merupakan suatu keadaan yang unik, dimana faal kelenjar tiroid dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu : 1. Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya kadar TBG sebagai respons terhadap peningkatan kadar estrogen. Akibat peningkatan kadar TBG ini akan terjadi kenaikan kadar Protein Binding Iodine mulai minggu ke 12 yang mencapai 2 kali kadar normal. Juga akan terjadi kenaikan kadar T4 dan T3 didalam serum. Peningkatan kadar TBG serum selama kehamilan disebabkan karena meningkatnya produksi TBG oleh sel-sel hati dan menurunnya degradasi TBG perifer akibat modifikasi oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen yang tinggi. 2. Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF) dari plasenta terutama Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG menyerupai TSH, dimana keduanya merupakan glikoprotein yang mempunyai gugus alfa yang identik. Bukti terbaru menunjukkan bahwa HCG merupakan suatu Chorionic Thyrotropin dimana aktifitas biologik dari 1 Unit HCG ekivalen dengan 0,5 uU TSH. 3. Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam kelenjar tiroid karena peningkatan klirens ginjal terhadap yodium dan hilangnya yodium melalui kompleks feto-plasental pada akhir kehamilan. Hal ini akan menyebabkan keadaan defisiensi yodium relatif. Bersamaan dengan meningkatnya laju filtrasi glomerulus selama kehamilan, ekskresi yodium meningkat dan terjadi penurunan iodine pool.

Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena pengaruh estrogen, dimana dapat juga terjadi pada wanita2 tidak hamil yang menggunakan obat2 kontrasepsi. Walaupun terjadi perubahan2 diatas, namun kecepatan produksi hormon tiroid tidak mengalami perubahan selama kehamilan. Menurut Burrow, pada wanita hamil terjadi beberapa perubahan faal kelenjar tiroid seperti tersebut dibawah ini : I. Meningkat : A. Laju metabolisme basal B. Ambilan yodium radioaktif C. Respons terhadap TRH D. Thyroxin Binding Globulin (TBG)
Halaman | 67

E. Tiroksin F. Triyodotironin G. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin H. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

II. Tidak berubah : A. Konsentrasi tiroksin bebas (fT4) B. Kecepatan produksi tiroksin

Perubahan faal kelenjar tiroid ibu selama kehamilan diikuti pula oleh perubahan faal kelenjar tiroid janin. Yodium organik tidak ditemukan dalam kelenjar tiroid janin sebelum usia kehamilan 10 minggu. Pada usia kehamilan 11-12 minggu, kelenjar tiroid janin baru mulai memproduksi hormon tiroid. TSH dapat dideteksi dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar yang rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak 15 uU per ml dan kemudian turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini mungkin karena kontrol dari hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu sampai 1 bulan post natal. Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat dideteksi adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25 sampai 30 minggu. Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal kehamilan masih rendah dan berangsur akan meningkat. Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam bentuk reverse T3 (rT3) , hal ini mungkin disebabkan karena sistem enzimnya belum matang.

Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia kehamilan 17 sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai sebagai diagnosis prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid janin. Pada saat lahir terjadi peningkatan kadar TSH karena sekresinya oleh hipofisis meningkat. Kadar TSH neonatus meningkat beberapa menit setelah lahir 7,5 uU/ml dan mencapai puncaknya 30 uU/ ml dalam 3 jam. Karena rangsangan TSH akan terjadi kenaikan yang tajam dari kadar T4 total dan T4 bebas didalam serum. Kadar T3 juga meningkat secara dramatis, tetapi sebagian tidak tergantung dari TSH. Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya aktifitas jaringan dalam memetabolisir T4 menjadi T3. Ambilan yodium radioaktif neonatus meningkat mulai 10 jam
Halaman | 68

setelah lahir yang mencapai puncaknya pada hari kedua dan menurun sampai batas normal seperti orang dewasa pada hari ke 5 setelah lahir.

2. Grave disease Definisi Graves disease merupakan sindrom hiperplasia tiroid difus, paling sering pada wanita; sindrom ini biasanya mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala khas termasuk hypertiroidism, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik (Graves orbitopathy). Kebanyakan pasien memiliki

imunoglobulin perangsang tiroid yang beredar dalam tubuh yang menyebabkan sekresi berlebih hormon tiroid dengan cara mengikat reseptor TSH pada sel tiroid.

Prevalensi Graves disease merupakan penyebab 60-80% tyrotoxicosis. Prevalensi penyakit ini bervariasi di antara berbagai populasi bergantung terutama terhadap asupan iodin (asupan iodin yang tinggi berhubungan dengan peningkatan prevalensi Graves disease) Graves disease terjadi hingga 2% pada perempuan tetapi pada laki-laki frekuensinya hanya sepersepuluh dari frekuensi perempuan. Penyakit ini jarang muncul sebelum sebelum dewasa muda dan pada umumnya muncul pada usia antara 20 hingga 50 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada lansia. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1. Hipertiroidisme jarang ditemukan pada wanita hamil. Kekerapannya diperkirakan 2 : 1000 dari semua

kehamilan,namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian janin.

Penyebab Graves disease merupakan penyakit autoimun. Kerentanan seseorang untuk mengalami Graves disease dipengaruhi oleh kombinasi dari faktor lingkungan dan genetik, termasuk polimorfisme HLA-DR, CTLA-4, dan PTPN22 (gen regulator T sel). Terdapat bukti tidak langsung bahwa stress merupakan faktor penting terhadap kejadian penyakit ini, diduga tertama berperan melalui efek neuroendokrin pada sistem imun. Merokok merupakan faktor risiko minor Graves disease dan
Halaman | 69

merupakan faktor risiko mayor terhadap kejadian opthalmopati. Peningkatan asupan iodin secara mendadak bisa memperparah Graves disease, dan terdapat peningkatan kejadian Graves disease hingga tiga kali lipat pada periode post-partum. Penyebab paling umum terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan adalah penyakit graves. Proses otoimun pada organ spesifik ini biasanya berhubungan dengan antibody yang merangsang kelenjar tiroid. Antibodi yang merangsang kelenjar tiroid ini (thyroid-stimulating antibody) selama kehamilan akan menurun dan pada sebagian besar perempuan akan menyebabkan terjadinya remisi kimia. Patofisiologi graves disease Keadaan hipertiroid pada Graves disease disebabkan oleh adanya Thyroidstimulating immunoglobulins (TSI) yang disintesis oleh kelenjar tiroid seperti halnya di sumsum tulang dan kelenjar limfe. Antibodi seperti ini bisa dideteksi dengan menggunakan bioassay atau dengan menggunakan TSH-Binding Inhibitor

Immunoglobulins (TBII) assays. Keberadaan TBII pada pasien dengan tirotoksikosis menandakan adanya TSI, dan pemeriksaan ini bermanfaat dalam memantau pasien Graves disease yang sedang hamil yang dalam keadaan ini sejumlah besar TSI dapat melintasi plasenta dan dapat menyebabkan tirotoksikosis neonatal. Selain itu, antibodi Thyroid Peroksidase (TPO) dapat ditemukan dalam 80% kasus dan dapat menjadi marker autoimunitas yang dapat diukur dengan baik. Karena adanya kemungkinan tiroiditis, yang terjadi secara bersamaan dengan Graves disease, yang juga dapat mempengaruhi fungsi tiroid, tidak terdapat hubungan langsung antara kadar TSI dengan kadar hormon tiroid pada Graves disease. Pada jangka panjang, hipotiroid autoimun spontan dapat terjadi pada 15% pasien Graves disease. Sitokin diduga memiliki peran bermakna pada oftalmopati tiroid. terjadi infiltrasi pada otot ekstraokular oleh sel T yang teraktivasi; pelepasan sitokin seperti IFN-, TNF, dan IL-1 menyebabkan aktivasi fibroblas dan peningkatan sintesis glikosaminoglikan yang dapat memerangkap air sehingga menyebabkan

pembengkakkan otot yang khas. Pada tahap akhir penyakit ini, terjadi fibrosis ireversibel pada otot-otot tersebut. Fibroblast orbital diduga sensitif terhadap sitokin, kemungkinan dapat menjelaskan lokasi anatomi respon imun. Walaupun patogenesis oftalmopati tiroid masi belum jelas, terdapat banyak bukti bahwa TSH-R kemungkinan berperan sebagai shared autoantigen yang diekspresikan pada daerah orbit dan hal ini dapat menjelaskan ubungannya dengan penyakit tiroid autoimun .
Halaman | 70

peningkatan lemak merupakan penyebab tambahan terjadinya ekspansi jaringan retrobulbar. Peningkatan tekanan intraokular dapat menyebabkan proptosis, diplopia, dan neuropati optik.

Prevalensi Penyakit Graves sebagian besar pada umur antara 20-40 tahun.dan sering pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 5 : 1. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada reseptor LH (785%) dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH (2085%). Hubungan antara usia dan insiden penyakit adalah berkaitan dengan faktor hormonal diatas.

patofisiologi hipertiroid dalam kehamilan Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi penyakit Grave tidak diketahui secara pasti. Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya, diduga banyak faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil penelitian, masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab, antara lain : 1. Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid

sendiri, didalam sistem imun atau keduanya. 2. Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan

primer terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T helper yang menurun atau sebaliknya). 3. Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal

terjadinya penyakit tiroid otoimun. Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto) atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave). Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu : 1. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid)

karena pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.

Halaman | 71

2.

Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang

menimbulkan imunitas seluler. Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating Antibody (TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Sekarang telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS) Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P) Human Thyroid Stimulator (HTS) Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS) Thyrotropin Displacement Activity (TDA)

Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada membran sel folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid.

Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit Grave berdasarkan hasil penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979), yang menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas sel T supresor pada penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan pula bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper. Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam menekan produksi antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah diketahui selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan kawan-kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada 47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh penelitipeneliti lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan (1985) menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik, emosi, struktur keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh
Halaman | 72

terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama, sehingga insiden tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester pertama. Sampai sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pada periode postpartum. Tidak jarang seorang penderita penyakit Grave yang secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan remisi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan. Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa 5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3 serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat rendah (0 2%). Titer antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya berlangsung selama 1 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis postpartum diduga merupakan rebound phenomenon dari proses otoimun yang terjadi setelah melahirkan.

Cara diagnosis dan pemeriksaan penunjang

Halaman | 73

Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil biasanya sulit ditegakkan. Hal ini dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki beberapa tanda-tanda sistem hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung dengan bising sistolik dan takikardi, kulit hangat, dan intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti berat badan turun, dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena kehamilan. Didapatkannya perubahan mata pada penyakit graves atau miksedema pretibial dapat membantu, namun tidak selalu mengindikasikan tirotoksikosis. Adanya onkilosis atau pemisahan kuku distal dari nailbed, dapat juga membantu dalam menegakkan diagnosis klinis hipertiroid. (De Groot, Leslie J, et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Laboratorium : 1. Kadar T4 dan T3 total Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme. 2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3) Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme. 3. Indeks T4 bebas (fT4I) Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini. 4. Tes TRH Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu. 5. TSH basal sensitif

Halaman | 74

Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan. 6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI) Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu : a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses otoimun. b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati plasenta dengan mudah.

a. Tatalaksana ibu yang mengalami grave disease pada kehamilan

Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama. Obat-obat anti tiroid Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol antara lain : a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis hormon tiroid.
Halaman | 75

b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air. Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi. Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme. Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam
Halaman | 76

serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan. Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid neonatus. Beta bloker Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

Tindakan operatif Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain : a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
Halaman | 77

b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus, hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi. c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid. Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon tiroid. Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari.

Pencegahan

Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya grave disease adalah : a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
Halaman | 78

terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu : a. Diagnosis

a.1. Inspeksi Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

a.2. Palpasi Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

a.3. Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
Halaman | 79

mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

a.4. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).

a.5. Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainankelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

a.6. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

a.7. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

Halaman | 80

b. Penatalaksanaan Medis Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis antara lain sebagai berikut :

b.1. Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4

sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.

b. 2. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

b.3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
Halaman | 81

tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

Pencegahan Tertier Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran. b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan,sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

3. Hipertensi dalam kehamilan - Preeklampsia eklampsia PRE-EKLAMPSIA Preeklampsia adalah sindroma yang terjadi dalam kehamilan dan ditandai oleh gejala baru HIPERTENSI dan PROTEINURIA pada paruh pertama kehamilan. Meskipun lebih sering terjadi pada primigravida, penyakit ini dapat pula terjadi pada multigravida khususnya bila memiliki faktor resiko : d. e. Kehamilan kembar Diabetes

f. Hipertensi kronik Bila penyakit ini terjadi pada awal trimester kedua ( minggu ke 14 20 ) maka perlu dipikirkan kemungkinan :
c. Mola hidatidosa d.Choriocarcinoma

Kriteria diagnostik Preeklampsia : 4. HIPERTENSI


Halaman | 82

TD sistolik 140 mmHg atau TD Diastolik 90 mmHg Pada wanita yang tekanan darah sebelum kehamilan normal dan terjadi pada

kehamilan > 20 minggu. 5. PROTEINURIA

Dalam keadaan normal , protein dapat dijumpai dalam urine namun tidak > 0.3 gram kuantitatif 24 jam ( 1 + atau lebih pada pemeriksaan dipstick ) Proteinuria menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal dan bersama dengan gangguan fungsi plasenta dapat mengancam kehidupan janin. 6. Proteinuria juga dapat ditemukan pada kasus : Kontaminasi Infeksi traktus urinarius Penyakit ginjal Penyakit jaringan ikat Proteinuria ortostatik

KRITERIA PREEKLAMPSIA BERAT 10. Hipertensi berat ( tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg ) diukur dalam keadaan istirahat sebanyak dua kali pengukuran selang waktu 6 jam 11. Proteinuria berat ( lebih dari 5 gram dalam 24 jam / +++ dalam sediaan 4 jam ) 12. Oliguria (produksi urine sedikit) 13. Ganguan serebral atau visus 14. Edema paru atau sianosis 15. Nyeri epigastrium 16. Gangguan fungsi hepar 17. Trombositopenia 18. PJT - pertumbuhan janin terhambat ( Data from American College of Obstetrician & Gynecologist Practice Bulletinno 33, Washington DC ACOG, 2002 ) Pre eklampsia dibagi menjadi 2 : Preeklampsia RINGAN dan Preeklampsia BERAT

Halaman | 83

Bentuk lain dari Preeklampsia Berat dengan morbiditas yang tinggi adalah sindroma HELLP , yaitu preeklampsia yang disertai dengan : 4. Hemolisis 5. Elevated liver enzym 6. Low platelet (trombositopenia ) Tidak seperti gambaran khas dari pasien preeklampsia, Preeklampsia dengan sindroma HELLP memilki karakteristik : 4. Multipara 5. Usia > 25 tahun 6. Terjadi pada kehamilan >36 minggu EKLAMPSIA Adanya peristiwa kejang tonik dan klonik yang tidak disebabkan oleh hal lain berkaitan dengan kehamilan. Pasien preeklampsia memiliki resiko tinggi untuk menderita kejang-kejang (eklampsia) dan terdapat beberapa tanda akan terjadinya serangan kejang pada penderita preeklampsia (gejala impending eclampsia ) : 5. Nyeri kepala bagian depan 6. Gangguan visus (pandangan kabur atau berkunang kunag ) 7. Nyeri ulu hati 8. Gejala objektif : hiperefleksia Bila terdapat tanda diatas maka penatalaksanaan kasus adalah serupa dengan kejadian eklampsia. Pada umumnya 25 % penderita eklampsia mengalami kejang sebelum persalinan, 50% selama persalinan dan 25% pasca persalinan ( umumnya 24 48 jam pertama ) - Hipertensi kronik Syarat untuk menegakkan diagnosa HIPERTENSI KRONIK adalah salah satu dari : 4. Sudah menderita hipertensi sebelum kehamilan
Halaman | 84

5. Diketahui menderita hipertensi pada kehamilan <> 6. Hipertensi masih terjadi pada 12 minggu pasca persalinan Sebagian besar wanita hamil dengan hipertensi kronik adalah penderita hipertensi esensial ; sebagian kecil menderita hipertensi sekunder akibat gangguan pada ginjal , pembuluh darah atau endokrin

- Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia Preeklampsia dapat terjadi pada penderita hipertensi kronik yang sedang hamil. Latar belakang hipertensi adalah renal atau dari sebab lain dan menjadi semakin berat dengan adanya kehamilan Superimposed preeklampsia sulit dibedakan dengan hipertensi kronik yang tidak diawasi dengan baik, khusus nya bila pasien baru datang ke dokter setelah kehamilan > 20 minggu. Diagnosa superimposed preeklampsia hanya ditegakkan pada pasien hipertensi kronik, yang baru menunjukkan adanya proteinuria 3 gram / 24 jam setelah kehamilan 20 minggu. Pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria , diagnosis hipertensi kronis superimposed preeklampsia ditegakkan hanya bila tekanan darah semakin meningkat dan proteinuria semakin berat secara mendadak atau bila disertai dengan salah satu atau beberapa tanda yang menunjukkan kriteria beratnya preeklampsia.

- Hipertensi gestasional (transient hypertension) Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan bila hipertensi TANPA proteinuria pertama kali terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu atau dalam waktu 48 72 jam pasca persalinan dan hilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Diagnosa ditegakkan secara retrospektif bila kehamilan dapat berlangsung tanpa proteinuria dan bila tekanan darah kembali ke nilai normal sebelum 12 minggu pasca persalinan.

- Hipertensi RAA Hipertensi karena sistem RAA teraktivasi terjadi bila Renin yang dikeluarkan oleh ginjal kedalam darah bertemu dengan Angiotensinogen, suatu protein yang dihasilkan oleh hati. Renin akan mengubah Angiotensinogen menjadi Angiotensin I. Angiotensin I kemudian akan bertemu dengan ACE (Angiotensin Coverting Enzyme) yang dihasilkan
Halaman | 85

oleh sel-sel paru kemudian oleh ACE, angiotensin I akan di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang bersifat vasokonstriktor kuat yang akan menaikkan tekanan darah melalui mekanisme kerja saraf simpatis. Selain itu angiotensin II akan merangsang pelepasan Aldosteron dari korteks adrenal, yang mana Aldosteron akan meningkatkan retensi garam yang berakibat juga retensi air sehingga secara tidak langsung juga akan meningkatkan tekanan darah. Lalu angiotensin II juga akan merangsang pelepasan ADH dari hipofisis anterior yang akan meretensi air dalam tubuh sehingga hanya sedikit yang dikeluarkan melalui urin. Semua hal di atas berkontribusi dalam peningkatan tekanan darah.

PATOFISIOLOGI Menurut Angsar (2008) teori teorinya sebagai berikut: 1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. 2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
Halaman | 86

b. Disfungsi Endotel Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya : i. Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat. ii. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah. c. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) . d. Peningkatan permeabilitas kapiler. e. Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat. f. Peningkatan faktor koagulasi 3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLAG) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia. 4) Teori Adaptasi kardiovaskular Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan. 5) Teori Genetik

Halaman | 87

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia. 6) Teori Defisiensi Gizi Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. 7) Teori Stimulasi Inflamasi Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala pre eklamsia pada ibu.

MANIFESTASI KLINIS Preeklampsia Ringan Tanda dan gejala : 1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg 2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni) 3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan Preeklampsia Berat Tanda dan gejala pre-eklampsia berat : 1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg 2. Tekanan darah diastolik 110 mmHg 3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
Halaman | 88

4. Trombosit < 100.000/mm3 5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L) 7. Nyeri ulu hati 8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat 9. Perdarahan di retina (bagian mata) 10. Edema (penimbunan cairan) pada paru 11. Koma Eklampsia Gejala dan Tanda 1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain 2. Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara 3. Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya 4. Nyeri perut nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah 5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria) 6. Kejang-kejang dan / atau koma

TATALAKSANA Preeklampsia Ringan Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara : 1. Rawat jalan (ambulatoir) 2. Rawat inap (hospitalisasi) Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) : 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya 2. Cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam 3. Sedatif: luminal 3x30-60 mg selama 7 hari 4. Roborantia
Halaman | 89

5. Vitamin 6. Tidak perlu pengurangan konsumsi garam 7. Tidak perlu pemberian antihipertensi (jangan diberi diuretik) 8. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu (kontrol ulang 1 minggu) Rawat Inap, bila: 1. 2 minggu rawat jalan tidak ada perbaikan 2. BB meningkat 1 kg/mgg selama 2x berturut-turut 3. Timbul salah satu tanda PEB: a. Desakan darah Sistolik>160 mmHg & Diastolik > 110 mmHg b. Proteinuria > 5gr/24 jam atau +4 c. Oligouria: produksi urin <500/24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah d. Gangguan visus dan serebral e. Nyeri epigastrium f. Edema paru dan sianosis g. Pertumbuhan janin terhambat h. Sindrom HELLP Evaluasi 1. Ibu: a. Pemeriksaan fisik: - pitting edema pagi hari bangun tidur - BB tiap pagi bangun tidur - TD tiap 6 jam (kecuali tidur) - Urine tiap 3 jam, dijumlahkan dalam 24 jam b. Pemeriksaan laboratorium
Halaman | 90

c. Konsul bagian mata, jantung 2. Janin: fetal well being USG Persalinan: 1. TD normotensif kehamilan tunggu aterm 2. TD meningkat terminasi Preeklampsia Berat Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : 1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan 2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obatobatan Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya "HELLP syndrome" (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet). Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu : 1. Segera masuk rumah sakit 2. Tirah baring 3. Infus 4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam 5. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat 40% 4 gram (10 cc) boka-boki IM, syarat: a. Tersedia antidotum Ca gluconas 10% 1 gram b. Refleks patella + c. RR > 16x/menit d. Produksi urine >100 cc dalam 4 jam sebelumnya Dihentikan bila:

Halaman | 91

a. Ada tanda-tanda intoksikasi b. Setelah 24 jam post partum c. 6 jam post partum normotensif 6. Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami a. Nifedipine 3 x 10 mg b. Methyldopa 3 x 125 mg c. Clonidine 1 amp = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml aquadest iv pelan (5 menit) dapat diulang tiap 4 jam sampai normotensif 7. Obat-obatan: a. Furosemide 40 mg IM?IV b. Antipiretik c. Antibiotik 8. Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu) Eklampsia Tujuan pengobatan : 5. Untuk menghentikan dan mencegah kejang 6. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi 7. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin 8. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin Pengobatan Konservatif Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4). Pengobatan Obstetrik 3. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin 4. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 4
Halaman | 92

hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia. Pencegahan Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapentanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian preeklampsia pada kasus risiko tinggi.

VI.

Kerangka Konsep
usia preeklampsia Graves disease

Impending eklampsia

Edema pretibia

exophtalmus

eklampsia

Dampak ibu

Dampak bayi

Halaman | 93

VII.

Kesimpulan Ny. Mima, 38 tahun usia kehamilan 39 minggu mengalami kejang akibat eklampsi dengan riwayat grave disease.

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham G, dkk. 2008. Williams Obstetri. E-book : McGrawl Hill Companies. 2. Dorland, W.A. Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC 3. Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc. 4. Prawiroardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Halaman | 94

Das könnte Ihnen auch gefallen