Sie sind auf Seite 1von 7

STRUMA

A. DEFINISI STRUMA
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga
menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap,
mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves
disease)
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme (Hartini, 1987). Kelainan
glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya,
pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi
hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu
hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar. Struma endemik adalah pembesaran
kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu
yang lama.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI STRUMA
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua
lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan
disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.Struktur thyroid
terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang
disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar
hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis
mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi
hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid. Apabila terjadi penurunan hormon
thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi
kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid: Thyroxine (T4) berfungsi
untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan Tridothyronin (T3), berfungsi untuk
mempercepat metabolisme tubuh.
1. Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid :
a. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan
dengan reseptornya di inti sel.
b. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP
(adenosin trifosfat) meningkat.
c. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
d. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.

2. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:


a. A. thyroidea superior (arteri utama)
b. A. thyroidea inferior (arteri utama)
c. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A.
anonyma.
3. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
a. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
b. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
c. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
dan Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis. Kedua jalinan ini akan mengeluarkan
isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V.
jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
4. Persarafan kelenjar tiroid:
a. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
b. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus). N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya
pita suara terganggu (stridor/serak).
Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
a. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu
massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika
folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
b. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang
berjauhan.
C. ETIOLOGI STRUMA
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada siap orang dapat dijumpai masa
karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan,
menstruasi, kehamilan, laktasi, monepouse, infeksi atau stress lain. Pada masa-mas tersebut
dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan
berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia (Manjoer, 1999 :
589).
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).

d. Penghambatan

sintesa

hormon

oleh

obat-obatan

(misalnya:

thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).


D. KLASIFIKASI STRUMA
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara
klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave
(gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh
pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor
TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan
kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi
bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat
dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya
rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan,
koma dan dapat meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi
struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat
kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran
ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan
penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.
Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali

bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok
endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin.
Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama
dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik
sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
E. TANDA DAN GEJALA STRUMA
Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar,
di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.
Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang

tenggorokan).
Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
Suara serak.
Distensi vena leher.
Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

Tingkat peningkatan denyut nadi


Detak jantung cepat
Diare, mual, muntah
Berkeringat tanpa latihan
Goncangan
Agitasi

F. MANIFESTASI KLINIS
Akibat berulangnya hyperplasia dan involusi dapat terjadi berbagai bentuk
degenerasi sabagai fibrosis, nekrosis, klasifikasi, pembentukan kista dan perdarahan
kedalam kista tersebut.Pada umumnya kelainan yang dapat menampakan diri sebagai
struma nodusa adalah Edenoma, kista perdarahan tiroiditis dan karsinoma. ( Mansjoer,199 ;
589 )
Sedangkan manifestasi klinik penderita dengan hipotiroidisme nyata, berupa kurang
energi, rambut rontok, intoleransi dingin, berat badan naik, konstipasi, kulit kering dan
dingin, suara parau, serta lamban dalam berpikir. Pada hipotiroidisme, kelenjar tiroid sering
tidak teraba. Kemungkinan terjadi karena atrofi kelenjar akibat pengobatan hipertiroidisme
memakai yodium radioaktif sebelumnya atau setelah tiroditiditis autoimun.( Sarwana,
1991 : 757 )
G. PATOFISIOLOGI STRUMA
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH,

TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda,
2005) Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan
terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon
tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005).
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin (Mulinda, 2005).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Dilakukan foto thorak posterior anterior
2. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
3. Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
4. Laboratorium darah
5. Pemeriksaan sidik tiroid
6. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
7. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8. Termografi
9. Petanda Tumor
I. PENATALAKSANAAN MEDIS STRUMA
1. Obat antitiroid:
a. Inon tiosianat mengurangi penjeratan iodide
b. Propiltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormon tiroid
c. Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran kelenjar tiroid.
2. Tindakan Bedah:
a. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebgaian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau
kanan yang mengalami perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang
masihtersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid
sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.
b. Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani
tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar dosisnya beragam
pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.
J. PENCEGAHAN
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut.

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak,


tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya
yodium dari makanan.
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas
dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa,
yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan
air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik
berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun
dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah
endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan
kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali
dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang
dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
1.

Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder


terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping
hidung sampai dengan sianosis.

2.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri, kerusakan nervus


laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.

3.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema


otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.

4.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai


dengan sering bertanya tentang penyakitnya.

5.

Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah


sekunder terhadap pembedahan

DAFTAR PUSTAKA
De Jong. W, Syamsuhidayat. R., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI Syaifudin. 2002. Fungsi Sistem
tubuh manusia, Jakarta: Widya Medika

Manjoer, Arief, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Media Aesculapius : Jakarta
Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

Das könnte Ihnen auch gefallen