Sie sind auf Seite 1von 13

1

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

A. PENDAHULUAN
Moluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit yang ringan namun dapat
berkembang menjadi penyakit infeksi virus yang menjadi masalah pada anak-anak. Karakteristik
penyakit ini yaitu permukaan halus, papul berbentuk kubah yang biasanya disertai eritem
(dermatitis moluskum). Pasien dan keluargannya merasa terganggu oleh lamanya perjalanan
penyakit ini sebab penyakit ini bisa bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Moluskum kontagiosum ini perlu diperhatikan pada individu dengan imunokompromais dan
dermatitis atopik, dimana masa infeksi menjadi lebih ekstrim. Penyakit ini menular melalui
hubungan seksual bagi orang dewasa namun tidak bagi anak-anak.
[1]
Infeksi melalui seksual bagi
anak-anak bisa saja terjadi pada kasus-kasus pelecehan seksual. Meskipun penyebarannya luas,
moluskum kontagiosum biasanya terlihat di daerah genital, perineal dan seluruh tubuh pada
anak-anak, dan pada kasus-kasus pelecehan biasanya tidak nampak kecuali ditemukan lesi yang
mencurigakan.
[2]


B. DEFINISI
Moluskum kontagiosum (MK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
poxvirus dari genus virus Molluscipox dan ditandai dengan papula umbilikasi
dengan ukuran 1 sampai 3 mm. Moluskum kontagiosum ditandai oleh beberapa
papula atau nodul umbilikasi disebabkan oleh moluskum kontagiosum virus.
Penyakit ini lebih umum di anak-anak sampai 5 tahun. Moluskum kontagiosum ,
disebabkan oleh virus dari kelompok poxvirus DNA, adalah infeksi kulit jinak
yang mempengaruhi anak-anak dan dewasa muda di seluruh dunia. Moluskum
kontagiosum sering pada pasien immunokompromais, dan prevalensi infeksi
moluskum kontagiosum di antara pasien terinfeksi HIV berkisar antara 5% sampai
18%. Karena infeksi terbatas pada epidermis kebanyakan lesi regresi spontan
dalam waktu 9 sampai 12 bulan.
[3]



2

C. EPIDEMIOLOGI
Tiga kelompok utama yang terkena adalah: anak-anak, dewasa yang aktif
secara seksual, dan orang-orang dengan imunosupresi, terutama mereka yang
terinfeksi HIV.
[1]
Prevalensi infeksi MK telah meningkat secara signifikan dalam
beberapa dekade ini, tercatat peningkatan 11 kali lipat pasien datang dengan
infeksi ini dalam 2 dekade. Peningkatan ini terjadi pada seluruh jumlah penyakit
melalui hubungan seksual. Rata-rata variasi berdasarkan lokasi dan diperkirakan
infeksi sub-klinis lebih umum terjadi daripada klinis. Pasien yang terinfeksi
human immunodeficiency virus memiliki resiko tinggi terkena infeksi yang lama,
dan pasien yang memiliki riwayat atopi dapat memiliki lesi yang lebih banyak dan
masa infeksi yang lama.
[1]

Moluskum kontagiosum terjadi di seluruh dunia tetapi jauh lebih sering di
wilayah geografis tertentu dengan iklim panas, seperti Fiji , Kongo, dan Papua
Nugini. Infeksi jarang terjadi pada anak di bawah usia satu tahun, dan biasanya
terjadi pada kelompok umur 2-5 tahun. Usia kejadian puncak dilaporkan antara
usia 2 dan 3 tahun di Fiji, dan antara 1 dan 4 tahun di Kongo (dulu Zaire). Di
Papua Nugini tingkat serangan tahunan untuk anak di bawah usia 10 tahun adalah
6%.
[4]

Transmisi dapat terjadi melalui kontak kulit atau kontak membrana
mukosa, atau melalui hubungan seksual. Pemakaian handuk mandi, kolam renang
dan bak mandi bersama telah dilaporkan sebagai sumber infeksi, dan individu-
individu yang terlibat olahraga yang mengharuskan kontak jarak dekat. (contoh:
gulat) juga bisa menjadi resiko tinggi. Autoinokulasi juga memainkan peranan
penting pada penyebaran lesi.
[1]

D. ETIOLOGI
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe poxvirus
yang berhubungan, MCV-1 sampai -4, dan varian-variannya. Meskipun proporsi
dari infeksi disebabkan oleh beragamnya letak geografis, di seluruh dunia infeksi
MCV-1 merupakan yang paling sering. Pada anak-anak sebetulnya semua infeksi
disebabkan oleh MCV-1.
[5]
MCV merupakan poxvirus yag besar, dan berbentuk

3

seperti bata yang bereplikasi dalam sitoplasma dalam sel. Terdapat beberapa
kesamaan genomik dengan poxvirus yang lainnya. Dan biasanya 2-3 gen sama
dengan vaccinia dan variola virus. Terdapat empat sub-tipe dari MCV tapi
semuanya identik secara klinis. 98% dari penyakit di Amerika Serikat disebabkan
oleh MCV tipe 1.
[1]
Telah diteliti masa inkubasi terjadi antara 2-7 minggu
.[1,6]


E. PATOGENESIS
Rata-rata masa inkubasi antara 2 dan 7 minggu. Infeksi dengan virus dapat
menyebabkan hiperplasia dan hipertropi pada epidermis. Inti virus telah
ditemukan di semua lapisan epidermis. Replikasi virus terjadi pada lapisan sel
granuler dan malpighi. Badan Moluskum berisi virus yang matur dalam jumlah
yang besar. Virus ini terdiri dari struktur seperti kantung yang kaya akan lipid dan
kolagen untuk menghalangi pertemuan imunologis kebagian inti. Robekan terjadi
pada pertengahan luka dan keluarnya sel yang telah terinfeksi virus. MCV
merangsang tumor jinak disamping lesi cacar yang biasanya nekrosis disertai
virus cacar yang lain.
[6]

Virus bereplikasi dalam sitoplasma di sel epitel, dan sel yang telah
terinfeksi bereplikasi sebanyak dua kali dari rata-rata. Ada banyak gen MCV yang
dapat merusak sistem imun, termasuk (1) homolog dari kebanyakan
histokompatibilitas tingkat 1 rantai berat, dimana dapat berinterfensi dengan
presentasi antigen (2) homolog kemokin yang menghambat inflamasi dan (3)
homolog glutathione peroxide yang dapat melindungi virus dari bahaya oksidatif
dari peroksida.
[1]

F. GAMBARAN KLINIS
Lesi kutaneus. Moluskum kontagiosum sering memperlihatkan papul
kecil merah muda yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm (giant
molluscum). Seiring pembesarannya, permukaan bentuk kubah dan morfologi
seperti mata kucing dapat semakin jelas. Lesi dapat memiliki umblikasi, terdapat
substansi berwarna putih dapat dilihat dengan tekanan. Pada kebanyakan pasien

4

berkembang beberapa papul, sering pada tempat yang intertriginosa, seperti
aksilla, fossa poplitea, dan panggul. Lesi pada genital dan perianal dapat
berkembang pada anak-anak dan jarang yang memiliki kaitan dengan hubungan
seksual. Lesi ini digolongkan dalam cluster atau dalam bentuk linear. Papul dapat
menjadi eritematosa, hal ini dipercaya merupakan respon imun dari infeksi. Pasien
dengan sindrom immunodefisiensi dapat memperlihatkan lesi yang besar dan
ekstensif baik di daerah genital maupun ekstra genital.
[1]
Lesi individu seringkali lebih besar daripada yang khas (3-5 mm) dan
dapat mencapai sebanyak 15 mm. Lesi mungkin banyak dan mereka bisa
bergabung menjadi yang lebih besar membentuk aglomerasi dan nodul. Penyakit
ini melibatkan terutama wajah dan badan, sedangkan di imunokompeten dewasa
biasanya terbatas pada area genital.
[12]
Meskipun lesi MC dapat bersih setelah 6
minggu sampai 3 bulan, mereka cenderung gatal dan ekskoriasi lesinya aktif
menginduksi autoinokulasi yang dapat memulai lingkaran setan dan
memperpanjang keterlibatan.
[7]
Masa inkubasi MK sampai beberapa bulan. Kulit berwarna, 1-5mm
umbilikasi papula, sering diatur dalam kelompok-kelompok atau linear (Kobner
fenomena setelah autoinokulasi. Tempat predileksi termasuk wajah, leher,
kelopak mata, aksila pada anak-anak; daerah genital pada orang dewasa;
disebarluaskan dalam dermatitis atopik atau HIV / AIDS. Pada pasien dengan
HIV / AIDS, raksasa moluskum kontagiosum yang mungkin terjadi mencapai
3-5cm.
[8]






Gambar 1. Moluskum kontagiosum. A. Bentuk lesi yang bervariasi, solid, papul berwarna kulit
dengan diameter 1-2 mm

5











B. Lesi dengan ukuran bervariasi dengan letak berjauhan dan meradang.

Gambar 2. Moluskum kontagiosum pada penderita AIDS

G. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
Penegakkan diagnosis moluskum kontagiosum dapat dilakukan secara
langsung. Penilaian kandungan inti menggunakan pewarnaan Giemsa dapat
dilakukan dan evaluasi histopatologi dapat dilakukan pula.
[1]
Histopatologi: pemeriksaan histopatologi memperlihatkan epidermis yang
hipertropi dan hiperplastik. moluskum kontagiosum memiliki karakteristik
gambaran histopatologi. Pada bagian atas lapisan basal dapat ditemukan
pembesaran sel yang mengandung inklusi intrasitoplasmi (Henderson-Paterson
body).
[1]

6












Gambar 3. A. Preparat mikroskopik (pewarnnaan giemsa) material sel dari area inti umbilikasi. B.
Menunjukkan badan moluskum pada intrasitoplasma
[1]













Gambar 4. Moluskum kontagiosum. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit menunjukkan
infeksi sel epidermis yang mengandung eosinofil besar pada sitoplasma yang disebut Handerson-
Peterson bodies
[1]


H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk moluskum kontagiosum termasuk veruka
vulgaris, granuloma piogenik, melanoma amelanotik, karsinoma sel basal, dan
tumor apendageal. Infeksi jamur seperti cryptococcosis, histoplasmosis, dan
penicillosis harus dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan
imunokompromais.
[1]
Diagnosis banding MK mungkin termasuk tumor appendageal, veruka,
kondiloma akuminata, karsinoma sel basal, xanthogranuloma remaja, nevi
melanositik (terutama Spitz Nevi), papular granuloma annulare, granuloma

7

piogenik atau pioderma. Pada penderita immunocompromais, proses menular
seperti kriptokokosis atau histoplasmosis dapat menyerupai MK.
[9]
1. Veruka Vulgaris
Veruka vulgaris berbentuk papul atau nodul yang bersisik dan kasar
yang bisa ditemukan pada permukaan kutaneus. Kadang berupa papul yang
tumbuh sendiri atau berkelompok pada permukaan tangan serta jari dengan
ukuran 1-4 mm.
[1]








Gambar 5. Veruka vulgaris. Papul dengan permukaan datar dengan letak yang tidak
beraturan sebagai dampak dari autoinokulasi.

2. Kondiloma akuminata
Kondiloma akuminata adalah vegetasi Human Papilloma Virus
tipe tertentu. Penyakit ini termasuk penyakit akibat hubungan seksual.
Terdapat pada permukaan kulit yang lembab seperti daerah genitalia.
Nodul berwarna kemerahan dan kehitaman bila dibiarkan agak lama.
[10]











8

Gambar 6. Kondiloma akuminata. A. Kondiloma akuminata multipel pada batang penis.
C. Perianal kondiloma pada bayi yang terinfeksi pada saat persalinan
[1]

3. Granuloma piogenik
Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi sesudah
trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan walaupun sering disertai
infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur
terutama pada anak. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan
pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan
dapat bertangkai. Lesi mudah berdarah.
[10]


Gambar 7. Granuloma piogenik besar di bagian dada seorang anak 2 tahun.
[1]


I. DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
seperti histopatologi yang menunjukkan gambaran seperti Henderson-Paterson
body maka dapatlah ditegakkan diagnosis moluskum kontagoisum. Evaluasi
histologis lesi moluskum mengungkapkan besar, badan inklusi intracytoplasmic
(badan moluskum atau badan Henderson-Patterson) pada gambar di bawah dalam
keratinosit epidermal, yang bertambah besar ketika mereka bergerak menuju
permukaan kulit.
[9]






Gambar 7. Histologis ini menunjukkan beberapa badan moluskum. Mendemonstrasikan badan ini
dalam persiapan saline isi dinyatakan berfungsi sebagai diagnosis.
[1]



9

J. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri tanpa komplikasi pada
pasien imunokompeten. Sebelum melakukan penatalaksanaan sebaiknya
mendiskusikan terlebih dahulu dengan keluarga pasien mengenai resiko dan
keuntungan pengobatan. Banyak ahli menggunakan cabtharidin 0,7% atau 0,9%
liquid untuk pengobatan MK. Cabtharidin merupakan ekstrak dari serangga,
Cantaharis vesicatoria, yang merangsang vesikulasi pada dermoepidermal ketika
dioleskan secara topikal pada kulit. Obat ini harus dioleskan dengan hati-hati dan
dicuci sekitar dua sampai enam jam kemudian. Tidak dianjurkan untuk
penggunaan pada wajah atau daerah genital, dan keluarga harus dikonseling
berhubungan dengan resiko ringan dari reaksi ekstrim atau bekas luka.
Pengobatan tradisional, yaitu kuretase dan kriptoterapi, meskipun kedua
pengobatan ini memberi rasa sakit, penggunaan anastesi topikal dapat
menghilangkan rasa sakit. Kebanyakan pasien memilih pengobatan cantharidin
topikal sebab dirasakan paling efektif dan tidak sakit. Pengobatan terapi topikal
lainnya yaitu retinoid cream, imiquimod cream, asam salisilat, cidofovir, pasta
silvernitrat dan tape stripping. Cimetidine oral telah menunjukkan kesuksesan.
Analisis dari Cochrane database menunjukkan hanya lima terapi yang berkualitas
tinggi, ditemukan hasil tidak ada satupun intervensi yang meyakinkan efektifitas
dari pengobatan moluskum kontagiosum.
[1]

Dalam beberapa kasus, terapi tidak diperlukan dan penyembuhan sendiri
dapat ditunggu. Risiko penyebaran infeksi dapat diminimalkan dengan
mengurangi tindakan menggaruk. Kulit kering bisa ditangani dengan pemberian
emolien dan steroid topikal lemah. Pilihan pengobatan akan tergantung pada usia
pasien, jumlah dan letak dari lesi. Pengobatan bertujuan untuk menghancurkan
sel-sel epidermis yang terinfeksi, merangsang respon kekebalan
atau bertindak langsung terhadap virus. Operasi pengangkatan moluskum
kontagiosum dengan kuretase telah digunakan selama bertahun-tahun. Anak-anak
biasanya membutuhkan anestesi topikal dengan dosis maksimum yang masih
aman. Krioterapi efektif dan umum digunakan pada anak-anak yang mendekati
usia remaja dan orang dewasa, tetapi perlu diulangi pada 3-4 kali perminggu.

10

Carbon dioxide atau laser telah menghasilkan efek yang berguna
tapi kuretase, dapat menimbulkan bekas. Terapi photodynamic
juga telah digunakan. Banyak agen topikal dapat digunakan untuk mengobati
inflamasi ringan sampai sedang dan berpotensi merangsang perkembangan
respon imun terhadap virus. Cantharidin, trikloroasetat asam yang diencerkan
dengan liquefi ed fenol bersifat iritan kuat. Topikal yang ada yaitu asam salisilat,
tretinoin, adapalene, oksida nitrat cream dan kalium hidroksida. Pengobatan
moluskum kontagiosum bertujuan untuk meningkatkan respon imun
agen antivirus sidofovir baru-baru ini telah terbukti efektif mengatasi lesi
moluskum (digunakan baik intravena atau topikal sebagai salep 1-3%). Ini harus
dipertimbangkan untuk mengobati lesi yang luas.
[2]

Cryosurgery
Salah satu terapi yang paling umum dan cepat. Liquid nitrogen , dry ice,
atau frigiderm diberikan pada lesi selama beberapa detik. Ulangi
perawatan dalam interval 2-3 kali dalam seminggu mungkin diperlukan.
Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dan jaringan parut dapat disebabkan oleh
pengobatan ini.
Eviserasi
Sebuah metode yang mudah untuk menghilangkan lesi dengan
mengeluarkan inti dengan alat seperti pisau bedah, tepi slide kaca, atau instrumen
lain yang mampu mengeluarkan inti umbilikasi . Karena metode ini sederhana,
pasien, orang tua pasien, dan perawat bisa diajarkan metode ini sehingga lesi baru
bisa dirawat di rumah. Metode ini sederhana namun mungkin tidak ditoleransi
oleh anak-anak kecil.
Kuretase
. Hal ini dapat digunakan dengan dan tanpa electrodessication cahaya. Metode
ini lebih menyakitkan, dan dianjurkan bahwa anestesi krim topikal diterapkan
untuk lesi sebelum prosedur untuk mengurangi rasa sakit.


11

Tape Stripping
Pengobatan lain yang dilaporkan melibatkan penggunaan pita perekat. Sisi
perekat rekaman itu berulang kali dilengketkan pada lesi selama 10-20 siklus.
Tindakan ini efektif menghilangkan epidermis superfisial dari bagian atas lesi.
Namun, penggunaan berulang dari strip sama memiliki potensi untuk
menyebarkan virus untuk kulit yang berdekatan.

Podophyllin dan Podofilox
Terapi berisi dua mutagen, quercetin dan kaempherol. Beberapa efek
samping yang bisa terjadi yaitu kerusakan erosif pada kulit normal berdekatan
yang dapat menyebabkan jaringan parut dan efek sistemik seperti neuropati
perifer, kerusakan ginjal, ileus adinamik, leukopenia, dan trombositopenia,.
Podofilox adalah alternatif yang lebih aman untuk podophyllin dan mungkin
digunakan oleh pasien di rumah. Penggunaan yang disarankan biasanya terdiri
penerapan 0,05 ml dari 5% podofiloks laktat buffered etanol dua kali sehari
selama 3 hari Agen aktif. Terapi ini dikontraindikasikan pada kehamilan.

Cantharidin
Cantharidin (0,9% larutan collodian dan aseton) telah digunakan dengan
sukses dalam pengobatan MCV. Dengan cara diberikan pada lesi dan dibiarkan
pada tempatnya selama minimal 4 jam.
[6]


Marsal JS dkk melakukan penelitian yang menunjukkan KOH dapat
berpotensi menjadi pengobatan yang efektif dan aman bagi MK pada penanganan
utama dan mengurangi rujukan ahli kulit dan rumah sakit. Sebagai tambahan
KOH menjadi pengobatan alternatif yang murah untuk pengobatan invasif saat
ini.
[9]
Pada anak-anak, penerapan cantharidin adalah terapi yang aman dan efektif,
yang memiliki manfaat tambahan yang tanpa rasa sakit dan non-traumatik.
Namun, mungkin memerlukan lebih banyak kunjungan untuk kuretase
[11]



12

K. KOMPLIKASI
Meskipun banyak pasien yang asimptomatik, pruritus kadang-kadang
menjadi masalah yang serius khususnya bagi pasien dengan riwayat dermatitis
atopik. Konjungtivitis kronik dan keratitis pungtata dapat terjadi pada pasien
dengan lesi di bagian kelopak mata. Infeksi bakteri dapat terjadi terutama bagi
pasien yang menggaruk lesinya.
[1]

L. PROGNOSIS
Penyembuhan spontan dapat terjadi tetapi sering dalam jangka waktu yang
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kebanyakan keluarga memilih
pengobatan pada lesi daripada menunggu sebulan maupun dua bulan.
[1]
Molluscum contagiosum paling sering sembuh dengan sendirinya,

kebanyakan
lesi regresi spontan dalam waktu 9 sampai 12 bulan, dan moluskum kontagiosum
belum dilaporkan untuk maju ke keganasan.
[3]

M. PENCEGAHAN
Pencegahan dari penyebaran bisa dilakukan dengan menghindari trauma
pada penderita seperti menghindari garukan. Dengan menggunakan antipruritik
seperlunya. Autoinokulasi dapat dikurangi dengan mengobati semua lesi yang
ada.
[1]
Molluscum Contagiosum Virus (MCV) dapat menyebar melalui kontak
langsung dari manusia ke manusia. Autoinokulasi dapat terjadi mengakibatkan
penyebaran ke area lain dari tubuh. Meliputi lesi dengan pakaian dan / atau perban
adalah salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyebaran. Tangan yang
bersih, menghindari menyentuh luka. Sebagai contoh, seorang individu dengan
MK, mungkin disarankan untuk menghindari berbagi handuk dengan orang lain,
untuk meminimalkan risiko untuk transmisi. Pasien yang tidak menerima
informasi yang tepat tentang risiko penularan mungkin secara tidak sengaja
menyebarkan infeksi ke bagian lain dari tubuh mereka (Autoinoculate) atau
kepada orang lain dengan siapa mereka memiliki kontak (dalam rumah tangga, di
sekolah).
[12]

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Tom W., Friedlander SF., In: Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI.,Gilchrest
BA., Paller AS., Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Poxvirus infections. 7
th
edition.2. New York; McGraw-Hill
Medicine 2008; 1899-1913
2. Sterling JC., In: Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C. Rooks
Textbook of Dermatology. Virus infections. 8
th
edition.2. Cambridge;
Wiley-Balckwell 2010; 33.1-33.81
3. Hall JC, ed. Sauers Manual of Skin Disease. 8th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2000;232-36
4. van der Wouden JC vdSR, van Suijlekom-Smit LWA, Berger M.
Intervention for Cutaneous Molluscum Contagiosum (Review). The
Cochrane Collaboration. 2010(2):1-48.
5. James DW., Berger TG., Elston DM., Andrews Disease of The Skin:
Clinical Dermatology. Viral diseases. 10
th
edition. British; Saunders
Elsevier 2006; 367-420
6. Hanson D., Diven DG., Molluscum Contagiosum. Dermatology Online
Jornal 2003; 9 : 2. Boise, Idaho USA. Primary Health
7. Takuya Omi SK. Recalcitrant Molluscum Contagiosum Successfully
Treated with the Pulsed Dye Laser. Departemen of Dermatology Queen's
Square Medical Centre, 2-3-5- Minatomire, Yokohama Japan. 2013:51-4.
8. Sterry, Wolfram et al. Thieme Clinical Companiaons Dermatology:
Autoimmune Bullous Disease.5
th
edition New York: Goerg Thieme
Verlag; 2006.
9. Bolognia, L. Jean. Dermatology: Poxvirus Infection. 2
nd
ed. New York:
Mosby;2008
10. Handoko, P. Ronny. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta:
Fakultas kedokteran Indonesia. 2009: 113.
11. Marsal JR., Cruz I., Teixido C., Diez O., Martinez M., Galindo G., et al.
Efficacy an Tolerance of the Topical Application of the Potassium
Hydroxide (10% and 15%) in the Treatment of Molluscum Contagiosum:
Randomized Clinical Trial: Research Protocol 2011; BMC Infectious
Diseases; 11:278
12. Christine M. Hugest IKD, Mary G. Reynolds. Understanding U.S
Healthcare Providers Practicers and Experiences with Molluscum
Contagiosum. Center for Disease Control and Prevention, Division of
High-Consequence Pathogen and Pathology, Poxvirus and Rabies Branch,
Atlanta, Georgia, United States of Amerika. 2013;8(10). Epub 14 Oktober
2013.

Das könnte Ihnen auch gefallen