Sie sind auf Seite 1von 4

Epid:

Emedicine:
The total cost of health insurance fraud in the United States (including untruthful claims by patients and medical personnel) was
more than $59 billion in 1995, resulting in a cost of $1050 in added premiums for the average American family.
[2]
Di Amerika Serikat total biaya penipuan asuransi kesehatan (termasuk klaim yang tidak benar oleh
pasien dan tenaga kesehatan) sebesar lebih dari $59 miliar pada tahun 1995, yang mengakibatkan
tambahan biaya premi sebesar $1050 untuk rata-rata keluarga di Amerika.
Determination of Malingering in Disability Evaluations
In a 1961 report about 50 individuals that they were unfit to work after head injury, Miller
6
revealed an inverse relationship
between degree of disability and severity of injury as well as an absolute failure to respond to therapy until compensation issues
were settled. After settlement, 48 individuals were able to resume work. Base rates of malingering and symptom exaggeration were
estimated by Mittenberg and colleagues,
7
who reported from a survey of the American Board of Clinical Neuropsychology
membership that 30% of disability cases involved probable malingering and symptom exaggeration. This was estimated to be the
base rate for malingering and symptom exaggeration. A quantitative review of 11 empirical studies of mild head injury found similar
base rates using objective diagnostic measures.8
Rosenfeld and colleagues
9
found that the base rate for malingering in neuropsychologic examinations in the clinical context is much
lower than the rate set by Mittenberg and colleagues.
7
They estimated a 15% base rate of malingering and neuropsychologic
examination in clinical contexts.
Base rates of malingering in forensic context are difficult to accurately determine as claimants who have prevailed in litigation tend
not to admit that they faked or exaggerated symptoms or complaints. Public opinion surveys suggest that purposeful
misrepresentation of compensation claims is viewed as acceptable by the general population.
10,11
Various studies have suggested
that base rates can vary from 7.5% to 33%.
12-15

Angka kejadian malingering dan gejala yang dilebih-lebihkan menurut Mittenberg dan koleganya yang
dilaporkan dari sebuah survey oleh American Board of Clinical Neuropsychology membership bahwa
30% dari kasus kecacatan mungkin berhubungan dengan malingering dan gejala yang dilebih-lebihkan.

Rosenfeld dan koleganya menemukan bahwa angka kejadian malingering pada pemeriksaan
neuropsikologis dalam konteks klinis jauh lebig rendah dari yang ditetapkan oleh Mittenberg dan
koleganya. Mereka memperkirakan angka kejadian malingering sekitar 15% pada pemeriksaan
neuropsikologis dalam konteks klinis.
Angka kejadian malingering dalam konteks forensik sulit untuk ditentukan secara akurat, karena pasien
cenderung tidak mengakui apakah mereka pura-pura sakit, gejala yang dilebih-lebihkan, atau memang
keluhan. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa angka kejadian malingering bervariasi dari 7,5%
sampai 33%.
Detection and Management of Malingering in a Clinical Setting
While the exact prevalence is unknown, studies have shown that malingering may be more common in certain settings, such as the
military, prison, factories, or criminal prosecutions.
5
It can occur at any age and has been reported in a child as young as 9 years of
age.
12
Yates and colleagues
11
found that 13% of emergency room attendees feigned illness, and that their suspected secondary
gains included food, shelter, medications, financial gains, and avoidance of jail, work, or family responsibilities. Some studies have
reported malingering in 10% to 12% of psychiatric inpatients.
13
Thirty-two percent of referrals to a medium secure forensic unit
could be classified as fabricating or exaggerating symptoms of mental illness.
14
Prevalensi malingering yang tepat tidak diketahui, penelitian menunjukkan malingering mungkin lebih
umum terjadi pada keadaan tertentu, seperti pada militer, penjara, pabrik, atau terkena tuntutan pidana.
Ini dapat terjadi pada semua usia dan pernah dilaporkan pada anak berumur 9 tahun. Yates dan
koleganya menemukan bahwa 13% dari pasien ruang gawat darurat berpura-pura sakit, dan mereka
mendapatkan keuntungan seperti mendapat makanan, tempat tinggal, obat-obatan, keuntungan
keuangan, dan menghindar dari penjara, kerja, atau tanggung jawab keluarga. Beberapa studi telah
melaporkan adanya malingering pada 10% sampai 12% pasien rawat inap psikiatri. 32% dari rujukan ke
unit forensic dapat diklasifikasikan sebagai fabrikasi atau gejala yang dilebih-lebihkan.
Epidemiologi
Dalam konteks hukum, selama wawancara dari terdakwa pidana, estimasi prevalensi malingering
jauh lebih tinggi antara 10 sampai 20 persen. Sekitar 50 persen anak-anak yang mengalami
gangguan perilaku yang digambarkan memiliki isu terkait serius ini di kemudian hari.
Meskipun tidak ada pola keluarga atau genetik telah dilaporkan dan tidak ada bias jenis kelamin
yang jelas atau usia saat onset , Malingering tampaknya sangat lazim terjadi pada kondisi militer
tertentu, di penjara, dan proses hukum di masyarakat barat. Kondisi yang terkait dengan
meningkatnya keadaan ini di masyarakat Barat dihubungkan dengan gangguan perilaku dan
gangguan kecemasan pada anak-anak dan gangguan kepribadian antisosial, borderline, dan narsis
pada orang dewasa.

The prevalence of malingering is unknown and difficult to determine. In a sample of insanity
defendants deemed sane, Rogers (1986) estimated that 4.5% were definite malingerers and
approximately 20% were suspected of malingering. More recently, estimates of malingering in
forensic populations reach 17% (Rogers, Sewell, Morey, & Ustad, 1996). The accuracy of such
estimates is questionable because successful malingerers, by definition, are not detected and thus
not included.
Prevalensi dari malingering tidak diketahui secara pasti dan sulit untuk ditentukan. Pada sample pasien
penyakit jiwa yang dianggap sehat, Rogers pada tahun 1986 memperkirakan bahwa 4,5% adalah definite
malingerers dan sekitar 20% suspected malingering atau diduga berpura-pura sakit. Baru-baru ini,
perkiraan malingering pada pemeriksaan forensic mencapai 17% (Rogers, Sewell, Morey, & Ustad,
1996).
Treatment:
Wikipedia:
Treatment is psychological, and varies according to the underlying cause of the individual's unique symptoms. Treatment options
may include psychotherapy, family therapy, cognitive behavioural therapy, or pharmacotherapy. It is important that other members
of the medical team such as nurses, ward assistants, and physical therapists be informed about the patients' history. On being
confronted with a diagnosis of malingering, many patients discharge themselves immediately, only to present at another medical
facility to try again. Medical personnel may tell the patient he has Munchausen's syndrome, expecting he will not know what that
means, and will repeat it to the next medical facility he visits.
Although malingering patients do waste a lot of resources, they are still entitled to the same safeguards as other patients. For
instance, it is not considered ethical (or legal) to "blacklist" patients by warning other healthcare facilities about them without the
patient's permission, searching through their personal effects to find evidence of malingering, or covertly videotaping them without
their consent.
Malingering for external gain does not generally involve a psychological problem. A malingering person is oftentimes motivated by
the hope that they will avoid work, prison, or military service by pretending to have an illness. Or, the person may be motivated by
monetary gain, such as receiving a pension or an insurance settlement if it is believed they are ill or injured.
Pengobatan psikologis, dan bervariasi sesuai dengan penyebab yang mendasari gejala yang unik
individu. Pilihan pengobatan mungkin termasuk psikoterapi, terapi keluarga, terapi perilaku kognitif, atau
farmakoterapi. Penting bahwa anggota lain dari tim medis seperti perawat, asisten lingkungan, dan
terapis fisik diberitahu tentang sejarah pasien. Pada dihadapkan dengan diagnosis berpura-pura sakit,
banyak pasien debit diri secepatnya, hanya untuk hadir di lain fasilitas medis untuk mencoba
lagi. personil medis dapat memberitahu pasien ia telah sindrom Munchausen's, berharap dia tidak akan
tahu apa artinya, dan akan mengulang ke fasilitas medis berikutnya ia kunjungan.
Walaupun pasien berpura-pura sakit melakukan sampah banyak sumber daya, mereka masih berhak
atas perlindungan yang sama seperti pasien lain. Misalnya, tidak dianggap etis (atau hukum) untuk
"daftar hitam" pasien dengan memperingatkan fasilitas kesehatan lainnya tentang mereka tanpa izin
pasien, mencari melalui efek pribadi mereka untuk menemukan bukti berpura-pura sakit, atau diam-diam
rekaman video mereka tanpa persetujuan mereka.
Berpura-pura sakit untuk keuntungan eksternal umumnya tidak melibatkan masalah
psikologis. Seseorang berpura-pura sakit seringkali termotivasi oleh harapan bahwa mereka akan
menghindari pekerjaan, penjara, atau dinas militer dengan berpura-pura untuk memiliki penyakit. Atau,
orang tersebut dapat termotivasi oleh keuntungan moneter, seperti menerima pensiun atau penyelesaian
asuransi jika diyakini mereka sakit atau cedera.
Emedicine:
Do not accuse the patient directly of faking an illness. Hostility, breakdown of the doctor-patient relationship, lawsuit against the
doctor, and, rarely, violence may result.
The more advisable approach is to confront the person indirectly by remarking that the objective findings do not meet the
physician's objective criteria for diagnosis. Allow the person who is malingering the opportunity to save face.
Alternatively, the physician may inform people who are malingering that they are required to undergo invasive testing and
uncomfortable treatments (provided, of course, that such warning is true).
Invasive diagnostic maneuvers do more harm than good. Hospitalization is almost never indicated since individuals intend no
harm to themselves and a hospital stay rewards the undesirable behavior.
The likelihood of success with such approaches is inversely related to the rewards for the malingering behavior.
[10, 11, 12, 8]


Jangan langsung menuduh pasien berpura-pura sakit, karena dapat terjadi permusuhan, kerusakan
hubungan dokter dan pasien, dan tidak jarang terjadi tindak kekerasan. Pendekatan yang lebih
dianjurkan adalah menghadapi orang tersebut secara tidak langsung dengan memberi tahu bahwa
pemeriksaan fisik yang telah dilakukan tidak dapat menegakkan diagnosis. Atau dokter dapat
menginformasikan bahwa mereka diwajibkan untuk menjalani tes invasif atau treatment yang tidak
nyaman. Manuver diagnosis invasif tentunya jauh lebih berbahaya daripada malingering. Kemungkinan
keberhasilan dengan pendekatan ini berbanding terbalik dengan imbalan berpura-pura sakit.
People who malinger almost never accept psychiatric referral, and the success of such consultations is minimal. Avoid consultations
to other medical specialists because such referrals only perpetuate malingering. However, in cases of serious uncertainty about the
presence of genuine psychiatric illness, suggest psychiatric consultation.
Psychiatric consultation may be suggested as an augmentation to dealing with an acknowledged symptom. For example, the
primary physician might propose, "Your pain has to be causing your system a great deal of stress, and we know that only makes the
pain worse. Consultation from a psychiatrist might help us with your pain by reducing the stress." Without being confrontational, the
physician must remain honest.
[2, 12, 8]

Orang yang pura-pura sakit hamper tidak pernah menerima rujukan ke psikiatri. Hindari konsultasi ke
dokter spesialis lain karena rujukan tersebut hanya melingeringnya semakin lama. Konsultasi ke prikiatri
dapat disarankan sebagai tambahan untuk berurusan dengan penyakit yang diakuinya. Sebagi contoh,
dokter mungkin mengusulkan, bahwa nyeri yang dialaminya dapat menyebabkan stres yang hebat, dan
diketahui bahwa stress tersebut hanya membuat rasa nyerinya semakin parah. Konsultasi ke psikiatri
dapat membantu dokter mengurangi rasa nyeri dengan mengurangi stres.

Detection and Management of Malingering in a Clinical Setting
There is no specific treatment for malingering other than a tactful and empathic approach. However, any underlying psychiatric or
medical disorder should be addressed. Patients should not be labeled as a liar. Rather, it should be documented in the chart as
inconsistencies that needed to be clarified with the patient. In terms of appropriate documentation, it could be framed thus:
Detailed evaluation could not find a clear underlying psychophysiologic cause for the patients symptoms. The clinical team will
discuss with the patient to clarify these inconsistencies. This approach is important because as mentioned earlier, malingering may
coexist with genuine psychosocial problems. The process of empathic clarification may unravel that a female patient, attempting to
escape from a physically abusive husband, is trying to ensure hospitalization by mixing genuine and malingered symptoms.
Empathy and tactical approach may make such patients give up the feigned symptoms in response to treatment. Similarly,
physicians need to remember that patients may actually have other psychiatric disorders which they may not bring to attention due
to poor expression, cultural differences, or language barrier. Where possible, an interpreter should be utilized and a referral made
for appropriate interventions, such as drug and alcohol counseling or individual therapy, depending on the unraveled comorbidity.
Tidak ada treatment yang spesifik untuk malingering selain pendekatan yang tepat. Namun, setiap
gangguan jiwa atau medis harus ditangani. Pasien tidak boleh diberi label sebagai seorang pembohong.
Sebaiknya ini harus didokumentasikan dalam grafik sebagai inkonsistensi yang perlu diklarifikasi dengan
pasien. Dalam hal pendokumentasian yang sesuai, maka dapat dikategorikan demikian: evaluasi tidak
dapat menemukan penyebab psikofisiologis yang jelas yang mendasari keluhan pasien. Dokter akan
membahas dengan pasien untuk memperjelas inkosistensi ini. Pendekatan ini penting karena
malingering dapat berdampingan dengan masalah psikososial yang asli. Pendekatan yang empati dapat
membuat pasien berhenti berpura-pura sakit sebagai respon terhadap treatment. Demikian pula, dokter
perlu mengingat bahwa pasien sebenarnya mungkin memiliki gangguan kejiwaan lain yang tidak
diperlihatkan.

Das könnte Ihnen auch gefallen