Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENYAJI:
Shanadz Alvikha
100100123
100100135
M. Rivandio A. Simatupang
100100150
100100168
Rivhan Fauzan
100100236
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Burham, SpPD, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ii
2.1.5. Patofisiologi.......................................................................
10
15
2.1.9. Penatalaksanaan.................................................................
17
25
27
36
37
BAB I
PENDAHULUAN
Penatalaksanaan
PPOK
secara
umum
bertujuan
untuk
mencegah
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
3. Untuk
mengetahui
gambaran
klinis,
perjalanan
penyakit,
1.4
Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapatdari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu
penyakit dalam khususnya mengenai penyakit penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
penyakit penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit yang
menjadi masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi, morbiditas, dan
mortalitas berbeda di tiap negara dan terus mengalami peningkatan. Hal ini
berhubungan dengan meningkatnya usia harapan hidup rata-rata masyarakat dan
semakin tingginya pajanan terhadap faktor risiko.5
Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia diperkirakan
sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,16
juta jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien
dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring semakin banyaknya
jumlah perokok, karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan
perokok.5
2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis,
diantaranya yaitu:
1.
Merokok
Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab
2.
Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang,
penggunaan bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam
ruangan kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi
PPOK.6
3.
napas, seperti pada asma. Tetapi PPOK dan asma benar-benar berbeda. Asma
dilihat sebagai fenomena alergi, sedangkan PPOK merupakan hasil dari
kerusakan dan radang karena rokok. Studi longitudinal yang membandingkan
kepekaan saluran napas pada awal studi yang kemudian mengalami penurunan
fungsi paru telah menunjukkan bahwa peningkatan kepekaan saluran napas
secara jelas merupakan prediktor penurunan fungsi paru di waktu mendatang. 7
Tetapi studi ini masih belum jelas.
4.
5.
Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
6.
2.1.4. Patogenesis
PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis
terjadinya PPOK diantaranya adalah:
1.
Hipotesis Proteinase-antiproteinase
Hipotesis proteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi bahwa
2.
Mekanisme Imunologis
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal
terhadap partikel atau gas berbahaya, terutama rokok. 1.Pasien dengan PPOK
dilaporkan mengalami peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan
bronchoalveolar lavage (BAL) dan neutrofil berperan penting dalam
patogensis PPOK. Level serum immunoglobulin free light chains (IgLC)
meningkat pada PPOK karena rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking
3.
Keseimbangan Oksidan-antioksidan
Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel
4.
Inflamasi Sistemik
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal. Dinyatakan bahwa
penyakit
komorbid,
seperti
penyakit
jantung
iskemik,
5.
Apoptosis
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan
PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan
sel endotel di paru pasien PPOK.Karena tidak diimbangi dengan peningkatan
proliferasi protein struktural, maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan
jaringan paru dan emfisema.9
6.
2.1.5. Patofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari
mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:
1.
2.
11
3.
Hipersekresi Mukus
4.
Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
11
pada pembuluh darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas.
Emfisema dan hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya
peningkatan tekanan di sirkulasi pulmonal. 1
5.
Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke
sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan
kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti
penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik,
diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi
pada
pembatasan
kapasitas
aktivitas
pada
pasien
dan
10
Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea).
Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai:. "Saya merasa
kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ".12
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat
melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama
bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap
sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari
seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat
menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.12
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika
ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam
darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah
satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung
karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah
melalui paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema
perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.12
2.1.7. Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain,
yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
klinis PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispnea,
batuk kronis atau produksi sputum berlebihan, dan riwayat terpajan faktor
resiko penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis dalam
konteks klinis. Adanya nilai FEV1/FVC postbronkodilator <0.70 memastikan
adanya pembatasan aliran udara yang persisten dan merupakan PPOK. 1
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal untuk melihat adanya riwayat medis
pasien yang berhubungan dengan PPOK, yaitu:
a. Pajanan terhadap faktor resiko, seperti asap rokok, pajanan di pekerjaan
atau lingkungan
11
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip nasal;
dampak ekonomi, efek dalam rutinitas keluarga, merasa cemas dan depresi,
serta gangguan aktivitas seksual
h. Kemungkinan menurunkan faktor resiko, misalnya berhenti merokok
pasien
tentang
penyakitnya.
Gejala-gejala
pada
PPOK
diantaranya adalah:
a. Batuk
Batuk bisa saja hanya sebentar (pagi awal) awalnya, secara progresif ada
terus sepanjang hari, tetapi jarang nokturnal. Batuk kronis biasanya
produktif dan sering diabaikan dengan anggapan sebagai konsekuensi
dari merokok. Sinkop batuk atau fraktur kosta karena batuk mungkin
terjadi.11
b. Produksi Sputum
Sputum mulai terjadi pada pagi hari tetapi lama-kelamaan akan muncul
terus sepanjang hari. Sputum bersifat mukoid dan berjumlah sedikit.
Produksi sputum 3 bulan dalam 2 tahun adalah definisi epidemiologi
dari bronkitis kronis. Perubahan warna sputum (purulen) atau volume
memberi kesan terjadi eksaserbasi infeksius.
11
12
c. Dispnea
11
Mengi dan dada sesak merupakan gejala tidak spesifik dan mungkin
bervariasi setiap hari. Mengi yang dapat terdengar mungkin berasal dari
laring. Dada sesak sering diikuti usaha dalam bernapas, berasal dari
kontraksi isometrik otot-otot interkostal. 1
e. Gambaran pada Penyakit Berat
Lelah, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah utama pasien
dengan PPOK gejala berat dan sangat berat. Sinkop batuk terjadi karena
peningkatan cepat dari tekanan intratorakal selama serangan jangka panjang
batuk. Batuk yang parah ini juga bisa menyebabkan fraktur kosta yang
biasanya asimptomatis. Tanda-tanda kor-pulmonale juga menunjukkan
keadaan penyakit yang buruk. Selain itu, mungkin pasien akan mengalami
gejala depresi atau gangguan kecemasan. 1
2. Pemeriksaan Fisik
beberapa tanda dan gejala yang makin lama akan makin khas menjadi
13
gejala PPOK. PPOK memberikan tanda berupa gangguan baik pada sistem
pernapasan maupun sistemik.
a. Tanda Pernapasan
Untuk melihat nilai Hb, Ht, leukosit, dll. Peningkatan sel darah merah
(eritrositosis), terjadi ketika level oksigen di darah rendah (hipoksemia)
dalam waktu yang lama. Sel darah merah membawa oksigen di darah.
Karena kerusakan paru, pasien PPOK tidak dapat memperoleh cukup
udara. Sehingga reaksi tubuh adalah meningkatkan produksi sel darah
merah untuk meningkatkan jumlah oksigen di darah. 1
b. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri
Pemeriksaan faal paru merupakan hal yang esensial untuk diagnosis dan
penilaian keparahan penyakit, dan juga membantu memantau progresnya.
14
dengan
6
peningkatan
tanda
11
Bronkitis kronis
bronkovaskular
dan
15
PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1 80% prediksi (normal) dan
VEP1/KVP < 70 %
b.
PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 70% dan VEP1/KVP < 80%
prediksi
c.
PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan
gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas
darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan
hiperkapnia.
16
udara yang dapat pasien keluarkan secara paksa dalam sekali bernapas.
2. FEV1 (Forced Expiratory Volume in One Second)atau Volume Ekspirasi
Paksa detik 1 adalah volume udara yang dapat dikeluarkan pasien dalam detik
pertama saat ekspirasi paksa.
3. FEV1 /FVC adalah rasio FEV1 terhadap FVC yang dinyatakan dalam fraksi 1
Karakteristik
I : PPOK Ringan
17
Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari
bahwa fungsi parunya tidak normal.
Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang pada tahap ini,
dengan napas yang memendek saat melakukan aktivitas.
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup
sudah sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa. 1
2.1.9. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah:2
-
Mengurangi gejala
Bronkodilator
18
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).2
Macam-macam bronkodilator: 2
-
Golongan antikolinergik
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
-
Golongan xantin
Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
19
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan: 2
Lini I: amoksisilin
Makrolid
Lini II: amoksisilin dan asam kluvanat
Sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. 2
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin. 2
b. Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
20
Indikasi:2
Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara: 2
-
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.2
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan: 2
Antropometri
21
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup pendita PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3
komponen yaitu: 2
Latihan fisik
Rehabilitasi psikososial
22
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
23
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus
diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
24
sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi
sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan
tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang
tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan
penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena
penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan
retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator
lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di
rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan
pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai
efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak
memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek
samping.
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi
mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
25
- Pengeluaran sputum
- Gagal jantung atau aritmia
2.1.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
26
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
27
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 1401005169
Nama Lengkap : Ribut
Tanggal Lahir : 1 Juli 1945
Umur : 69 Thn
No. Telepon : -
Pekerjaan : Wiraswasta
Status: Menikah
Agama : Islam
ANAMNESIS
Autoanamnese
Alloanamnese
28
: Hemoroid
RPO
29
Abdomen :
Normal
Kulit wajah:
Mata:
Hematologi:
Telinga:
Endokrin/metabolik:
Hidung:
Muskuloskeletal :
Sistem saraf:
Pernapasan :
Emosi :
Terkontrol
Jantung :
Vaskuler :
DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Ringan
Sedang
Berat
30
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran
Compos mentis
Nadi
Frekuensi 92 x/i
Tekanan darah
120/70 mmHg
Temperatur
Aksila: 37,4C
Pernafasan
KULIT WAJAH
Rektal : tdp
TELINGA
HIDUNG
RONGGA MULUT
DAN TENGGORAKAN
MATA
: Conjunctiva palp. inf. pucat (-/-), sclera ikterik (-/), odema palpebra
(-)/(-)
THORAX
Depan
Belakang
Inspeksi
Palpasi
SF Ki = Ka
Perkusi
ST: Ronkhi basah pada lap. ST: Ronkhi basah pada lap.
Paru kiri bawah
31
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas
: ICR III
Kanan : LSD
Kiri
ABDOMEN
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Soepel
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Dapat berkomunikasi baik
dah dialami
32
: Dypsnea
2. ANAMNESIS
33
RENCANA AWAL
No. RM
14
01
00
51
Masalah
Rencana
Rencana
Rencana
Rencana
Diagnosa
Terapi
Monitoring
Edukasi
1. PPOK +
- Foto thorax
Tirah baring
-Perbaiki
Menjelaskan
Susp.
- Darah rutin
Diet MB TKTP
kondisi
BPH
- USG
O2 1-2 L
umum
keluarga pasien
abdomen
IVFD RL 20gtt/i
mengenai penyakit
- BTA DS 3X
Inj.
yg diderita pasien
- Kultur
Dexamethasone 1
sputum
amp / 8 jam
etiologi,
Combivent
penatalaksanaan
Nebule / 8 jam
dan prognosisnya
Salbutamole 3x2
nya.
mg
Ambroxol 3x1
Urotractin 3x1
34
Tanggal
P
Terapi
6/08/14
Sens : Compos
Mentis
napas
TD : 120/70
mmHg
- Batuk
Pols : 92 x/i
- Sulit
RR : 24 x/i
menahan T : 37,40C
- Sesak
Diagnostik
PPOK + Susp.
Tirah baring
- Foto thorax
BPH
Diet MB
- Darah rutin
TKTP
- USG
O2 1-2 L
abdomen
IVFD RL
- BTA DS 3X
20gtt/i
- Kultur
Inj.
sputum
BAK
Dexamethas
one 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
35
Tanggal
P
Terapi
7/08/14
Diagnostik
Tirah baring
- Darah
Diet MB
lengkap
TKTP
O2 1-2 L
IVFD RL
BAK
20gtt/i
Inj.
Dexamethas
one 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
Tanggal
36
Terapi
8/08/14
- Sesak
Sens:Compos
PPOK + Susp.
Tirah baring
napas
mentis
BPH
Diet MB
- Batuk
TD:110/70
- Sulit
mmHg
TKTP
menahan HR : 96 x/i
BAK
O2 1-2 L
IVFD RL
RR : 24 x/i
20gtt/i
o
Temp : 37,1 C
Inj.
Dexamethaso
ne 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8 jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol 3x1
Urotractin
3x1
BAB 4
KESIMPULAN
Diagnostik
37
Pasien atas nama Ribut, 69 tahun didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
DAFTAR PUSTAKA
38
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Tkac, J., Man, S.F., Sin, D.D., 2007. Systemic Consequences of COPD.
Ther Adv Respir Dis, 1: 47-59
11.
12.
Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Paru Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1)
39
13.