Necrotizing enterocolitis (NEC) atau enterokolitis nekrotikan adalah suatu kondisi
abdomen akut yang umum terlihat pada periode neonatal. "Necrotizing" berarti kematian jaringan, "entero" mengacu pada usus kecil, "colo" ke usus besar, dan "itis" berarti peradangan. Diagnosis dini mengandalkan temuan imaging, dan institusi terapi segera sangat penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas. NEC adalah salah satu penyakit membawa kematian pada neonatus. Ini juga sangat sulituntuk diberantas. Beberapa keadaan yang sangat mirip dengan NECpernah diteliti sebelum tahun 1960-an, tapi kepastian akan hal ini belum dipelajari secara meluas sehingga wujudnya perawatan neonatus intensif modern. Sejak itu, insidensi NEC dan kaitannya dengan morbiditas dan morbilitas tida beruah karena peningkatan kelangsungan hidup pada bayi; misalnya dalam beberapa kasus, angka ini benar-benar meningkat. Atasdasar besar, multisenter, data dasar jaringan neonatal dari AmerikaSerikat dan Kanada, prevalensi rata- rata gangguan adalah sekitar 7% di antara bayi dengan berat lahir antara 500 dan 1500 gram. Kematiandiperkirakan terkait dengan NEC berkisar antara 20-30%, denganmerupakan penyebab tertinggi di kalangan bayi yang perlu pembedahan. Proses inflamasi yang berlebihan yang dimulai di usus sangat immunoreaktif akibat NEC memperluas dampak sistemik, yang berdampak kepada organ jauh seperti otak dan menyebabkan meningkatkan resiko bayi mengalami keterlambatan perkembangan saraf. Bayi yang pulih dari NEC 25% daripadanya bisa mengalami keterlambatan perkembangan saraf dan ukuran otak kecil berbanding sehingga memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan masalah di saluran pencernaan. Kebanyakan pusat rawatan khawatir untuk pemberian makanan secara enteral pada bayi yang menderita NEC sehingga durasi pemberian makanan intravena diperpanjang. Hal ini meningkatkan risiko terkenainfeksi dan memperpanjang waktu rawat inap. Epidemiologi NEC merupakan sindrom gawat intestinal dan memerlukan tindakan darurat yang sering ditemukan pada bayi prematur sehingga memerlukan rawatan di unit rawatan intesif neonatus (NICU). NEC ditemukan 1 sampai 3 daripada 1000 kelahiran hidup dan 1%-7% bayi baru lahir yang dirawat di NICU. Lahir prematur merupakan faktor penting yang menyebabkan bayi menderita NEC sedangkan bayi yang lahir cukup bulan jarang menderita NEC (<10%). Angka kejadian NEC sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat, berkisar antara 328 % dengan rata-rata 6 -10 % terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden NEC, artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko terjadinya NEC.3 NEC lebih sering terjadi pada bayi laki laki, dan beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika berbanding orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita NEC adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan preterm, namun 5-10 % dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade terakhir angka mortalitas yang disebabkan oleh NEC berkisar antara 10-30 % dengan tren menurun seiring dengan semakin berkembangnya perawatan neonatus intensif. Anatomi Sistem pencernaan bayi baru lahir terdiri dari suatu organ dan fungsi yang berbelit-belit dan system yang rumit. Hampir semua bayi yang baru lahir kehilangan sebagian berat badan lahir selama beberapa hari pertama setelah dilahirkan. Usus kecil Sebagian besar pencernaan dan penyerapan makanan terjadi di usus kecil. Usus kecil seperti tabung, sempit memutar yang menempati sebagian besar perut bagian bawah yang berada di antara lambung dan awal dari usus besar. Panjangnya sekitar 20 kaki. Usus kecil terdiri dari 3 bagian: duodenum (bagian berbentuk C), jejunum (di bagian tengah bergulung), dan ileum (bagian terakhir). Usus kecil memiliki 2 fungsi penting. Pertama, proses pencernaan selesai di sini oleh enzim dan zat lain yang dibuat oleh sel usus, pankreas, dan hati. Kelenjar di dinding usus mengeluarkan enzim yang memecahkan kanji dan gula. Pankreas mengeluarkan enzim ke dalam usus kecil yang membantu memecahkan karbohidrat, lemak, dan protein. Hati menghasilkan empedu, yang disimpan dalam kantong empedu. Empedu membantu untuk membuat molekul lemak (yang dinyatakan tidak larut dalam air) larut, sehingga mereka dapat diserap oleh tubuh. Kedua, usus kecil menyerap nutrisi dari proses pencernaan. Dinding bagian dalam usus halus ditutupi oleh jutaan proyeksi mirip jari-jari kecil yang disebut vili. Vili ditutupi dengan proyeksi bahkan mungil yang disebut mikrovili. Kombinasi vili dan mikrovili meningkatkan luas permukaan dari usus kecil sangat, yang memungkinkan penyerapan nutrisi terjadi. bahan tidak tercerna perjalanan selanjutnya ke usus besar. Usus Besar Bentuk usus besar yang seperti U terbalik melingkari atas usus kecil. Usus besar berawal di sisi kanan bawah dari tubuh dan berakhir pada sisi kiri bawah.Panjang usus besar adalah sekitar 5-6 meter. Ia memiliki 3 bagian: sekum, usus besar, dan rektum. Sekum adalah kantong pada awal dari usus besar. Kawasan ini memungkinkan makanan untuk lulus dari usus kecil ke usus besar. Kolon adalah tempat dimana cairan dan garam diserap dan memanjang dari sekum ke rektum. Bagian terakhir dari usus besar adalah rektum, yang merupakan tempat feses yang disimpan sebelum meninggalkan tubuh melalui anus. Tugas utama dari usus besar adalah untuk memisahkan air dan garam (elektrolit) dari bahan tercerna dan membentuk limbah padat sebelum dikeluarkan. Bakteri dalam usus besar membantu untuk memecah bahan yang tidak dicerna. Isi sisa dari usus besar bergerak ke arah retum, dimana tinja disimpan sampai dikeluarkan dari tubuh melalui anus. Etiologi Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi bakteri. NEC jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun sekali pemberian makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis) atau memasuki vena portal. NEC sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik, antara lain: pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit jantung bawaan, dan mielomeningokel. NEC bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit dominan di NICU. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen spesifik tidak diketahui. Patofisiologi NEC adalah sekunder untuk interaksi yang kompleks dari beberapa faktor, terutama pada bayi prematur, yang mengakibatkan kerusakan mukosa, akhirnyamengarah ke iskemia usus dan nekrosis. Cedera mukosa mungkin karena infeksi, isiintraluminal, imunitas yang belum matang, pelepasan vasokonstriktor, dan mediator inflamasi. Hilangnya integritas mukosa memungkinkan bagian dari bakteri dan toksinmasuk ke dinding usus dan kemudian ke sirkulasi sistemik, sehingga terjadi respon inflamasi umum dan sepsis pada NEC berat . Proses inflamasi di NEC menyebabkan peningkatan aliran darah di segmen usus yang terkena. Bakteri menembus pertahanan mukosa, dan dengan produk metabolismebakteri terjadi pembentukan gas intramural (Gambar 1). Sepanjang NEC berlangsung, platelet-activating factor yang diproduksi oleh sel-sel inflamasi dan bakteri, menyebarkan kaskade inflamasi, terutama sitokin dan komplemen, mengakibatkan ekstensif transmural yang terlibat terdapat kompromi dari microvasculature sepertiiskemik maka terjadi perubahan jaringan . Akhirnya, dinding usus yang tidak perforasimengalami nekrosis, yang mungkin begitu parah sehingga peluruhan dinding usus terjadi, mengakibatkan penipisan dinding usus dan akhirnya perforasi. Gambaran Klinis Bayi dengan NEC mempunyai variasi gejala klinis dan onset bisa secara tersembunyi maupun tiba-tiba. Onset NEC biasanya muncul pada usia < 2 minggu pertama kelahiran sampai 3 bulan pada bayi yang berat lahir sangat rendah. Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada NEC meliputi : a. Distensi perut atau adanya nyeri tekan b. Toleransi minum yang buruk c. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung d. Darah pada feses e. Tanda-tanda umum gangguan sistemik : Apneu Terus mengantuk atau tidak sadar Demam atau hipotermi Tanda dan gejala klinis: Gastrointestinal: Makanan intoleransi Perut kembung Perut tegang Emesis Okultisme darah / kotor dalam tinja Perut massa Eritema dinding perut Sistemik: Kelesuan Apnea distress / pernafasan Suhu ketidakstabilan Hipotensi Asidosis Glukosa ketidakstabilan DIC Kriteria Bells menurut Gomella: Stadium 1 (suspek NEC) a. kelainan sistemik : tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia, letargi dan suhu tidak stabil. b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan distensi abdominal. c. kelainan radiologik : gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik. Stadium 2 (terbukti NEC) a. kelainan sistemik : seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan trombositopenia. b. kelainan abdominal : distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan, edema dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal. c. kelainan radiologik : gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites. Stadium 3 (NEC lanjut) a. kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan disseminated intravascular coagulation (DIC). b. kelainan abdominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi. c. kelainan radiologik :gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum (udara bebas dalam rongga peritoneal sekunder terhadap perforasi). Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik : intoleransi makanan, Peningkatan residu lambung, Perut kembung, Okultisme darah / Hematochezia, Radang selaput perut, Perubahan warna dinding perut, massa perut. Pemeriksaan laboratorium : a. Darah lengkap dan hitung jenis Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat, trombositopenia sering terlihat. 50 % kasus terbukti NEC, jumlahplatelet < 50.000 uL b. Kultur Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen. c. Elektrolit Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia sering terjadi. d. Analisa gas darah Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik mungkin terlihat. e. Sistem koagulasi Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Timememanjang, Partial Thromboplastin time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin, merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC). Pemeriksaan penunjang Modalitas pencitraan yang digunakan pada neonatus selama fase aktif NEC termasuk polos perut radiografi dan sonografi perut. Studi yang telah dievaluasi penggunaan kontras pemeriksaan saluran pencernaan, dihitung tomografi, dan pencitraan resonansi magnetik tidak akan ditangani, karena modalitas belum ditemukan untuk menjadi berguna dalam praktek klinis.
Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen adalah modalitas pilihan saat ini untuk evaluasi neonatus diduga memiliki NEC. Waktu tindak lanjut foto polos abdomen tergantung pada keparahan dari NEC dan dapat bervariasi 6-24 jam. Namun, foto polos abdomen juga diperlukan pada setiap saat kemerosotan klinis akut. Pada pasien yang menyelesaikan klinis, interval waktu antara perut polos radiografi dapat semakin berkepanjangan. Pada saat diagnosis, perut radiografi polos harus mencakup satu gambar yang diperoleh dengan sebuah balok vertikal dengan pasien terlentang dan gambar kedua diperoleh dengan balok horisontal. Pengamatan utama yang harus dibuat di dataran rontgen perut berhubungan terutama untuk kehadiran, jumlah, dan distribusi gas, yang mencakup intraluminal gas, gas intramural, portal vena gas, dan gas intraperitoneal bebas. Dari pengamatan gas intraluminal, mungkin kadang-kadang mungkin untuk membuat kesimpulan tentang adanya penebalan dinding usus, cairan bebas, dan fokus koleksi cairan. Penatalaksanaan Prinsip dasar tatalaksana NEC yaitu menatalaksananya ssebagai akut abdomen dengan ancaman terjadi peritonitis septic. Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit, perporasi intestinal dan syok. Jika NEC terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu dipertimbangakan untuk isolasi. Pengelolaan Dasar : 1. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7 14 hari. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar melalui perenteral total. 2. Lakukan dekompresi lambung atau lakukan section berkelanjutan. 3. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen. 4. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan. 5. Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan pada keadaan yang mengarah kepada syok. Penggunaaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah dalam batas normal. 6. Lakukan monitoring yang ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan untuk mempertahankan produksi urin 1 -3 mL/Kg/BB/jam. 7. Lepas pemasangaan kateterisasi pada artei dan vena umbilical dan ganti dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung dari keparahan penyakit. 8. Lalukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium. Lakukan kultur darah dan urin sebelum memulaipemberian antibiotic. 9. Berikan antibiotik parentaral selama 10 hari. Mulai dengan pemberian Ampicilin dan Gentamicin, pada keadaan curiga infeksi stafilokokus tambahkan Metronidazol atau Climdamicin untuk meng-cover kuman anaerob. 10. Lakukan monitoring adanya DIC, tranfusi PRC dan trombosit mungkin juga diperlukan. 11. Pemantauan pemeriksaan radiografik untuk mendeteksi adanya perforasi usus. 12. Konsul ke bagian bedah. Penatalaksanaan Bedah : Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi bedah. Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding abdomen, dilatasi segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiaografi, massa abdomen yang nyeri dan perubahan kondisi klinis yang refrakter terhadap tatalaksana medis. Pencegahan : Mencegah prematuritas, pemberian antibiotic enteral dan penggunaan cairan perenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendampinng ASI, pemberian ASI dan penggunaan prebiotik dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah Enterokolitis Nekrotikan.
PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) : 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis) 3. Bronkopneumonia Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak (Bennete, 2013). Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. DEFINISI Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non- infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011) EPIDEMIOLOGI Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011) ETIOLOGI Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah(Bradley et.al., 2011) : 1. Faktor Infeksi a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). b. Pada bayi : 1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza,Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. 2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. 3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetellapertusis. c. Pada anak-anak : 1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV 2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia 3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis d. Pada anak besar dewasa muda : 1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis 2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis 2. FaktorNonInfeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. KLASIFIKASI Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011). 1. Berdasarkan lokasi lesi di paru a. Pneumonia lobaris b. Pneumonia interstitialis c. Bronkopneumonia 2. Berdasarkan asal infeksi a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab a. Pneumonia bakteri b. Pneumonia virus c. Pneumonia mikoplasma d. Pneumonia jamur 4. Berdasarkan karakteristik penyakit a. Pneumonia tipikal b. Pneumonia atipikal 5. Berdasarkan lama penyakit a. Pneumonia akut b. Pneumonia persisten PATOGENESIS Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunancompliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation- perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013). Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011): 1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel- sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium III (3-8 hari berikutnya) Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya) Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa- sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. MANIFESTASI KLINIK Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013). Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnyabronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013): 1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. 3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan 4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013). PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm 3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011): 1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada 2. Panas badan 3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles) 4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus 5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm 3 neutrofil yang predominan) KOMPLIKASI Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011). PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011) 1. Penatalaksaan Umum a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO 2
pada analisis gas darah 60 torr. b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. 2. Penatalaksanaan Khusus a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : 1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit 3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. 1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosid b. amoksisillin - asam klavulanat c. amoksisillin + aminoglikosid d. sefalosporin generasi ke-3 2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) a. beta laktam amoksisillin b. amoksisillin - asam klavulanat c. golongan sefalosporin d. kotrimoksazol e. makrolid (eritromisin) 3. Anak usia sekolah (> 5 thn) a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif). DAFTAR PUSTAKA Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.http://emedicine.medscape.com/article/967822- overview. (9 Marert 2013) Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630 Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI