Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dipisahkan kiri dan kanan oleh septum nasi. Pintu masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior atau koana yang menghubungan dengan nasofaring. Meatus inferior Meatus media Meatus superior Tiap cavum nasi mempunyai 4 buah dinding : 1. Dinding medial hidung : septum nasi 2. Dinding lateral hidung : konka (inferior yang paling bawah dan terbesar, medial yang lebih kecil dan superior yang lebih kecil lagi). Di antara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga kecil yang disebut meatus. Juga ada 3 meatus yang ditentukan berdasarkan letaknya : a. meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung yang merupakan muara dari duktus nasolakrimalis b. meatus media terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung yang merupakan muara dari sinus frontal, maksilaris dan etmoid anterior ( kelompok sinus anterior) c. meatus superior merupakan ruang di antara konka media dan superior yang merupakan muara dari sinus etmoid posterior dan sphenoid ( kelompok sinus posterior). 3. Dinding inferior adalah dasar rongga hidung yang dibentuk oleh os maksila dan os palatum. 4. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung, tempat masuknya serabut saraf olfaktorius. 1.2 Anatomi kompleks osteomeatal
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah area yang dibatasi oleh konka media di medial dan lamina papirasea di lateral. Kompleks ini berperan penting dalam patofisiologi sinusitis paranasalis. Struktur yang termasuk dalam kompleks ini adalah konka media, prosesus unsinatus, bulla ethmoid, infundibulum ethmoid, hiatus semilunaris, ostium sinus maksilaris, resesus frontal dan sel-sel agger nasi.
Konka media Konka media merupakan bagian dari os ethmoid, di superior melekat pada lateral lamina kribrosa. Pada bagian posterior membelok ke lateral dan melekat di lamina papirasea yang kemudian disebut lamina basalis memisahkan sel-sel sinus ethmoid anterior dengan sel- sel sinus ethmoid posterior.
Prosesus unsinatus Prosesus unsinatus berbentuk bumerang memanjang dari antrosuperior ke posteroinferior sepanjang dinding lateral hidung. Prosesus unsinatus dapat melekat di lamina papirasea, basis kranii atau di konka media.
Bulla etmoid Bulla etmoid merupakan salah satu sel etmoid anterior yang paling konstan dan palingbesar. Terletak di dalam meatus nasi medius, posterior dari prosesus unsinatus dan anteriordari lamina basalis konka media. Di superior, dinding anterior bulla etmoid dapat meluassampai ke basis kranii dan membentuk batas posterior dari resesus frontalis. Bila bulla etmoidtidak mencapai basis kranii, maka akan terbentuk resesus suprabullar antara basis kraniidengan permukaan superior dari bulla. Di posterior, bulla bertautan langsung dengan laminabasalis atau terdapat ruang antara bulla dan lamina basalis yang disebut resesus retrobullar.
Infundibulum etmoid Infundibulum etmoid adalah terowongan tiga dimensi yang menghubungkan ostiumnatural sinus maksilaris dengan meatus medius melalui hiatus semilunaris.
Batas-batas infundibulum etmoid Batas medial : prosesus unsinatus dan hiatus semilunaris Batas lateral : lamina papirasea Batas anterior : pertemuan antara prosesus unsinatus dengan lamina papiracea Batas posterior: permukaan anterior bulla etmoid Batas superior : bervariasi tergantung dari perlekatan prosesus unsinatus
Hiatus semilunaris Hiatus semilunaris adalah celah berbentuk bulan sabit terletak antara posterior tepibebas prosesus unsinatus dengan dinding anterior bulla etmoid.
Ostium sinus maksilaris Ostium naturalis sinus maksilaris mengalirkan sekretnya ke dalam infundibulum. Ostium ini terletak di dinding medial sinus maksilaris sedikit ditepi bawah lantai orbita. Van Alyea melaporkan bahwa 10 % ostium maksilaris berada di 1/3 superior, 25 % berada di 1/3 tengah dan 65 % berada di 1/3 bawah dari infundibulum. Ostium aksesoris sinus maksilaris ditemukan pada 20 %- 25 % kasus. Ostium naturalis sinus maksilaris berbentuk bulatsedangkan ostium aksesoris biasanya berbentuk elips dan berada di posterior ostium naturalis.
Resesus frontalis Resesus frontalis ditemukan di bagian anterosuperior sinus etmoid anterior yangberhubungan dengan sinus frontal Batas-batas resesus frontalis Batas medial : konka media Batas lateral : lamina papirasea Batas superior : basis kranii Batas inferior : tergantung dari perlekatan prosesus unsinatus Batas anterior : dinding posterosuperior sel-sel agger nasi Batas posterior : dinding anterior bulla etmoid .
Sel agger nasi Sel ager nasi merupakan sel ekstramural paling anterior dari sel etmoid anterior.Terletak agak ke anterior dari perlekatan anterosuperior konka media dan anterior dari resesus frontal. Sel ager nasi yang membesar dapat meluas ke sinus frontal dan menyebabkan penyempitan resesus frontal Batas anterior : prosesus frontal os maksila Batas superior : resesus frontalis Batas anteroleteral : os nasalis Batas inferomedial : prosesus uncinatus Batas inferolateral : os lakrimalis
1.3 Anatomi Sinus
Paranasal sinus merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Rongga tersebut berisi udara dan dilapisi oleh mukosa bersilia dan palut lendir. Pada keadaan normal sinus tidak mengandung organisme atau bakteri. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya pada rongga hidung mengikuti jalur pola yang telah ditentukan. Jadi mucus tersebut dapat dikeluarkan dan udara dapat bersirkulasi dengan baik. Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpot mukosiliar sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba eustacius. Lendir yang berasal dari sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis dialirkan ke nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati post nasal drip tetapi belum tentu ada sekret di tenggorokan. Terdapat 4 macam sinus:
1. Sinus frontal : terletak pada tulang frontal, biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fossa cerebri sehingga infeksi akan mudah menyebar ke daerah ini. Persarafan adalah dengan nervus supraorbital (V1)
2. Sinus maksilaris adalah sinus paranasal terbesar. Dengan batas-batas: superior dasar orbit, inferior = prosesus alveolaris dan palatum, anterior = permukaan facial os maksila, posterior : permukaan infra temporal maksila, medial = dinding lat dari rongga hidung. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum ethmoid. a. sinus maksilaris sangat berdekatan dengan akar gigi (P1,P2, M1,M2) sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas disebut sinusits dentogen b. sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita c. pembukaan sinus maksila ini terletak lebih tinggi daripada dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung gerak cilia dan juga hanya melalui infundibulum yang sempit. Pembengkakan pada daerah iniakibat radang atau alergi dapat menghalangi drainase sinus maksila dan bisa terinfeksi lebih mudah = sinusitis Vaskularisasi : arteri superior alveolar (arteri maksilaris) Innervasi = cabang dari nervus anterior/ middle / posterior alveolar superior (V2)
3. Sinus Etmoidal yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap penting karena merupakan focus infeksi bagi sinus lainnya. Sinus ini berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang terletak di dalam massa bagian lateral os etmoid, antara konka media dan dinding medial orbita. Dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan posterior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit yang disebut resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal dan pembengkakan pada daerah ini dapat menyebabkan sinusitis frontalis. Set etmoid yang terbesar disebut bula etmoid juga di daerah ini ada penyempitan yang disebut infundibulum tempat bermuaranya ostium sinus maksila dan pembengkakannya dapat menyebabkan sinusitis maksila. Batas-batas : atap = lamina kribosa, lateral = lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita, posterior = sinus sfenoid. Innervasi : nervus anterior/posterior etmoid cabang dari C1
4. Sphenoid : sinus terletak di tulang sphenoid, bagian dari atap rongga hidung adalah atap rongga hidung pada bagian ni lemah. Pada kasus trauma, dapat menyebabkan kebocoran isi sinus atau bahkan CSF keluar dari hidung. Innervasi adalah nervus ethmoidal posterior
1.4 Fisiologis Hidung Fungsi fisiologis hidung dan sinus-sinus paranasalnya adalah: 1. Fungsi respirasi Guna untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal. Udara masuk ke hidung dan menuju system respirasi melalui nares anterior, lalu ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring. Aliran udara pada hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Penguapan udara oleh palut lendir ini disesuaikan dengan keadaan suhu di sekitar. Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat acelsius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang masuk ke dalam hidung bersama udara akan disaring di hidung oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, dan palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. 2. Fungsi olfaktori Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu. Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum ini, hidung bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap. Partikel bau dapat mencapai daerah-daerah tersebut dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan. 3. Fungsi resonansi suara Berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. Resonansi sangat penting untuk kualitas suara. Sumbatan pada hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehinga suara akan terdengar sengau atau rinolalia. Selain itu, hidung juga membantu proses pembentukan kata-kata. Kata- kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal seperti m, n, ng, rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara. 4. Fungsi statik dan mekanik Sinus merupakan rongga yang berisi udara, sehingga berfungsi untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas. 5. Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. (2)
1.5 Fisiologi Kompleks Osteo Meatal
KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilase dan drainase dari sinus sinus yang letaknya di anterior yaitu, sinus maksila, sinus etmoid anterior, sinus frontal. Beberapa struktur tulang (turbinate tengah, prosessus uncinatus, bullaethmoidalis)ruang udara (resessus frontal, infundibulum ethmoidal, meatus media), ostium dari sinus ethmoidal, maksila dan frontal anterior.Pada area ini, permukaan mukosanya sangat dekat, kadang-kadang bahkan dapatterjadi kontak antar mukosa yang menyebabkan penumpukan sekresi. Silia dengan gerakanmenyapu nya dapat mendorong sekret hidung. Jika mukosa yang melapisi daerah ini mengalami inflamasi , pembersihan mukosiliar dapat terhambat, yang akhirnya menghalangi drainase sinus-sinus di kepala. (3)
1.6 Fisiologi Sinus Paranasal Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak. - Sebagai pengatur udara (air conditioning). - Memperingan tulang tengkorak. - Resonansi suara. - Membantu produksi mukus. - Sebagai penyeimbang terhadap perubahan tekanan udara dan suhu
BAB II SINUSITIS
2.1 Definisi Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus,bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 4 minggu atau kurang) , subakut 4 minggu- 3 bulan maupun kronis (berlangsung selama lebih dari 3 bulan tetapi dapat berlanjut sampai berbulan bulan)
2.2 Epidemiologi Prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT RSCM Jakarta, pada tahun 2008 didapatkan sata sekitar 25% pasien dengan ISPA menderita sinusitis maksila akut, dan pada sub bagian Rinologi didapatkan ata dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 orang terkena sinusitis (50%). Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran napas atas karena virus dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai hampir 31 juta rakyat Amerika Serikat. 2.3 Etiologi Penyebab sinusitis tergantung dari klasifikasi sinusitis yaitu akut dan kronis. Penyebab sinusitis akut : - rinitis akut ( alergi, hormonal, vasomotor ) - infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut - infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2 (dentogen) Infeksinya sering disebabkan : Infeksi virus. Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya pilek). Bakteri. Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut. Penyebab paling sering adalah Streptococcus pneumoniae (30-50%), Haemophilus influenzae (20-40%), moraxella cataralis (5%) pada anak lebih banyak ditemukan.(20%). Infeksi jamur. Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur. - kelainan hidung ( septum deviasi, polip hidung, hipertrofi konka, sumbatan KOM) - berenang dan menyelam - trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal - barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa - penyakit tertentu : imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Katagener, fibrosis kistik ( kelainan sekresi lendir)
Penyebab sinusitis kronis : - polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung - alergi dan defisiensi imunologi juga dapat menyebabkan perubahan mukosa hidung - infeksi bakteri biasanya gram negatif dan anaerob. - obstruksi osteomeatal complex - kelainan anatomi 2.4 Patologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista
Sinusitis & Gangguan Sistem Kekebalan Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol atau penderita gangguan sistem kekebalan, jamur bisa menyebabkan sinusitis yang berat dan bahkan berakibat fatal.Mukormikosis (fikomikosis) adalah suatu infeksi jamur yang bisa terjadi pada penderita diabetes yang tidak terkontrol. Pada rongga hidung terdapat jaringan mati yang berwarna hitam dan menyumbat aliran darah ke otak sehingga terjadi gejala-gejala neurologis (misalnya sakit kepala dan kebutaan). Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan yang mati tersebut. Pengobatannya meliputi pengendalian diabetes dan pemberian obat anti-jamur amfoterisin B secara intravena (melalui pembuluh darah). Aspergillosis dan kandidiasis merupakan infeksi jamur pada sinus yang bisa berakibat fatal pada penderita gangguan sistem kekebalan akibat terapi anti- kanker atau penyakit (misalnya leukemia, limfoma, mieloma multipel atau AIDS). Pada aspergillosis, di dalam hidung dan sinus terbentuk polip. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap polip. Pengobatannya berupa pembedahan sinus dan pemberian amfoterisin B intravena. 2.5 Manifestasi Klinis Gejala klinis sinusitis akut ( diderita sampai dengan 4 minggu) 1. Hidung tersumbat 2. Nyeri / rasa tekanan pada daerah sinus 3. Ingus yang purulen yang sering kali turun ke tenggorok ( post nasal drip) 4. Demam dan lesu 5. Adanya reffered pain Sinusitis maksila adanya nyeri pada pipi kadang ada nyeri alih ke telinga dan gigi Sinusitis ethmoid adanya nyeri di antara bola mata atau di belakang bola mata Sinusitis frontal adanya nyeri pada dahi atau seluruh kepala Sinusitis sphenoid adanya nyeri di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid 6. Sakit kepala 7. Hiposmia / anosmia 8. Halitosis atau bau mulut 9. Post nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak nafas pada anak
Pada anak juga didapatkan gejala 1. Infeksi saluran nafas atas yang mulai membaik tetapi kemudian memburuk 2. Demam tinggi yang diikuti oleh sekret hidung yang makin kental minimal 3 hari 3. Sekret dari hidung dengan atau tanpa batuk yang tetap ada setelah 10 hari dan tidak membaik.
Gelaja sinusitis kronis ( diderita lebih dari 3 bulan) tidak khas dan lebih ringan sehingga kadang sulit didiagnosis , kadang hanya 1 atau 2 gejala di bawah ini : 1. Sakit kepala kronik 2. Post nasal drip 3. Batuk kronik 4. Gangguan tenggorokan 5. Gangguan telinga akibat sumbatan kronik tuba eustachius 6. Gangguan pada paru seperti bronchitis, bronkiektasis dan asma 7. Pada anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gasteroenteritis
2.6 Diagnosa Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal, yang dilakukan adalah anamnesa untuk menemukan gejala sinusitis, selanjutnya dilakukan inspeksi dari luar, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic dan sinoskopi. Pemeriksaan fisik Inspeksi Yang diperhatikan ialah adanya pembekakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukan sinus maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinus etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk abses. Palpasi Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. Transiluminasi Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila. Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin berarti sinusitis atau hanya menunjukkan sinus yang tidak berkembang. Pemeriksaan Penunjang Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Pencitraan Dengan foto kepala posisi Waters, PA, dan lateral, akan terlihat perselubungan atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang sakit. CT Scan adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus sinusitis. 2. Sinoskopi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor dan kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka. 3. Kultur Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius, meatus superior, atau aspirasi sinus. 4. Rontgen gigi Dilakukan untuk mengetahui apakah sudah timbul abses atau belum.
2.7 Penatalaksanaan Tujuan terapi adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik dengan prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehinga drainase dan ventilasi sinus pulih secara alami.
Sinusitis akut Untuk sinusitis akut biasanya diberikan: Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri Obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri. Mukolitik Steroid oral atau topical Pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan(diatermi)
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung). Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid. Untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi virus, tidak ada pengobatan antibiotik diperlukan. Sering dianjurkan perawatan termasuk pengobatan nyeri dan demam (seperti acetaminophen, dekongestan dan mucolytics) Infeksi bakteri pada sinus dicurigai ketika terdapat nyeri wajah, cairan hidung menyerupai nanah, dan gejala menetap selama lebih dari seminggu dan tidak berespon terhadap obat-obat OTC hidung. Infeksi sinus bakteri akut biasanya diterapi dengan antibiotik yang bertujuan untuk mengobati bakteri yang paling umum diketahui menyebabkan infeksi sinus, karena tidak biasa untuk bisa mendapatkan bahan kultur tanpa aspirasi sinus. Lima bakteri yang umumnya menyebabkan infeksi sinus adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes. Antibiotik untuk pengobatan infeksi sinus yang efektif harus mampu membunuh jenis bakteri penyebab tersebut di atas. Meskipun amoxicillin adalah antibiotik pertama yang diterima untuk infeksi sinus akut tanpa komplikasi, banyak dokter memilih kombinasi amoksisilin-klavulanat sebagai obat lini pertama untuk pengobatan infeksi bakteri sinus karena biasanya kombinasi obat ini efektif terhadap sebagian besar spesies dan strain bakteri penyebab penyakit. Biasa juga digunalakan antibiotik golongan cephalosporin. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari walaupun gejala klinis sudah hilang. Dekongestan (pseudoefedrin) dan mucolytics secara oral mungkin dapat membantu dalam membantu drainase infeksi sinus. Perlakuan bentuk kronis dari infeksi sinus memerlukan pengobatan yang lebih lama, dan mungkin memerlukan prosedur drainase sinus. Drainase ini biasanya memerlukan operasi bedah untuk membuka sinus. Antihistamin harus dihindari kecuali jika infeksi sinusitis sinus karena alergi, seperti dari serbuk sari, bulu, atau penyebab lingkungan lainnya. Antihistamin tidak rutin diberikan karena difat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih kental biasa diberikan antihistamin generasi 2 Sangat mungkin bahwa penggunaan steroid topikal nasal spray akan membantu mengurangi pembengkakan pada individu alergi tanpa pengeringan yang disebabkan oleh penggunaan antihistamin meskipun keduanya kadang-kadang digunakan. Pada banyak orang, sinusitis alergi muncul pertama, dan kemudian diikuti infeksi bakteri. Untuk individu, pengobatan dini sinusitis alergi dapat mencegah perkembangan bakteri sinusitis sekunder. Antihistamin adalah antagonis reseptor H1 yang akan menghalangibersatuny a histamin dengan reseptor H1 yang terdapat di ujung saraf danepitel kelenjar pada mukosa hidung. Akhir- akhir ini antihistamindidefenisikan sebagai inverse H1-receptor agonists yang menstabilkanreseptor H1 yang inaktif sehingga aktifasi ol eh histamine dapat dicegah.Dengan demikian obat ini efektif untuk menghilangkan gejala rinore dan bersin sebagai akibat dilepaskannnya histamin pada RA.
Antihistamin lama (generasi pertama) sudah terbukti secara kl inis sangatefektif mengurangi gejala bersin dan rinorea akan tetapi mempunyai efek samping yang kurang menguntungkan yaitu menyebabkan efek mengantuk kar ena obat t er sebut masuk ke per edar an dar ah ot ak. Secara klinis antihistamin generasi ini sangat efektif menghilangkan rinore karena mempunyai efek antikol inergik. Efek ini terjadi karena kapasitas ikatan obat terhadap reseptor yang tidak sel ektif sehingga obat terikat juga pada reseptor koli nergik. Kekurangan lain dari antihistamin generasi pertama adal ah i kat annya yang t i dak st abi l dengan r esept or H1, sehi ngga daya kerjanya pendek. Efek samping yang lain adalah :mulut kering, peningkatan nafsu makan dan retensi urin. Sampai sekarang antihistamin golongan ini masih banyak di gunakan karena masih efektif dan murah. Beberapa contoh antihistamin generasi lama yang sampai kinimasih popular adalah : klorfeniramin, difenhidramin dan triprolidin.
Munculnya antihistamin generasi baru dapat menutup kelemahan antihistamin lama. Karena tidak menembus sawar otak, antihistamin baru bersifat non-sedatif, sehingga penderita yang menggunakan obat ini dapataman dan tidak terhambat dalam melakukan aktifitasnya. Kelebihan lainantihi stamin baru adalah mempunyai masa kerja yang panjang sehingga penggunaannya lebih praktis karena cukup diberikan sekali sehari. Antihistamin baru tersebut adalah : astemizol, loratadin, setirizin, terfenadin. Beberapa antihistamin baru kemudian dilaporkan menyebabkan gangguan jantung pada pemakaian jangka panjang(astemi zol, terfenadin), sehingga dibeberapa negara obat obat tersebuttidak digunakan lagi. Antihistamin yang unggul adalah yang bekerja cepatdengan waktu kerja yang panjang, yang tidak ada efek sedatif dan tidak ada toksik terhadap jantung.
Sinusitis kronis Diberikan antibiotik dan dekongestan. Antibiotik yang diberikan biasanya adalah untuk golongan kuman gram negatif dan anaerob. Seperti golongan quinolon. Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid. Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut). Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman: - Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas - Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam - Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.
Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan. Pada anak-anak, keadaannya seringkali membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat saluran sinus ke hidung. Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi kadang ditemukan polip pada hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang. Selainterapi medikamentosa yang dijelaskan diatas, rinosinusiti s rekuren ataukronis memerlukan ti ndakan bedah. Dengan indikasinya adalah : 1. sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi adekuat 2. sinusitis kronik disertai dengan kista atau kelainan yang reversibel 3. polip ekstensif 4. komplikasi sinusitis 5. sinusitis jamur Radikal a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc. b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi. c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian. Non Radikal Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya denganmembuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal(Irigasi sinus)
Pada saat ini tindakan bedah yangpall ing direkomendasi adalah bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF)atau sering disebut dengan Fungsional endoskopi sinus surgery (FESS).
2.8 Komplikasi
Ct scan merupakan suatu aset besar dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus ( pada orbita, jaringan lunak dan kranium). Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi. Komplikasi ini juga telah menurun drastis sejak ditemukan antibiotik dan biasanya terjadi pada sinusitis akut atau sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi orbita Sinus ethmoid merupakan penyebab komplikasi tersering namun dapat juga karena sinusitis frontalis dan maksilaris. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Terdapat 5 tahapan : 1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan 2. Selulitis orbita 3. Abses subperiosteal 4. Abses orbita 5. Trombosis sinus kavernosus
Kelainan intracranial Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis :
Osteomielitis dan abses subperiosteal Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak- anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pipi.
Kelainan paru seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya sembuh.
2.9 Prognosa Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya. Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis, intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan mucocele formation.
2.10 Pencegahan Adapun pencehagan dari sinusitis adalah Mengurangi pajanan terhadap alergen. Meningkatkan ventilasi rumah tangga dengan membuka jendela bila memungkinkan. Gunakan humidifier di rumah atau kantor ketika seseorang memiliki dingin. Tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan. Ini mempromosikan drainase sinus. Gunakan dekongestan dengan hati-hati. Hindari polutan udara (seperti asap) yang mengiritasi hidung. Makan diet seimbang dan olahraga. Minimalkan paparan untuk orang dengan infeksi diketahui.
BAB III POLIP NASI
3.1 Definisi Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak- anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
3.2 Epidemiologi Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma non alergi (13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering pada laki laki, dimana rasio antara laki laki dan perempuan 2 :1 atau 3 : 1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras. 3.3 Etiologi Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak- anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti. Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : a) Alergi terutama rinitis alergi. b) Sinusitis kronik. c) Iritasi. d) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka. Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu : Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung. Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel. Selain dari fenomena Bernouli terdapat beberapa hipotesa lainnya. 1. Perubahan Polisakarida di postulatkan pada 1971 oleh Jackson dan Arihood. 2. Infeksi Infeksi berulang pada sinus predisposisi pada mukosa menjadi perubahan polipoid. 3. Alergi alergi telah di implikasikan sebagai penyebab, sejak sekresi hidung mengandung eosinofil dan pasien mempunyai gejala alergi, sering dikaitkan dengan asma dan atopi. 4. Teori vasomotor Gangguan keseimbangan otonomik di duga mungkin sebagai penyebab pada individu non atopi. Juga di kaitkan dengan mediator inflamasi, faktor anatomi lokal, dan tumor. Predisposisi genetik diketahui sebagai penyebab polipoid pada fibrosis kistik. (4)
3.4 Patogenesa
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama didaerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitealisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan adanya edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.
Gambaran Makroskopis Secara makroskopi polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah- merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning- kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat. Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antrokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid. Gambaran Mikroskopis Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel- selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet, pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang alergi dan Polip Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya.
3.5 Manifestasi Klinis Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung. Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik. Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung. Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren. 3.6 Diagnosa Anamnesis Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai yang berat, rinore dari yang jernih sampai purulen, hipoosmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai sakit kepala didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainya serta alergi makanan.
Pemeriksaan fisik Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) a. Stadium 1: polip masih terbatas dimeatus medius b. Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung c. Stadium 3: polip yang massif
Naso-endoskopi Adanya fasilitas endoskop akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. (5)
Pemeriksaan radiologi Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, aldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakahada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. CT terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
3.7 Diagnosis banding a. Konka polipoid Pada pemeriksaan : polip tidak bertangkai, sukar digerakkan, nyeri bila ditekan dengan pinset, mudah berdarah Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalina. b. Angiofibroma Nasofaring Juvenil Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan nasal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik didindingposterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanyakeluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif.Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikutigangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akanmenimbulkanketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanyaperluasan tumor ke intrakranial. Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanyamassa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu abusampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan.Mukosamengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. Padapemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihatgambaranklasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang. Pada pemeriksaan tumor CT dan scan dengan zat tulang kontras akan tampak perluasan destruksi sekitarnya. Pemeriksaanarteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasitumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontraindikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma NasofaringJuvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki 8tahun.
3.8 Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. (6) Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibanding polip tipe neutrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, etmoidektomi intra nasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell_Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik adalah apabila tersedia fasilitas endoskopi maka dapat dilakukan fasilitas endoskopi maka dapat dilakukan tindakan BSEF. 3.9 Pencegahan 1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi untuk mengelola asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara teratur di bawah kendali, konsultasi dengan dokter Anda tentang perubahan rencana pengobatan Anda. 2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk memberikan kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus Anda, seperti alergen, polusi udara dan bahan kimia. 3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan Anda secara teratur dan menyeluruh. Ini adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan sinus. 4. Melembabkan rumah Anda. Gunakan pelembab ruangan jika Anda memiliki udara kering di rumah Anda. Hal ini dapat membantu meningkatkan aliran lendir dari sinus Anda dan dapat membantu mencegah sumbatan dan peradangan. 5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline) spray atau nasal lavage untuk membilas hidung Anda. Hal ini dapat meningkatkan aliran dan menghilangkan lendir penyebab alergi dan iritasi.
3.10 Komplikasi Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea kondisi serius nafas dimana akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah, akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang. 3.11 Prognosis Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan. (7)