Sie sind auf Seite 1von 43

REFERAT

DIARE

Pembimbing: dr. Arya Agustino Purba, SpA

Dibuat oleh: Bernadette Elvina Setiadi (11.2013.227)


Stase Ilmu Kesehatan Anak
15 September 2014 22 November 2014
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara, Jakarta

DAFTAR ISI
Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

BAB II Isi
Diare Akut

Definisi

Epidemiologi

Cara penularan dan faktor resiko

Etiologi

Mekanisme diare

10

Manifestasi klinis

14

Diagnosis

16

Terapi

20

Komplikasi

31

Kegagalan upaya rehidrasi oral

32

Pencegahan

33

Probiotik

33

Prebiotik

34

Diare Kronis dan Diare Persisten

35

Definisi

35

Epidemiologi

35

Etiologi

35

Patogenesis

36
2

Manifestasi klinis dan komplikasi

38

Diagnosis

38

Terapi

39

Faktor risiko dan pencegahan

42

Diare persisten pada kondisi khusus

43

BAB III Penutup


Kesimpulan

45

Daftar Pustaka

46

BAB I
PENDAHULUAN
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit,
akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma
malabsorpsi. Diare karena virus umumnya bersifat sel limiting, sehingga aspek terpenting yang
harus diperhatkan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian
dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Diare
menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis
metabolik karena kehilangan basa.
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor kesehatan oleh
karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit ditempati oleh bayi
dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di pelayanan kesehatan primer, diare masih
menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak dipopulasi.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episod diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodnya berkepanjangan akan berdampak terhadap
pertumbuhan dan kesehatan anak.1

BAB II
ISI
DIARE AKUT
DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih
dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang
dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.1

EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24% untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.1

CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau

barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4F
= fingers, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi
atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit
pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus,
bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk
Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
6

Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1 biotipe Eltor telah
menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia< Timur Tengah dan di
beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di
Afrika tengah dan Asia selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal dtrain baru Vibrio cholera
0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1
ETIOLOGI
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang disarana
kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 2 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau
translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammtory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
sebagai berikut:
Golongan Bakteri :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
14.

8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica

Golongan Virus :
1.
2.
3.
4.

9.

Aeromonas
Bacillus cereus
Campylobacter jejuni
Clostiridium perfringens
Clostiridium defficile
Escherichia coli
Plesiomonas shigeloides

Astovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Coronavirus

5.
6.
7.
8.

Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplex virus*
Cytomegalovirus*

Golongan Parasit :
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis

3. Cryptosporidium parvum
4. Entamoeba histolytica
7

5. Giardia lamblia
6. Isospora belli
9.

10.

7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichuria

*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised


Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-

anak, yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
11.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus
pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukka berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi
sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi
dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare.
Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah gastroenteritis, walaupun
pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.
12.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di
usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus
yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matag sehingga
fungsinya belum baik. villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan
dengan baik. selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan
tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan
yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari
penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
13.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim
hidrofilik tepi bersilia dan merupaka pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian
infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio
penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama
laktosa.
14.

Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita

terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi
(dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan
mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan
fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes
nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas
usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan.
8

15.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan

dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa
usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke
dalam serabut sarat otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
16.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain:
17.
18.
19.
20.
21.
-

Kesulitan makan
Defek Anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mirovilli
Stricture
Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison

22.
23.
24.
-

Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
Logam Berat
Mushrooms
Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zolliger Ellison
Lain-lain :
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Gangguan motilitas usus
Pellagra1

25.
26.

MEKANISME DIARE
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau

sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:


1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
27.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
28.
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus
halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus
halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon
meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
29. Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih
besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pad ausus
halus

bagian

proksimal

tersebut

bersifat

hipertonis

dan

menyebabkan

hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah
aka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah
lumen jejunum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini
akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose,
maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang
sama.
2. Malabsorpsi umum
30. Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino
dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus.

Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan virus
atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat
rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat
tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus
adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau,
giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan
merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa.
Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi
eksokrin pannkreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotik.
31. Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorbsi karbohidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital
laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotalitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami
diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan
mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan
gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
32. Hiperplasia kripta
33. Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi
intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi.
34. Luminal secretagogues
35. Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
36. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi

lain terjadi peingkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.
37. Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar xAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sek mukosa. Beberapa
obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan
peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
38. Blood-Borne Secretagogues
39. Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat
atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon
seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neopplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida panreas, hormon
sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria (WDHA)).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua
enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
40. Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit
obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang
berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare
dapat disebabkan karena hipermotilitas pada aksus kolon iritable pada bayi. Gangguan
motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam
empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
41. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya

diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik
dan diare sekretorik.
42. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi

tight junction,

menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi.
Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan
fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Peranan bakteri
enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin
atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen
saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan
air. Sebagai contoh C. Difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun
protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction,
V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
43. Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV.
Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV
terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen
yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang
selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.
Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast
akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin.
Pada reaksi tipe III terjadi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh
darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan
basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler,
disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC
(Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan
berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut akan
mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
44. Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang
akibat kerusakan jaringan, merngsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.1,2
45.
46.

MANIFESTASI KLINIS

47.

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala

lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik
bervariasi tergantung pada penyebabnya.
48.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meninngkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa
dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat.
49.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara

lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis,


pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari infeksi
usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan
kelemahan otot (C. botulinum).
50.
Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya
sembuh, contoh:
51.
Tabel 1. Manifestasi immun mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
52.
54.

Manifestasi
Reactive arthritis

53.
55.

56.
58.
60.
62.
64.
66.

Guillain Barre Syndrome


Glomerulonephritis
IgA nephropathy
Erythema nodusum
Hemolytic anemia
Hemolytic Uremic Syndrome

Clostridium difficile
57.
Camphylobacter
59.
Shigella, Camphylobacter, Salmonella
61.
Camphylobacter
63.
Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
65.
Camphylobacter, yersinia
67.
S. dysentrie, E. coli

68.

Enteropatogen terkait
Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter,

Bila terjadi panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat

dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut
yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum
menunjukkan terkenanya usus besar.
69.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seperti:

enterik

Cryptosporodium.

virus,

bakteri

yang

memproduksi

enterotoksin,

Giardia,

dan

70.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita

tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi
atau penyakit kronis sangat penting.1-3
71.
Tabel 2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
72.

74.

Shi

75.

ala klinik
avirus
79.
Mas 80.
17-

gella
81.

24-

a tunas
86.
Pan

72 jam
87.
+

as
93.

94.

al muntah
100.
Nye

ng
101.

ri perut

esmus

esmus

108.

kramp
109.
+

ri kepala
114.
La

115.

5-7

116.

> 7 117.

manya sakit
121.
Sifa

hari
122.

hari
123.

hari
124.

t tinja
128.
Vol

129.

Sed

130.

Sed

131.

Sed

132.

Ban

133.

Sed

134.

Ban

ume
135.

ang
136.

5-

ikit
137.

>10

ikit
138.

Seri

yak
139.

Seri

ikit
140.

Seri

yak
141.

Ter

107.

Gej

Mu

Nye

Fre

73.

Rot

Sal

76.

ET

77.

EI

78.

Kol

monella
82.
6-

EC
83.

6-72

EC
84.

6-

era
85.

48-

48 jam
88.
++

72 jam
89.
++

jam
90.

72 jam
91.
++

72 jam
92.
-

Seri

95.

Jara

96.

Jara

97.

98.

99.

Seri

Ten

ng
102.

Ten

ng
103.

Ten

104.

105.

Ten

ng
106.

Kra

esmus kolik

esmus

mp

110.

113.

120.

111.

kramp
112.
-

3-7

118.

2-3

119.

hari
125.

Vari

asi
126.

hari
127.

kuensi
142.
Kon

10x/hr
143.
Cai

x/hr
144.

Le

ng
145.

Le

ng
146.

Cair

ng
147.

Le

us menerus
148.
Cai

sistensi
149.
Dar

r
150.

mbek
151.

Seri

mbek
152.

Kad

153.

mbek
154.

r
155.

ah
156.

Bau

157.

Lan

ng
158.

ang
159.

Bus

160.

161.

Tid

162.

Am

163.

War

gu
164.

Ku

165.

Mer

uk
166.

Keh

167.

Tak

ak
168.

Mer

is khas
169.
Sep

na

ning hijau

ah-hijau

ijauan

berwarna

ah-hijau

erti

air

cucian
170.

Leu

171.

172.

173.

174.

175.

beras
176.

kosit
177.

Lai

178.

An

179.

Kej

180.

Sep

181.

Met

182.

Infe

183.

n-lain

orexia

ang +

sis +

eorismus

ksi sistemik

184.
185.
186. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
187.
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan lain yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
188.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tandatanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda
tambahan lainnya: ubun-ubun cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau
tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
189.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
190.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Score Maurice King, kriteria MMWR
191.

dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.1,3


Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

192.

Simptom

193.
tanpa

Minimal

atau

dehidrasi,

194.

Dehidrasi

195.

Dehidrasi

Berat,

Ringan-Sedang,

Kehilangan BB >9%

Kehilangan BB 3%-9%
198.
Normal, lelah,

199.

Apathis, letargi, tidak


Takikardi, bradikardia

196.

Kesadaran

kehilangan BB <3%
197.
Baik

200.

Denyut

201.

Normal

gelisah, irritable
202.
Normal

sadar
203.

jantung
204.
Kualitas

205.

Normal

meningkat
206.
Normal

pada kasus berat


207.
Lemah, kecil, tidak

nadi
208.
212.
216.
220.

209.
213.
217.
221.

Normal
Normal
Ada
Basah

melemah
210.
Normal cepat
214.
Sedikit cowong
218.
Berkurang
222.
Kering

Pernapasan
Mata
Air mata
Mulut dan

teraba
211.
215.
219.
223.

Dalam
Sangat cowong
Tidak ada
Sangat kering

llidah
224.

Cubitan

225.

Segera kembali

226.

Kembali

kulit
228.

Cappillary

229.

Normal

detik
230.

refill
232.

Extremitas

233.

Hangat

236.

Kencing

237.

Normal

<

227.

Kembali > 2 detik

Memanjang

231.

Memanjang, minimal

234.

Dingin

235.

Dingin,

238.

Berkurang

sianotik
239.
Minimal

mottled,

240.

241.

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

242.
246.
250.

Penilaian
243.
Lihat:
247.
Keadaan 251.

A
Baik, sadar

244.
248.
252.

umum
254.
258.
262.

Mata
255.
Air mata
259.
Mulut dan 263.

Normal
Ada
Basah

256.
260.
264.

lidah
266.

Rasa haus

Minum

268.

267.

270.

biasa, tidak haus


Periksa: turgor 271.
Kembali

kulit
274.

Hasil

pemeriksaan:

cepat
275.

Tanpa

dehidrasi

B
*Gelisah, rewel

C
*Lesu, lunglai atau

tidak sadar
257.
Sangat cekung
261.
Kering
265.
Sangat kering

Cekung
Tidak ada
Kering
*Haus,

245.
249.
253.

ingin 269.

minum banyak
272.
*Kemballi

*Malas minum atau

tidak bisa minum


273.
*Kembali

sangat

lambat
lambat
276.
Dehidrasi ringan 278.
Dehidrasi berat
279.
Bila ada 1 tanda *
/ sedang
277.
Bila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda
* ditambah 1 atau lebih lain

280.

Terapi:

281.

Rencana

Terapi A

284.
285.

tanda lain
282.
Rencana Terapi 283.

Rencana Terapi C

Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan Maurice

King (1974)
286.

Bagian tubuh 287.


289.
yang diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan


0
290.
1

291.

292.

Sehat

295.

Mengigau,

Keadaan

293.

umum

294.

Gelisah,

cengeng,

apatis, koma atau syok

296.

Kekenyalan

297.

Normal

ngantuk
298.
Sedikit kurang

299.

Sangat kurang

kulit
300.
304.

Mata
Ubun-ubun

301.
305.

Normal
Normal

302.
306.

Sedikit cekung
Sedikit cekung

303.
307.

Sangat cekung
Sangat cekung

besar
308.

Mulut

309.

Normal

310.

Kering

311.

Kering

&

312.

Denyut

313.

Kuat < 120

nadi/menit

316.

314.

Sedang

sianosis
(120- 315.
Lemah > 140

140)

hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel

kemudian di jumlahkan.
317. Nilai: 0-2 = Ringan
3-6 = Sedang
7-12 = Berat
3. Laboratorium
318.
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja
pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
319.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
320.
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
321.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
322.
Tinja : pemeriksaan makroskopik
323.
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
324.
bakteri

virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.


Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
yang menghasikan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan

325.

Strongyloides.1
Tabel 6. Test laboratorium

tinja

yang

digunakan

untuk

mendeteksi

enteropatogen
326.
328.

Test Laboratorium
Mikroskopik : Lekosit pada tinja

327.
329.

330.

Trophozoit, kista, oocysts, spora

sitotoksin
331.
G.

332.
334.
336.

Rhabditiform lava
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S
Kultur tinja: Standar

Cryptosporodium, I. Belli, Cyclospora


333.
Stongyloides
335.
Campylobacter jejuni
337.
E.
coli,
Shigella,
Salmonella,

338.

Spesial

Organisme diduga / identifikasi


Invasive atau bakteri yang memproduksi
lamblia,

Camphylobacter jejuni
339.
Y. enterocolitica,

E.

V.

histolytika,

Cholerae,

V.

Parahaemolyticus, C. difficile, E.. coli, O 157 : H


340.

Enzym imunoassay atau latex aglutinasi

7
341.

342.
344.
346.

Serotyping
Latex aglutinasi setelah broth enrichment
Test yang dilakukan di laboratorium riset

adenovirus, C. difficile
343.
E. coli, O 157 : H 7, EHEC, EPEC
345.
Salmonella, Shigella
347.
Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,

Rotavirus,

G.

Lamblia,

enteric

EAEC, PCR untuk genus yang virulen

Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat

348.
349.
memberikan

informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses

peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap


bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
Enterocolitica, V. Parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN,
kecuali pada S. Typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis
terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica
pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya
tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat
riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen,

diare

lebih

dari

minggu

atau

pada

pasien

immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan


giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana
pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian
atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna bagian
atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista
amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista
sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi

tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir
350.

selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.


Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB

351.

diare dan pada penderita immunocompromised.


Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. Enterocolitica, V. Cholerae, V.
Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli O157 : H 7 dan
Campylobacter

membutuhkan

prosedur

laboratorium

khusus

untuk

identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai
sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin
membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita sengan simptom
kolitis berat atau penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium pendahuluan.1
352.
353.
354.

TERAPI
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana

Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia,
dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakitrumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare.
Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati
pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
355.
356. Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
357.
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang
terutama disebabkan karena disentrim yang menyebabkan berurangnya lebih banyak
elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini
dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang
lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak
menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare

mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.
Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya hipernatremia.
358.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit
ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada
oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
359. Tabel 7. Komposisi Oralit Baru
360.
362.
364.
366.
368.
370.
372.

Oralit Baru Osmolaritas Rendah


Natrium
Klorida
Glucose, anhydrous
Kalium
Sitrat
Total osmolaritas

361.
363.
365.
367.
369.
371.
373.

Mmol/liter
75
65
75
20
10
245

374. Ketentuan pemberian oralit formula baru:


a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24
jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
375.
Untuk anak berumur < 2 tahun
: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
376.
Untuk anak 2 tahun atau lebih
: berikan 100-200 ml tiap kali BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
377.
378.
379.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan

nafsu makan anak.


380.
Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien
anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
381.
Zinc termasuk micronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc
berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual,

kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dala
sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
382.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatn diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi
epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di
negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya
kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas
yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air
besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
383. Dosis zinc untuk anak:
384. Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
385. Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
386.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk
anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dengan air matang atau
oralit.
387.
388. ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umut anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.
Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan.
389. Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostiridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,
dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi
melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membrane terhadap antibiotik.
390.

391.

Nasihat pada ibu atau pengasuh: Kembali segera jika demam, tinja berdarah,

berulang, makan dan minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari.
392.
393.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek
lamanya sakit dan memberantas organisme peyebabnya. Dalam merawat penderita dengan
diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
394.
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan
negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih
dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi
lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar
menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi
ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1
diantaranya disertai komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup
rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat
dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan
dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
395.
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
396.
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti: air tajin. Larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan
sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah
cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa
adalah 300-400 ml setiap BAB.
397.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian

cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI
dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikitsedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan
diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak
lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila
dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan
anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati
dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
398.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan - sedang :
399.
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
400.
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang
diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun
cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan
menggunakan umur penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun
adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai
volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan
dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
401.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian
oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila
oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
402.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara
per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan
kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah
membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi
teratasi pengobatan dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan
makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk
dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana
kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
403.
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
404.
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
405.
Pengobatan yang terbaika dalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
406.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit selama

pemberian cairan intravena (+ 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik,


biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).
Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan
5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan
2 jam berikutnya 70 cc/kgBB.
407.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu : pengobatan diare dengan
dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
4. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
408.
Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20. Chlorida 80,
Basa 30 dan Glukosa 111 (2%).
409.
Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan saja untuk
digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab bahan
infeksius yang disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare
Rotavirus berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja 30-40 mEq/L,
ETEC 50-60 mEq/L dan V. Cholera > 90-120 mEq/L. CRO WHO (Oralit) telah
terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk terapi maupun rumatan pada
anak dan dewasa dengan semua tipe diare infeksi.
410.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung

penggunaan

CRO

yang

osmolaritasnya

rendah.

CRO

dengan

osmolaritasnya yang lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit, keluaran
tinja yang lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena dibandingkan dengan
CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
411.
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO
osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka hiponatremi.
412.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara global.
Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai dengan
rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L natrium, 75 mmol/L glucosa dan osmolaritas
total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga direkomendasikan untuk digunakan

pada anak dan dewasa dengn kolera, meskipun post marketing surveilans sedang
dilakukan untuk memastikan keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru
413.
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kotransport natrium (contoh : asam amino glycine, alanine, glutamin) atau substitusi
glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau cereal). Asam amino
tidak menunjukkan lebih efektif dari CRO tradisional dan lebih mahal. CRO berbasis
beras dapat direkomendasikan bila cukup latihan dan penyediaan dirumah dapat
dilakukan, dan mungkin sangat efektif untuk mengobati dehidrasi karena kolera.
414.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket dinegara
berkembang dan secara komersial tersedia CRO dinegara maju, maka CRO standard
tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
415.
Potential aditive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase
resistent starch derivat dari jagung) dan partilly hydrolized guar gum. Mekanisme
kerja yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh kolon terikat pada
transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan komposisi CRO masa depan
adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng dan protein polimer.
6. Seng (Zinc)
416.
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit
infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam
tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10
RCT yang semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan
bahwa suplementasi seng dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat
untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi
diare sampai 25%, kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya preventive
yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004,
WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare
dengan dosis 20 mg perhari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis
10 mg perhari selama 10-14 hari.
7. Pemberian makanan selama diare
417.
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak mampu
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan

mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau
paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus
akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur,
makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada
umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan
dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan
selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum
paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas
laktosa secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas
laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare
timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan
dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang
mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan
selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum
secara bertahap selama 2-3 hari.
418.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih)
dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan
seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah
disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari :
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk
meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk
setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan
karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayursayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang
baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sati buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari.
8. Pemberian makanan setelah diare
419.
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat.
Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa
minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta

mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak
merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan
tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
9. Terapi medikamentosa
420.
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti:
antibiotika, antdiare, adsorben, antiemetik dan obat yang memperngaruhi mikroflora
usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya
mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk
anak umut kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut
tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
421.
422.
423.
Antibiotik
424.
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan
tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
425.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti
V. Cholera, Shigella, Eterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Campylobacter dan
sebagainya.1
426.
427.

Tabel 8. Antibiotik pada diare

428.
431.

Penyebab
Kolera

438.

Shigella

dysentery

448.

Amoebiasis

453.

Giardiasis

458.
459.

429.
432.
433.
434.
439.
440.
441.

449.
450.
451.

Antibiotik Pilihan
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada

kasus berat)
454.
Metronidazole
455.
5 mg/kgBB
456.
3x sehari selama 5 hari

430.
435.
436.
437.
442.
443.
444.
445.
446.
447.

Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5

hari
452.

457.

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan

praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. beberapa dari
obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah :

460.
461.

Adsorben
(Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine).

Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk
mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare
serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun
demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk
pengobatan rutin diare akut pada anak.
462.
Antimotilitas
463.
(Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tinctura
opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat datal atau dapat memperpanjang
infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek
sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
464.
Bismuth subsalicylate
465.
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada
anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi cara ini jarang digunakan.
466.
Kombinasi obat
467.
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan
lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada
berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih
banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu
tidak ada tempat untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.
468.
Obat-obat lain:
469.
470.
Antimuntah
471. Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang
dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak

dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulan
472. Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan
hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan
elektrolit yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulan dan obat vasoaktif

seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.


Darah atau plasma

473.

Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak

dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari
kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikian, terapi rehidrasi tersebut
dapat diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan

475.
476.
477.

septik.
Steroid
474. Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.1,2

KOMPLIKASI
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa

diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.


478. Gangguan Elektrolit
479. Hipernatremia
480. Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara
terbaik dan paling aman.
481. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline
5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan,
bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline 5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10
mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet nnormal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10
ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
482. Hiponatremia
483. Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi pada
anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan
efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi
Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar Na serum yang diperiksa dikalikan
0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16
jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
484. Hiperkalemia

485.

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium

glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung.
486. Hipokalemia
487. Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika
kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L
maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya :
(3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq /kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
488. Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.1
489.
490. KEGAGALAN UPAYA REHIDRASI ORAL
491.
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak
dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan
tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.
492. Kejang
493. Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena:
hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia,
kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40oC, hipernatremi atau hiponatremi.1
494.
495. PENCEGAHAN
496. Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
497.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).
498.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare antara lai:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.


b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisas campak.
499.
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan
seng dalam pencegahan diare.1,2
500.
501.
502.

PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang

difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora


intestinal yang lebih baik. pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik
review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology
Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan
dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada
penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan
Streptococcus thermophilus bila diberikan pad abayi dan anak usia 5- 24 bulan yang dirawat
di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi
rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok
probiotik.
503.

Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui:

perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada
enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui
penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
504.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk
efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan
klinis dikatakan aman.
505.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti
infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi prematur dan pasien immuno
compromised.1
506.
507. PREBIOTIK
508.
Prebiotik bukan merupaan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora
intestinal yang menguntungkan kesehatan.

509.

Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik

oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobaacilli dan Bifidobacteria didalam kolon
bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru th. 2003, bayi-bayi
dikomunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida ( FOS )
tidak menunjukkan peurunan angka kejadian diare. Penemuan lain yang dilakukan di
Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare
dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare,
dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.
510.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu
menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.1
511.

512. DIARE KRONIS DAN DIARE PERSISTEN


513.
514.

DEFINISI
Definisi diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih

lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Dalam
referensi lain disebutkan bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran
tinja > 10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal pada bayi sebesar 5-10
g/kg/24 jam. Diare umumnya dibagi menjadi diare akut dan diare yang berkepanjangan
(kronis dan/atau persisten). Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi
yang sama.
515.

Akan sangat membantu apabila terdapat suatu definisi standar sehingga dapat

dilakukan pembandingan antar studi serta pembuatan rekomendasi pengobatan. Di ligkungan


masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan pengertian bahwa ada 2 jenis diare
yang berlangsung > 14 hari, yaitu diare persisten yang mempunyai dasar etiologi infeksi,
serta diare kronis yang mempunyai dasar etiologi non-infeksi.1
516.
517. EPIDEMIOLOGI
518.
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.
Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun
dan menyebabkan kematian sebesar 36-45% dari keseluruhan kematian akibat diare. Hal ini
menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang
mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia. Meskipun penelitian epidemiologi mengenai
diare persisten masih terbatas, sebuah studi komunitas di Bangladesh menunjukkan bahwa
secara keseluruhan angka kejadian diare persisten masih belum menurun secara bermakna
dalam rentang waktu 1980-1992. Di Indonesia, prevalensi diare persisten/kronis sebesar
0,1%, dengan angka kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11 bulan.1
519.

520.
521.

ETIOLOGI
Diare berkepanjangan dapat disebabkan berbagai macam kondisi. Di negara

maju sebagian besar membahas penyebab non infeksi, umumnya meliputi intoleransi protein
susu sapi/kedelai (pada anak usia < 6 bulan, tinja sering disertai dengan darah); celiac
disease (gluten-sensitive enteropathy), dan cystic fibrosis. Namun, perhatian global seringkali
tertuju pada diare berkepanjangan yang bermula dari diare akut akibat infeksi saluran cerna.
Diare jenis ini banyak terjadi di negara-negara berkembang.1
522. PATOGENESIS
523.
Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks.
Pertemuan Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition
(CAPGAN) menghasilkan suatu konsep patogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa
paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun non-infeksi akan menyebabkan
rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan
diare kronis. Seringkali diare kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga
beberapa referensi hanya menggunakan salah satu istilah untuk menerangkan kedua jenis
diare tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda, namun,
kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap sebagai diare oleh karena infeksi.
524.
Dijelaskan bahwa faktor seperti malnutrisi, defisiensi imun, defisiensi
mikronutrient, dan ketidaktepatan terapi diare menjadi faktor risiko terjadinya diare
berkepanjangan (prolonged diarrhea). Pada akhirnya prolong diarrhea akan menjadi diare
persisten yang memiliki konsekuensi enteropati dan malabsorpsi nutrisi lebih lanjut.
525.
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah (1) faktor intralumen dan (2)
faktor mukosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen,
termasuk gangguan pankreas, hepar dan brush border membrane. Faktor mukosal adalah
faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala
proses yang mengakibatkan perubahan integritas membran mukosa usus, ataupun gangguan
pada fungsi transport protein. Perubahan integritas membran mukosa usus dapat disebabkan
oleh proses akibat infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi susu sapi dan intoleransi laktosa.
Gangguan fungsi transport protein misalnya disebabkan gangguan penuka ion NatriumHidrogen dan Klorida-Bikarbonat.
526.
Secara umum patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas
oleh Ghishan, dengan membagi menjadi lima mekanisme: (1) sekretoris, (2) osmotik, (3)
mutasi protein transport membran apikal, (4) pengurangan luas permukaan anatomi, dan (5)
perubahan motilitas usus.
1. Sekretoris

527.

Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta

akibat mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP, dan Ca 2+. Mediator tersebut juga
mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal ini
berakibat cairan tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairan secara masif ke
lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang
banyak (>200 ml/24 jam), konsistensi tinja yang sangat cair, konsistensi Na + dan Cl- >
70 mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare
sekretoris adalah Vibrio cholerae di mana bakteri mengeluarkan toksin yang
mengaktivasi cAMP dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya.
2. Osmotik
528.
Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjadi kegagalan
proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrien dalam usus halus sehingga zat
tersebut akan langsung memasuki colon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorpsi usus
tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan
waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan epitel. Perubahan
waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunan waktu transit usus yang
menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorbsi nutrien. Contoh klasik dari jenis
diare ini adalah diare akibat intoleransi laktosa. Absenya enzim laktase karena
berbagai sebab baik infeksi maupun non infeksi, yang didapat (sekunder) maupun
bawaan (primer), menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak
diserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini kemungkinan akan difermentasi oleh
mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda
dan gejala khas yaitu pH <5, bereaksi positif terhadap substansi reduksi, dan berhenti
dengan penghentian konsumsi makanan yang memicu diare.
3. Mutasi protein transport
529.
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur
pertukaran ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus ileo-colon, berdampak
pada gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat tersekresi. Hal ini
berlanjut pada alkalosis metabolik dan pengasaman isi usus yang kemudian
mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus
memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada kelainan ini, anak
mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion, kelahiran
prematur dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan
kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai daerah di dunia

seperti Amerika Serikat, Kanada, hampir seluruh negara di Eropa, Timur Tengah,
Jepang dan Vietnam. Selain mutasi pada penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi pada
penukar Na+/H+ dan Na+ - protein pengangkut asam empedu.
4. Pengurangan luas permukaan anatomi usus
530.
Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu
seperti necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn dan lainlain, diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudian
menyebabkan short bowel syndrome. Diare dengan patogenesis ini ditandai dengan
kehilangan cairan dan elektrolit yang masif, serta malabsorbsi makro dan
mikronutrien.
5. Perubahan pada gerakan usus
531.
Hipomotilitas usus akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi, skleroderma,
obstruksi usus dan diabetes melitus, mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih di
usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam epedu
yang berdampak meningkatnya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme
diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes elitus terjadi akibat neuropati
saraf otonom, misalnya saraf adrenergik, yang pada kondisi normal berperan sebagai
antisekretori dan/atau proansorbtif cairan usus, sehingga gangguan pada fungsi saraf
ini memicu terjadinya diare.1,2
532.
533.
534.

MANIFESTASI KLINIS DAN KOMPLIKASI


Anak dengan diare persisten lebih banyak menunjukkan manifestasi diare cair

dibandingkan diare disentiform. Selain itu, malnutrisi merupakan gambaran umum anak-anak
dengan diare persisten. Studi kohort di Amerika menunjukkan bahwa gejala penurunan nafsu
makan, muntah, demam, adanya lendir dalam tinja, dan gejala-gejala flu, lebih banyak
ditemukan pada diare persisten dibandingkan diare akut. Gejala lain yang mungkin timbul
tidak khas, karena sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya.1
535.
536. DIAGNOSIS
537. Evaluasi pada pasien dengan diare kronis/persisten meliputi:
1. Anamnesis
538.
Anamnesis harus dapat menggali secara jelas perjalanan penyakit diare, antara
lain berapa lama diare sudah berlangsung dan frekuensi berak. Selain itu anamnesis
juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko penyebab diare, antara lain
riwayat pemberian makanan atau susu, ada tidaknya darah dalam tinja anak, riwayat
pemberian obat dan adanya penyakit sistemik.
2. Pemeriksaan fisik

539.

Pemeriksaan fisik pada diare kronis/persisten harus mencakup perhatian

khusus pada peniaian status dehidrasi, status gizi, dan status perkembangan anak.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
540.
Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah lengkap,
elektrolit, laju endap darah, dan protein C-reaktif.
b. Pemeriksaan tinja
541.
Pemeriksaan tinja spesifik antara lain meliputi tes enzim pankreas,
seperti tes fecal elastase, untuk kasus yang diduga sebagai insufisiensi pankreas.
pH tinja <5 atau adanya subtansi yang mereduksi pada pemeriksaan tinja,
membantu mengarahkan kemungkinan intoleransi laktosa dengan mekanisme
yang telah dijelaskan sebelumnya. Kultur tinja diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi protozoa, seperti giardiasis, dan amebiasis yang banyak
dikaitkan dengan kejadian diare persisten.1
542.
543. TERAPI
544. Manajemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap dengan meliputi:
1. Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi
545.
Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi
secepatnya. Diare persisten seringkali disertai gangguan elektrolit sehingga perlu
dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi hipokalemia dan asidosis.
Pemberian antibiotik spektrum luas harus dipertimbangkan pada anak-anak yang
menunjukkan gambaran kondisi kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur
diperoleh.
2. Pemberian nutrisi
a. Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten/kronis
546.
Kebutuhan energi dan protein pada diare persisten/kronis berturut-turut
sebesar 100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan asupan yang
mengandung energi 1 kcal/g. Pilihan terapi nnutrisi dapat eliputi: diet elemental,
diet berbahan dasar susu, dan diet berbahan dasar ayam.
i.
Diet elemental
547.
Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental
terdiri atas asam amino kristalin atau protein hidrolisat, mono-

atau

disakarida, dan kombinasi trigliserida rantai panjang atau sedang.


Kelemahan diet elemental ini adalah harganya mahal. Selain itu, rasanya
tidak enak membuat diet ini sulit diterima oleh anak-anak sehingga
membutuhkan pemasangan pipa nasogastrik untuk mendapatkan hasil
maksimal. Oleh karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di
negara maju.

ii.

Diet berbahan dasar susu


548.
Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki
keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain
mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang
tinggi (7 gram laktosa/100 gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8
gram laktosa/100 gram) namun mudah diserap oleh sistem pencernaan
bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi. Proses
pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat dibandingkan susu
non-ASI, sehingga lambung cepat kembali ke kondisi pH rendah, dengan
demikian dapat mencegah invasi bakteri ke dalam salluran pencernaan.
ASI juga membantu mempercepat pemulihan jaringan usus pasca infeksi

iii.

karena mengandung epidermal growth factors.


Diet berbahan dasar daging ayam
549.
Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antara lain bebas
laktosa, hipoosmolar, dan lebih murah. Sejumlah studi telah menunjukkan
bahwa pemberian diet berbahan dasar unggas pada diare persisten
memberikan hasil perbaikan yang signifikan. Tesis S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Gizi Masyarakat FK UGM dengan single blind,
randomized-controlled trial menunjukkan durasi diare yang mendapat
bubur ayam dibandingkan yang mendapat bubur tempe (1,92 + 0,66 vs
2,64 + 0,89, p 0,034). Namun demikian, mengingat harga bubur refeeding
ayam empat kali lebih tinggi daripada bubur refeeding tempe, penggunaan
bubur tempe dapat menjadi pilihan tatalaksana diare pada situasi

keterbatasan kondisi ekonomi.


b. Pemberian mikronutrien
550.
Difisiensi zinc, vitamin A dan besi pada diare persisten/kronis
diakibatkan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien
melalui defekasi. Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal
dua RDA (Recommended Daily Allowances) selama dua minggu. Satu RDA untuk
anak umut 1 tahun meliputi asam folat 50 mikrogram, zinc 10 mg, vitamin A 400
mikrogram, zat besi 10 mg, tembaga 1 mg dan magnesium 80 mg. WHO (2006)
merekomendasikan suplementasi zinc untuk anak berusia < 6 bulan sebesar 10 mg
(1/2 tablet) dan untuk anak berusia > 6 bulan sebesar 20 mg (1 tablet), dengan
masa pemberian 10-14 hari. Meta-analisis yang dilakukan The Zinc Investigator
Collaborative

Group

menunjukkan

bahwa

pemberian

zinc

menurunkan

probabilitas pemanjangan diare akut sebesar 24% dan mencegah kegagalan terapi
diare persisten sebesar 42%.
c. Probiotik
551.
Pemberian susu yang mengandung Lactobacillus casei, Lactobacillus
acidophillus dan Saccharomyces boulardii pada penderita diare persisten selama 5
hari menurunkan jumlah tinja, durasi diare, dan durasi muntah yang menyertai.
Meta-analisis yang dilakukan Johnson et al. (2006) menunjukkan bahwa
pemberian probiotik dapat mencegah terjadinya antibiotic-associated diarrhea.
d. Tempe
552.
Anak yang mendapat bahan makanan campuran tempe terigu berhenti
diare setelah 2,39 + 0,09 hari (rerata), lebih cepat bila dibandingkan dengan anak
yang mendapat bahan makanan campuran beras-susu (rata-rata 2,94 + 0,33 hari).
Sebuah studi uji klinis randomized controlled double-blind yang dilakukan oleh
Soenarto et al (1997) menunjukkan bahwa formula yang berbahan dasar tempe
dapat mempersingkat durasi diare akut serta mempercepat pertambahan berat
badan setelah menderita satu episode diare akut.
3. Terapi farmakologis
553.
Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif.
Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal
maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera berikan antibiotik
yang sensitif untuk shigellosis. Metronidazol oral (50 mg/kg dalam 3 dosis terbagi)
diberikan pada kondisi adanya trofozoit Entamoeba histolytica dalam sel darah,
adanya trofozoit Giardia lamblia pada tinja, atau jika tidak didapatkan perbaikan
klinis pada pemberian dua antibiotik berbeda yang biasanya efektif untuk Shigella.
Jika dicurigai penyebab adalah infeksi lainnya, antibiotik disesuaikan dengan hasil
biakan tinja dan sensitivitas.
4. Follow up
554.
Follow up diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus
memantau perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menyingkirkan kemungkinan intractable diarrhea, yaitu diare yang berlangsung > 2
minggu dimana 50% kebutuhan cairan anak harus diberikan dalam bentuk intravena.
Diare ini banyak ditemukan di negara maju, dan berhubungan dengan kelainan
genetik. Kegagalan manajemen nutrisi ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi
berak dan diikuti kembalinya tanda-tanda dehidrasi, atau kegagalan pertambahan
berat badan dalam waktu 7 hari.1
555.

556.
557.

FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN


Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca infeksi

atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga menjadi kontribusi
utama terjadinya diare persisten.
558.
559. Tabel 9. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Diare Persisten
560.

Faktor bayi

566.

Faktor maternal

561.
562.
563.
564.
565.
567.

Bayi berusia < 12 bulan


BBLR (< 2500 gram)
Bayi atau anak dengan malnutrisi
Anak-anak dengan gangguan imunitas
Riwayat infeksi saluran nafas
Ibu berusia muda dengan pengalaman yang terbatas dalam

merawat bayi
568.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai higienis,
kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu sendiri ataupun bayi
569.
Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam pemberian ASI serta
570.

Pemberian

pada bayi
573.
Riwayat
sebelumnya
576.

Penggunaan

sebelumnya

579.

makanan pendamping ASI


susu 571.
Pengenalan susu non-ASI
572.
Penggunaan botol susu
infeksi 574.

Riwayat diare akut dalam waktu dekat (khususnya pada bayi < 12

bulan)
575.
Riwayat diare persisten sebelumnya
obat 577.
Obat antidiare, karena berhubungan dengan menurunnya motilitas
gastrointestinal
578.
Antimikroba, termasuk antibiotik dan anti-parasit

Kelompok penderita diare persisten terbanyak adalah kelompok usia <12

bulan. Hal ini didukung dengan studi Fraser et al (1998) yang mengemukakan bahwa
kejadian diare persisten paling banyak anak usia < 3 bulan.
580.
Kejadian diare persisten sangat terkait dengan pemberian ASI dan makanan.
Penderita diare persisten rata-rata mendapatkan ASI eksklusif 2,5 bulan lebih singkat
dibandingkan kelompok kontrol. Penundaan pemberian ASI pertama pada awal kelahiran
juga merupakan salah satu faktor risiko diare persisten. Pemberian makanan pendamping
terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi sehingga insidensi diare persisten semakin
tinggi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap kejadian diare persisten meliputi pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan, pemberian makanan tambahan yang higienis, dan manajemen yang
tepat pada diare akut sehingga kejadian diare tidak berkepanjangan. Manajemen diare akut
yang tepat meliputi pemberian ORS, manajemen nutrisi dan suplementasi zinc.
581.
582. DIARE PERSISTEN PADA KONDISI KHUSUS
1. Diare persisten pada infeksi HIV

583.

Diare persisten merupakan salah satu manifestasi klinis yang banyak dijumpai

pada penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa insidensi diare persisten lima
kali lebih tinggi pada anak-anak dengan status HIV seropositif. Faktor penting yang
meningkatkan kerentanan anak-anak dengan HIV terhadap kejadian diare persisten
adalah julah episode diare akut sebelumnya. Setiap episode diare akut pada pasien
HIV meningkatkan risiko 1,5 kali untuk terjadi diare persisten. Parthasarathy (2006)
mengemukakan bahwa skrining yang dilakukan di India menunjukkan 4,1% anak
dengan diare persisten berstatus HIV seropositif.
584.
Meskipun patogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-anak
belum diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus HIV terkait
dengan perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi penurunan kadar CD4,
IgA sekretorik dan peningkatan CD8 lamina propria. Perubahan keadaan ini memacu
pertumbuhan bakteri.
585.
Berbagai patogen dari kelompok virus, bakteri dan parasit dapat menyebabkan
diare persisten pada HIV. Attili et al (2006) menyebutkan bahwa parasit yang
terbanyak dijumpai pada penderita HIV dengan diare persisten adalah Entamoeba
histolytica (17,1%). Insidensi infeksi oportunistik ini meningkat pada keadaan kadar
CD4 yang rendah. Schmidt (1997) mengemukakan bahwa microsporodia adalah
parasit terbanyak penyebab diare persissten pada HIV. Parasit ini menyebabkan
pemendekan dan pengurangan luas permukaan villi usus, meskipun kondisi ini juga
didapatkan pada pasien-pasien HIV tanpa gejala persisten. Selain itu, insidensi
defisiensi laktase lebih tinggi pada pasien HIV dengan infeksi microsporidiasis.
Grohmann et al (1993) menyatakan bahwa Astrovirus, Picobirnavirus, Calicivirus,
dan Adenovirus adalah enterovirus terbanyak pada HIV dengan diare.
2. Diare persisten pada keganasan
586.
Beberapa tumor dapat menghasilkan hormon yang secara langsung
menstimulus sekresi usus dan menyebabkan diare. Ada pula tumor yang dapat
menyebabkan gangguan pada absorpsi nutrien dan berdampak pada diare. Pada
pancreatic cholera, terbentuk neoplasma sel endokrin pada pankreas yang
menghasilkan suatu neurotransmitter dan memicu terjadinya sekresi berlebihan di
usus. Pada sindrom carcinoid, terbentuk tumor carcinoid yang mensekresi serotonin,
bradikinin, prostaglandin dan substansi P yang kesemuanya menstimulus proses
sekresi di usus. Karsinoma meduller tiroid menghasilkan kalsitonin yang menstimulus
sekresi di usus, menyebabkan sekitar 30% penderita karsinoma tersebut mengalami
diare. Pada sindroma Zollinger-Ellison (gastrinoma), peningkatan produksi asam

lambung yang disebabkan tumor penghasil gastrin dapat mengganggu enzim


pencernaan dan menyebabkan presipitasi asam empedu sehingga menyebabkan
maabsorpsi zat nutrien. Pada diare jenis ini, tinja memiliki pH yang rendah.
587.
Diare pada keganasan juga berhubungan dengan efek samping kemoterapi.
Kemoterapi menyebabkan peradangan membran mukosa traktus gastrointestinal
(mukositis). Agen-agen kemoterapi yang sering berkaitan dengan diare adalah 5Fluorouracil dan Irinotecan. 5-Fluorouracil menginduksi diare melalui peningkatan
rasio jumlah kripta terhadap villi, sehingga meningkatkan sekresi cairan ke lumen
usus.1
588.
589.
590.
591.
592.
593.
594.
595.
596.
597.
598.
599.
600.
601.

602. BAB III


603. PENUTUP
604.
605.

KESIMPULAN
Diare akut, persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang

mempengaruhi tingkat kematian anak di Indonesia dan dunia. Dibutuhkan terapi yang
adekuat agar diare akut tidak berkepanjangan menjadi diare persisten atau kronis. Patogenesis
diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks. Hubungan antara diare
persisten dengan malnutrisi bagaikan lingkaran setan yang memerlukan penanganan yang
integratif dan bertahap sehingga terapi yang dibutuhkan tidak hanya terapi medikamentosa
akan tetapi dibutuhkan pula terapi nutrisi yang optimal.
606.
607.
608.
609.
610.
611.
612.
613.
614.
615.

616.
617.
618.
619.
620.
621.
622.
623.
624.
625.
626.
627.
628.
629. DAFTAR PUSTAKA
1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Edisi 1 Cetakan Ketiga. 2012. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. h.87-133.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi Keenam. 2014. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. h. 481-6.
3. Behrman R, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak, Ed 15, Vol 3.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h. 929-35.

Das könnte Ihnen auch gefallen