Sie sind auf Seite 1von 19

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika
adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian
utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat
pneumonia di Amerika adalah 10 %. (2)
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan
50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris. (1)
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat pertahun. (5, 6)

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (2).

Gambar 1. Penyakit Pneumonia


II. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.
Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai
ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi
tersebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet)
sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah antara
populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang
padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun
dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk
pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan
2

dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok
usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus
untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak
pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan
kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individuindividu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia.
Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko
tinggi untuk pneumonia. (1)
III. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram Negatif. (2)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau
Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus
influenza. (7)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus. (7)
Fungi
Aspergilus,

Fikomisetes,

Blastomisetes

dermatitidis,

Histoplasma

kapsulatum. (7)
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (7)
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)
3

Bakteri

Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,


demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh.
Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk
bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit.
Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia,
yang

tersering

adalah

Streptococcus

pneumoniae

(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi


batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi
Virus

lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.


Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.
Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,
and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan
antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau
menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang

Jamur

berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.


Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang
paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/

Aspirasi

lingkungan.
Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran
pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi


untuk terkena pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit
kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit
jantung.

6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,


kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus (7)
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85%
CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih
dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia bervariasi tergantung:
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (7)
Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia selain diatas
(4)

adalah:

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.


Etiologi menurut umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan
kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis:

tersering, Sifilis congenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase


transplasental, aspirasi mekonium, dan CAP.
2. Usia > 2 12 bulan.
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal.
Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus
tersering Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun (disebut
pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia
(pneumonia atipikal) terbanyak.

(8).

Ada beberapa factor lain yang dapat

meningkatkan resiko infeksi oleh pathogen tertentu pada pneumonia komunitas


(4)

seperti dibawah ini:

IV. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. (2)
6

Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme


untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (2)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse) (2)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (2)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama (2)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel7

sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. (3)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (3)
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4.

Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. (3)

V. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia

nosokomial

(hospital-acqiured

pneumonia/nosocomial

pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (2)
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (2)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan. Di bawah ini gambar foto
radiologi pada pneumonia lobaris:

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan


paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Di bawah ini
gambar foto thorax bronkopneumonia:

c. Pneumonia interstisial (2)


VI. Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab
yang berhubungan dengan faktor infeksi:

Evaluasi faktor predisposisi :


PPOK : H. Influenza
Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
Penurunan imunitas : gram negatif
Kecanduan obat bius : staphylococcus

Bedakan lokasi infeksi


PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
Rumah jompo
PN : Staphylococcus aureus

Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae

Awitan
10

Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae


Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi (2)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan

infiltrat

bilateral

atau

gambaran

bronkopneumonia

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang


terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat
ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4 12 minggu.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (2)

11

Dibawah ini beberapa kriteria diagnostik pneumonia nosokomial menurut CDC:

VII. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
SaO2 95%.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan khusus
Pengobatan harus segera diberikan setelah pneumonia bakterial didiagnosis
atau sangat kuat diduga. Di dalam pemilihan antibiotik, harus diperhatikan
manifestasi klinis, laboratorium, dan gambaran foto thoraks. Pemilihan
antibiotik awal tergantung pada kelompok usia anak, data epidemiologi lokal
patogen saluran respiratorik dan sensitifitasnya terhadap antibiotik yang
diberikan.
3. Pemberian antibiotik empiris berdasarkan usia :
-

Bayi lahir sampai usia 3 minggu : ampisilin dan gentamisin intravena,


apabila keadaan berat dapat diberikan sefalosporin generasi ketiga
misalnya sefotaksim (sambil tetap diberikan ampisilin).

Bayi usia 3 minggu-3 bulan : seftriakson 50 mg/kgBB/hari


12

Usia 4 bulan-4 tahun : ampisilin 200 mg/kgBB/hari, dalam keadaan berat


dapat diberikan seftriakson

Pada usia 5 tahun : azitromisin 10 mg/kgBB dosis tunggal untuk hari ke1 dan dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk hari ke 2 sampai hari ke 5 atau
eritromisin 30-40 mg/kgBB/hari setiap 12 jam dibagi 2 dosis selama 7-10
hari

4. Pemberian antibiotik sesuai dengan penyebab :


-

S. aureus : kloksasilin 100-200 mg/kgBB/hari i.v

M. Pneumoniae : eritromisin, azitromisin, klaritromisin.

S. pneumoniae : ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

H. Influenzae : ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, dan ampisilinsulbaktam.

Tabel 3 Dosis Antibiotik untuk Pneumonia


Obat

Cara pemberian

Dosis (harian)

Frekuensi

Ampisilin

i.v./i.m./p.o.

100-200

4-6

Amosisilin

p.o.

25-100

Tikarsilin

i.v./i.m.

300-600

4-6

Oksasilin

i.v.

150

Kloksasilin

i.v.

100

4-6

Dikloksasilin

i.v.

25-80

4-6

Sefalotin

i.v.

75-150

Sefuroksim

i.v.

100-150

6-8

Sefotaksim

i.v.

50-200

Seftriakson

i.v./i.m.

50-100

12-24

Seftazidim

i.v.

100-150

Gol. Penisilin

Gol. Sefalosporin

13

Obat

Cara pemberian

Dosis (harian)

Frekuensi

Gentamisin

i.v./i.m.

Amikasin

i.v./i.m.

15-20

6-8

Netilmisin

i.v.

4-6

12

Eritromisin

p.o./i.v. lambat

30-50 / 40-70

Roksitromisin

p.o.

5-8

12

Klaritromisin

p.o.

5-8

12

Azitromisin

p.o.

10

24

Klindamisin

p.o.

10-30

i.v.

15-40

i.v./p.o.

75-100 / 50-75

Gol. Aminoglikosid

Gol. Makrolid

Kloramfenikol

Tambahan :
a

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan


pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.

Tidak

direkomendasikan

pemberian

obat

antitusif

karena

dapat

menyebabkan penekanan batuk yang akan mengganggu kliren saluran


respiratorik.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
VIII. Komplikasi
Komplikasi pada pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri
dibandingkan dengan virus. Komplikasi dari pneumonia meliputi:
Kegagalan respirasi dan sirkulasi
14

Penderita pneumonia sering mengeluhkan kesulitan bernafas, dan


terkadang tidak dapat hidup tanpa bantuan pernafasan. Bantuan pernafasan dapat
berupa alat non invasif seperti mesin bi-level positive airway pressure maupun
invasif seperti endotracheal tube dan ventilator.
Pneumonia dapat juga menyebabkan acute respiratory distress syndrome
(ARDS) yang ditimbulkan oleh respon infeksi dan inflamasi. Paru-paru dengan
cepat terisi oleh cairan dan menjadi sangat kaku. Kekakuan paru-paru yang
disertai akumulasi cairan menimbulkan gangguan pertukaran oksigen.
Sepsis dan shock sepsis juga merupakan suatu komplikasi yang potensial
pada pneumonia. Sepsis terjadi ketika mikroorganisme masuk ke pembuluh darah
dan sistem imun merespon dengan mensekresikan sitokin. Sepsis paling sering
terjadi pada pneumonia bakterial, biasanya penyebabnya adalah Streptococcus
pneumoniae. Pasien dengan sepsis atau sepsis shock membutuhkan perawatan di
intensive care unit (ICU). Sepsis dapat menyebabkan kerusakan liver, ginjal dan
jantung, dan sering menyebabkan kematian.
Efusi pleura, empiema, dan abses
Mikroorganisme yang menginfeksi paru dapat menimbulkan ekstravasasi
cairan pada pleura (efusi pleura). Apabila mikroorganisme terdapat pada rongga
pleura, mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan pus yang menimbulkan
empiema. Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan empiema adalah S.
aureus dan S. pneumoniae. Cairan pada pleura harus didrainase dengan jarum
(thoracocentesis) dan diperiksa. Pada kasus empiema berat, pembedahan mungkin
diperlukan. Bila cairan tidak di drainase, infeksi dapat terus ada, karena antibiotik
tidak dapat penetrasi dengan baik ke rongga pleura.
Bakteri dalam paru-paru dapat membentuk suatu kantong cairan yang
terinfeksi (abses) namun hal ini jarang terjadi. Abses paru-paru dapat terlihat
dengan foto thoraks atau CT scan thoraks. Abses biasanya terjadi pada pneumonia
aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Antibiotik biasanya cukup

15

untuk menangani abses paru, tapi terkadang abses harus di drainase oleh
pembedahan.

Gambar 3 Foto Rontgen Right Lateral Decubitus Pasien dengan Efusi Pleura
Foto thoraks diatas menunjukkan suatu efusi pleura. Tanda panah A
menunjukkan "lapisan cairan" pada paru-paru kanan. Tanda panah B
menunjukkan lebar dari paru-paru kanan. Volume paru-paru yang masih dapat
digunakan berkurang karena adanya pengumpulan cairan disekitar paru-paru.
IX. Diagnosa Banding
1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain
batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan
hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,
lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan
menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau
bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat
fatal. COPD juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada
faktor yang dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paruparu). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan
sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun
(misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronchitis bisa bersifat serius. (4)
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran
pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan
bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan
16

paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti
semakin buruk kondisi asma. (9)

X. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman
penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
dirawat. (4)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil
17

disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi


jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Organisasi Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan
pneumonia. Lebih dari dua juta anak di bawah lima tahun meninggal setiap tahun
di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa hingga 1 juta ini (vaksin
dicegah) kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih
dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang.
Etiologi pneumonia antara lain:
1. Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus.
3. Jamur: Mycoplasma

pneumoces

dermatitides,

Coccidioides

immitis,

Aspergillus, Candida albicans.


4. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain: pemeriksaan
radiologis, laboratorium, dan bakteriologis.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with
community-acquired

pneumonia.

Diagnosis,

assessment

of

severity,

antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 173054.


2. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
3. Fauci, et al,. 2009. Harrisons Manual Of Medicine. 17 th Edition. By The Mc
Graw-Hill Companies In North America.
18

4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK
UI.
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta
2002.
6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
7. Leman,

2007.

Pneumonia

dan

Bronkopneumoia

di

Indonesia.

http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
8. Helmi

et

all.

2005.

Pnemonia

Mikoplasma.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
9. Kurniawan, dkk.

2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau.

Pekanbaru. http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-dewasa/.

19

Das könnte Ihnen auch gefallen