Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika
adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian
utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat
pneumonia di Amerika adalah 10 %. (2)
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan
50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris. (1)
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat pertahun. (5, 6)
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (2).
dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok
usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus
untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak
pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan
kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individuindividu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia.
Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko
tinggi untuk pneumonia. (1)
III. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram Negatif. (2)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau
Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus
influenza. (7)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus. (7)
Fungi
Aspergilus,
Fikomisetes,
Blastomisetes
dermatitidis,
Histoplasma
kapsulatum. (7)
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (7)
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)
3
Bakteri
tersering
adalah
Streptococcus
pneumoniae
Jamur
Aspirasi
lingkungan.
Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran
pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.
adalah:
(8).
IV. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. (2)
6
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. (3)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (3)
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4.
Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. (3)
V. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia
nosokomial
(hospital-acqiured
pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (2)
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (2)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan. Di bawah ini gambar foto
radiologi pada pneumonia lobaris:
Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae
Awitan
10
infiltrat
bilateral
atau
gambaran
bronkopneumonia
11
VII. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
SaO2 95%.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan khusus
Pengobatan harus segera diberikan setelah pneumonia bakterial didiagnosis
atau sangat kuat diduga. Di dalam pemilihan antibiotik, harus diperhatikan
manifestasi klinis, laboratorium, dan gambaran foto thoraks. Pemilihan
antibiotik awal tergantung pada kelompok usia anak, data epidemiologi lokal
patogen saluran respiratorik dan sensitifitasnya terhadap antibiotik yang
diberikan.
3. Pemberian antibiotik empiris berdasarkan usia :
-
Pada usia 5 tahun : azitromisin 10 mg/kgBB dosis tunggal untuk hari ke1 dan dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk hari ke 2 sampai hari ke 5 atau
eritromisin 30-40 mg/kgBB/hari setiap 12 jam dibagi 2 dosis selama 7-10
hari
Cara pemberian
Dosis (harian)
Frekuensi
Ampisilin
i.v./i.m./p.o.
100-200
4-6
Amosisilin
p.o.
25-100
Tikarsilin
i.v./i.m.
300-600
4-6
Oksasilin
i.v.
150
Kloksasilin
i.v.
100
4-6
Dikloksasilin
i.v.
25-80
4-6
Sefalotin
i.v.
75-150
Sefuroksim
i.v.
100-150
6-8
Sefotaksim
i.v.
50-200
Seftriakson
i.v./i.m.
50-100
12-24
Seftazidim
i.v.
100-150
Gol. Penisilin
Gol. Sefalosporin
13
Obat
Cara pemberian
Dosis (harian)
Frekuensi
Gentamisin
i.v./i.m.
Amikasin
i.v./i.m.
15-20
6-8
Netilmisin
i.v.
4-6
12
Eritromisin
p.o./i.v. lambat
30-50 / 40-70
Roksitromisin
p.o.
5-8
12
Klaritromisin
p.o.
5-8
12
Azitromisin
p.o.
10
24
Klindamisin
p.o.
10-30
i.v.
15-40
i.v./p.o.
75-100 / 50-75
Gol. Aminoglikosid
Gol. Makrolid
Kloramfenikol
Tambahan :
a
Tidak
direkomendasikan
pemberian
obat
antitusif
karena
dapat
15
untuk menangani abses paru, tapi terkadang abses harus di drainase oleh
pembedahan.
Gambar 3 Foto Rontgen Right Lateral Decubitus Pasien dengan Efusi Pleura
Foto thoraks diatas menunjukkan suatu efusi pleura. Tanda panah A
menunjukkan "lapisan cairan" pada paru-paru kanan. Tanda panah B
menunjukkan lebar dari paru-paru kanan. Volume paru-paru yang masih dapat
digunakan berkurang karena adanya pengumpulan cairan disekitar paru-paru.
IX. Diagnosa Banding
1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain
batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan
hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,
lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan
menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau
bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat
fatal. COPD juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada
faktor yang dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paruparu). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan
sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun
(misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronchitis bisa bersifat serius. (4)
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran
pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan
bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan
16
paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti
semakin buruk kondisi asma. (9)
X. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman
penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
dirawat. (4)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil
17
pneumoces
dermatitides,
Coccidioides
immitis,
DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with
community-acquired
pneumonia.
Diagnosis,
assessment
of
severity,
4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK
UI.
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta
2002.
6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
7. Leman,
2007.
Pneumonia
dan
Bronkopneumoia
di
Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
8. Helmi
et
all.
2005.
Pnemonia
Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
9. Kurniawan, dkk.
Pekanbaru. http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-dewasa/.
19