Sie sind auf Seite 1von 16

TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA

Pemanfaatan Batubara Dalam Industri Semen

DISUSUN OLEH:
PARTOGI LUHUT J (073.12.137)
RICKY YANDONI H (073.12.148)
RIRI APRIANTI F (073.12.154)
SURYA PUTRA B (073.12.170)
ULYA SENTOSA (073.12.180)
GALIH NALA RAMADHAN (073.11.043)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen
yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
darikarbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Pengertian lain batubara adalah suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih
dari 50%berat (lebih dari 70% volume) material karbonan (carbonaceous), termasuk inherent
moisture yang terbentuk material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi,
perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam skala waktu geologi.
Seiring berkembangnya teknologi, kebutuhan energi di muka bumi ini juga ikut bertambah.
Untuk itu berbagai macam cara dilakukan untuk menemukan energi-energi baru yang efisien
dan juga ekonomis. Batubara sebagai salah satu sumber energi yang paling murah banyak
dimanfaatkan akhir-akhir ini.
Pada makalah ini penulis akan menjelaskan pemanfaatan batubara secara umum sebagai
bahan bakar dan secara khusus yang digunakan pada industri semen.

1.2

TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini antara lain:


1. Agar pembaca dapat mengetahui salah satu sumber energi yang murah dan efisien
dimuka bumi ini.
2. Agar pembaca mengetahui manfaat dari batubara secara umum
3. Menambah wawasan pembaca tentang pemanfaatan batubara
4. Agar pembaca mengetahui bahwa secara khusus batubara digunakan dalam industri
semen.

BAB II ISI

PEMANFAATAN BATUBARA
Ditinjau dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming coal, fuel coal, atau
energy coal)
2. Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas (cooking coal)
3. Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut batubara konversi (conversion
coal)
1. BATUBARA UNTUK BAHAN BAKAR
Sebagai bahan bakar, batubara dapat dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi upa didalam suatu
ketel uap atau boiler PLTU, untuk membakar bahan pembuat klinker dipabrik semen, dan sebagai bahan
bakar di industri-industri kecil. Pada hakikatnya, semua batubara dapat dibakar, tetapi pemanfaatannya
sebagai bahan bakar tertentu perlu dipenuhi berbagai persyaratan tertentu pula. Misalnya, sebagai baha
bakar di PLTU diperlukan batubara yang mempunyai kandungan ash < 30%. Ketel yang memanfaatkan
batubara halus dapat didesain agar bisa membakar batubara dengan kandungan ash lebih tinggi lagi,
katakanlah 50%. Akan tetapi, dengan kandungan ash yang demikian besar dapat menimbulkan banyak
masalah dalam pengoperasiannya. Bahkan pada pembakaran batubara yang mengandung ash < 30%
pun masih banyak menimbulkan masalah pada ketel karena dapat menyebabkan erosi dan kerak pada
tabung uap.
Umumnya, pembuatan sebuah ketel suatu PLTU dirancang untuk membakar batubara dengan
spesifikasi yang telah ditentukan, sesuai dengan sifat batubara yang akan menjadi makanannya.
Spesifikasi ini kadang-kadang mempunyai nilai rentang yang agak panjang sehingga dapat menampung
batubara lebih dari satu sumber. Itulah sebabnya mengapa sewaktu masih dalam tahapan eksplorasi
dan studi kelayakan tambang, berbagai parameter penting sebagai penentu tersebut dalam sampel inti
bor sudah mulai ditentukan. Jadi, suatu PLTU dibangun menurut spesifikasi batubara yang akan
membakarnya, bukan sebaliknya (kecuali jika PLTU sudah ada dan perlu tambahan pasokan, harus
dicari batubara yang mempunyai spesifikasi sama dengan spesifikasi batubara yang digunakan dalam
perancangan ketel tersebut). Umumnya, batubara harus cukup untuk memasok PLTU selama 30 tahun,
karena umur PLTU sekitar tiga puluh tahunan. Bila batubara pasokan tersebut masih kurang, maka harus
dicari batubara yang sifatnya sama dengan spesifikasi ketel PLTU tersebut. Semua PLTU yang
direncanakan dibangun di Indonesia, satu unitnya berkapasitas 50 400 MW. Untuk yang berkapasitas
>200 MW, umumnya dipakai cara pulverised fuel, sedangkan untuk yang kapasitasnya lebih kecil
digunakan cara fluidised bed combustion ataupun pembakaran pada panggangan (grate firing).
Demikian pula dengan pabrik semen dewasa ini. Semuanya harus menggunakan bahan bakar
batubara, dan yang telah dibangun sebelum Peraturan Presiden ditetapkan, harus mengganti bahan

bakar minyaknya dengan batubara. Untuk keperluan tersebut harus dibangun kiln untuk membakar
batubara yang didesain dengan spesifikasi tertentu, seperti halnya PLTU. Hanya untuk pabrik semen,
persyaratan yang diminta lebih ringan bila dibandingkan dengan yang diminta untuk PLTU.
Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar telah mulai dirintis dalam industri kecil, seperti pabrik
kertas, pabrik gula, pabrik bata, pabrik genteng, dan pabrik kapur. Hal ini terutama untuk memanfaatkan
batubara dengan cadangan kecil.
Pada saat ini, Indonesia telah mencoba memanfaatkan batubara untuk menggantikan minyak tanah
sebagai bahan bakar tidak berasap (smokeless fuel) di rumah tangga. Untuk keperluan tersebut,
batubara dikarbonisasikan pada suhu rendah, digerus dan diberi bahan perekat, kemudian dicetak dan
dibentuk menjadi briket batubara. Di Victoria-Australia, bahan untuk briket batubara berasal dari
batubara peringkat (rank) rendah yang mengandung moisture tinggi, misalnya lignit yang mengandung
mositure >60%.
2. BATUBARA UNTUK KOKAS
Kokas ialah residu padat yang tertinggal bila batubara dipanaskan tanpa udara sampai sebagian zat
yang mudah menguapnya hilang. Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara
sampai suhu tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilasasi, mengembang, dan memadat kembali
membentuk material yang porous. Material ini merupakan padatan kaya karbon yang disebut kokas.
Kebanyakan kokas digunakan dalam pembuatan besi dan baja karena memberikan energi panas dan
sekaligus bertindak sebagai zat pereduksi (reduktor) terhadap bijih besi yang dikerjakan didalam tanur
suhu tinggi atau tungku pembakaran (blast furnace). Kokas untuk keperluan tersebut, umumnya padat
dan relatif kuat, dihasilkan dari batubara tertentu., baik tunggal maupun campuran, dalam oven kokas
(coke oven). Residu hasil karbonisasi yang merupakan material serbuk yang tidak berlubang atau
massanya menggumpal disebut char. Bahan ini dapat dibuat briket dan digunakan sama seperti kokas
(kokas jenis ini disebut sebagai formed coke) atau langsung dipakai sebagai elektroda karbon.
Umumnya, ada dua istilah yang dapat membingungkan kita, yaitu istilah caking dan coking.
Caking ialah kemampuan batubara untuk meleleh ketika dipanaskan dan kembali membentuk residu
yang koheren ketika didinginkan. Syarat mutlak untuk batubara kokas ialah batubara itu harus meleleh
membentuk cake jika dipanaskan. Tidak semua caking coal adalah cooking coal. Coking digunakan untuk
menerangkan bahwa batubara tersebut cocok untuk dibuat kokas. Walaupun begitu, keterangan ini
berlawanan dengan definisi klasifikasi batubara hard coal menurut ISO yang mendefinisikan caking
kebalikan dari coking. Caking menunjukkan penggumpalan (agglomeration) dan pengembangan
(swelling). Selama dipanaskan (index crucible swelling number dan Roga), sedangkan coking
menunjukkan penggumpalan dan pengembangan selama pemanasan lambat (dilatation atau Gray-King
coke type). Hal ini menimbulkan kerancuan dalam pemakaian kedua istilah tersebut.
Batubara yang dapat dibuat kokas harus mempunyai peringkat dan tipe tertentu. Sebagian zat
organik dalam batubara mempunyai peranan dalam sifat-sifat pelelehan tadi. Dalam batubara kokas
yang prima, yaitu yang membentuk kokas metalurgi yang sangat baik, harus dicapai suatu perbandingan
yang optimal antara zat yang reaktif dan zat yang inert (tidak meleleh).
Berbagai parameter yang menentukan batubara kokas (peringkat dan jenisnya telah memenuhi
syarat), termasuk kokas metalurgi, ialah kandungan ash tidak terlalu tinggi, hampir tidak mengandung

sulfur dan fosfor, serta zat yang mudah menguapnya dalam kokas harus kecil. Untuk menentukan sifatsifat batubara kokas digunakan crucible swelling number, Gray King coke type, plastisitas dan fluiditas.

3. BATUBARA KONVERSI
Batubara konversi ialah batubara yang dimanfaatkan tidak sebagai bahan bakar padat, tetapi energi
yang dikandungnya, disimpan dalam bentuk lain, yakni gas dan cairan. Pengubahan batubara dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi (gasification) dan pencairan
batubara atau likuifaksi (coal liquefaction).
Dalam proses gasifikasi, semua zat organik dalam batubara diubah kedalam bentuk gas, terutama
karbon monoksida, karbon dioksida, dan hidrogen. Gas-gas ini kemudian dapat pula diubah menjadi
bahan-bahan kimia, seperti pupuk dan metanol.
Proses likuifaksi bertujuan mengubah batubara menjadi minyak. Penelitian yang dilakukan
SASOL di Afrika Selatan yang telah berhasil mengubah batubara menjadi minyak (gasolin, diesel, jet
fuel), gas maupun bahan kimia lain melalui pembuatan gas. Cara langsung ialah dengan
menghidrogenasikan batubara (rasio atom hidrogen/karbon = 0,7) sehingga menjadi minyak (rasio atom
hidrogen hidrogen/karbon >1.2)

PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK INDUSTRI SEMEN


Pada tahun 1960-an, minyak akhirnya mengambil alih posisi batubara sebagai sumberenergi
utama dengan pertumbuhan yang pesat di sektor transportasi. Batu bara masih memainkan peran yang
penting dalam kombinasi energi utama dunia, dimana memberikan kontribusi sebesar 23.5% dari
kebutuhan energi utama dunia Dalam industry semen, energy panas merupakan kebutuhan yang paling
utama, yaitu untuk operasi pembakaran dalam tanur putar. Pemilhan batubara sangat penting untuk
pemanfaatannya dalam industri semen karena kualitas batubara (fisika-kimia) yang sangat bergantung
pada sumber pemasok, akan mempengaruhi kualitas semen dan operasi pabrik.Energy merupakan
kebutuhan utama dalam industry. Dalam industry semen, energy panas merupakan kebutuhan yang
paling utama, yaitu untuk operasi pembakaran dalam tanur putar.

1. Uraian Teknis Tentang Jenis Bahan Bakar


Operasi pembakaran pada tanur putar merupakan langkah yang paling kritis dalam setiap
industry semen, baik ditinjau secara teknis maupun secara ekonomis. Operasi pembakaran di tanur
putar menentukan operasi pada unit-unit yang lain, serta memerlukan pemakaian energy panas yang
nilainya dapat mencapai 30% dari biaya operasi keseluruhan. Produktifitas dari industry semen
umumnya ditentukan oleh produkstifitas unit tanur putarnya. Sedangkan produktifitas tanur putar
umumnya ditentukan oleh run factornya, yang umumnya ditentukan oleh ketahanan lapisan batu tahan
apinya.
Aspek utama yang paling berpengaruh terhadap ketahanan lapisan batu tahan api dan efesiensi operasi
pembakaran dalam tanur putar, adalah dalam jenis bahan bakar yang dipakai. Untuk kedua tujuan
tersebut diperlukan operasi pembakaran yang dapat menghasilkan nyala yang stabil dan suhu yang
setinggi mungkin.
Pemakaian bahan bakar dengan jenis batubara tertentu dalam operasi pembakaran dalam tanur
putar dapat menghasilkan produktifitas yang berbeda apabila dibandingkan dengan pemakaian bahan
bakar jenis lain. Misalnya operasi pembakaran dengan bahan bakar batubara akan memerlukan
konsumsi panas persatuan produk yang lebih besar, dibandingkan pemakaian bahan bakar minyak atau
bahan bakar gas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola operasi pembakaran dari ketiga jenis bahan
bakar tersebut yaitu bahan bakar gas, cair dan padat. Operasi pembakaran batubara akan memerlukan
pemakaian udara dingin yang jauh lebih besar sedangkan sebaliknya operasi pembakaran memakai
bahan bakar minyak (BBM) atau gas alam akan memakai udara pada suhu tinggi yang lebih besar.
Disamping itu, operasi pembakaran batubara juga akan menghasilkan suhu nyala yang lebih rendah
serta stabilitas yang kurang baik dibandingkan dengan minyak atau gas alam, kedua hal ini akan
memperpendek umur dari lapisan batu tahan api. Keadaan inilah yang menyebabkan operasi
pembakaran dengan memakai batubara akan kurang produktif dibandingkan dengan operasi

pembakaran dengan minyak atau gas alam. Tidak produktif dari segi teknis antara lain karena :
a. Konsumsi panas persatuan produk
b. Umur lapisan batu tahan api atau dengan kata lain produktifitas tanur putar yang berarti produktifitas
pabrik semen secara keseluruhan
Secara ekonomis dapat dinyatakan bahwa operasi dengan memakai batubara akan kurang ekonomis
dibandingkan dengan memakai minyak atau gas alam, antara lain :
a. Naiknya biaya operasi pembakaran
b. Naiknya biaya operasi batu tahan api
c. Naiknya biaya produksi semen akibat penurunan produksi semen
Mengingat jenis dan kualitas batubara di Indonesia sangat seragam, maka secara umum dapat dikatakan
bahwa produktifitas pemakaian batubara dalam operasi pembakaran pada tanur putar akan menurun
sebanyak
10-20%
dibandingkan
dengan
pemakaian
minyak
atau
gas
alam.
2. Batubara Sebagai Bahan Bakar Dalam Industri Semen
Sifat-Sifat Batubara
Seperti diketahui bahwa batubara merupakan suatu campuran padatan yang sangat heterogen
dan terdapat dialam dengan tingkat atau grade yang berbeda, mulai dari lignit, sub bitumine, bitumine
sampai antrasit. Sebagai padatan, batubara terdiri atas kumpulan maceral (vitrinite, eksinite dan
enertinite) dan mineral (clay, kalsit dan lain-lain).
Dilihat dari unsure-unsur pembentuk batubara terdiri dari carbon, oksigen, nitrogen sedikit
sulfur, fosfor dan lain-lain. Sedangkan dari segi struktur molekul, dapat dibedakan atas aromatic dan
aliphatic. Oleh karena itu dalam industry semen, batubara digunakan sebagai bahan bakar, maka panas
pembakaran, hasil-hasil pembakaran dan sisa-sisa pembakaran perlu diketahui terutama apabila hal-hal
tersebut dapat mengganggu kualitas semen yang akan dihasilkan.
Sifat-sifat batubara dapat dilihat dengan analisa sebagai berikut :
a. Analisa Proksimat
terdiri atas :
- Lengas (moisture) yang berupa lengas bebas (free moisture), lengas bawaan (inherent
moisture) dan lengas bawaan (total moisture)
- Kadar abu (ash)
- Carbon (fixed carbon)
- Zat terbang (volatile matter)

b. Analisa Ultimate
Terdiri atas analisis unsure-unsur : C, H,O, N juga S dan phosphor serta Cl
c. Nilai Kalor
Terdapat dua macam nilai kalor, yaitu :
Nilai kalor net, yaitu nilai kalor pembakaran dihitung dalam keadaan semua air (H2O)
berujud gas. Nilai kalor gross, yaitu nilai kalor pembakaran diukur dalam keadaan semua air
(H2O) berujud air.
d. Total Sulphur
Sulphur atau belerang dapat berbeda dalam batubara sebagai mineral pirite, markasite, Ca
sulphat atau belerang organic yang pada pembakarannya akan berubah menjadi SO2.
e. Analisa Abu
Abu yang terjadi dalam pembakaran batubara akan membentuk oksida-oksida sebagai berikut
SiO2, Al2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O. abu inilah yang terutama akan secara padatan
bercampur dengan klinker dan mempengaruhi kualitas semen. Namun demikian kadar abu
batubara di Indonesia biasanya hanya berkisar antara 5% sampai 20% saja.
f. Hardgrove Grindability Index
Merupakan suatu bilangan yang dapat menunjukan mudah sukarnya batubara digerus menjadi
bahan bakar serbuk. Makin kecil bilangannya, makin keras keadaan batubaranya.
Sesuai dengan sifatnya, batubara umumnya dibagi atas empat macam yaitu :
- Antrasit, mengandung sedikit volatile matter
- Bitumine, mengandung medium volatile matter
- Lignit, mengandung banyak volatile matter
-Peat
Apabila kita membakar batubara dengan free grate, maka panjang nyala yang dihasilkan,
tergantung besarnya kandungan volatile matter nya. Batubara dengan kadar volatile matter yang
tinggi, akan menghasilkan nyala yang panjang diatas grate fire dan batubara dengan kadar volatile
matter yang rendah, akan menghasilkan nyala yang pendek. Oleh karenanya antrasit biasa disebut
dengan short flaming coal dan bitumine sebagai long flaming coal.
Akan tetapi batubara akan menghasilkan hasil yang berbeda bila dibakar dalam bentuk batubara
halus didalam tanur putar. Long flaming coal bila dibakar dalam tanur putar sebagai batubara halus
akan terurai dengan segera dan volatile matter yang menguap akan terbakar dengan cepat.
Sedangkan partikel coke yang sudah tersegregasi akan mempunyai luas permukaan yang sangat
besar sehingga serbuk batubara dapat terbakar secara cepat. Hal ini yang menyebabkan long
flaming coal didalam tanur putar akan terbakar hanya dalam daerah yang pendek dari tanur atau

dengan kata lain akan menghasilkan nyala pendek. Short flaming coal mengandung sedikit volatile
matter, bila dibakar dalam tanur putar sebagai batubara halus akan terurai secara lambat, sehingga
akan terbakar dalam jarak yang lebih panjang.
Dengan demikian, batubara yang disebut short flaming coal bila dibakar sebagai batubara halus
\didalam tanur putar, akan menghasilkan nyala yang panjang. Operasi pembakaran dalam tanur
putar membutuhkan pembakaran dengan suhu nyala yang sangat tinggi, karena proses klinkerisasi
memerlukan suhu material sekitar 1450 0C. disamping itu suhu nyala yang lebih tinggi akan
menghasilkan heat transfer yang lebih besar. Kedua hal ini sangat berpengaruh dalam hal
efektifitas dan efesiensi operasi pembakaran dalam tanur putar. Walaupun antrasit memiliki nilai
kalor yang tinggi, penggunaannya sebagai bahan bakar dalam tanur putar kurang disukai, karena
antrasit menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative lebih rendah.
Demikian juga lignit, yang disamping mempunyai kandungan volatile matter yang tinggi dan
heating value rendah, tidak disukai karena akan menghasilkan suhu nyala yang lebih rendah.
Bitumine adalah jenis batubara yang lebih disukai pemakaiannya sebagai bahan bakar dalam tanur
putar, karena mempunyai kandungan volatile matter yang cukup, tetapi nilai kalornya relative
tinggi.
Oleh karena itu bitumine dapat menghasilkan suhu nyala yang lebih tinggi. Akan tetapi bitumine
yang berkandungan abu lebih besar (akibat adanya impurities yang biasanya dari clay dan
sebagainya) atau berkandungan air yang tinggi juga tidak disukai, karena hal-hal tersebut akan
menurunkan suhu nyala disamping membutuhkan juga excess air yang lebih besar. Hal ini akan
mengakibatkan rendahnya efektifitas dan efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar.
Sebenarnya secara teoritis diharapkan bituminous coal yang bersih dari non combustible material
akan menghasilkan suhu nyala yang pendek dan lebih tinggi dibandingkan dengan fuel oil dan
natural gas. Tetapi pada prakteknya kandungan non combustible material baik berupa ash atau
moisture tidak dapat dihindarkan, sehingga membutuhkan operasi dengan excess air yang lebih
tinggi dan membutuhkan primary air (yang suhunya rendah) yang lebih besar.
Hal ini akan menurunkan suhu nyala disamping memperbesar flow rate gas bakar yang
mengakibatkan lebih pendeknya retention time gas dalam tanur putar dari preheater system dan
akan menurunkan heat transfer rate, yang berarti akan memperbesar terbuangnya panas melalui
preheater gas.
3. Penyiapan Batubara Dan Sistem Pengumpan Kedalam Kiln
Di antara semua bahan bakar yang umumnya dipakai, batubara merupakan bahan bakar yang
memerlukan investasi awal yang sangat tinggi baik untuk grinding maupun pengumpanan. Flow
sheet dasar dari instalasi batubara hamper sama di semua tingkat.
a. Penyimpanan (Stock Pilling)
Sesudah di bongkar di suatu pabrik, batubara disimpan di suatu gudang penyimpanan. Perhatian
utama yang harus diberikan pada tahap ini adalah mengurangi resiko self ignition dan kehilangan

(looses) material selama penyimpanan. Karena salah satu karakter bahan bakar padat adalah tidak
homogeny, maka sebelum digiling perlu dilakukan pre-homogenization, yang antara lain dengan
cara pengaturan tumpukan dan penampian dari gudang penyimpanan. Aturan FIFO perlu
dilaksanakan disini untuk mencegah batubara yang berlebihan.
b. Primary Crushing
Primary crushing dapat dilakukan secara open circuit atau close circuit. Kehalusan produk dari
primary crushing ini tergantung kepada macam grinding mill yang dipakai.
c. Grinding and Drying (Penggilingan dan Pengeringan)
Untuk batubara yang mempunyai kadar air di bawah 20%, pengeringannya dilakukan pada
coal mill. Untuk batubara yang kadar airnya lebih dari 20%, biasanya ada alat pengering tambahan
sebelum coal mill. Coal mill dibedakan dalam dua tipe, yaitu :
- Ball mill/Tube mill
- Vertical mill, yang dioperasikan secara open circuit dan close circuit
Proses pengeringan di sini adalah mengeringkan raw coal maksimal sampai pada inherent
moisturenya. Di dalam pengoperasian system coal mill ini yang harus menjadi perhatian utama
adalah mengurangi resiko peledakan yang disebabkan :
- Umpan batubara yang tidak lancer
- Ketidaklancaran pengumpanan menyebabkan material kasar (kering) yang kembali dari
separator, akan langsung kontak dengan udara panas
- Perubahan kadar air batubara yang terlalu besar
- Kadar air produk terlalu rendah, jauh dibawah inherent moisturenya

Resiko-resiko peledakan tersebut diperbesar oleh kandungan volatile matter yang tinggi dari
batubara. Pengendalian operasi coal mill didasarkan pada desain kehalusan batubara yang telah
diperhitungkan sesuai kebutuhan pembakaran dalam tanur putar.

d. Penangkapan Debu
Penangkapan debu batubara umumnya dilakukan dengan filter atau electrostatic presipitator.
Untuk mengurangi kehilangan material, alat penangkap debu ini harus dijaga agar beroperasi
secara optimal. Yang harus diperhatikan di sini adalah debu yang halus cenderung menyebabkan
reaksi peledakan. Campuran batubara atau udara akan explosive dalam daerah konsentrasi

tertentu. Beberapa ahli menyebutkan bahwa interval 40-150 g/Nml3 sebagai daerah kritis untuk
terjadinya peledakan tersebut, yang biasanya terjadi di saat start up atau stop peralatan.
e. System Pengumpanan Batubara Halus Ke dalam Tanur Putar
System pengumpanan batubara halus ke dalam tanur putar dapat dibedakan sebagai berikut :
- Direct system
- Semi indirect system
- Indirect system
Pada direct system, semua batubara yang dihasilkan di grinding mill langsung diumpankan kedalam
tanur putar bersama udara pengeringnya. Pada semi indirect system, batubara dari mill untuk
sementara disimpan dalam intermediate silo sebelum diumpankan ke dalam tanur putar. Untuk
system ini ada dua macam versi yang tergantung pada kadar air batubara. Yang mempunyai kadar
air rendah, udara pengering dari mill sebagian diinjeksikan ke tanur putar sebagai udara primer,
dan sebagian disirkulasikan ke mill. Bila kadar air tinggi, sebagian gas dari mill dikeluarkan melalui
alat penangkap debu.
Pada indirect system, semua batubara dari mill di simpan di intermediate silo sebelum
diumpankan, dan gas dari mill tidak diumpankan ke tanur putar sebagai udara primer, kecuali bila
diinginkan.
2. Operasi Pemakaian Batubara Pada Tanur Putar
Dalam pemakaian batubara sebagai bahan bakar dalam operasi tanur putar, terdapat beberapa hal
yang spesifik yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Pemakaian Udara Primer
Udara primer berperan antara lain sebagai :
- Sarana transportasi untuk injeksi batubara ke dalam tanur putar
- Suatu alat pengendali nyala
Dengan demikian udara primer yang temperaturnya rendah ini, maka udara pembakaran yang
terdiri dari primary air dan secondary air, akan mempunyai temperature campuran relative rendah.
Oleh karena itu sebenarnya secara ekonomis pemakaian udara primer ini kurang menguntungkan.
Di dalam operasi pemakaian batubara, pemakaian udara primer ini dapat berkisar antara 15-20%
dari kebutuhan udara pembakaran.
b. Pemakaian Excess Air Yang Besar
Berdasarkan teori kinetika reaksi, bahan bakar gas dan cair lebih reaktif dengan oksigen,
dibandingkan oksigen dengan batubara. Hal ini mudah dimengerti karena pembakaran batubara
akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

- Perpindahan panas dari burning zone ke partikel batubara secara konveksi dan radiasi
- Perpindahan panas melalui lapisan abu yang bersifat isolator menuju front oksidasi secara
konduksi
Reaksi
kimia
antara
C,
S,
H2
dengan
H2,
CO,
H2O
dan
SO2
- CO2, SO2, CO dan H2 berdifusi dari front oksidasi ke bagian luar partikel batubara
- Abu pembungkus sekeliling partikel batubara terdekomposisi secara termis dan mekanis
Oleh karena itu untuk mencapai kesempurnaan pembakaran yang menggunakan batubara sebagai
bahan bakar diperlukan excess air yang relative besar. Dengan pemakaian udara yang lebih besar
ini, maka akan dihadapkan pada permasalahan :
- Kerugian panas karena terserap oleh kelebihan udara tersebut
- Transfer panas antara udara dan material di dalam kiln kurang sempurna, karena waktu tinggal
udara panas yang relative rendah
c. Kandungan Air Dalam Batubara
Air yang terdapat dalam batubara, baik sebagai inherent moisture maupun sebagian kecil moisture
yang lain, tentunya akan merugikan karena mengurangi panas yang dihasilkan.
d. Stabilitas Umpan
Karena batubara merupakan bahan bakar dalam bentuk powder (bubukan) maka sangat sulit
diperoleh kondisi pengumpanan yang benar-benar stabil ke dalam kiln. Ketidakstabilan umpan ini
berarti ketidakstabilan panas didalam kiln, akan mengakibatkan ketidakstabilan coating sebagai
pelindung batu tahan api. Dengan demikian akan mengakibatkan umur batu yang relative pendek.
e. Impurities dalam Batubara
Bila proses pencucian batubara tidak baik, maka akan ditemui impurities (misal clay). Dengan
adanya impurities ini, tentunya akan mengacaukan jumlah umpan panas ke dalam tanur putar.

3. Persyaratan Mutu Batubara Dalam Industri Semen


Pada dasarnya semua jenis batubara dapat dipakai sebagai bahan bakar dalam tanur putar. Dapat
disimpulkan bahwa persyaratan mutu batubara yang dibutuhkan oleh industry semen unit operasi
dengan efektifitas yang cukup tinggi yaitu :
a. Nilai bakar net cukup tinggi, yaitu > 6.000 cal/gr
b. Volatile matter medium, maksimum 36-42%
c. Total moisture, maksimum 12%
d. Kadar abu maksimum 6%
e. Kadar sulphur maksimum 0,8%
f. Kadar alkali dalam abu, maksimum 2%
g. Ukuran batubara (raw coal)
- Diatas saringan 100 mm = 0%
- 100 mm 50 mm = 70%
- 50 25 mm = 25%
- 25 15 mm = 15%
- Lolos 15 mm = 0%

h. Variasi kualitas diatas tidak lebih dari 10%


Batubara dengan kualitas yang tidak memenuhi persyaratan diatas akan menghasilkan
produktifitas yang lebih rendah, persyaratan-persyaratan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut
:
- Nilai bakar net minimal 6.000 cal/gr, Volatile matter medium, maksimum 36-42%, Kadar abu
maksimum 8%, dimaksudkan agar pemakaian batubara tersebut dalam tanur putar, dapat
menghasilkan target-target yang diharapkan pada operasi pembakaran.
- Total moisture maksimal 12% dan kadar abu maksimal 6% serta ukuran batubara sesuai
ukuran,
dimaksudkan
agar
tidak
menyulitkan
pada
operasi
handling.
- Kadar sulphur maksimal 0,8% dan kadar alkali pada abu maksimal 2% dimaksudkan agar tidak
terjadi gangguan pada operasi tanur putar dan tidak terjadi penurunan kualitas semen.
- Ukuran batubara dan volatile matter juga dimaksudkan agar tidak terjadi kebakaran selama
pengumpanan, makin banyak mengandung butiran-butiran halus, maka tumpukan batubara
akan mudah terbakar.
- Variasi kualitas 10% dari nilai-nilai yang dicantumkan dimaksudkan agar persyaratan untuk
mencapai operasi pembakaran yang stabil dapat terpenuhi.

4. Pencemaran Lingkungan

Untuk mencapai kesempurnaan pembakaran batubara, diperlukan excess air yang relative
banyak, sayangnya bahwa dengan excess air yang lebih tinggi mengakibatkan temperature di
dalam kiln akan lebih rendah. Oleh karena itu dalam kenyataan praktek sering ditemukan bahwa
proses reaksi pembakaran belum berlangsung sempurna, meskipun gas telah keluar dari
suspension preheater. Hal ini ditunjukan dengan adanya kandungan CO dari gas tersebut.
Bahkan tidak terjadi, terutama pada saat heating up, atau adanya fluktuasi umpan batubara
yang cukup besar, gas keluar cerobong pun masih berwarna hitam. Hal ini menunjukan bukan
hanya CO saja yang terkandung dalam gas tersebut, melainkan batubara yang belum terbakar.
Apabila kandungan gas CO dari gas menuju electro precipator sebagai alat penangkap debu
lebih besar dari 0,6%, maka untuk menghindari peledakan, alat penangkap debu ini akan off
sehingga dengan demikian tidak ada penangkapan debu, yang berarti sekitar 7% dari umpan raw
meal akan terbang bersama-sama gas yang keluar cerobong, yang tentunya menimbulkan
masalah-masalah antara lain :
- Pencemaran udara, baik debu maupun gas CO
- Kerugian karena hilangnya material
Proses reaksi pembakaran batubara ini akan berkelanjutan hingga diseluruh saluran gas panas,
mengakibatkan temperature gas tersebut bias sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini tidak
jarang mengakibatkan kerusakan impeller dari fan yang dilalui atau kerusakan expansion joint
dari ducting atau terhadap ducting itu sendiri.
Resiko-resiko pencemaran lingkungan, kehilangan material dan kerusakan peralatan ini dapat
dikurangi atau dihindari antara lain dengan cara :
- Mengusahakan kesempurnaan pembakaran di burning zone dalam kiln dengan memahami
kinetika proses pembakaran
- Perencanaan system kiln dan injeksi batubara yang baik
Hal tersebut diatas akan merupakan sumber pencemaran lingkungan melalui gas buang,
disamping itu sumber pencemaran lain terjadi selama penyimpanan dan selama operasi
eksploitasi dan preparasi batubara, juga terjadi kebocoran-kebocoran yang menimbulkan
pencemaran lingkungan

BAB III PENUTUP


3.1

PEMBAHASAN

Sebagai bahan bakar yang ekonomis, batubara secara khusus dimanfaatakan pada industri
semen. Pada industri semen batubara digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary
ciln. Digunakannya batubara untuk pembakaran pada suhu yang tinggi ini dikarenakan sumber energi ini
dapat mencapai suhu yang diinginkan dalam pembuatan semen. Selain itu karena harganya yang relatif
murah maka batubara digunakan sebagai bahan bakar dalam industri semen.
Sebelum digunakannya batubara sebagai bahan bakar industri semen, minyak bumi lah yang
menjadi bahan bakar industri tersebut. Dikarenakan harga yang cukup tinggi, maka beralihlah
penggunaan minyak ke batubara
Sebelum dapat digunakan untuk bahan bakar, batubara tentunya harus mengalami proses
pengolahan dulu. Salah satu contoh pengolahannya yaitu kominusi atau pengecilan ukuran. Batubara
yang akan digunakan untuk bahan bakar haruslah memenuhi syarat kualitas dan kuantitas sehingga
didapatkan energi panas yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya batubara mengalami proses kominusi sebelum dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Proses kominusi tersebut adalah proses crushing. Setelah didapatkan
hasil crushing dengan ukuran yang sesuai, batubara lalu dikeringkan sebelum siap dimasukan kedalam
tanur putar. Proses ini disebut proses drying.

3.2

KESIMPULAN
Penulis menyimpulkan bahwa batubara merupakan salah satu sumber energi yang murah dan
efisien. Pemanfaatannya yang luas membuat sumber energi ini menjadi sorotan industri-industri
yang membutuhkan energi pembakaran yang tinggi.
Penulis beranggapan bahwa penting untuk terus mengembangkan berbagai rekayasa-rekayasa
yang dapat diterapkan pada batubara sebagai sumber energi sehingga pemanfaatannya dapat
lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.

http://industri-batubara.blogspot.com/2011/04/pemanfaatan-batubara.html
Batubara & Gambut, Ir. Sukandarrumidi, MSc. Phd

http://i-ralcomputerlabs.net/epn/index.php/Berita?id=11
http://doanddoo.blogspot.com/2012/11/pemanfaatan-batubara-dalampembuatan.html

Das könnte Ihnen auch gefallen