Sie sind auf Seite 1von 5

INTOLERANSI MAKANAN

1. Pengertian
Ketika makanan memasuki ke tubuh, terdapat berbagai reaksi yang terjadi
terutama oleh beberapa makanan tertentu. Reaksi tertentu yang terjadi akibat
mengkonsumsi makanan ini dibagi oleh 2 reaksi. Yang pertama adalah reaksi yang
dimediasi oleh proses imun atau alergi makanan dan yang kedua adalah reaksi yang
tidak dimediasi oleh proses imun atau sering disebut intoleransi makanan (Ortolani
dan Pastorello, 2006). Intoleransi makanan adalah reaksi negatif terhadap makanan
dan menimbulkan beberapa gejala dan reaksi ini tidak melibatkan reaksi imun.
Intoleransi makanan umumnya disebabkan oleh kurangnya enzym untuk mencerna
makanan tertentu. Contohnya adalah intoleransi susu yang disebabkan oleh
kekurangan enzym laktosa (Soenardji dan Soetardjo, 2009).
Intoleransi makanan merupakan semua respon fisiologis tubuh yang abnormal
terhadap makanan atau adiktif yang telah ditelan. Reaksi ini merupakan reaksi non-
imunologik dan sebagian besar merupakan reaksi yang tidak diinginkan terhadap
makanan (Munasir, 2009).

2. Etiologi
Intoleransi makanan sering disamakan dengan alergi makanan dikarenakan
gejala yang hampir sama. Hanya saja, alergi makanan terjadi karena adanya reaksi
imunologis sedangkan intoleransi makanan tidak (Dean, 2000).
Intoleransi makanan umumnya dialami oleh pasien yang lebih tua atau dewasa.
Reaksi intoleransi makanan dapat disebabkan oleh zat yang terkandung didalam
makanan seperti kontaminasi toksik seperti histamin pada ikan, toksin yang disekrsesi
oleh salmonella. Dan zat fakmakologik yang terkandung didalam makanan seperti
kafein pada kopi dan tiramin pada keju. Atau kelainan oleh penjamunya sendiri
seperti gangguan metabolisme. Intoleransi makanan umumnya dinamakan
berdasarkan zat yang terkandung didalam makanan seperti intoleransi laktosa
(Munasir, 2009).
Respon farmakologik dapat terjadi pada senyawa tertentu yang terdapat
dimakanan dan sering disebut dengan intoleransi zat kimia atau chemical intolerance.
Respon ini dapat terjadi pada berbagai usia dan dapat berkembang secara perlahan.
Pemicu respon ini bervariasi dari virus sampai paparan zat kimia. Respon
farmakologik pada intoleransi makanan umumnya terjadi pada perempuan karena
adanya perbedaan hormon (Heyman, 2006).

3. Patogenesis
Intoleransi makanan merupakan salah satu adverse effect dari makanan.
Intoleransi makanan terbagi didalam beberapa sub-group. Yaitu :
1. Enzymatik, seperti intoleransi laktosa yang disebabkan oleh defisiensi laktosa
didalam tubuh.
2. Farmakologikal, seperti reaksi perlawanan tubuh terhadap zat-zat kimia yang
terdapat didalam makanan (contohnya. Intoleransi histamin).
3. Intoleransi makanan yang tidak diketahui penyebabnya (Undefined).
(Wthrich,2009).
Sampai saat ini belum dipastikan patogenesis atau patofisiologis pasti dari
intoleransi makanan. Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, intoleransi
makanan kekurangan enzym didalam saluran pencernaan dan efek vasoaktif dari
zat kimia pada makanan (Ortolani dan Pastorello, 2006).

4. Manifestasi Klinis
Gejala Intoleransi makanan sangat beragam sehingga sering salah diagnosis
dengan alergi makanan. Gejala intoleransi makanan biasanya dimulai satu
setengah jam setelah terpapar makanan dan terkadang bisa sampai 48 jam
sesudahnya (Ozdemir, et al,. 2009).
Berikut adalah beberapa gejala dari intoleransi makanan :
1. Eritema
2. Vasodilatasi
3. Takikardia
4. Hipertensi
5. Migren
6. Vomit
7. Diare
Pada Undefined Intolerance, terjadi beberapa gejala tambahan yang sering
terjadi. Diantaranya asma, rhinitis, dan urtikaria (Ortolani, 2006).

5. Diagnosis
Pemeriksaan Intoleransi makanan dapat dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan lab dan pemeriksaan alergi.
1. Anamnesis, pada anamnesis terdapat beberapa poin yang harus ditanyakan
kepada pasien yaitu :
a. Masa laten, yaitu waktu yang diperlukan dari makanan masuk ke tubuh
hingga munculnya gejala.
b. Jenis gejala, yaitu gejala yang ditemukan. Gejala umum intoleransi
makanan adalah konjuktivitis, rhinitis, asma, urtikaria, vomit, dan diare.
c. Makanan yang diduga menyebabkan intoleransi.
d. Durasi dari masing-masing gejala
e. Re-occurence atau terjadinya kembali gejala secara berulang setelah
makanan di ingesti.
2. Pemeriksaan diagnosis
a. Skin prick test (SPT)
b. Tes serologi
c. ELISA
Perlu dilakukan beberapa test untuk membedakan antara intoleransi
makanan dan alergi makanan (Ortolani, 2006).

6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 penatalaksanaan untuk intoleransi makanan. Yaitu, diet eliminasi
dan obat-obatan.
1. Diet makanan. Merupakan metode untuk menghindari dan tidak
mengkonsumsi makanan yang dicurigai akan menyebabkan intoleransi. Resiko
dari diet ini adalah kurangnya nutrisi yang akan didapatkan oleh tubuh. Oleh
karena itu disarankan untuk memilih makanan alternatif lainnya.
2. Farmakoterapi. Pengobatan dengan obat diperlukan untuk reaksi akut. Perlu
tidaknya pengobatan farmakoterapi ditentukan oleh sensivitas makanan dan
keparahan gejala yang dialami (Dean, 2000).

7. Prognosis
Prognosis intoleransi makanan umumnya baik apabila dilakukan identifikasi
secara segera.























DAFTAR PUSTAKA

Dean T. 2000. Food Intolerance and Food Industry. Cambridge: Woodhead Publishing
Limited.

Heyman MB. 2006. Lactose Intolerance in infants, children and adolescents. Pediatrics 118
(3): 1279-86.

Munasir Z. 2009. Alergi Makanan Pada Anak.
www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=196631712386. [diakses April 2013].

Ortolani C, Pastorello EA. 2006 Food Allergies and Food Intolerances. Best Pract Res
Clinical Gastroenterol 20 (3): 467-83.

Ozdemir O, Mete E, Catal F, Ozol D. 2009. Food Intolerance and Eosinophilic Esophagitis
In Childhood. Dig Dis Science 54(1): 8-14

Soenardi T, Soetardjo S. 2009. Beberapa Faktor Yang Terkait dengan Makanan Anak Autis.
Jakarta: Penerbit Sarana.

Wthrich B. 2009. Food Allergy, Food Intolerance or Functional disorder?. Praxis 98 (7):
375-87.

Das könnte Ihnen auch gefallen