Sie sind auf Seite 1von 68

CEDERA PLEXUS BRACHIALIS

Oleh Dr H Subagyo SpB - SpOT

BAB I
PENDAHULUAN
Informasi mengenai insiden brachial plexus injuries cukup sulit untuk
ditemukan.Sampai saat ini tidak ada data epidemiologi yang mencatat
insiden brachial plexus injury per setiap negara di seluruh dunia.Tetapi,
menurut Office of Rare Disease of National Institutes of Health, brachial
plexus injury termasuk dalam penyakit yang jarang terjadi.Kejadiannya
kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika
Serikat.Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25
tahun. Narakas menuliskan mengenairule of seven seventies.[1][2]
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus
injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran. Terdapat 3
macam obstetrical brachial plexus injury: Erbs palsy adalah yang paling
sering terjadi, insidennya sekitar 90% kasus, total plexus injury sebesar 9%
kasus, dan Klumpkes palsy sebesar 1% kasus. Insiden ini semakin menurun
setiap tahunnya. Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder
dystocia memiliki resiko 100 kali lebih besar terjadinya obstetrical brachial
plexus injury,sedangkan forceps delivery memiliki resiko 9 kali lebih besar,
dan bayi besar dengan berat >4,5 kg memiliki resiko 4 kali lebih besar untuk
terjadinya cedera. Setidaknya 46% kejadian obstetrical brachial plexus
injury memiliki satu atau lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak
ditemukan adanya faktor resiko.[3]
Pengobatan cederaplexus brachialisada yang memerlukan operasi dan ada
yang tidak, disesuaikan dengan kasusnya.Terdapat berbagai macam
tindakan operasi pada cederaplexus brachialis, tergantung jenis cedera saraf
yang terjadi.Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang
pembedahan, tetapi trauma plexus brachialis seringkali masih menjadi
masalah karena membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.

Secara keseluruhan, kecelakaan motor merupakan penyebab tersering.


Menurut Narakas, dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya menyebabkan
cedera plexus brachialis. Sekalipun jarang terjadi, high injury pada plexus
brachialis seringkali menibulkan kecatatan bagi penderitanya.Referat ini
membahas sebagian kecil dari trauma ini mulai dari anatomi hingga
pengobatan dan macam-macam operasinya.

BAB II
CEDERA PLEXUS BRACHIALIS

3.1
Definisi
Cedera plexus brachialisadalah cedera jaringan saraf yang berasal dari C5T1.Plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke
arah axilla yang dibentuk oleh ramus ventral saraf vertebra C5-T1. Cedera
pada plexus brachialis dapat mempengaruhi fungsi saraf motorik dan
sensorik pada membrum superium.[8]

3.2
Epidemiologi
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus
injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran.Terdapat 3
macam obstetrical brachial plexus injury: Erbs palsy adalah yang paling
sering terjadi, insidennya sekitar 90% kasus, total plexus injury sebesar 9%
kasus, dan Klumpkes palsy sebesar 1% kasus. Insiden ini semakin menurun
setiap tahunnya. Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder
dystocia memiliki resiko 100 kali lebih besar terjadinya obstetrical brachial
plexus injury, sedangkan forceps delivery memiliki resiko 9 kali lebih besar,
dan bayi besar dengan berat >4,5 kg memiliki resiko 4 kali lebih besar untuk
terjadinya cedera. Setidaknya 46% kejadian obstetrical brachial plexus
injury memiliki satu atau lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak
ditemukan adanya faktor resiko.[1][2]
Informasi mengenai insiden cedera brachial plexuscukup sulit untuk
ditemukan.Sampai saat ini tidak ada data epidemiologi yang mencatat
insiden cederabrachial plexus per setiap negara di seluruh dunia.Tetapi,
menurut Office of Rare Disease of National Institutes of Health, brachial
plexus injury termasuk dalam penyakit yang jarang terjadi.Kejadiannya
kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika
Serikat.Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25
tahun. Narakas menuliskan mengenairule of seven seventies:

Kira-kira 70% disebabkan oleh kecelakan kendaraan bermotor.

Darikecelakaan kendaraan bermotor tersebut, 70%-nya disebabkan


oleh sepeda motor.

Dari pengendara-pengendara tersebut, 70%-nya disertai


dengan multiple injuries.

Dari kejadian multiple injuries tersebut, 70%-nya termasuk


dalam supraclavicular injuries.

Dari kejadian supraclavicular injuries tersebut, 70%-nya didapati root


avulsed.
Dari kejadian avulsed roots tersebut, 70%-nya termasuk lower C7, C8,
T1.
Dari kejadian avulsed roots tersebut, 70%-nya berhubungan dengan
nyeri kronik.[3]

3.3
Etiologi
Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus brachialis. Tetapi
etiologi yang lebih sering, antara lain:

Trauma
Secara keseluruhan, kecelakaan motor merupakan penyebab tersering.
Menurut Narakas, dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya menyebabkan
cederaplexus brachialis.Trauma olahraga juga merupakan salah satu
penyebab cedera plexus brachialis yang sering terjadi.

Trauma persalinan
Menurut Ruchelsman DE, et al, setidaknya terdapat 8 faktor resiko yang
menjadi penyebab terjadinya obstetrical brachial plexus injury:
Shoulder dystocia
Vacuum atau forceps delivery
Macrosomia atau bayi besar dengan berat >4,5 kg
-

Kelahiran sunsang

Prolonged second stage of labor


Riwayat kelahiran anak dengan obstetrical brachial plexus injury
Multiparitas

Maternal diabetes

Compression syndrome(Gambar 15)


Sindrom kompresi di daerah bahu seringkali menyebabkan cedera plexus
brachialis, seperti: scalene syndrome, kompresi oleh sabuk pengaman,
kompresi akibat membawa beban berat di bahu, costoclavicular syndrome,
hyperabduction syndrome).

Tumor
Salah satu tumor yang sering menyebabkan cedera plexus brachialis adalah
tumor apikal paru.[9][10][11]

3.4
Klasifikasi : Terdapat berbagai macam versi sistem
klasifikasi brachial plexus injury, tetapi yang paling banyak digunakan
adalahLefferts classification system (Tabel 7), yang digolongkan
berdasarkan etiologi dan level injuri. Cedera plexus brachialis dapat
mengenai lebih dari 1 lesi.[12]

Gambar 15.Kompresi akibat hiperekstensi pada scalene syndrome.


Tabel 7.Lefferts classification system of brachial plexus injury.
Sumber: Leffert RD. Brachial-Plexus Injuries. The New England Journal of
Medicine.1974; 291:1059-1067.
Classi
ficati
on
Etiology
Open (usually from
I
stabbing, gunshot)

Level of the
Injury
Characteristics

Closed (usually from


MVA, traction,
compression)

II
A

Supraclavicul
ar
- avulsion of nerve roots, usually from
Preganglionic high speed injuries with other injuries

and LOC
(nerve root
avulsion)
- no proximal stump, no neuroma
formation (Tinel's sign negatif)
- pseudomeningocele, denervation of
neck muscles are common
- Horner's sign positif (ptosis, miosis,
anhydrosis)
- roots remain intact
Postganglioni
c
- usually from traction injuries
(traction
injuries)

- there are proximal stump and neuroma


formation (Tinel's sign positif)

- deep dorsal neck muscles are intact,


and pseudomeningoceles will not
develop
B

Infraclavicular

Combined

III

Radiotherapy induced

IV

Obstetric

Upper root
(Erb's palsy)

Lower root
(Klumpke's
palsy)

Mixed

MVA = Motor Vehicle Accident; LOC = Lost of Consciousness.


3.5
Macam-MacamNerve Injuries
Spinal nerves terdiri dari 3 layer jaringan penyambung (Gambar 16) yang
membungkus axon: (1) Endoneurium yang mengelilingiindividual axon;
(2) Perineurium yang mengelilingi fascicles(bundles of axons);
(3) Epineurium yang mengelilingi seluruh nervus.[13][14]

Gambar 16.Spinal nerve pada potongan transversus.


Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology.
Unites States of America: Wiley; 2009.

Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries.Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh


Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh
Sunderland tahun 1951.Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami
dasar anatomi dari cedera.Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan
prognosis dan strategi pengobatan.Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve
injury menjadi 5. Perbedaannya dapat dilihat padaTabel 8 dan Tabel 9 di
bawah:
1. Tingkat 1 (neuropraxia)
Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.Lokasi kerusakan
pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya
degenerasi wallerian.Karakteristiknya, defisit motorik > sensorik.Saraf akan
sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan.
Penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
1. Tingkat 2 (axonotmesis)

Pada axonotmesis (axon cutting) erjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,


tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga
akan sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih
lambat daripada cedera tingkat pertama.
2. Tingkat 3
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera
juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya
sebagian.penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor,
sepertisemakin rusak saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.
3. Tingkat 4
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan
perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf,
yang menghalangi penyembuhan.
4. Tingkat 5 (neurotmesis)
Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna
dari saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan
tindakan operasi untuk sembuh.[15][16][17][18]

Tabel 8. Klasifikasi cedera saraf.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of
Orthopaedics and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.
Derajat cedera saraf
I (Neuropraksia)

Myelin Akson Endoneurium


+/Tidak
Tidak

Perineurium
Tidak

Epineurium
Tidak

II (Axonotmesis)

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

III

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

IV

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

V (Neurotmesis)

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Tabel 9.Tabel perbedaan cedera saraf.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of
Orthopaedics and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

Sembuh
spontan

Waktu penyembuhan

Penuh

Dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera

II
(Axonotmesis)

Penuh

Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan

III

Parsial

Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan

IV

Tidak ada

Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci


per bulan

Tidak ada

Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci


per bulan.

Derajat
I
(Neuropraxia)

V
(Neurotmesis)

Untuk menentukan derajat cedera, diperlukan:

Anamnesis
Low energy injury seringkali menyebabkan neuropraxia; pasien sebaiknya
diobservasi.High energy injury lebih sering
menyebabkanaxonal dan endoneurial disruption (derajat 3 dan 4 klasifikasi
Sunderland), sedangkan very high energy closed injury dapat
menyebabkannerve avulsion.

Tinels Sign
Tinels sign positif ditandai oleh munculnya peripheral
tingling atau dysaesthesia yang diprovokasi oleh perkusi saraf.
Pada neuropraxia, Tinel sign negatif. Pada axonotmesis, Tinels sign postitif
pada lokasi cedera karena sensitivitas regenerasi axon. Rata-rata regenerasi
axon sekitar 1 mm setiap hari sepanjang Schwann-cell.

EMG (Electromyography)
Apabila otot kehilangan suplai sarafnya, EMG akan menunjukkan loss of
nerve supply pada minggu ke-3. Dari pemeriksaan EMG,
cederaneuropraxia dapat dieksklusi,
tetapi axonotmesis dan neurotmesis tidak dapat dibedakan.[19][20]
3.6
Lesi Pre-ganglionik dan Post-Ganglionik
Plexus brachialis dibentuk oleh pertemuan nerve roots dari C5 sampai
T1. Plexus berasal dari vertebra yang melewati otot-otot leher dan di
bawah clavicle yang berjalan ke arah lengan.Karena letak anatomisnya,
maka daerah ini rentan terhadap cedera. Cedera plexus brachialis dibagi

menjadi supraclavicular (65%), infraclavicular (25%), dan kombinasi (10%)


(Gambar 17).Lesi supraclavicular umumnya terjadi akibat kecelakaan
motor.Pada kasus berat, terjadi avulsi dari trunkus dengan rupture pada a.
subclavia. Lesi infraclavicularbiasanya berhubungan dengan fracture atau
dislokasi bahu, pada seperempat kasus, a. axillaris ikut robek.[18][21]

Gambar 17.Persarafan plexus brachialis.

Sumber:Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology.


Unites States of America: Wiley; 2009.
Cedera dapat mempengaruhi setiap tingkat plexus, bahkan seringkali
melibatkan cedera roots, trunks, dan nervussecara bersamaan. Penting
untuk membedakan antara lesi yang berasal dari pre-ganglion atau postganglion untuk mengetahui seberapa dekat jarak lesi dengan spinal
cord.Nerve root avulsion dari spinal cord termasuk dalam lesi pre-ganglion,
misalnya gangguan proksimal hingga dorsal root ganglion; ini tidak dapat
disembuhkan sekalipun dengan operasi. Rupture of nerve root distal ke arah
ganglion, atau rupture trunkus, atau rupture saraf perifer, termasuk dalam
lesi post-ganglion yang masih dapat disembuhkan dan diperbaiki dengan
operasi.[18][22]
Ciri-ciri root avulsion adalah: (1) crushing atau burningpain pada anaesthetic
hand; (2) paralisis m. scapularis atau diafragma; (3) adanyaHorners
syndrome, yang terdiri dari: ptosis, miosis, enoftalmos, dan anhidrosis; (4)
cedera vaskular berat; (5) berhubungan dengan fracture tulang servikal; dan
(6) disfungsi spinal cord (hiperefleks pada lower limbs).
Lesi derajat 1-4 umumnya mempunyai prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan lesi derajat 5 (complete ruptures).[18]
Untuk membedakan lesi pre-ganglion atau post-ganglion dapat dilakukan
pemeriksaan:
Histamine test
Injeksi histamine intradermal biasanya menyebabkan 3 reaksi di sekitar kulit:
(1) dilatasi central capillary; (2) wheal (munculnya reaksi alergi);
(3) surrounding flare. Jika flare reaction pada anaesthetic area, lokasi lesi
pasti berada di bagian proksimal dari posterior root ganglion, dengan kata
lain, kemungkinannya adalah root avulsion.Pada lesi postganglion, histamine test negatif karena saraf antara kulit dan dorsal root
ganglion mengalami gangguan.
1. CT myelography atau MRI :Hasil yang mungkin ditemukan
adalah pseudomeningoceles yang diproduksi oleh root avulsion, tetapi
hasil yang positif tidak selalu dapat diandalkan karena dura dapat robek
tanpa adanya root avulsion.
2. Electrophysiology
Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS) sangat
berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis, melokalisasi letak lesi, dan
menentukan derajat axonal loss.Pemeriksaan ini dilakukan 3-4 minggu
setelah cedera. Perubahan denervasi dapat terjadi 10-14 hari setelah
trauma, ketika wallerian degeneration pada lesi post-ganglionik akan

memblok konduksi saraf. Respon motorik terganggu lebih dulu dibanding


respon sensorik; karena itu, tanda awal kerusakan dapat terlihat sebagai
reduksi pada aksi potensial otot. Jika terdapat konduksi sensorik
dari anaesthetic dermatome, berarti lokasi lesi pre-ganglionik.[2][18]
3.7
Manifestasi Klinis
3.7.1
Total Plexus Injury
General brachial plexus injury umumnya bersifat unilateral, tetapi kadangkadang bersifat bilateral, seperti cedera akibat diffuse polyneuropathy,
inflammatory demyelinating neuropathy, danmultifocal motor
neuropathy.Banyak hal yang menjadi penyebab, tetapi inflitrasi
tumor, radiation plexitis, dan idiopathic plexitis adalah yang paling
sering.MRI dengan kontras dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya lesi
ini.Penyebab lain adalah cedera selama persalinan.[18][23]
Jika seluruh plexus cedera, maka keseluruhan anggota gerak atas paralisis
dan mati rasa, terkadang ditemukan unilateral Horners syndrome, yaitu
tanda ptosis, miosis, dan anhidrosisyang timbul akibat kerusakan saraf di
bagian servikal spinalis.[18]

3.7.2
Root and Trunk Injury
3.7.2.1
Upper Radicular Syndrome (Erb-Duchenne Palsy)
Upper radicular syndrome (Erb-Duchenne palsy) adalah akibat dari cedera
pada upper roots (C4, C5, atau C6) atau upper trunk.Lesi ini paling sering
disebabkan oleh cedera selama persalinan akibat sulitnya bayi keluar
dari birth canalketika bahu bayi tertinggal pada birthcanal yang disebut
denganshoulder dystocia(ilustrasi Gambar 18).Penyebab lain adalah
penggunaan forceps dan bayi besar dengan berat >4,5 kg.[18][24]
Kelainan ini mengakibatkan paralisis m. deltoid, m. biceps brachii, m.
brachioradialis, m. pectoralis mayor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m.
subscapularis, dan m. teres major.Jika lesi berada di dekat akar (roots), m.
serratus, m. rhomboideus, dan m. levator scapulae juga dapat mengalami
paralisis.[23][25]

Gambar 18.Cedera plexus brachialis saat persalinan.


Sumber: http://www.erbspalsyonline.com/shoudlerdystocia2.jpg

Secara klinis, akan ditemukan kelemahan fleksi pada cubiti, kelemahan


abduksi, kelemahan endorotasi dan eksorotasibrachii. Selain itu, juga
ditemukan paralisis aposisi gerakan skapula dan paralisis abduksi dan
adduksi brachii.Sensory loss inkomplit yang terdiri dari hipestesia
di superficialis brachii dan antebrachii.Refleks bisep tidak ada. Jika tidak
dilatih dengan latihan gerakan pasif, gejala dapat berkembang menjadi
kontraktur kronik dengan lengan menyamping, posisi adduksi, tangan
pronasi (dapat dilihat pada Gambar 19), sampai dengan munculnya waiters
tip position.[18][23][26]

Gambar 19.Cedera persalinan yang menyebabkanErbs palsy.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of
Orthopaedics and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.
3.7.2.2
Middle Radicular Syndrome
Middle radicular syndrome timbul akibat cedera cervical root C7 atau middle
trunk.Lesi tersebut menyebabkan paralisis terutama otot yang disuplai
oleh n. radialis, kecuali brachioradialis.Sensory loss dapat bervariasi. Jika
ada, akan terbatas pada hipestesi di antebrachii dorsal
superficialis dan manus dorsal superficialis externa.[23]

3.7.2.3
Lower Radicular Syndrome (Klumpkes Palsy)
Lower radicular syndrome (Klumpke palsy) timbul akibat cedera lower
roots (C7-T1) atau lower trunk, yang menyebabkan paralisis m. flexor carpi
ulnaris, m. flexor digitorum, m. interossei, m. thenar, dan m.
hypothenar.Sindrom ini merupakan lesi kombinasi n. medianusdan n.
ulnaris.Secara klinis, akan terlihat clawlike deformity of the hand (Gambar
20), kelemahan distal fleksicubiti, ekstensicarpi, hiperekstensi
pada articulatio metacarpophalangeal. Refleks triseps hilang.Sensory loss di

bagian brachii medialis,brachii inferior, danmanus ulnaris. Jika cabang


ganglion servikal inferior ikut cedera, maka terjadi paralisis nervus
simpatetik yang menyebabkan Horners syndrome, yaitu tanda yang timbul
akibat kerusakan saraf di bagian servikal spinalis dengan karakteristik ptosis,
miosis, dan anhidrosis.[18][23][27]

Gambar 20.Clawlike hand deformity pada Klumpke palsy.


Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/graphics/figures/v3/0630/0
06f.jpg

3.7.2.4
Nervus Thoracicus Longus Injury
N. thoracicus longus berasal dari C5, C6, dan C7 yang mensuplai m. serratus
anterior.Cedera nervus ini paling sering disebabkan oleh tekanan yang kuat
pada bahu sehingga terjadi kompresi nervus (biasanya axonotmesis).
Biasanya tekanan tersebut disebabkan membawa beban terlalu berat di
bahu, misalnya karung beras, ransel pada satu bahu, dsb.[8][23][28]
Cedera pada nervus menyebabkan instabilitas skapula dan kesulitan gerakan
abduksi lengan 90-180 ke arah atas, kelemahan pergerakan elevasi lengan
di atas garis horizontal.Gambaran utamanya adalah winging scapula, yaitu
penonjolan sisi medial scapuladilihat dari punggung akibat paralisis m.
serratus anterior.Tes klasik untuk winging scapula dengan mengarahkan
pasien ke dinding kemudian pasine mengangkat kedua telapak tangannya
menempel pada dinding (Gambar 21).[18][29]

Kecuali setelah cedera secara langsung, saraf biasanya membaik secara


spontan, sekalipun membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih.Persisten
winging of the scapula biasanya membutuhkan operasi stabilisasi dengan
cara mentransfer m. pectoralis mayor atau minordi bagian bawah
dari scapula.[18][23][30]

Gambar 21.Winging scapula.


Sumber: http://www.wheelessonline.com/userfiles/2010-0719%2015_44_46.jpg
3.7.2.5
Nervus Suprascapularis Injury
N. suprascapularis merupakan cabang dari upper trunk yang berasal dari C5C6.Fungsi utamanya untuk pergerakan motorik dan

menginervasi supraspinatus dan infraspinatus plexus.Saraf ini biasanya


cedera pada fracturescapula, dislokasi bahu, trauma bahu akibat membawa
beban berat pada bahu dan diffuse injury pada plexus brachialis.[23][33]
Dari anamnesis akan ditemukan riwayat cedera, tetapi terkadang pasien
datang dengan keluhan nyeri di bagian suprascapularis dan kesulitan
pergerakan abduksi lengan 15-30 dan kesulitan eksorotasi pada bahu.Jika
tidak ada riwayat trauma, mungkin terjadi nerve entrapment
syndrome.Gejala ini terkadang sulit dibedakan dengan rotator cuff
syndrome.Pemeriksaan EMG dapat membantu penegakkan diagnosis.[23][34]
Cedera ini biasanya berupa axonotmesis yang akan sembuh spontan setelah
3 bulan. Pada persistent n. scapularis injury, dilakukan operasi melalui insisi
posterior atas dan paralel dari spine of the scapula.[23][35]
3.7.3
Cord Injury
Lesi pada kord menyebabkan hilangnya aktivitas motorik dan sensorik yang
terlihat setelah cedera pada dua atau lebih nervus perifer.Lateral cord
injury menyebabkan kelemahan pada distribusi n. musculocutaneouss dan n.
medianus, termasuk kelemahan padam. pronator teres, m. flexor carpi
radialis, m. flexor pollicis dan m. opponens. Posterior cord
injury menyebabkan kelemahan paralel yang mengakibatkan cedera
kombinasi pada n. radialis dan n. axillaris. Medial cord injury mengakibatkan
cedera kombinasi pada n. ulnaris dann. medianus (finger-flexion weakness).
[23]

3.7.3.1
Brachial Cutaneous dan Antebrachial Cutaneous Nerve
Injury
Brachial dan antebrachial cutaneous nervusyang merupakan cabang
dari plexus C8-T1 memperlengkapi sensasi pada barchii medialis dan 2/3
bagian anterior antebrachii.Nervus ini biasanya cedera bersamaan
dengan medial cord dari plexus brachialis dan jarang cedera pada satu
nervus saja. Ketika cedera, akan terjadi loss sensation pada antebrachii
medialis dan posterior.[23]
3.7.4
Terminal Branches Injury
3.7.4.1
Nervus Musculocutaneous Injury
N. musculocutaneous berasal dari C5 dan C6 yang merupakan cabang utama
dari upper trunk plexus brachialis.Nervus ini memperlengkapi inervasi m.
coracobrachialis, m. biceps brachii,m. brachialis, dan sensorik
pada ventrolateral foream dan antebrachii dorsolateral superficialis. Cedera
nervus ini jarang terjadi.[23][34]
Jika cedera, gejala klinis yang muncul adalah kelemahan fleksi dan
supinasi antebrachii akibat paralisis biceps brachii dan m. brachialis.Sensory
loss pada musculocutaneous myotomes (antebrachii lateral superficialis)dan
hilangnya refleks bisep.Pergerakan fleksiantebrachii mungkin saja masih

dapat dilakukan oleh m. brachioradialis, yang diinervasi oleh n.


radialis. Tetapi, untuk refleks biceps dapat dipastikan paralisis karena m.
biceps brachii tidak diinervasi oleh nervus lain.[4][23][35]
3.7.4.2
Nervus Axillaris Injury
Nervus axillaris adalah cabang terakhir dari kord posterior plexus
brachialis sebelum menjadi n. radialis.Nervus axillaris berasal dari C5 dan C6
yang mensuplai m. deltoideus dan mentransmisikan sensasi kutaneus pada
area kecil di permukaan lateral bahu. Lesi n. axillarisbiasanya disebabkan
oleh trauma, fracture leher humerus, dislokasi pada
kepala humerus, maupun brachial plexitis.[18][23]
Lesi pada n. axillaris memiliki karakteristik utama kelemahan abduksi pada
lengan bahu setelah 15-30 pergerakan tangan yang menjauhi
pinggul.Pergerakan adduksi, fleksi, dan ekstensi juga terjadi
kelemahan.Sensory loss sangat terbatas dan biasanya hanya terjadi
pada brachii lateralis.[4][23]
N. axillary injury biasanya berhubungan dengan fracture atau dislokasi yang
sembuh spontan pada 80% kasus. Jika deltoid tidak menunjukkan tandatanda perbaikan setelah 8 minggu, dilakukan pemeriksaan EMG. Jika tes
menunjukkan tanda denervasi, biasanya dibutuhkan eksisi nerve
ends dan grafting yang pada umumnya hasil dapat terlihat dalam 3 bulan
setelahnya. Jika operasi gagal dan bahu masih nyeri,
dilakukan arthrodesis untuk stabilitas dan memperbaiki fungsi abduksi.[18]
3.7.4.3
Nervus Medianus Injury
N. medianus injury biasanya disebabkan oleh cedera di bagian carpi (low
lesions) dan di bagian antebrachii superior (high lesions).
1. Low lesions
Sindrom yang paling sering terjadi adalah carpal tunnel syndrome (Gambar
22) akibat terjepitnya n. medianus saat melewati celah
antara os.carpalis dan ligamentum transversus.[23]

Gambar 22.Carpal tunnel syndrome.


Sumber: Baehr M, Frotscher M. DUUS Topical Diagnosis in Neurology.
Germany: Thieme; 2005.

Akibatnya, timbul nyeri dan sensory loss pada distribusi n. medianus (manus
palmaris superficialis, digiti I, II, III, dan setengah digiti IV),kelemahan
pada median myotomes di tangan dan bagian thenar. Hal ini dapat
disebabkan karena cedera akibat gerakan fleksi pergelangan tangan yang
terlalu lama, seperti mengetik dan merajut.[23]
Dari pemeriksaan khusus, Tinels sign positif pada carpal tunnel
syndrome. Diagnosisnya didapatkan melalui gejala klinis, tetapi tes
elektrofisiologis, seperti segmental nerve conductions dapat mengkonfirmasi
lesi dan melokalisasi letak kompresi. Pengobatan konservatif
menggunakan wrist splint, tetapi pada kasus berat, dilakukan tindakan
operatif. [23]

1. High lesions
High lesions dapat disebabkan oleh fracture di bagian antebrachii, dislokasi
bagian cubiti, luka tusukan, luka tembakan, trauma, iskemik, maupun
kompresi anatomi, seperti terjepitnya m. pronator teres, sehingga
menyebabkan kelemahan dan sensory loss.[18][23]
Lesi pada n. medianus menyebabkan kelemahan dan sensory loss, tetapi
hanya pada beberapa pergerakan yang benar-benar paralisis karena adanya
kontribusi sinergik otot yang masih diinervasi oleh nervus lain.[23]
Gejala yang timbul sama dengan low lesions, dengan tambahan
ketidakmampuan pergerakan fleksi articulatio interphalangeal proximalis 13 dan articulatio interphalangeal distalis 2-3 disebabkan oleh paralisis m.
flexor digitorum superficialis dan m. flexor digitorum profundus. Tambahan
lain, ditemukan paralisis pergerakan radial wrist flexion dan m. pronator
teres, pergerakan fleksi articulatio metacarpophalangeal 2-3 juga tidak dapat
dilakukan karena paralsis dari m. lumcbricalis 1-2. Oleh karena itu, pasien
dengan n. medianus injury tidak dapat mengepalkan tangan karena digiti
II dan III yang mengalami ekstensi parsial. Tanda ini disebut dengan sign of
benediction (Gambar 28c).[18][23]
Cedera pada n. interosseous anterior yang disebut dengan anterior
interosseous syndromejarang terjadi.Gejala motorik yang timbul mirip
dengan high lesions dari n. medianus injury, tetapi tanpa adanya defisit
sensorik.Kelemahan tersebut adalah kelemahan pada m. flexor pollicis
longus (kelemahan motorik digiti I), m. flexor digitorum profundus I dan II,
dan m. pronator quadratus. Penyebab yang paling sering adalah brachial
neuritis (Parsonage-Turner syndrome) yang berhubungan dengan shoulder
girdle pain setelah imunisasi atau penyakit virus.[18][23]

Jika terjadi avulsi saraf, sebaiknya dilakukan nerve grafting. Post operasi,
dilakukan splint pada pergelangan tangan. Jika fungsi sensorik membaik,
tetapi fungsi motorik oposisi pada digiti I tidak membaik, dilakukan
transfer m. extensor indicis proprius atau m. abductor digiti minimi ke m.
abductor pollicis brevis.M. extensor carpi radialis longus dapat ditransfer
ke m. flexor digitorum profundus, m. brachioradialiske m. flexor pollicis
longus, dan m. extensor indicis ke m. abductor pollicis brevis.[18][23]

3.7.4.4
Nervus Radialis Injury
Radial neuropati adalah kondisi yang disebabkan oleh kompresi saraf radial
pada posterior humerus.Temuan klinis trauma padan. radialistergantung

pada tingkat lesi.Nervus radialis injury biasanya terjadi di bagian cubiti (low
lesions), upper arm (high lesions), dan axilla (very high lesions).[4][18]
2. Low lesions
Gejala klinis low lesions biasanya disebabkan oleh fracture atau
dislokasi cubiti atau karena luka yang sifatnya lokal. Pasien tidak dapat
melakukan pergerakan ekstensi pada articulatio
metacarpophalengeal, kelemahan pergerakan ekstensi dan retroposisi
pada digiti V.[18]
1. High lesions
High lesions biasanya terjadi akibat fracturehumerus dan kompresi intrinsik.
Cedera pada spiral groove yang disebabkan oleh fracturehumerus (Gambar
23) dan kompresi ekstrinsik (contohnya, kebiasaan tidur dengan kepala yang
menekan lengan posterior) menyebabkan kelemahan pada radial
myotome di bawah cubiti, dengan wrist drop akibat dari paralisis radial
ekstensor cubiti(Gambar 28b), kelemahan pada gerakan
ekstensi articulatio metacarpophalangeal jari-jari, dan sensory loss pada
distribusi n. radialis superfisial (permukaan manus dorsalis dan digiti I, II,
III dan setengah digiti IV), tetapi gerakan ekstensi cubiti masih baik.
Kelemahan gerakan fleksicubiti dapat ditemukan sebagai akibat dari
keterlibatan brachioradialis.[4][18][23]

Gambar 23. Cedera n. radialis akibat fracturehumerus pada spiral groove.


Sumber: http://www.e-radiography.net/articles/ortho/Image11.jpg

1. Very high lesions


Very high lesions disebabkan oleh trauma atau operasi di sekitar bahu.
Trauma yang paling sering adalah kompresi kronik axilla akibat penggunaan
kruk terlalu lama (crutch pasly)atau Saturday night palsy pada pecandu
alkohol dan obat-obat yang tidak sadar dan tidur dalam keadaan lengan
menggelantung di bagian belakang kursi (Gambar 24). Hal ini
menyebabkan kelemahan carpi dan manus,kelemahan m.
triceps, kelemahan radial myotome, kelamahan radial dermatomes, dan
hilangnya refleks triceps.[18][23]

Gambar 24.Saturday night palsy.


Sumber:http://saturdaynightpalsy.com/wpcontent/uploads/2011/05/Saturday-Night-Palsy-300x188.jpg

Jika terjadi persistent injury, sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG.Jika hasil


menunjukkan denervasi saraf, maka neuropraxia telah tereksklusi. Fungsi
motorik n. radialis dapat dikembalikan dengan quite long grafts. Jika
kesembuhan tidak terjadi, dapat dilakukan tendon transfers, yaitu pronator
teres ke short radial extensor of the wrist, flexor carpi radialis ke long finger
extensors, dan palmaris longus kelong thumb abductor.[18][23]

3.7.4.5
Nervus Ulnaris Injury
Lesi komplit pada n. ulnaris menimbulkan gejala kelemahan pada gerakan
fleksi dan adduksi carpi dan kelemahan gerakan fleksi pada jari kelingking,

paralisis gerakan abduksi dan oposisi digiti I, paralisis gerakan adduksi digiti
I, dan paralisis gerakan adduksi dan abduksi digiti, bersamaan dengan
atrofi hypothenar dan interossei.Atrofi interossous terutama terlihat jelas di
bagian manus dorsum, antara digiti I dandigiti II.Sensory loss terutama pada
bagian permukaan palmar dan dorsal digiti V dan setengah digiti IV. Lesi
kronis akan menyebabkanclaw hand. Cedera n. ulnaris dapat disebabkan
oleh trauma, iskemik, dan kompresi anatomis.[4][18][23]
Lesi n. ulnaris dapat terjadi pada 2 lokasi utama, yaitu lesi dekat cubiti(high
lesions) dan lesi dekat carpi (low lesions):[23]
1. High lesions
Lesi terjepitnya nervus yang paling sering adalah di bagianCubital
tunnelyang disebut dengan Cubital tunnel syndrome(Gambar 25).Kompresi
atau nerve entrapment di bagian epicondylaris medialis (cubital
tunnel) sering menyebabkan ulnar neuritis.Hal ini berbeda dengan penyebab
cedera akibat fracture ataupun dislokasi.[23]
Gejala yang timbul adalah kelemahan ulnar myotomes di bagian manus,
termasuk m. flexor carpi ulnaris dan m. flexor digitorum profundus
III dan IVsehingga terjadi less clawed (the high ulnar paradox). Fungsi
motorik dan sensorik juga hilang sesuai dengan distribusi ulnar.[23]

Gambar 25.Kompresi n. ulnaris pada cubital tunnel.


Sumber:http://www.handsurgery.com.sg/wordpress/wpcontent/uploads/2011/03/Cubital-Tunnel-Syndrome_ds.jpg

1.

Low lesions

Lesi terjepitnya nervus juga dapat terjadi di bagian Guyon canal yang
disebut dengan Guyon cannal syndrome. Guyon canal adalah celah yang
dibentuk oleh ossapisiforme-hamatum dan ligamen yang menghubungkan
keduanya (Gambar 26).[23]

Gambar 26.Kompresi n. ulnaris pada guyon tunnel.


Sumber:http://www.bedfordsackvillephysio.com/media/img/424/hand_guyon_
canal_anat03.jpg

Lesi ini seringkali disebabkan oleh perlukaan pergelangan tangan oleh benda
tajam yang biasanya dilakukan saat usaha bunuh diri. Penyebab lain
adalah deep carpal ganglion dan a. ulnaris aneurysm. Gejala yang timbul
adalah numbness pada distribusi ulnaris(Gambar 27) dan ditemukan
karakteristik khas, yaitu claw hand(Gambar 28d) akibat kelemahan dan
atrofi otot intrinsik. M. flexor carpi ulnarisdan m. flexor digitorum
profundus normal pada pemeriksaan elektrofisiologik.[18][23]

Gambar 27.Tipikal sensory loss area pada Guyon canal syndrome.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of
Orthopaedics and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

Metacarpophalangeal flexion dapat diperbaiki dengan transfer m. extensor


carpi radialis longus ke intrinsic tendon.

Ilustrasi cedera nervus plexus brachialis dapat dilihat pada Gambar 28di
bawah ini:

Gambar 28.Nervus injury pada cederaplexus brachialis.

Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology.


Unites States of America: Wiley; 2009.
Distribusi persarafan pada cabang terminal dapat dilihat pada Gambar 29
Adan B di bawah:

Gambar 29.Terminal branches distribution.(A) Distribusi n.


musculocutaneous, n. medianus, n. ulnaris. (B) Distribusi n. radialis, n.
axillaris.
Sumber: http://antranik.org/peripheral-nervous-system-spinal-nervus-andplexuses/
3.8
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik untuk menentukan tipe dan lokasi brachial plexus
injury.Pemeriksaan fisik tersebut, meliputi:
1. Pemeriksaan fungsi motorik (Tabel 11) sesuai dengan
distribusinya (Gambar 31), yang dinilai dari skala 0 hingga 5
disesuaikan dengan Medical Research Council Scale for Assessment of
Muscle Power.(Tabel 10).
2. Pemeriksaan fungsi sensorik (Gambar 30)
Pemeriksaan sensorik dilakukan pada setiap
dermatom, propioceptive, temperatur, taktil, perabaan, vibrasi
dengan turning fork 30 dan 256 cycles per second, dan ninhydrin test.
1. Pemeriksaan khusus, meliputi Tinels sign dan Horners syndrome.[35][36]

Gambar 30.Brachial plexus sensibility assessment chart.


Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.

Gambar 31.Brachial plexus muscle test chart.


Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.
Tabel 10.Medical Research Council scale for assessment of muscle power.
Sumber: Brazis PW, Masdeu JC, Biller J. Localization in Clinical Neurology.
United States of America: Lipincott Williams and Wilkins; 2011.
GradeAssessment
0
no movement
1

flicker is perceptible in the muscle

movement only if gravity eliminated

can move limb against gravity

can move against gravity & some resistance exerted by examiner

normal power

Pemeriksaan untuk otot dan inervasi brachial plexus dapat dilihat


pada Tabel 11.
Tabel 11.Pemeriksaan motorik muskulus padaplexus brachialis.
Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.

Pemeriksaan khusus lain, meliputi


1. Tinels sign(Gambar 32)
Tinels sign positif jika muncul peripheral tingling atau dysaesthesia perkusi
saraf.Proksimal Tinels sign yang positif pada leher saat tes disto-proksimal
nerves perifer biasanya mengindikasikan adanya proksimal neuroma dan
tanda prognosis yang baik. Jika Tinels sign pada leher negatif,
mengindikasikan adanya total plexus avulsion.

Gambar 32.Tinels sign.


Sumber: Baehr M, Frotscher M. DUUS Topical Diagnosis in Neurology.
Germany: Thieme; 2005.

1. Horners syndrome(Gambar 33)


Horners syndrome, yaitu tanda yang timbul akibat kerusakan saraf di bagian
servikal spinalis dengan karakteristik ptosis, miosis, dan anhidrosis.Horners
syndrome terjadi akibat avulsi C8-T1 atau lesi dekat vertebral column pada
saraf spinal sehingga membahayakan fiber preganglion simpatetik pada sisi
yang sama dengan lesi, yang kemudian timbul tanda-tanda vasodilatasi,
enoftalmos, anhidrosis, miosis, dan ptosis. Horners syndromeyang negatif
merupakan tanda prognosis yang baik.[35]

Gambar 33.Horners syndrome positif pada mata kiri.


Sumber: http://www.frca.co.uk/images/horners.jpg

3.9
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan brachial plexus
injury, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk dilakukan:
Anamnesis
Anamnesis yang penting untuk ditanyakan adalah riwayat trauma
sebelumnya, kronologi kejadian, dan gejala klinis yang dirasakan oleh
pasien.
Pada pasien dengan lesi plexus brakhialis akibat trauma lahir, perlu diketahui
riwayat kehamilan, kelahiran, usia kehamilan, berat badan lahir, presentasi
bayi, riwayat penggunaan forcep, distosia bahu, apgar skor dan kebutuhan
akan resusitasi saat kelahiran.
Pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik, akan ditemukan adanya perubahan anatomi dan
fisiologis di bagian ekstremitas atas, kelemahan pergerakan motorik,
parestesia atau anestesia pada daerah tertentu.
Pemeriksaan fisik untuk lesi plexus brachialis dilakukan dengan inspeksi,
yaitu melihat posisi lengan terutama saat istirahat.Avulsi pada radiks saraf
dapat diketahui dengan adanya sindroma Horner dan kelemahan pada otototot paraspinal.Sisi kontralateral dan ekstremitas bawah perlu juga dinilai
untuk menyingkirkan adanya lesi di medula.
Pada pasien trauma, palpasi clavicula, costae dan humerus disertai foto
sendi bahu jika dicurugai adanya fracture atau dislokasi.Mengevaluasi otototot pada punggung termasuk m. trapezius, m. rhomboideus, m.
supraspinatus, m. infraspinatus, m. latissimus dorsi, m. teres mayor, dan m.

teres minor.Lebih lanjut, nilai fungsi motorik m. deltoideus, m. biceps, m.


triceps, juga pergelangan tangan, muskulus fleksor, dan ekstensor.Nilai
pergerakan sendi, seperti abduksi pada sendi bahu, adduksi, rotasi interna
dan eksterna, juga fleksi dan ekstensi pada sendi siku, pergelangan tangan
dan sendi pada jari-jari.Adanya kontraktur pada m. pectoralis mayor dapat
dinilai dengan palpasi pada regio axillaris anterior pada saat rotasi
eksterna.Demikian pula kontraktur pada m. subscapularisdinilai pada palpasi
regio aksillaris posterior saat abduksi bahu.
Pemeriksaan penunjang
Beratnya lesi saraf yang ditemukan dapat berupa neuropraxia, axonotmesis
ataupun neurotmesis. Beberapa pemeriksaan tersebut juga akan membantu
menentukan penanganan selanjutnya dan perlu tidaknya prosedur bedah
dilakukan

X-Ray (tergantung kebutuhan)

Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fracture


pada vertebra cervical.

Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fracturescapula,


clavicula, atau humerus.

Foto thorak untuk melihat


disosiasi scapulothoracic (depresi scapula dengan
lateral displacement), fracturecostae, massa tumor pulmonari, dan
untuk kepentingan extraplexus (n. intercostalis) nerve transfer.

MRI atau CT Scan


MRI atau CT Scan (sesuai dengan kebutuhan) untuk melihat detail struktur
anatomi dan jaringan lunak saraf perifer, deformitas sendi, kapsul yang
robek, atrofi otot, dan untuk melihat adanya avulsi saraf, juga mendiagnosa
adanya pseudomeningocele. MRI merupakan pemeriksaan utama untuk
menilai adanya rootlet avulsion pada lesi plexus brachialis

CT Myelography
Hasil yang mungkin ditemukan adalah pseudomeningoceles yang diproduksi
oleh root avulsion, tetapi hasil yang positif tidak selalu dapat diandalkan
karena dura dapat robek tanpa adanya root avulsion. CT myelography lebih
sering dikerjakan pada pasien yang akan melakukan operasi. Kesimpulan
hasil CT myelography:
Dorsal dan ventral rootlets yang intak tanpa
adanya meningocele mengeksklusi kemungkinan avulsi.
Adanya meningocele tidak selalu menyatakan adanya avulsi.
Jika meningocele meluas hingga keluar foramen, kemungkinan
adanya avulsi sangat besar.


Angiography
Angiography seringkali sudah digantikan oleh MRA (Magnetic Resonance
Angiography).Pada beberapa kasus dapat dilakukan pemeriksaan angiografi
untuk menilai kerusakan pada pembuluh darah akibat trauma yang juga
menyebabkan lesi pada plexus brachialis. Angiografi dapat membantu
menentukan tingkat lesi pada saraf oleh karena arteri dan plexus sering
mengalami trauma pada tingkat yang sama.Angiography juga sering
dikerjakan setelah vaskular rekonstruksi.

Electrophysiology

EMG (Electromyography)
Pemeriksaan EMG dapat membantu menentukan letak lesi dan fungsi
inervasi saraf.

NCV (Nerve-Conduction Velocity)


Pemeriksaan NCV untuk mengetahui sistem motorik dan sensorik, kecepatan
hantar saraf, serta latensi distal.

SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials)


SNAPs berguna untuk membedakan lesi preganglionik atau lesi
postganglionik.Pada lesi postganglionik, SNAPs tidak didapatkan tetapi positif
pada lesi preganglionik.

SSEP (Somato-Sensory Evoked Potensials)


SSEP berguna untuk membedakan lesi proksimal misalnya pada root
avulsion.[18][35]

3.10 Guideline Penanganan Obstetrical Brachial Plexus Injury


Langkah-langkah yang harus dilakukan pada neonatal brachial plexus palsy:
1. Menegakkan diagnosis

Riwayat kehamilan dan persalinan: lama kehamilan, jumlah persalinan,


presentasi normal janin atau sunsang, berat janin.

Kesulitan persalinan: shoulder dystocia.

Apgar score
1. Pemeriksaan neurologik

Pemeriksaan motorik

Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan khusus lain: Tinels sign, Horners syndrome


1. Tes

EMG pada hari pertama jika dicurgai adanya lesi intra-uterine

Pemeriksaan radiologi thoraks, clavicle, humerus jika dicurigai adanya


paralisis n. phrenicus, dan/atau fracture.
1. Terapi

Posisi istirahat selama 3 minggu dengan lengan di depan dada.[35]

Kriteria untuk neurosurgical treatment

Fungsi biceps M0 setelah 3 bulan

Bukti adanya severe lesion: Horners syndrome, persisting hypotonic


paralysis, persisting phrenic paralysis, gangguan sensorik berat.

Hasil EMG menunjukkan persisting denervation

Hasil CT-myelography menunjukkan adanya meningocele di


luar foramen vertebralis.[35][37][38][39]

Waktu yang tepat dilakukannya neurosurgical intervention umumnya, saat


usia 3-4 bulan. Pada kasus berat, seperti total avulsions,dilakukan operasi
sesegera mungkin. Diagram penanganan obstetrical brachial plexus
injury dapat dilihat pada Skema 1 di bawah.[35]
Skema 1.Guideline penanganan obstetric brachial plexus injury.
Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.

3.11 Pengobatan
Pembedahan adalah pilihan untuk adultbrachial plexus injury, baik
pada closed maupun open injury. Setidaknya ada 4 hal yang mempengaruhi
dalam pengambilan keputusan pembedahan:
1. Donor saraf yang digunakan (supraclavicular, infraclavicular
dissection, dan donor nerve dissection)
2. Strategi rekonstruktif (fungsi pergerakan yang menjadi prioritas
rekonstruktif)
3. Teknik pembedahan
Setidaknya terdapat 5 teknik pembedahan untuk brachial plexus injury:

Nerve transfer
Nerve transfer mengambil saraf lain atau cabang saraf yang kurang penting
untuk ditransfer pada saraf krusial yang mengalami kerusakan dengan
tujuan mengembalikan fungsinya dengan caradirect suturingatau nerve
grafting pada sisi distal. Nerve transfer dapat diambil dari saraf
proksimal (extraplexus dan intraplexus nerve transfer) atau saraf
distal (closed-target nerve transfer).

Functioning free muscle transplantation


Functioning free muscle transplantation adalah transfer otot
menggunakan microvascular anastomoses untuk revaskularisasi dan
penyambungan microneural pada recipient motor nerve dengan tujuan
reinervasi.

Neurolysis
Neurolysis merupakan suatu prosedur melepaskan neuroma (constrictive
scar tissue) di sekitar saraf. Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf
dilekatkan kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts.
Neurolysis diindikasi pada kasus neuropraxia atau konduksi blok yang tidak
membaik secara spontan. Kondisi ini biasanya disebabkan olehperineural
fibrosis yang dipicu oleh hematoma post-traumatik maupun stretch
injuries. Saraf terdiri dari banyak fiber (axon).Ketika terjadi cedera saraf,
fiber-fiber ini berusaha menyebar keluar supaya tersambung, kadangkadang, fiber ini dapat membentuk gumpalan sehingga terjadi jaringan parut
pada saraf.

Nerve repair
Prosedur nerve repair berarti menjahit antara ujung dan ujung saraf yang
terputus yang dikerjakan di bawah mikroskop. Saraf tidak akan pernah
kembali secara sempurna jika telah terpotong. Kesembuhan maksimal hanya
terjadi sekitar 80%.Pertumbuhan saraf sekitar 1 mm setiap harinya.

Nerve grafting

Bila gap antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin dilakukan
tarikan.Saraf yang sering dipakai adalah n. suralis, n. cutaneous antebrachial
lateralis dan medialis, dan cabang terminal sensoris n. interosseus posterior.
1. Waktu pembedahan yang tepat (primary atau secondary repair)

Immediate atau early surgery


Pada kasus open injury di bagian leher oleh pisau atau benda tajam lainnya
menyebabkan defisit motorik maupun sensorik dan kecurigaan adanya avulsi
saraf. Eksplorasi dan immediately nerve repair beberapa hari setelah trauma
sangat diindikasikan. Golden timeuntuk supraclavicular penetrating
lesions adalah 1 minggu, sedangkan infraclavicular penetrating
lesions selama 2 minggu. Setelahgolden time, biasanya dibutuhkan nerve
grafts setelah neuroma resection.

Secondary nerve repair: delayed repair


Terdapat 3 tipe secondary repair:

Early delayed repair (nerve repair dalam waktu 1 bulan untuk


diagnosis open injury atau 5 bulan untuk closed injury).
Untuk kasus closed brachial plexus injury, tujuan utama delayed repair untuk
menegakkan diagnosis, termasuk mencari derajat, letak, dan luas lesi.
Managemen untuk kasus ini terdiri dari 3 tahap:
Stage 1
: stabilization stage selama 1 bulan pertama, temasuk
stabilisasi tanda-tanda vital, fracture tulang, dan dislokasi sendi.
Stage 2
: diagnostic stage pada bulan ke-2, termasuk
pemeriksaan klinis dan investigasi untuk menegakkan diagnosis, mulainya
fisioterapi dengan stimulasi elektrik untuk mencegah soft tissue
swelling, kekuan sendi, dan atrofi otot. Selain itu, pada tahap ini juga
dilakukan psychological education sebelum operasi.
Stage 3
: pada bulan ke-3 hingga ke-5 perawatan. Jika tidak
ada tanda-tanda perbaikan fungsi saraf pada 3 bulan pertama, maka
diindikasikan operasi.

Late delayed repair (nerve repair lebih dari 6 bulan setelah trauma)
Dalam waktu 6 bulan setelah trauma, telah terjadi denervasi saraf sehingga
disarankan nerve repair yang diikuti oleh local muscle
transfer atau functioning free muscle transplantation.

Late repair (nerve repair lebih dari 1 tahun setelah trauma)


Pada kasus kronik, 1 tahun setelah trauma, otot telah sangat lama
mengalami denervasi sehingga atrofi dan telah digantikan oleh jaringan
konektif dan lemak.Sekalipun dilakukan operasi, hasilnya tetap buruk dan
sia-sia.Fisioterapi hanya mencegah terjadinya atrofi otot lebih jauh tetapi
tidak memperbaiki otot yang telah rusak. Operasi pilihan untuk kasus kronik
seperti ini adalah functioning free muscle transplantation atau banked nerve

grafts dari ipsilateral atau contralateral nerve transfer, yang diikuti


oleh secondary functioning free muscle transplantation.[35][40][41]

Perbedaan derajat dan perbedaan level cedera membutuhkan strategi


rekonstruksi yang berbeda. Hampir 70% cederaplexus brachialistermasuk
dalamclosed injury yang menyebabkan avulsi saraf spinal. Ini adalah lesi
yang tidak dapat diperbaiki.Nerve transfer danfunctioning free muscle
transplantation menjadi satu-satunya pilihan jika terjadi avulsi pada
cederaplexus brachialis.[42][43]
Pilihan rekonstruktif untuk cedera level 1 adalah nerve
transfer dan functioning free muscle transplantation. Palliative
surgerydikerjakan untuk lesi level 1 sampai dengan 4.Functioning free
muscle transplantation termasuk dalam palliative surgery dan dapat
dikerjakan pada lesi selain lesi level 1.Neurolysis, nerve repair, nerve graft
(free nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft), nerve
transfer dikerjakan pada lesi level 2. Clavicle osteotomy seringkali
dibutuhkan pada lesi level 3. Nerve grafts juga sering dikerjakan pada lesi
level 4.[42][44]

Agar lebih mengerti tentang strategi rekonstruktif, David Chuang membagi


lesi plexus brachialis menjadi 4 level cedera yang dapat dilihat
pada Gambar 34:
1. Level 1
: pre-ganglionic root injury, termasuk: spinal
cord, rootlets, dan root injuries.
2. Level 2
: post-ganglionic spinal nerve injury yang terbatas pada
lesi interscalene space/interscalene groove (celah antara anteriordan m.
scaleneus medius) ke arah proksimal dari n. suprascapularis.
3. Level 3
: preclavicular dan retroclavicularcederaplexus
brachialis termasuk trunks dan divisions.
4. Level 4
: infraclavicular cederaplexus
brachialis termasuk cords dan terminal branches proximal sampai
ke axillary fossa.[42]

Gambar 34.Level BPI menurut pembagian Chuang. (BPI = Brachial Plexus


Injury)
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 5766.

David Chuang juga membagi 2 tipe lesi pada cederaplexus


brachialis(Gambar 35) yang dibedakan untuk tujuan perbedaan
pengobatannya.
1. Avulsion : mengacu pada saraf yang robek dari perlekatannya
(disebut avulsi proksimal jika perlekatannya terlepas dari spinal cord,
disebut avulsi distal jika perlekatannya terlepas dari otot).
2. Rupture : adalah cedera saraf yang diakibatkan oleh trauma traksi
yang terbelah secara inkomplit sehingga menyebabkan bentuk akhir
iregular proksimal dan distal.[42]

Gambar 35.Perbedaan preganglionic avulsion dan postganglionic rupture.


Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 5766.

Cedera level 1 pada konteks ini adalah avulsion injury, sedangkan level 2, 3,
dan 4 adalah rupture injury. Perbedaan avulsion dan rupturedapat dilihat
pada Tabel 12.[42]

Tabel 12. Perbedaan avulsion dan rupture.


Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 5766.

3.11.1
Level1 Injury (Preganglionic Injury: Spinal Cord,
Rootlets, and Roots)
Sayangnya, insiden nerve injury yang paling sering terjadi adalah lesi level 1
yang ditemukan sebesar 70%. Avulsi dapat terjadi pada satu hingga lima
akar yang terlibat. Strategi rekonstruktif yang dapat dikerjakan, antara
lain: nerve transfer, functioning free muscle transplantation, dan palliative
surgery.
1.
Nerve Transfer (Gambar 36)
Prosedur ini baik dikerjakan dalam rentang waktu golden periodyang tidak
lebih dari 5 bulan sejak trauma.Tujuan operasi ini setidaknya dapat
memperbaiki kekuatan otot hingga power4disesuaikan dengan Medical
Research Council Scale for Assessment of Muscle Power.Nerve
transfer diklasifikasikan menjadi:
Extraplexus nerve transfer
Extraplexus nerve transfer melibatkan transfer dari saraf tetangga (dari saraf
leher ipsilateral atau kontralateral) untuk neurotisasi saraf yang paralisis
pada avulsi plexus brachialis. Saraf tersebut termasuk n. phrenicus, n.
accesorius spinalis (XI), n. hypoglossus (XII), dan saraf C7
kontralateral.Extraplexus sensory nerve transfer, seperti n. supraclavicularis
sensoryuntuk transfer n. medianus, terkadang digunakan untuk memperbaiki
paralitik sensorik.
Intraplexus nerve transfer
Intraplexus nerve transfer dapat dikerjakan pada kasus non-global root
avulsion dimana sekurangnya satu dari saraf spinal terjadi rupture injury dan
masih dapat di-transfer. Contohnya, pada kasus C5 rupture dan C6 avulsion,
dimana ujung C5 lebih sehat dibanding ujung C6.Fiber C5 ditransfer secara
sengaja pada C6 (atau anterior division of the upper trunk) untuk
memperbaiki pergerakan fleksi cubiti.C5 distal (atau posterior division of the
upper trunk dan n. suprascapularis) kemudian diinervasi oleh partially
injured C6. Strategi ini menyatakan bahwa pergerakan fleksi cubiti memiliki
prioritas lebih dibanding rekonstruksi bahu.Intraplexus nerve
transfer bersifat individual, tergantung dari penemuan intraoperative, kondisi
pasien, dan persyaratan. Extraplexus dan intraplexus nerve
transfersdikerjakan untuk neurotisasi saraf proksimal.
Close-target nerve transfer
Close-target nerve transfer adalah prosedur transfer untuk saraf bagian
distal, lebih dekat pada neuromuscular junction, sehingga dapat dicapai
perbaikan motorik yang lebih cepat. Saraf donor yang diambil untuk closetarget nerve transfer adalah saraf yang letaknya di dekat target atau saraf
yang berada di luar fossa supraclavicularis dan infraclavicularis, seperti:
n. accessorius spinalis ditransfer ke n. suprascapularis

partial n. ulnaris ditransfer ke n. biceps brachii


part of n. medianus ditransfer ke n. brachialis
caput longus dari n. triceps brachii ditransfer ke n. axillaris
n. intercostalis ditransfer ke n. biceps brachii atau ke n.
musculocutaneous, atau ke caput longus dari n. triceps brachii
n. interosseus anterior ditransfer ke n. interosseus
radialis atau posterior
cabang n. interosseus anterior ditransfer ke deep motor
branch dari n. ulnaris pada antebrachii.[42][45]

Gambar 36.Nerve transfer: cabang brachialis dari n.


musculocutaneous ditransfer ke posterior fascicle dari n. medianus.
Sumber: Brown JM, Mackinnon SE. Nerve Transfers in the Forearm and Hand.
2008. The Journal of Hand Surgery. 2008; 24:319-40.

Pilihan proksimal atau distal nerve transfer sebagai operasi rekonstruktif


masih diperdebatkan (Tabel 13). Proximal nerve transfer
(extraplexus dan intraplexus nerve transfer) masih merupakan prosedur
operatif rekonstruktif utama.[42]

Tabel 13.Perbedaan proksimal dan distal nerve transfer.


Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 5766.

Induction or motivation exercise adalah latihan otot yang sangat penting


untuk pasien yang menjalani nerve transfer. Latihan ini adalah latihan otot
yang diinervasi oleh transferred nerve, diindikasikan untuk semua
kasus nerve transfer. Induction exercise dimulai ketika gerakan otot inervasi
sudah dapat teraba (M1). Aksi ini sebanding dengan internal electric
stimulator. Nerve transfer yang berbeda makainduction exercises yang
diperlukan juga berbeda (Tabel 14).[42]

Tabel 14.Induction excersice pada nerve transfer.


Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 5766.

Shoulder
Rekonstruksi untuk pergerakan abduksi bahu pada lesi level 1 harus
diprioritaskan dibanding pergerakan adduksi bahu.Jika m. supraspinatus, m.
infraspinatus, dan m. deltoideus diinervasi secara bersamaan, tentu saja
hasilnya lebih baik.Nervus phrenicus dan n. XIadalah donor utama untuk
abduksi bahu.Nervus XII,cervical motor branches, part of C5 atau C6, n.
thoracicus longus, cabang dari caput longus triceps, n. pectoralis medialis, n.
intercostalis, dan contralateral C7 juga dilaporkan sebagai saraf donor untuk
abduksi bahu. Saraf resipien untuk abduksi bahu dalam urutan prioritas
adalah distal C5, n. suprascapularis, divisioner dorsalis dari trunkus
superior,kemudian n. axillaris.[42][46]

Cubiti
Pada cedera level 1, prioritas rekonstruksi adalah pergerakan fleksi cubiti.
Donor saraf untuk fleksi cubiti termasuk n. intercostalis, nervus
XI dengan nerve graft, n. phrenicus dengan atau tanpa nerve graft, partial n.
ulnaris, partial n. medialis, n. pectoralis, n. thoracodorsal,dan contralateral
C7. Saraf resipien termasuk n. musculocutaneous, cabang dari n.
biceps, atau cabang n. brachialis.
Rekonstruksi pergerakan ekstensi cubiti bukanlah prioritas utama.Transfer n.
phrenicus ke distal C5 atau posterior division of the upper trunk atau n.
radialis dengan nerve graft seringkali baru dapat menghasilkan pergerakan
ekstensi pada tahun ke-3 rehabilitasi. Beberapa ahli menggunakan 2 atau

3 n. intercostalis untuk ditransferkan ke caput longus triceps dengan tujuan


rekonstruksi pergerakan ekstensicubiti.[42][47]
Digiti
Pada cedera global (C5-T1) level 1, prioritas rekonstruksi untuk fungsi jari
tergantung dari prosedur yang digunakan, yaitunerve
transferatau functioning free muscle transplantation.Secara tradisional,
prioritas rekonstruktif adalah pergerakan fleksi jari.Pada rupture
C5dengan C6-T1 four-root avulsion, seringkali dilakukantransfer C5 ke n.
medianus, sedangkan padatotal root (C5-T1) avulsionseringkali
dilakukan transfer contralateral C7 ke n. medianus untuk perbaikan
pergerakan fleksi jari dan cubiti. Salah satu prosedur
membutuhkanvascularized ulnar nerve graft untuk mencapai one-stafe full
reconstruction jika kerusakan disertai dengan nerve transfer untuk fungsi
bahu dan cubiti. Pada total root avulsion fase akut, one-stage full
reconstruction dapat dicapai dengan multiple nerve
transfer termasukcontralateral C7.[42]
Functioning free muscle transplantation diutamakan sebagai terapi
rekonstruktif paliatif untuk mencapai hasil yang lebih baik pada fase lanjut.
Pendekatan alternatif untuk functioning free muscle transplantation, antara
lain: a longfunctioning free muscle transplantationfrom the clavicle down to
the extensor digitorumcommunis, innervated by the XI nerve,dilakukan pada
fase awal, diikuti dengan second long functioning free muscle
transplantation from the second rib to the flexor digitorum
profundus, inervasi oleh n. intercostalis pada fase kedua.[42]
Arthrodesis cubiti dan digiti I biasanya dibutuhkan untuk stabilitas.
Untuk proximal to distal reconstructive strategy (nerve reconstructionpada
fase awal, selanjutnya free functioning muscle transplantion) dibandingkan
dengan distal to proximal (free functioning muscle transplantation pada fase
awal, selanjutnya nerve reconstruction) pada cedera level 1 diilustrasikan
pada Tabel 15.[42]

Tabel 15.Perbedaan antara proksimal-distal dan distal-proksimal


rekonstruktif.
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 5766.

2.
Functioning Free Muscle Transplantation
Penggunaan functioning free muscle transplantation pada
rekonstruksi plexus brachialis adalah salah satu contoh aplikasi nerve
transfer(termasuk extraplexus, intraplexus, dan close target nerve transfer).
[42]

Gracilis myocutaneous functioning free muscle transplantation(Gambar


37)adalah pilihan terbaik yang paling sering dilakukan padadonor
muscle pada brachial plexus reconstruction.Extraplexus donor nervusyang
paling sering digunakan adalah nervus IX, n. intracostalis, n.
phrenicus, dan n. contralateral C7. Intraplexus donor nervusyang paling
sering digunakan adalahpart of the n. ulnaris, part of the n. medianus, n.
infraclavicularis atau n. supraclavicularis yang membutuhkan perpanjangan
saraf (dengan nerve graft) danfunctioning free muscle transplantation pada
prosedur selanjutnya.[42]

Gambar 37.Gracilis functional free muscle transfer surgery.


Sumber:http://4.bp.blogspot.com/_Xa2VrB26aXU/TJ0HYYZX2JI/AAAAAAAAALk
/VmNXQlo8odE/s1600/Gracilis.jpg
Hasil functioning free muscle transplantation lebih memuaskan
dibanding local muscle transfer.Functioning free muscle
transplantationterutama digunakan untuk cubiti dan perbaikan
fungsi manus pada kasus global plexopathy.
Indikasi functioning free muscle transplantation pada cederaplexus
brachialis termasuk akut dan kronik root avulsion, root injury with failed
nerve transfer (muscle strength <M3) atau cederaplexus
brachialis dengan Volkmanns contracture pada antebrachii.[42]
3.11.2
Level 2 Injury (Postganglionic Spinal Nerve Injury
Limiting the Lesion in the Interscalene Space and Proximal to the
Nervus Suprascapularis)
Diagnosis banding antara preganglionic root (level 1) dan postganglionic
spinal nerve injury (level 2) sangat penting dibedakan karena berkaitan
dengan pendekatan bedah dan prognosisnya.[42]
Cedera level 2 didefinisikan sebagai cedera distal ke dorsal root
ganglion (atau di luar intervertebral foramen) di antara m. scaleneus dan
proksimal ke n. suprascapularis.Insidennya sekitar 8% kasus.[42][47][48]
Jika n. suprascapularis intak, lesi dapat berasal dari level 3-4 dan tidak
berada di level 2.Adanya neuroma pada spinal nerve (khususnyam. scleneus
medius) adalah penyebab tersering cedera tipe ini.Rupture dapat terjadi
pada satu atau lebih spinal nerve.[42]

Rekonstruksi untuk cedera level ini meliputi neurolysis, nerve repair, nerve
grafts (free nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft).[42][49][50]
1.
Neurolysis
Lesi saraf yang masih tersambung, biasanya menunjukkan neuroma-in
continuity, menyatakan bahwa beberapa fungsi saraf masih
tersisa.Neurolysis (Gambar 38) kadang membantu.
Teknik operasi sebaiknya epifascicular epineurotomy/epineurotommy
(external neurolysis) atau interfascicular epineurectomy (internal
neurolysis).Pada lesi plexus brachialis, biasanya dilakukan external
neurolysis.[42]

Gambar 38.Prosedur neurolysis yang dilanjutkan dengan nerve graft.

Sumber:http://www.highimpact.com/uploads/exhibits/images/legalexhibits/medical-illustrations/large/MDI00400.jpg

2.
Nerve Repair
Direct nerve repair (Gambar 39) biasanya dilakukan pada cedera penetrasi.
[42]

Gambar 39.Nerve repair under microscope.


Sumber: http://www.pncl.co.uk/~belcher/information/Nerve%20repair.pdf
3.
Nerve Graft
Nerve grafting adalah teknik yang paling sering dilakukan pada
perbaikan plexus brachialis level 2, 3, atau 4. Ada 2 teknik nerve graftsyang
popular yang biasa dikerjakan pada rekonstruksi plexus brachialis: (1) free
nerve graft; dan (2) vascularized ulnar nerve graft.
Nervus suralis adalah nervus yang paling sering digunakan pada free nerve
grafts(Gambar 39). Nervus cutaneous
medialis pada brachiiatauantebrachii dan n. saphenus kadang-kadang juga
digunakan. Hasil pengerjaan dipengaruhi oleh panjangnya nerve graft, ada
tidaknya jaringan parut (neuroma) pada daerah luka, jumlah nerve
graft yang digunakan, dan ada tidaknya proximal stump untuk grafting.

Gambar 40.Suralis free nerve graft.


Sumber:http://eso-cdn.bestpractice.bmj.com/best-practice/images/bp/engb/581-3-iline_default.gif
Pada kasus total root avulsion atau lower plexus root avulsion (C8-T1C7),
seluruh n. ulnaris dari axilla ke cubiti dapat digunakan sebagaivascularized
nerve graft, baik untuk kepentingan pedicle atau sebagai free tissue transfer.
Nerve grafting penting untuk dilakukan pada cedera level 2. Hal ini seringkali
berkaitan dengan cedera level 3 pada spinal nerve yang samaatau seringkali
berkaitan dengan cedera level 1 pada spinal nerve yang berbeda. Jika
kombinasi cedera level 1 dan level 2 pada spinal nerve yang berbeda
dipersatukan, nerve grafts dan nerve transfers adalah prosedur utama untuk
rekonstruksi cedera ini.
Contohnya, rupture C5 dan C6 dengan root avulsion C7-T1 adalah yang
paling sering terjadi.C5 nerve grafting pada n. suprascapularisdan divisi
posterior dari upper trunk untuk shoulder elevation, C6 nerve grafts ke
bagian distal C8 spinal nerve atau n. medianus sering digunakan
untuk vascularized ulnar nerve graft untuk fungsi manus, dan n. intercostalis
transfer hingga n. musculocutaneous untuk fungsi cubiti adalah pilihan yang
baik untuk full one-stage reconstruction.

Jika dikombinasikan dengan cedera level 2 dan 3 pada spinal nerve yang
sama, long nerve grafts (dengan panjang >10 cm) biasanya digunakan untuk
menutup jarak dari spinal nerve ke cabang terminal pada fossa
infraclavicularis. Clavicle dapat ditinggikan melalui pendekatan Chuangs
triangle tanpa memerlukan osteotomi.[42]
3.11.3
Level 3
Cedera level 3 melibatkan trunk dan divisions.Insidennya sekitar 5% dari
1600 kasus dengan penyebab tersering adalah neuroma.Bypass nerve
grafting diperlukan untuk membangun kembali koneksi
antara supraclavicular dan infraclavicular brachial plexus. Clavicle
osteotomy diperlukan khususnya untuk cedera yang melibatkan lower
trunk, untuk memenuhi grafting atau direct neurolysis. Multiple nerve
grafts seringkali dibutuhkan dan seringkali diambil dari lokasi lain. C-loop
vascularized ulnar nerve graft kadang-kadang dibutuhkan untuk mengurangi
jumlah nerve grafts, khususnya pada kasus cedera yang luas.[42][51]
3.11.4
Level 4
Level 4 cederaplexus brachialis melibatkan cords dan terminal
branches. Insidennya cukup tinggi, yaitu sekitar 17%. Cedera ini
berhubungan dengan nerve ruptures, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan oleh nerve avulsion. Pada beberapa kasus, distal avulsionterjadi
pada bone margin (seperti avulsi n. musculocutaneous dari permukaan m.
biceps brachii).
Pada lesi level 4 tertutup, nerve damage bervariasi, berkisar dari simple
isolated nerve injury hingga lesi pada seluruh cords atau seluruh cabang
terminal. Pada cedera level 4 seringkali dilakukan nerve graft dengan
prognosis yang pada umumnya baik.Angka kejadian tertinggi disebabkan
oleh vascular injury, rupture, dan oklusi segmental pada a. subclavia atau a.
axillaris. Pada kasus penetrating injuries, vasculardan nerve repairs biasanya
dilakukan secara bersamaan. Golden time untuk primary direct repair pada
pembuluh darah level 4 yang terbelah pada kasus penetrating
injury tanpa nerve grafts berkisar 2 minggu, berbeda dengan cedera level 2
atau 3 yang hanya berkisar 1 minggu. Traction injury level 4 biasanya
berhubungan dengan fracture pada proximal humerus atau pada scapula
glenoideus.Biasanya dibutuhkan long nerve grafts dengan panjang lebih dari
8 cm. Kadang-kadangC-loop vascularized ulnar nerve grafts diambil
dari paralytic antebrachii dan digunakan untuk rekonstruksi n.
medianus dan n. radialis. Pada umumnya, hasilnya baik. Pada avulsi saraf
dari otot seringkali dilakukan nerve grafting dari proximal nerve
stump dan direct implantation ke dalam otot (nerve to muscle
neurotization)dengan hasil kekuatan otot rata-rata berkisar M3. Pilihan
rekonstruksi yang lain adalah functioning muscle transplantation.[42][52][53]

3.11.5
Strategi Rekonstruksi untuk Perbedaan Tipe Lesi
3.11.5.1
Single-Root Avulsion
Pada kasus isolated C5 root injury, dilakukan mass nerve
transfer, termasuk spinal accessorius, phrenicus, dan cabang
motorik cervicalisyang ditransfer secara langsung ke C5 spinal nerve untuk
memperbaiki kekuatan m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m.
deltoideusdan untuk mendapatkan kekuatan pegerakan abduksi bahu lebih
dari 90.
Single C6 root avulsion biasanya berhubungan dengan C5 rupture. Nerve
grafts dari ujung proksimal C5 ke divisi anterior upper trunkbiasanya
menghasilkan pergerakan fleksi cubiti yang lebih baik dibanding transfer n.
intercostalis ke n. musculocutaneous. Pergerakan abduksi dapat diperbaiki
melalui transfer n. accesorius ke n. suprascapularis dan transfer n.
phrenicus ke divisi posterior upper trunk.[42]
Single C7 root avulsion biasanya berhubungan dengan rupture of the upper
trunk.Hanya dibutuhkan perbaikan upper trunk saja. Reinervasi C7 spinal
nerve tidak dibutuhkan.[42]
3.11.5.2
Two-Root Avulsion
Pada kombinasi C5 dan C6 two-root avulsion, dilakukan nerve
transfers. Untuk pergerakan elevasi bahu, direkomendasikan transfer n.
XIke n. suprascapularis, dikombinasikan dengan n. phrenicus transfer ke
divisi posterior upper trunk. Untuk restorasi pergerakan
fleksicubiti, dilakukan n. intercostalis transfers ke n. musculocutaneous.
Pada kasus C6 dan C7 two-root avulsions, biasanya C5 ikut ruptured. Ujung
proksimal C5 yang masih sehat ditransferkan pada divisi anterior upper
trunk untuk pergerakan fleksi cubiti.Fungsi bahu didapat dari n. XI dan n.
phrenicus transfer seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika transfer
proksimal C5 tidak dapat dilakukan, direkomendasikan untuk ditransfer ke
divisi posterior upper trunk sebagai tambahan transfer n. XI dan n.
suprascapularis untuk mendapatkan fungsi bahu yang maksimal. Pergerakan
fleksi cubiti dapat diperoleh dari transfer n. intercostalis ke n.
musculocutaneous.
Kombinasi C8 dan T1 root avulsions biasanya disertai dengan C5 dan
C7 ruptures. Pergerakan elevasi bahu didapat melalui nerve graftsdari C5
ke n. suprascapularis dan divisi posterior upper trunk. C6 nerve
fibers ditransfer ke n. medianus untuk memperbaiki fungsi motorik dan
sensorik manus.Pergerakan fleksi cubiti diperbaiki dengan transfer n.
intercostalis.
Kasus C8 dan T1 root injury tanpa ruptures C5 hingga C7 sangat jarang
terjadi. Pada fase lanjut, dilakukan tendon transfer dengan 2 prosedur yang
terpisah.[42]

3.11.5.3
Three-Root Avulsion
Kombinasi C5-C7 root avulsion tanpa cedera C8-T1 adalah trauma yang
sering terjadi. Direkomendasikan transfer n. phrenicus dan n. XIuntuk
perbaikan fungsi abduksi bahu dan transfer n. intercostalis untuk
fleksi cubiti. Nervus phrenicus ditransfer ke divisi posterior upper
trunk untuk muscle neurotization dari deltoid, triceps, dan ekstensi carpi (m.
extensor carpi radialis longus).Jika n. phrenicus juga mengalami avulsi, dapat
dilakukan transfer n. XII ke n. axillaris dengan nerve graft.
Kombinasi C7-T1 three-root aculsion biasanya disertai
dengan rupture dari upper trunk. Direkomendasikan nerve grafts, transfer C5
fiberske n. suprascapularis dan divisi posterior upper trunk untuk pergerakan
elevasi bahu. Ujung proksimal C6 ditransfer ke distal C8 n. spinalis atau n.
medianus untuk fungsi manus.Untuk pergerakan fleksi cubiti, dilakukan
transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous.[42]
3.11.5.4
Four-Root Avulsion
C6-T1 four root avulsion biasanya berhubungan dengan rupture C5. Cedera
ini termasuk trauma yang jarang terjadi.Jika proksimal C5 fibers masih sehat,
dilakukan transfer ke divisi anterior upper trunk untuk memperbaiki
pergerakan fleksi cubiti. Jika transfer C5 fiberstidak dapat dikerjakan,
dilakukan transfer divisi posterior upper trunk dan transfer n. XI ke n.
suprascapularis untuk perbaikan fungsi bahu. Transfer contralateral C7 ke n.
medianus dengan pedicle atau free vascularized ulnar nerve graft untuk
perbaikan fungsi manus(fleksi digiti dan sensorik) dapat dilakukan secara
bersamaan untuk kepentingan total rekonstruksi dengan sekali prosedur. [42]
3.11.5.5
Five-Root Avulsion or Total Avulsion
Total root avulsion adalah brachial plexus injury yang paling sering terjadi.
Transfer contralateral C7 ke n. medianus menggunakan free vascularized
ulnar nerve graft untuk perbaikan fungsi manus dapat dilakukan untuk
kepentingan total rekonstruksi dengan sekali prosedur. Sebagai tambahan,
transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous untuk pergerakan
fleksi cubiti dan transfer n. phrenicusatau n. XI untuk pergerakan elevasi
bahu dapat dilakukan secara bersamaan.[42]
3.12 Rehabilitasi Paska Trauma Plexus brachialis(Palliative Surgery)
Palliative reconstruction procedures termasuk muscle transfer, tendon
transfer, functioning muscle transplantation,
tenodesis, danarthrodesis. Alternatif lain adalah orthotics dan prosthetics.
Local pedicled muscle transfer, sekalipun merupakan pilihan alternatif untuk
restorasi, tetapi seringkali bukan pilihan yang terpercaya karena
adanya partial nerve injury.[42]
Contohnya, menggunakan lokal m. latissimus dorsi transfer untuk
fleksi cubiti C5 dan C6 C7 avulsion injury biasanya menghasilkan kekuatan

otot M3, dibandingkan dengan m. latissimus dorsi transfer untuk traumatic


loss of biceps and brachialis yang selalu menghasilkan kekuatan otot
M4.Alasan perbedaan tersebut karena n. thoracodorsalis berasal dari C6C8.Pada kasus pertama, terjadinerve injury, sedangkan pada kasus yang
terakhir, bukanlah suatu kasus cedera.Palliative reconstruction dapat
dipertimbangkan ketika cedera melibatkan level C8 dan T1, yang disebut
dengan Klumpkes palsy pada orang dewasa, atau ketika deformitas tetap
ada setelah penyebuhan maksimal, dengan atau tanpa nerve reconstruction.
[42]

Post-Operasi Nerve Repair dan Nerve Grafting


Setelah pembedahan immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4 minggu.Terapi
rehabilitasi dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan gerakan pasif
pada semua sendi anggota gerak atas untuk mempertahankan luas gerak
sendi.Stimulasi elektrik diberikan pada minggu ketiga sampai ada perbaikan
motorik.Pasien secara terus menerus diobservasi dan apabila terdapat
tanda-tanda perbaikan motorik, latihan aktif bisa segera dimulai.
Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang mengalami
reinnervasi bisa mempunyai kontrol yang lebih baik.[42]
Post-Operasi Free Functioning Muscle Transplantation
Setelah transfer otot, ekstremitas atas diimobilisasi dengan bahu abduksi
30, fleksi 60 dan rotasi internal, siku fleksi 100. Pergelangan tangan posisi
neutral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung jenis
rekonstruksinya.[42]
Ekstremitas dibantu dengan arm brace dan cast selama 8 minggu,
selanjutnya dengan sling untuk mencegah subluksasi sendi glenohumeral
sampai pulihnya otot gelang bahu.
Statik splint pada pergelangan tangan dengan posisi netral dan ketiga sendisendi dalam posisi intrinsik plus untuk mencegah deformitas intrinsik minus
selama rehabilitasi. Dilakukan juga latihan gerak sendi gentle pasif pada
sendi bahu, siku dan semua jari-jari, kecuali pada pergelangan tangan.[42]
Pemberian elektro stimulasi pada transfer otot dan saraf yang di repair
dilakukan pada target otot yg paralisa seperti pada otot gracilis, tricep
brachii, supraspinatus dan infraspinatus. Elektro stimulasi intensitas rendah
diberikan mulai pada minggu ke-3 paska operasi dan tetap dilanjutkan
sampai EMG menunjukkan adanya reinervasi.
Enam minggu paska operasi selama menjaga regangan berlebihan dari
jahitan otot dan tendon, dilakukan ekstensi pergelangan tangan dan mulai
dilatih pasif ekstensi siku. Sendi metacarpal juga digerakkan pasif untuk
mencegah deformitas claw hand.[42]
Ortesa fungsional digunakan untuk mengimobilisasi ekstremitas atas.Dapat
digunakan tipe airbag (nakamura brace) untuk imobilisasi sendi bahu dan

siku.Sembilan minggu paska operasi, ortesa airbag dilepas dan ortesa elbow
sling dipakai untuk mencegah subluksasi bahu.[42]
Setelah Reinervasi
Setelah EMG menunjukkan reinervasi pada transfer otot, biasanya 3-8 bulan
paska operasi, EMG biofeedback dimulai untuk melatih transfer otot
menggerakkan siku dan jari.
Teknik elektromiografi feedback di mulai untuk melatih otot yang ditransfer
untuk menggerakkan siku dan jari dimana pasien biasanya kesulitan
mengkontraksikan ototnya secara efektif.[42]
Pada alat biofeedback terdapat level nilai ambang yang dapat diatur oleh
terapis atau pasien sendiri. Saat otot berkontraksi pada level ini, suatu nada
berbunyi, layar osciloskop akan merekam respons ini. Level ini dapat diatur
sesuai tujuan yang akan dicapai.
Lempeng elektroda ditempelkan pada otot, kemudian pasien diminta untuk
mengkontraksikan ototnya. Pada saat permulaan biasanya
EMG discharge sulit didapatkan, tetapi dengan latihan yang kontinyu,
EMG discharge otot akan mulai tampak.[42]
Latihan EMG biofeedback (Gambar 40) dilakukan 4 kali seminggu dan tiap
sesi selama 10-70 menit, dan latihan segera dihentikan bila ada tanda-tanda
kelelahan.Efektivitas latihan biofeedback tidak dapat dicapai bila pasien
tidak mempunyai motivasi dan konsentrasi yang cukup.[42]

Gambar 41.EMG biofeedback.


Sumber: http://hitechtherapy.ipcoweb.com/user_images/kine/KineLive01.jpg
Reedukasi otot diindikasikan saat pasien menunjukkan kontraksi aktif
minimal yang tampak pada otot dan group otot.Tujuan reedukasi otot untuk

pasien adalah mengaktifkan kembali kontrol volunter otot. Ketika pasien


bekerja dengan otot yang lemah, intensitas aktivitas motor unit dan
frekuensi kontraksi otot akan meningkat. Waktu sesi terapi seharusnya
pendek dan dihentikan saat terjadi kelelahan dengan ditandai penurunan
kemampuan pasien mencapai tingkat yang diinginkan.[42]
Pemanasan, ultrasound diatermi, TENS(Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation), interferensial stimulasi, elektro stimulasi dapat dipergunakan
sesuai indikasi. Dilakukan juga penguatan otot-otot leher dan
koreksi imbalance otot-otot ekstremitas atas.[42]
Terapi Okupasi
Terapi okupasi terutama diperlukan untuk:

Memelihara luas gerak sendi bahu, membuat ortesa yg tepat untuk


membantu fungsi tangan, siku dan lengan, mengontrol edema defisit
sensoris.
Melatih kemampuan untuk menulis, mengetik, komunikasi.
Menggunakan teknik-teknik untuk aktivitas sehari-hari, termasuk
teknik menggunakan satu lengan, menggunakan peralatan bantu serta
latihan penguatan dengan mandiri.[42]

Terapi Rekreasi
Terapi ini sebagai strategi dan aktivitas kompensasi sehingga dapat
menggantikan berkurang dan hilangnya fungsi ekstremitas.[42]
Orthosis pada Post Trauma Plexus brachialis
Pada umumnya penderita dengan cedera plexus brachialisakan
menggunakan lengan disisi kontralateral untuk beraktivitas. Pada beberapa
kasus, penderita memerlukan kedua tangan untuk melakukan aktivitas yang
lebih kompleks.Untuk itu orthosis didesain sesuai kebutuhan
penderita.Orthosis (Gambar 41) untuk penderita cederaplexus
brachialis dibuat terutama untuk menyokong bagian bahu dan siku.[42]

Gambar 42. Orthosis


Sumber:http://ucare.com.au/yahoo_site_admin/assets/images/85691_Fmsmal
l.116181507_std.jpg
Sedangkan untuk prehension tangan, umumnya terbatas pada metode
kontrolnya sehingga tidak banyak didesain. Beberapa orthosis digerakkan
menggunakan sistem muielektrik, sehingga penderita mampu melakukan
gerakan pada pergelangan tangan dan jari-jarinya.[42]
Orthosis ini dapat membantu penderita paska trauma untuk melakukan
aktivitas sehari-hari seperti makan dan minum dari gelas atau botol,
menyisir rambut, menggosok gigi, menulis menggambar, membuka dan
menutup pintu, membawa barang-barang.[42]

3.13 Prognosis
Lebih dari 70% kasus obstetric brachial plexus injury sembuh secara
spontan. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar nervus injurypada kasus
obstetrikal termasuk dalam cedera neuropraxia yang dapat pulih secara
spontan.[42][54][55]
Sembuh spontan pada kasus brachial plexus injury jarang terjadi, tetapi
masih mungkin pada beberapa lower plexus root injuries. Padabrachial
plexus injury, setelah nerve reconstruction atau free functioning muscle
transplantation, fungsi motorik dinilai kekuatannya sesuai dengan
pemeriksaan British Medical Research Council grading system.[42]
Pada cedera plexus brachialis level 4 setelah nerve grafting, keberhasilan
operasi ditandai dengan pergerakan elevasi bahu M4 180, pergerakan fleksi
dan ekstensi cubiti M4 atau lebih, pergerakan fleksi dan ekstensi digiti M3
atau lebih. Pada post-opertive total root avulsion dengan multiple nerve
transfer, keberhasilan operasi ditandai dengan pergerakan abduksi 60,
pergerakan fleksi cubiti M4, dan pergerakan digiti M2 atau lebih.

Keberhasilan operasi tambahan, yaitu functioning free muscle


transplantation ditandai dengan pergerakan carpi M2-3 dan pergerakan
ekstensi digiti.[42]
Rorabeck CH, et al meneliti 112 kasus cedera plexus brachialis dan
menyimpulkan bahwa trauma upper trunk memiliki prognosis yang paling
baik, trauma pada cords, upper roots, dan lower trunk umumnya memiliki
prognosis yang kurang baik. Complete plexus injuriesmemiliki prognosis
yang paling buruk. Nyeri persisten yang lebih dari 6 bulan mengindikasikan
tanda prognosis neurologikal yang buruk.Adanya pseudomeningocele yang
terdeteksi biasanya berhubungan dengan prognosis yang buruk. Penelitian
Rorabeck CH, et al dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah.[56]
Tabel 16.Recovery in brachial plexus injury.
Sumber: Rorabeck CH, Harris WR. Factors Affecting the Prognosis of Brachial
Plexus Injuries. The Journal od Bone and Joint Surgery. 1981; 63:404-7.
Injury
Upper roots

Partial
Total Cases Full Recovery Recovery
13
3
5

No Recovery
5

Upper trunk

34

18

11

Lower trunk

18

11

Cords

23

13

Complete

24

18

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan, full recovery pada kasus upper
roots sekitar 23%, pada kasus upper trunk sekitar 53%, pada kasuslower
trunk sekitar 17%, pada kasus cords trauma sekitar 26%, dan 0% pada
kasus complete brachial plexus injury.[56]

BAB IV
KESIMPULAN

Cedera plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal dari C5T1.Plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke
arah axilla yang dibentuk oleh ramus ventral saraf vertebra C5-T1.[8]
Insiden obstetrical brachial plexus injury di Amerika Serikat sebesar 1-2
kasus per 1000 kelahiran. Insiden Erbs palsy sekitar 90%, total plexus
injury sebesar 9%, dan Klumpkes palsy sebesar 1%.[1][2] Menurut Office of
Rare Disease of National Institutes of Health, angka kejadian brachial plexus
injury kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika
Serikat. Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25
tahun.[3]
Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus brachialis. Tetapi
etiologi yang lebih sering, antara lain: trauma, cedera
persalinan, compression syndrome, dan tumor.[9][10][11]
Terdapat berbagai macam versi sistem klasifikasi brachial plexus
injury, tetapi yang paling banyak digunakan adalah Lefferts classification
system.
1. Tipe 1 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh open
trauma.
2. Tipe 2 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh closed
trauma, dibagi menjadi:
A: Supraclavicular, dibagi menjadi: preganglionik dan postganglionik.
B. Infraclavicular
C: Kombinasi
1.

Tipe 3 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan


oleh radiotherapy induced.
2. Tipe 4 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh cedera
selama persalinan.
A: Erbs palsy
B: Klumpkes palsy
C: Kombinasi

Manifestasi klinis cedera plexus brachialis tergantung dari tingkat lesi yang
terjadi (roots, trunks, divisions, cords, terminal branches, atautotal plexus).
Manifestasi klinis yang timbul adalah gangguan motorik dan sensorik sesuai
dengan distribusi nervus.
Pemeriksaan fisik yang diperlukan, meliputi: (1) pemeriksaan motorik sesuai
dengan distribusinya yang dinilai dari skala 0 hingga 5 disesuaikan
dengan Medical Research Council Scale for Assessment of Muscle Power. (2)

pemeriksaan sensorik pada setiap dermatom,propioceptive, temperatur,


taktil, perabaan, vibrasi dengan turning fork 30 dan 256 cycles per
second, dan ninhydrin test. (3) Pemeriksaan khusus, meliputi Tinels
sign dan Horners syndrome.[35][36]
Diagnosis cedera plexus brachialis, meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan kebutuhan (x-ray, CT
Scan, MRI, CT myelography, angiography, electrophysiology).[18][35]
Penanganan untuk cedera plexus brachialis tergantung level cedera yang
terjadi menurut pembagian David Chuang. Pilihan rekonstruktif untuk cedera
level 1 adalah nerve transfer dan functioning free muscle transplantation.
Palliative surgery dikerjakan untuk lesi level 1 sampai dengan 4.Functioning
free muscle transplantation termasuk dalam palliative surgery dan dapat
dikerjakan pada lesi selain lesi level 1. Neurolysis, nerve repair, nerve graft
(free nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft), nerve
transfer dikerjakan pada lesi level 2. Clavicle osteotomy seringkali
dibutuhkan pada lesi level 3. Nerve grafts juga sering dikerjakan pada lesi
level 4.[42][44]
Prognosis obstetric brachial plexus injury umumnya baik, karena lebih dari
70% kasus sembuh secara spontan karenakan hampir sebagian besar nervus
injury pada kasus obstetrikal termasuk dalam cedera neuropraxia yang
dapat pulih secara spontan.[42][54][55]
Penelitian oleh Rorabeck CH, et al dapat disimpulkan, full recovery pada
kasus upper roots sekitar 23%, pada kasus upper trunk sekitar 53%, pada
kasus lower trunk sekitar 17%, pada kasus cords trauma sekitar 26%, dan
0% pada kasus complete brachial plexus injury.[56]

Das könnte Ihnen auch gefallen