Sie sind auf Seite 1von 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awalnya sindrom kegagalan multi organ diduga sebagai akibat dari sepsis. Ide
ini berdasarkan pengamatan bahwa onset dini dari kegagalan respiratorik setelah
sejumlah kejadian stress koinsiden dengan respon septic pada banyak pasien. Respon ini
antara lain meliputi demam, leukosistosis, peningkatan cardiac output dan penurunan
resistensivascular perifer. peneliti mendemonstrasikan bahwa lebih dari 50% pasien
mengalami kegagalan multi system organ tanpa bukti adanya infeksi. Sebagai tambahan,
Nuytinck dkk. menemukan bahwa pasien dengan kegagalan multi organ yang meninggal
memiliki bukti adanya inflamasi akut dan kronik pada seluruh organ mereka. Penemuan
ini mengarah pada ide bahwa kegagalan multi system organ berasal dari sindrom respon
inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS) dan disregulasi
respon hiperinflamasi sistemik dari pada sepsis atau infeksi. Satu kejadian tersering yang
dapat menyebabkan penyakit ini adalah iskemia atau cedera reperfusi.
Tujuan tinjauan ini adalah untuk membahas ide bahwa iskemia atau cedera reperfusi
adalah suatu kejadian yang sering menjadi predisposisi sindrom klinis dari kegagalan
multi system organ.
Kegagalan multi organ terus menjadi penyebab kematian lanjut setelah cedera.
Kegagalan multi organ juga menjadi penyebab terbanyak mortalitas di unit terapi
intensif setelah komplikasi bedah. Patogenesis dari sindrom ini masih belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tapi cenderung berkaitan dengan sejumlah kombinasi dari respon
inflamasi disregulasi, aliran darah inadekuat, cedera iskemia-reperfusi dan disregulasi
fungsi imun.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari MOF ?
1.2.2 Apa etiologi dari MOF ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi dari MOF ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari MOF ?
1.2.5 Apa saja pemeriksaan penunjang dari MOF ?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari MOF ?
1.2.7 Bagaimana komplikasi dari MOF ?
1.3 Tujuan Penulisan
1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas ANP I tentang
Multiple Organ Failure (MOF).

Tujuan Khusus
1
Untuk mengetahui pengertian MOF
2
Untuk mengetahui etiologi MOF
3
Untuk mengetahui manifestasi klinis MOF
4
Untuk mengetahui patofisiologi MOF
5
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang MOF
6
Untuk mengetahui penatalaksanaan MOF
7
Untuk mengetahui komplikasi MOF

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai referensi melalui
buku referensi dan internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah ini adalah BAB I Pendahuluan, terdiri dari :
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika
Penulisan. BAB II Tinjauan Teori, dan BAB III Penutup.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal organ multiple (MOF) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua bentuk
syok (Cipolle, dkk,. 1993), semua system organ secara unik menderita kerusakan akibat
kurangnya perfusi yang adekuat yang dapat menyebabkan gagal organ.
Gagal organ multipel dinyatakan sebagai jumlah dari masing-masing gagal organ, 48
jam setelah penderita masuk RS dari 4 organ atau lebih. Gagal organ multipel adalah
bentuk atau fase terakhir dari rentetan gagal tunggal ataupun ARDS yang sering berakhir
dengan kematian.

2.2 Etiologi
a. Perdarahan yang masif (oligenik)
b. Obstruktif ekstrakardiak
c. Kardiogenik
d. Disfungsi miokardial
e. Maldistribusi pada mikrodistribusi darah
f. Semua bentuk syok (syok hipovolemik, syok anafilaktik, syok kardiogenik, dll.)
g. Infeksi
h. Cidera jaringan

2.3 Manifestasi Klinis


a. Rendahnya tekanan darah
Perjalanan klinis MOF mengikuti salah satu dari dua pola. Pada kedua pola terdapat
peristiwa awal yang mengakibatkan rendahnya tekanan darah. Penyebab turunnya
tekanan darah diatasi dan seolah-olah pasien berespons. Pada pola MOF pertama,
terjadi lebih sering saat peristiwa awal adalah pulmonal seperti cedera paru, pasien
mengalami gangguan pernapasan yang membutuhkan intubasi. Hal ini biasanya
terjadi selama 24 jam sampai 72 jam peristiwa awal. Gagal nafas dengan cepat
menyebabkan MOF dan daya tahan pasien hanya 2 sampai 4 hari (lekander dan cerra
: 1990).
b. Gagal napas
Pada MOF kedua terjadi lebih tersembunyi. Pola ini terjadi lebih sering pada pasien
dengan syok septik dan secara progresif tidak teratasi selama kurun waktu 1 bulan.
Pasien juga mengalami gagal napas dan membutuhkan intubasi. Pasien tetap stabil
secara hemodinamik selama sekitar 7 sampai 14 hari. Meski tampak stabil, pasien
menunjukkan

status

hipermetabolik

yang

ditandai

dengan

hiperglikemia,

hiperlaktatemia, dan poliuria. Laju metabolik pasien adalah 1,5 sampai 2 kali laju
metabolik basal. Biasanya terdapat infeksi dan kerusakan kulit mulai terjadi. Selama
tahap ini terdapat kehilangan masif masa otot skeletal, prosesnya disebut otokatabolisme. Jika fase hipermetabolik dapat diatasi, angka mortalitas tahap ini
adalah antara 25% dan 40% (lekander dan cerra : 1990).
c. Ikterik dan hiperbilirubinemia
Pada pasien dimana fase hipermetabolik tidak dapat diatasi, MOF mengalami
kemajuan dan hal ini ditandai dengan ikterik, hiperbilirubinemia, dan gagal ginjal
sering membutuhkan dialisis. Pasien menjadi kurang stabil secara hemodinamik dan
mulai membutuhkan obat-obat vasoaktif secara dukungan terapi cairan. Fase ini
secara prognosis signifikan di mana angka mortalitas meningkat dari 40% sampai
60% pada tahap awal, hingga 90% sampai 100% pada tahap MOF lanjut. Pasien
biasanya mati dalam kira-kira 28 hari.
2.4 Patofisiologi
Awitan sepsis sering bertepatan dengan awitan gagal organ multipel (GOM), yang
terjadi pada 7% sampai 12% dari pasien-pasien cedera kritis. Infeksi dan riwayat syok
hipovolemik diduga dapat meningkatkan potensi perkembangan GOM. Ditandai dengan
kegagalan dua organ atau lebih, GOM berkaitan dengan tingkat mortalitas 25% sampai
95%. Paru-paru hepar cenderung untuk gagal pertama kali, diikuti oleh ginjal, sistem
pencernaan, dan jantung.

Gagal pulmonal dalam bentuk ARDS biasanya timbul 5 sampai 7 hari setelah
cedera. Gagal pulmonal ditandai dengan hipoksemia dengan pemirauan, penurunan
komplikasi paru, takipnea, dispnea, dan timbulnya infiltrat pulmonal bilateral difus.
Sindrom memerlukan bantuan ventilator intensif. Faktor-faktor penyebab termasuk
trauma pulmonal mayor, transfusi darah multipel, sepsis dan syok.
Gagal hepar dapat diakibatkan oleh keruskan awal, melemahnya vaskular, syok, dan
sepsis. Ikterik adalah indikator umum dari penyimpangan fungsi hepar, meskipun
penyebab lain seperti obstruksi saluran empedu pasca traumatik harus disingkirkan. Uji
fungsi hepar merupakan diagnostik. Gagal hepar dapat mengarah pada penurunan tingkat
kesadaran, pemeriksaan pembekuan abnormali, dan hipoglikemia.
Gagal ginjal dapat dicetuskan oleh cedera ginjal, iskemia, bahan kontras radiografi,
hipokalemia (karena hemorargi, spasium ketiga), atau sepsis. Tanda-tanda awal termasuk
peningkatan nitrogen urea darah, dan kreatinin serum. Gagal ginjal dapat poliurik,
oligurik. Dialisis sering kali diperlukan.
Gagal gastrointestinal ditunjukkan dengan perdarahan stres yang membutuhkan
tranfusi darah. Netralisasi profilaktik asam lambung dapat meminimalkan risiko
perdarahan.
Gagal jantung biasanya merupakan komplikasi akhir; bagaimanapun, adanya
kpondisi jantung sebelumnya dapat mencetuskan korban trauma multipel pada awitan
dini gagal jantung. Dapat terlihat hipotensi, penurunan curah jantung, penurunan fraksi
injeksi.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan kadar urin untuk mengetehui kadar BUN, protein urin, albumin, dls.
c. Pada pemeriksaan EKG ditemukan segmen ST
d. Analisa Gas Darah
e. Rontgen toraks
f. Kultur darah, untuk mengetahui penyebab penyakit.
g. Pemeriksaan fungsi hati (SGOT/SGPT)
2.6 Penatalaksanaan
Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, dilakukan terutama pada
pasien sakit berat, karena hingga saat ini belum ditemukan terapi yang spesifik untuk
MOF. Manajemen pasien MOF yang terutama adalah suportif, sedangkan terapi spesifik
diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi penyakit dasar. Infeksi dan sepsis
adalah kondisi tersering sebagai penyebab MOF. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan
investigasi terhadap kemungkinan adanya infeksi aktif pada setiap kasus MOF dengan
pemeriksaan kultur dari lokasi infeksi hingga dengan pemeriksaan diagnostik lain.
Strategi pencegahan yang paling efektif sekaligus merupakan strategi terapi yang
paling efektif, yakni mengatasi infeksi dan membersihkan jaringan mati. Cara-cara yang
telah terbukti efektif meliputi aplikasi teknik pembedahan yang baik, pengendalian

infeksi nosokomial, serta mencegah ulkus dekubitus. Terapi antimikroba yang tepat (bila
perlu secara empiris) dengan dosis yang tepat yang diberikan secara dini pada penyakit
infeksi akan memperbaiki keluaran.
Tatalaksana suportif yang utama pada pasien MOF, sesuai dengan disfungsi sistem
organ yang paling sering terjadi, meliputi manajemen hemodinamik, respirasi, ginjal,
hematologi, gastrointestinal, endokrin, dan tidak kalah pentingnya adalah nutrisi.
Prinsip manajemen hemodinamik adalah mempertahankan oksigenasi jaringan pada
pasien risiko tinggi. Pemberian oksigen cukup dipertahankan sesuai kadar yang adekuat
yang dapat dipantau dari perfusi organ berupa volume urin, adanya asidosis laktat,
ataupun elevasi segmen ST pada EKG. Manajemen yang disarankan berupa penggantian
volume intravaskuler secara cepat untuk mengoreksi hipoperfusi jaringan yang ditandai
oleh defisit basa arteri (atau, bila terdapat gagal ginjal, laktatemia) >2 mmol/L. Bila
koreksi tidak tercapai, dapat diberikan inotropik untuk meningkatkan curah jantung, atau
dengan transfusi packed red cell untuk meningkatkan kadar hemoglobin.
Manajemen respirasi diarahkan untuk membantu oksigenasi dan ventilasi untuk
menjamin suplai oksigen yang cukup ke jaringan. Manajemen yang disarankan adalah
intubasi dini dan ventilasi mekanik, inhalasi NO, serta pemberian keksametason dosis
tinggi pada fase fibroproliferatif ARDS. Intubasi dini dan ventilasi mekanik dapat
membantu mengurangi aliran darah ke diafragma dan otot-otot bantu nafas, namun harus
dilakukan penilaian apakah keuntungannya jauh melebihi kerugiannya.
Pada disfungsi ginjal, dilakukan terapi pengganti ginjal. Yang terpenting adalah
pemantauan volume, aliran, dan tekanan intravaskuler yang adekuat. Penggunaan
obatobatan seperti dopamin, furosemid, dan manitol hanya bersifat empiris dan belum
didukung oleh bukti-bukti yang dapat dipercaya.
Transfusi trombosit hanya dibutuhkan pada keadaan:
a. trombositopenia berat (<20 x 109/L);
b. jumlah trombosit rendah (<50 x 109/L) dengan manifestasi perdarahan atau sebelum
pembedahan/prosedur invasif lain.
c. Disfungsi trombosit (misalnya bila baru mengkonsumsi aspirin). Freshfrozen plasma
(dan kadang-kadang kriopresipitat) hanya perlu diberikan pada koagulopati berat
(misal: INR >3) atau pada koagulopati yang lebih ringan dengan tanda perdarahan
atau sebelum pembedahan/prosedur invasif lain. Trombosis vena dalam jarang
terjadi karena adanya koagulopati pada sebagian besar pasien. Oleh karena itu
manfaat heparinisasi rutin atau penggunaan stocking masih dipertanyakan.

Perdarahan GI akibat stres dapat dicegah dengan pemberian antagonis histamin tipe
2 dan sitoprotektor. Hiperglikemia akibat stres, nutrisi parenteral, dan berbagai penyebab
lain perlu dikoreksi, biasanya dengan pemberian insulin kontinu.
Pemberian nutrisi enteral secara dini disarankan pada pasien MOF. Pemberian nutrisi
enteral dini diperlukan untuk mempertahankan integritas barier mukosa intestinal,
mengurangi risiko translokasi bakteri/toksin, sintesis protein dan memperbaiki respon
imun.
2.7 Komplikasi
Banyak terdapat komplikasi yang berkaitan dengan trauma multipel. Karena
kebanyakan pasien-pasien trauma berada pada unit keperawatan intensif saat komplikasi
ini timbul, maka perawat unit perawatan kritis memainkan peranan penting dalam
mendeteksi dan mencegah akibat ini.
Sifat tak terduga dari trauma cenderung memperkuat rasa takut dan ansietas.
Oleh karena itu, asuhan keperawatan juga harus memberikan dukungan psikososial
terhadap pasien cedera berat dan keluarga mereka melalui pendekatan multidisiplin yang
mengetahui permasalahn dan sering memberikan penjelasan-penjelasan.
Komplikasi yang dapat timbul akibat MOF antara lain :
Hematologik
Jantung
Pulmonal
Hemorag
Disritmia Atelektasis
Koagulopati Gagal
Pneumonia
KID
Emboli
jantung
Aneurisme
(lemak atau
Ventrikular
trombotik)
ARDS

Gastrointestinal
Peritonitis
Ileus

Hepatik
Abses

adinamik
Obtruksi usus

mekanis
Kebocoran

anastomosis
Fistula
Perdarahan

Sistemik
Sepsis

hepar
Gagal
hepar

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Gagal organ multiple (MOF) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua bentuk
syok.

b. Etiologi pada MOF antara lain: perdarahan yang masif, Obstruktif ekstrakardiak,
Kardiogenik, Disfungsi miokardial, Maldistribusi pada mikrodistribusi darah, Semua
bentuk syok, Infeksi, Cidera jaringan.
c. Manifestasi Klinis MOF, antara lain: rendahnya tekanan darah, gagal napas, ikterik
dan hiperbilirubinemia.
d. Patofisiologi MOF dari awitan sepsis sering bertepatan dengan awitan gagal organ
multipel (GOM), yang terjadi pada 7% sampai 12% dari pasien-pasien cedera kritis.
Infeksi dan riwayat syok hipovolemik diduga dapat meningkatkan potensi
perkembangan GOM. Ditandai dengan kegagalan dua organ atau lebih, GOM
berkaitan dengan tingkat mortalitas 25% sampai 95%. Paru-paru hepar cenderung
untuk gagal pertama kali, diikuti oleh ginjal, sistem pencernaan, dan jantung.
e. Pemeriksaan Penunjang MOF seperti pemeriksaan darah, kadar urin, EKG,
SGOT/SGPT, dll.
f. Penatalaksanaan Medis MOF, seperti suportif, terapi antimikroba yang tepat ,
mempertahankan oksigenasi jaringan pada pasien risiko tinggi, intubasi dini dan
ventilasi mekanik, pemantauan volume, aliran, dan tekanan intravaskuler yang
adekuat, Pemberian nutrisi enteral dini, pemberian antagonis histamin tipe 2 dan
sitoprotektor.
g. Komplikasi MOF menyerang pada organ- organ tubuh.
3.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature tentang pembuatan
proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang baik dan benar
b. Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam
pebuatan makalah selanjutnya.
c. Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa
keperawatan agar lebih mengerti tentang konsep dasar MOF dalam ANP.

DAFTAR PUSTAKA
Hundak, Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Vol 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth;
Alih bahasa. Ed 8. Jakarta : EGC.

Das könnte Ihnen auch gefallen