Sie sind auf Seite 1von 24

PEMERIKSAAN DENYUT NADI DAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH

Oleh Kelompok A-6:


Livia Lovin Nikita A. A.

021311133077

Yunita Pratiwi Natadjaya

021311133078

Elok Amanda

021311133079

Rossa Bella Vennouwsky R. 021311133081


Wilda Ronaa Fadhilah

021311133085

Retta Gabriella Pakpahan

021311133086

Oyai Fredy Kromsian

021311133089

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA


2014

1. Pendahuluan
1.1. Landasan teori
a. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh
darah. Tekanan darah dipengaruhi elastisitas pembuluh darah dan volume darah.
Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan karena adanya peningkatan elastisitas
pembuluh darah atau karena adanya peningktan volume darah. Sebaliknya,
penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah1.
b. Tekanan Darah Arteri Rata-rata
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong ke arah
jaringan. Tekanan ini harus diukur secara seksama dengan dua alasan. Pertama,
tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup,
tanpa tekanan ini otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat
seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut
yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menimbulkan
beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh
serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus2.
Mekanisme-mekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen sistem
sirkulasi dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekanan darah arteri rata-rata.
Dua penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan resistensi
perifer total. Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali
apabila terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah
konstan. Aliran darah kesuatu jaringan bergantung pada gaya dorong berupa tekanan
darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol jaringan tersebut.
Karena, tekanan arteri rata-rata bergantung pada curah jantung dan derajat
vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan berdilatasi, arteriol di
jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri
yang adekuat, sehingga darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami
vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang harus mendapatkan pasokan darah yang
konstan. Dengan demikian variabel kardiovaskuler harus terus menerus diubah untuk

mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan jaringan akan


darah berubah-ubah2.
c. Pengaruh Posisi atau Sikap Tubuh pada Tekanan Darah
Pada dasarnya jumlah darah arteri ditentukan oleh jumlah darah yang terkandung
di dalam arteri tersebut. Makin besar jumlah darah di dalam arteri, makin tinggi
tekanan arteri dan makin kecil jumlah darah yang terkandung di dalam arteri, makin
rendah tekanan arteri. Jumlah darah yang terkandung di dalam arteri tergantung pada
jumlah darah yang memasuki arteri dan yang meninggalkan arteri. Jika jumlah darah
yang masuk banyak maka darah yang terkandung di dalam arteri makin bertambah,
dan sebaliknya jika darah yang meninggalkan arteri lebih banyak maka darah yang
terkandung di dalam arteri berkurang. Jumlah darah yang masuk ke dalam arteri
ditentukan oleh frekuensi jantung dan volume sekuncup jantung.4
Fungsi jantung dan pembuluh darah dipengaruhi oleh saraf otonom, yaitu saraf
simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis mempengaruhi fungsi jantung serta
pembuluh darah dan pemacunya menyebabkan naiknya frekuensi jantung, bertambah
kuatnya konstriksi otot jantung, dan vasokonstriksi pembuluh darah resisten.Saraf
parasimpatis mempengaruhi fungsi jantung saja dan pemacuannya mengakibatkan
menurunnya frekuensi jantung. Jadi, naik turunnya tekanan darah dipengaruhi oleh
saraf otonom, pemacuan saraf simpatis menaikkan tekanan darah arteri dan
penghambatan saraf simpatis ditambah dengan pemacu saraf parasimpatis yang
mengakibatkan menurunnya tekanan darah. Naik turunnya tekanan darah arteri
terjadi secara reflektoris. Pemacuan tekanan darah arteri dapat menimbulkan shock,
yaitu keadaan dimana jumlah darah yang masuk ke jaringan berkurang sehingga
menimbulkan gejala-gejala klinis tertentu. Misalnya menurunnya kesadaran, kepala
terasa ringan, pucat, kaki dan tangan dingin, keluar keringat dingin, dan lain-lain.
Cardiogenic shock adalah menurunnya tekanan darah karena melemahnya
pemompaan darah oleh jantung. Tekanan darah dalam arteria pada orang dewasa
dalam keadaan duduk atau posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70
mmHg. Karena tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer,
maka tekanan darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi setiap
atau kedua faktor tersebut. Curah jantung adalah hasil kali antara denyut jantung dan

isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup ditentukan oleh kontraksi miokard dan volume
darah yang kembali ke jantung.4
Berdiri. Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada pembuluh
capacitance vena anggota tubuh bagian bawah dan isi sekuncup mengalami
penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dengan tidak banyak
bergerak atau hanya diam akan menyebabkan kenaikan volume cairan antar jaringan
pada tungkai bawah. Selama individu tersebut bisa bergerak maka kerja pompa otot
menjaga tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg dan alir balik vena cukup 4. Pada
posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih
volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume
darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung
berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke
seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung
begitu seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada
tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna
mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada
katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada katup. Dengan adanya katup, maka
darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika pompa vena tidak bekerja atau bekerja
kurang kuat, maka darah yang kembali ke jantung berkurang, memompanya
berkurang, sehingga pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya
darah yang di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka
tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan darah
sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali ke jantung
sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar dan tekanan menjadi
berkurang3
Pengaruh gerak tubuh pada tekanan darah. Selama gerak tubuh terjadi
peningkatan tekanan arteri.Peningkatan ini terjadi karena adanya pencetusan simpatis
dan vasokonstriksi sebagian besar pembuluh darah. Peningkatan ini dapat sekecil 20
mmHg atau sampai sebesar 80 mmHg tergantung pada keadaan-keadaan saat gerak
badan tersebut dilakukan. Sebaliknya bila orang melakukan gerak badan seluruh
tubuh seperti berlari atau berenang kenaikan arteri biasanya hanya 20 mmHg-40

mmHg. Kurang besarnya kenaikan dalam tekanan arteri disebabkan adanya


vasodilatasi yang terjadi di dalam massa otot yang besar4. Selama bergerak, otot-otot
memerlukan peningkatan aliran darah yang banyak. Sebagian dari peningkatan ini
adalah akibat dari vasodilatasi lokal pada vasokularisasi otot yang disebabkan oleh
peningkatan metabolisme sel otot. Peningkatan tekanan arteri selama bergerak
terutama akibat area motorik sistem saraf menjadi teraktivasi untuk bergerak, sistem
pengaktivasi retikuler di batang otak juga ikut teraktivasi, yang melibatkan
peningkatan perangsangan yang sangat besar pada area vasokonstriktor dan
kardioakselerator pada pusat vasomotor. Keadaan ini akan meningkatkan tekanan
arteri dengan segera untuk menyetarakan besarnya peningkatan aktivitas otot3
Duduk. Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini
dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyalsinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot
rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus
dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu
mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat
jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat.
Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen3
Berbaring. Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah
tanpa harus melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada posisi
berdiri, isi sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai tertinggi pada 40%60% VO2 maksimal.Pada posisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi sekuncup
mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya sedikit peningkatan.
Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat hampir sama dengan nilai
maksimal yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri. Jumlah isi
sekuncup pada orang dewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70-100 ml. Makin
besar intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi.
sekuncup; hal ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi
denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus jantung
hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole merupakan bagian dari
0,3 detik tersebut)3

Metode Pemeriksaan. Metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk


menentukan tekanan darah pasien adalah metode tak langsung, metode auskultasi
menggunakan stetoskop 15 dan sphygmomanometer. Bagian alat yang digunakan
untuk diikatkan pada lengan berisi kantong karet yang dapat mengembang.5

Gambar 1. Pengikat lengan dan sphygmomanometer.


Pengukuran tekanan darah dianggap tidak langsung, karena tekanan dalam
pembuluh darah diukur dengan melihat tekanan dalam pengikat lengan. Ketika udara
dipompakan ke dalam pengikat lengan, tekanan dalam pengikat lengan tersebut akan
meningkat. Ketika tekanan dalam pengikat lengan tadi melebihi tekanan arteri
brakhial pasien, arteri akan tertekan dan aliran darah akan berkurang dan akhirnya
berhenti. Bersamaan dengan mengeluarkan udara dari pengikat lengan, kantong akan
mengempis dan tekanan pada pengikat lengan berkurang. Ketika tekanan dalam
pengikat lengan sama dengan tekanan arteri, darah akan mulai mengalir kembali
(Gambar 3).5

Gambar 2.Penentuan ukuran pengkikat lengan untuk mengukur tekanan


darah.
Kantongnya terhubung ke manometer (Gambar 1).Karena manometer aeroid
mudah hanyut, maka harus dikalibrasi paling sedikit sekali setahun dan harus
ditinggalkan pada keadaan nol. Karena lingkar lengan berbeda-beda, maka juga
tersedia berbagai macam ukuran pengikat lengan (misalnya untuk anak-anak,
dewasa, dan orang dewasa yang besar).Untuk menentukan ukuran pengikat lengan
ini bandingkan panjang kantong pengukur tekanan darah tadi dengan lingkar lengan
pasien.Anda harus merasakan kantong di dalam pengikat lengan tadi. Untuk
pengukuran yang paling akurat, panjang kantong harus paling sedikit 80% lingkar
lengan (Gambar 2)5

Gambar 3. Suara Korotkoff dan pengukuran tekanan darah6


Aliran darah dalam arteri menghasilkan suara yang spesifik, yang disebut
suara Korotkoff yang terjadi dalam 5 fase.Fase pertama denyut lemah, jelas dan
ketuk (tekanan sistolik). Fase kedua, swooshing. Fase ketiga denyut nyaring (crisp),
lebih intensif (tapping).Fase keempat, muffling (pada dewasa hal ini menunjukkan
keadaan hiperkinetik jika fase ini terus berlangsung selama pengikat lengan
mengempis). Dan Fase terakhir, hilangnya suara denyut nadi (tekanan diastolik)5
1.2.

Rumusan Masalah
1. Perbedaan antara pengukuran darah menggunakan cara palpasi dan auskultasi

2. Mengapa pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada lengan atas kanan


3. Mekanisme yang mendasari hilang timbulnya suara bising yang dipakai untuk
menentukan tekanan darah sistolik dan diastolik
4. Pengaruh pemasangan manset pada hasil pengukuran tekanan darah
5. Pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan tekanan darah
6. Perbedaan pemulihan denyut nadi dan tekanan darah post exercise antara atlet dan
non atlet
1.3.

Tujuan
1. Memeriksa denyut nadi dan mengukur tekanan darah
a. Memeriksa denyut nadi secara palpasi
b. Mengukur tekanan darah secara palpasi
c. Mengukur tekanan darah secara auskultasi
2. Mengamati dan mempelajari pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan
tekanan darah
3. Mengamati dan mempelajari pengaruh latihan fisik terhadap denyut nadi dan
tekanan darah

2.

Metode Kerja

2.1 Alat
a. Meja periksa/tempat tidur
b. Stopwatch/arloji (jam)
c. Sphygmomanometer(tensimeter), terdiri dari :
-Manometer air raksa
-Manset udara
-Selang karet
-Pompa udara dari karet+sekrup pembuka penutup.
d. Stethoscope

e. Bangku latihan fisik


f. Metronom

2.2 Tata Kerja


2.2.1 Memeriksa Denyut Nadi dan Mengukur Tekanan Darah
2.2.1.1 Memeriksa Denyut Nadi secara Palpasi
1. Memilih 1 mahasiswa coba (MC1).
2. Menyuruh MC1 berbaring terlentang tenang selama 2-3 menit di meja
periksa/tempat tidur.
3. Meletakkkan kedua tangan di sisi tubuh dengan kedudukan volar.
4. Memeriksa denyut arteri radialis dextra dengan menggunakan ujung jari II-III-IV
yang diletakkan sejajar satu terhadap yang lain diatas arteri radialis tersebut.
5. Menentukan
a. Frekuensi ........( jumlah denyut/menit )
b. Irama...............( teratur/tidak teratur)
6. Mencatat data
2.2.1.2 Mengukur Tekanan Darah secara Palpasi
1 MC1 tetap berbaring terlentang tenang di meja periksa/tempat tidur.
2

Meletakkan lengan yang hendak diukur tekanan darahnya (lengan kanan) disisi tubuh
dengan kedudukan volar.

Memasang manset pada lengan atas kanan, sekitar 3 cm di atas fossa cubiti (jangan
terlalu ketat maupun terlalu longgar)

Meraba serta merasakan denyut arteria radialis dextra

Memompakan udara kedalam manset (menggunakan pompa udara) sampai denyut


arteria radialis dextra tak teraba

Memompakan terus udara kedalam manset sampai tinggi Hg pada manometer sekitar
20 mmHg lebih tinggi dari titik di mana denyut arteria radialis dextra tak teraba.

Mengeluarkan udara dalam manset secara pelan dan berkesinambungan (dengan


memutar sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam). Mencatat tinggi
Hg pada manometer di mana arteri radialis pertama kali teraba kembali. Nilai ini
menunjukkan besarnya tekanan sistolik cara palpasi.

Mencatat data

2.2.1.3 Mengukur Tekanan Darah Secara Auskultasi


1
MC1 tetap berbaring terlentang tenang di meja periksa/tempat tidur dengan
manset tetap terpasang di lengan atas kanan, posisi lengan tetap di sisi tubuh
dengan posisi volar.
2

Menentukan letak arteria brachialis dextra secara palpasi pada fossa cubiti dan
meletakkan stethoscope di atas arteria brachialis dextra tersebut.

Memompakan udara ke dalam manset, maka akan terdengar suara bising arteria
brachialis dextra melalui stethoscope.

Meneruskan memompa udara ke dalam manset, pada suatu saat suara bising
arteria brachialis dextra akan menghilang.

Memompakan terus udara ke dalam manset sampai tinggi Hg pada manometer


sekitar 20 mmHg lebih tinggi dari titik di mana suara bising arteria brachialis
dextra tadi menghilang.

Mengeluarkan udara dalam manset secara pelan dan berkesinambungan, maka


akan terdengar lagi suara bising tersebut, dan melihat tinggi Hg pada manometer,
didapatkan tekanan darah sistolik. Dan setelah diturunkan lagi suara bising
tersebut kembali menghilang, didapatkan tekanan darah diastolik.

Mencatat data

2.2.2 Mengamati dan Mempelajari Pengaruh Posisi Tubuh terhadapDenyut Nadi dan
Tekanan Darah
1. Memilih 1 mahasiswa coba (MC2).
a. MC2 boleh sama dengan MC1 atau mahasiswa lain dalam kelompok yang
bersangkutan
b. Memilih satu mahasiswa yang bertugas memeriksa denyut nadi MC2 pada
arteri radialis sinistra selama praktikum point D.2
c. Memilih satu mahasiswa yang bertugas mengukur tekanan darah MC2 pada
lengan kanan secara auskultasi selama praktikum point D.2
d. Memilih satu mahasiswa untuk mencatat data

2. Menyuruh MC2 berbaring terlentang tenang selama 2-3 menit, kemudian


menentukan frekuensi dari irama denyut arteria radialis sinistra dan tekanan darah
pada lengan kanan secara auskultasi (masing-masing diukur tiga kali berturutturut) selanjutnya menghitung rata-ratanya.
3. Menyuruh MC2 duduk tenang selama 2-3 menit, kemudian menentukan frekuensi
dan irama denyut arteria radialis sinistra serta tekanan darah pada lengan kanan
secara auskultasi (masing-masing diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya
menghitung rata-ratanya.
4. Menyuruh MC2 berdiri tenang selama 2-3 menit, kemudian menentukan frekuensi
dan irama denyut arteria radialis sinistra serta tekanan darah pada lengan kanan
secara auskultasi (masing-masing diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya
menghitung rata-ratanya.
2.2.3

Mengamati dan Mempelajari Pengaruh Latihan Fisik terhadap Denyut Nadi dan
Tekanan Darah

2.2.3.1 Memilih 1 mahasiswa coba (MC3).


1. MC3 boleh sama dengan MC2 atau

mahasiswa lain dalam kelompok yang

bersangkutan
2. Memilih satu mahasiswa yang bertugas memeriksa denyut nadi MC3 pada arteri
radialis sinistra selama praktikum point D.3
3. Memilih satu mahasiswa yang bertugas mengukur tekanan darah MC3 pada
lengan kanan secara auskultasi selama praktikum point D.3
4. Memilih satu mahasiswa untuk mencatat data
2.2.3.2 Menyuruh MC3 duduk tenang selama 2-3 menit, kemudian menentukan frekuensi
dan irama denyut arteria radialis sinistra serta tekanan darah pada lengan kanan
secara auskultasi (masing-masing diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya
menghitung rata-ratanya. Mencatat frekuensi, irama denyut nadi dan tekanan sistolik,
diastolik serta menghitung nilai rata-ratanya.
2.2.3.3 Dengan manset tetap terpasang pada lengan atas kanan, MC3 melakukan latihan fisik
dengan cara: STEP TEST ( NAIK-TURUN BANGKU) 20 kali/menit selama

dua menit dengan dipandu oleh irama metronome yang di setting pada frekuensi 80
ketukan per menit.
2.2.3.4 Setelah step test berakhir menyuruh MC3 segera duduk, mengukur frekuensi nadi
serta tekanan darahnya masing-masing satu kali. Data ini diharapkan tercatat tepat 1
menit setelah step test terakhir.
2.2.3.5 Meneruskan mengukur frekuensi nadi dan tekanan darah dengan interval 2 menit
(menit ke 3..menit ke 5menit ke 7dan seterusnya) sampai nilainya kembali
seperti keadaan sebelum latihan.
3.

Hasil
Table E.1 data denyut nadi dan tekanan darah
Mahasiswa

pemeriksa

coba

Rossabella

Elok
Yunita
Livia
Wilda
Retta
Oyai Freddy

Denyut

Tekanan

Tekanan

Tekanan

nadi

sistolik

sistolik

diastolik

78
97
93
86
74
86

(palpasi)
100
90
90
90
100
100

(auskultasi)
100
90
90
100
100
100

(auskultasi)
70
70
70
70
70
80

Grafik 1 Data Denyut Nadi dan Tekanan Darah


120
100
DENYUT NADI

80

TEKANAN SISTOLIK
(PALPASI)

60

TEKANAN SISTOLIK
(AUSKULTASI)

40

TEKANAN DIASYOLIK
(AUSKULTASI)

20
0
A

Tabel E2 : data pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan tekanan darah
Mahasisw

Posisi

a coba

tubuh
Berbaring
terlentang

Duduk
Oyai
Freddy
berdiri

Pemeriksa

Denyut nadi

Tekanan

Tekanan

sistolik

diastolik

Retta
Wilda
Elok

70
70
69

(palpasi)
110
110
110

(auskultasi)
80
70
80

Rosa
Yunita
Livia

Mean: 67
65
74
70

Mean: 110
110
110
110

Mean: 76,67
90
80
70

Rosa
Yunita
Livia

Mean: 69,67 Mean: 110


69
110
72
120
75
110

Mean: 80
70
80
80

Mean: 72
Mean: 113,33 Mean: 76,67
Grafik 2 Data Pengaruh Posisi Tubuh Terhadap Denyut Nadi Dan Tekanan Darah

120
100
80
DENYUT NADI
TEKANAN SISTOLIK
(PALPASI)

60

TEKANAN DIASTOLIK
(AUSKULTASI)

40
20
0
BERBARING TERLENTANG

DUDUK

BERDIRI

Tabel E3: pengaruh latihan fisik terhadap denyut nadi dan tekanan darah
waktu

Denyut nadi

PRA LATIHAN

PASCA
LATIHAN

Menit ke-1
Menit ke-3
Menit ke-5
Menit ke-7

Tekanan

Tekanan

sistolik

diastolik

80
70
75

(palpasi)
130
120
130

(auskultasi)
70
70
70

Mean: 75
78
76
75
75

Mean: 126
130
120
110
110

Mean: 70
80
75
70
70

Grafik.3 : Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Denyut Nadi Dan Tekanan Darah

140
120
100
80
60
40

DENYUT NADI

20

TEKANAN SISTOLIK
(AUSKULTASI)

4.

TEKANAN DIASTOLIK
(AUSKULTASI)

Pembahasan

4.1 Diskusi Hasil


4.1.1 Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Denyut nadi (pulse rate) menggambarkan frekuensi kontraksi jantung seseorang.
Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi. Palpasi adalah
cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan struktur dengan ujungujung jari; sedangkan pemeriksaan dikatakan auskultasi, apabila pemeriksaan dilakukan
dengan mendengarkan suara-suara alami yang diproduksi dalam tubuh7.
Pada umumnya, pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada sembilan titik yaitu arteri
radialis, arteri brakhialis, arteri carotis communis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis,
arteri popolitea, arteri temporalis, arteri apical, arteri tibialis posterior8.
Rangsangan denyut nadi terbentuk seiring dengan didorongnya darah melalui
arteri. Untuk membantu sirkulasi, arteri berkontraksi dan berelaksasi secara periodik;
kontraksi dan relaksasi arteri bertepatan dengan kontraksi dan relaksasi jantung seiring
dengan dipompanya darah menuju arteri dan vena. Dengan demikian, pulse rate juga
dapat mewakili detak jantung per menit atau yang dikenal dengan heart. PMI, atau Point
of Maximal Impulse, dapat ditemukan pada sisi kiri dada, kurang lebih 2 inci ke kiri dari

ujung sternum. Titik ini dapat dipalpasi dengan mudah; dan pada titik ini pula biasanya
apical pulse diperiksa secara auskultasi dengan menggunakan stetoscop.
Tekanan darah adalah kekuatan yang dimiliki oleh darah untuk melawan dinding
pembuluh darah. Tekanan darah ada 2 jenis yaitu tekanan darah sistolik merupakan
tekanan pada saat jantung memompa darah ke arteri dan tekanan darah diastolik
merupakantekanan dimana jantung istirahat memompa dan darah mengalir kembali ke
jantung. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi perubahan tekanan darah yaitu:
volume darah dalam sirkulasi dan hambatan terhadap tekanan darah.11
Metode klinis untuk mengukur tekanan sistolik dan tekanan diastolik yaitu dengan
cara auskultasi. Pada cara auskultasi, stetoskop diletakkan di atas arteri antekubiti dan
disekeliling lengan dipasang manset. Manset tersebut bermaksud untuk menyumbat
arteri brakialis sehingga tidak terdengar bunyi dari stetoskop. Cara auskultasi tidak
sepenuhnya akurat untuk menentukan tekanan sistolik dan tekanan diastolik, biasanya
berbeda 10 persen dari nilai yang diperoleh dengan pengukuran kateterisasi langsung
dalam arteri.10
Berdasarkan teori tersebut, data yang diperoleh dari hasil praktikum menunjukkan
bahwa mahasiswa yang dilakukakan pemeriksaan oleh 7 pemeriksa dengan cara
auskultasi untuk memeriksa tekanan sistolik dan tekanan diastolik, memperoleh hasil
yang hampir sama.
4.1.2 Pengaruh Posisi Tubuh Terhadap Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Tekanan darah dan denyut nadi dipengaruhi oleh posisi tubuh seseorang,
misalnya, denyut nadi dan tekanan darah seseorang pada saat berbaring, berbeda dengan
denyut nadi dan tekanan darah seseorang pada saat duduk maupun berdiri. Begitu pula
saat seseorang melakukan aktivitas, denyut nadi dan tekanan darahnya akan berbeda.
Pada percobaan pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan tekanan darah, dilakukan
tiga perlakuan berbeda yaitu pengukuran denyut nadi dan tekanan darah pada posisi
berbaring telentang, duduk dan berdiri. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada
MC1, pada posisi berbaring telentang diperoleh hasil rata-rata denyut nadi sebesar 67
denyut/menit dan rata-rata tekanan darah sebesar 110 mmHg/76,67 mmHg. Pada posisi
duduk diperoleh hasil rata-rata denyut nadi sebesar 69,67 denyut/menit dan rata-rata

tekanan darah sebesar 110 mmHg/ 80 mmHg. Sedangkan pada posisi berdiri diperoleh
rata-rata denyut nadi sebesar 72 denyut/menit dan rata-rata tekanan darah sebesar 113,33
mmHg/ 76,67 mmHg. Berdasarkan hasil percobaan diatas, dapat dilihat bahwa urutan
denyut nadi dan tekanan darah dari yang terkecil hingga terbesar adalah denyut nadi dan
tekanan darah pada posisi berbaring, selanjutnya posisi duduk, dan yang paling besar
adalah denyut nadi dan tekanan darah pada posisi berdiri.
Posisi tubuh saat berbaring memiliki denyut nadi dan tekanan darah yang lebih
kecil dibandingkan dengan denyut nadi dan tekanan darah pada posisi duduk dan berdiri
dikarenakan ketika seseorang dalam keadaan terlentang atau berbaring, keadaan tubuh
horizontal sehingga peredaran darah pada tubuh seseorang itu tidak dipengaruhi gravitasi
sehingga darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa harus melawan kekuatan
gravitasi. Selain itu, tonus otot ketika berbaring telentang lebih kecil dibandingkan
dengan tonus pada saat duduk atau berdiri sehingga denyut nandi dan tekanan darah
kecil9.
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan
pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf
dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh,
terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot
tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah
dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia
bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks
kompresi abdomen10.
Ketika seseorang dalam posisi berdiri , denyut nadi dan tekanan darah akan
mengalami peningkatan dikarenakan seseorang dalam posisi vertikal. Apabila posisinya
dalam keadaan vertikal maka peredaran darah akan dipengaruhi oleh gravitasi yang
mengakibatkan meningkatnya nadi dan tekanan darahnya akibat dari sirkulasi

10

. Saat

berdiri, tonus otot meningkat sehingga oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih besar dan
curah jantung (cardiac output) menjadi lebih besar. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan sistolik dan tekanan diastolic serta denyut jantung 9.
Pada orang yang berdiri, terjadi perbedaan tekanan kardiovaskular antara jantung
dengan bagian tubuh yang tidak selevel dengan jantung. Hal ini karena gravitasi itu

memberikan efek yang sama terhadap tekanan arteri dan vena pada satu level. Meskipun
perbedaan tekanan arteri dan vena tidak berbeda dari posisi berbaring, peningkatan
tekanan pembuluh pada ekstrimitas bawah ketika berdiri memiliki dua efek langsung
yaitu10:
1. Peningkatan tekanan vena menyebabkan peningkatan volume vena peripheral.
2. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler menyebabkan tingginya laju filtrasin transkapiler.
Selain itu, baroreseptor juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh
darah perifer, peningkatan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi
respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Kedua efek
ini (gravitasi dan baroreseptor) dapat meningkatkan tekanan darah sistolik dandiastolic
serta denyut nadi9
4.1.3

Pengaruh Latian Fisik Terhadap Denyut Nadi dan Tekanan Darah


Pada saat pra latihan, percobaan denyut nadi dan tekanan darah dilakukan 3 kali
yaitu pada denyut nadi dihasilkan 80 kali/menit, 70 kali/menit, dan 75 kali/menit dengan
hasil mean sebesar 75 kali/menit sedangkan pada tekanan darah dihasilkan tekanan
sistolik dan diastolik sebesar 130/70 mmHg, 120/70 mmHg dan 130/70 mmHg dengan
hasil mean sebesar 126/70 mmHg.
Setelah melakukan aktifitas denyut nadi yang dihasilkan dalam menit ke 1,3,5,7
berturut-turut adalah 78,76,75,75 kali/menit sedangkan pada tekanan darah dihasilkan
130,120,110,110 untuk tekanan sistolik dan 70,70,70,60.
Hasil percobaan menunjukkan ada peningkatan denyut nadi, tekanan sistolik, dan
tekanan diastolik setelah melakukan latihan fisik seperti naik turun bangku. Hal ini
disebabkan karena perubahan yang besar dalam sistem sirkulasi dan pernapasan. Pada
menit pertama terjadi kenaikan denyut nadi dan tekanan darah drastis karena kerja
jantung meningkat dan mahasiswa coba masih belum biasa melakukan hal tersebut tapi
lama kelamaan tekanan darah dan denyut nadi menurun karena kerja jantung kembali
normal.

4.2 Diskusi Jawaban Pertanyaan


1. Sebutkan pengertian dari tekanan darah
-tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi oleh volume darah dan elastisitas pembuluh darah.
2. Pada pembuluh darah apa sajakah saudara dapat memeriksa denyut nadi?
-pada A. Brachialis, A. Radialis, A. Carotis Comunis, A.Temporalis
3. Sebutkan perbedaana antara pengukuran tekanan darah secara palpasi dan secara
aulkutasi! (dari konsep teori sarana prosedur hasil)
-Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi. Palpasi
adalah cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan struktur
dengan ujung-ujung jari; sedangkan pemeriksaan dikatakan auskultasi, apabila
pemeriksaan dilakukan dengan mendengarkan suara-suara alami yang diproduksi
dalam tubuh. Alat yang digunakan pada saat pengukuran tekanan darah dengan
mengunakan cara

palpasi adalah sphygmomanometer (tensimeter) sedangkan

pengukuran tekanan darah dengan cara auskultasi menggunakan sphygmomanometer


(tensimeter) ditambah dengan stethoscope. Palpasi hanya dapat mengukur tekanan
sistolik sedangkan auskultasi dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik. Pada
cara palpasi kita bisa mendapatkan tekanan sistolik pada saat tidak adanya lagi teraba
denyutan dari arteri radialis. Sedangkan pada pengukuran secara auskultasi kita bisa
mendapatkan tekanan sistolik saat terdengar suara denyut nadi pertama dan pada saat
suara denyut nadi itu menghilang maka kita bisa mendapatkan tekanan diastolik.
4. Mengapa pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada lengan atas kanan?
-karena pada lengan atas hasilnya lebih akurat karena lokasinya lebih jauh dari
jantung disbanding dari lengan kiri sehingga suaranya tidak terlalu bising. Dengan
demikian dapat menentukan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic
dengan tepat dan mendapat hasil yang akurat.

5. Jelaskan mengenai mekanisme yang mendasari timbul an hilangnya suara bising


yang dipakai untuk menentukan tekanan darah sistolik dan diastolik!
-Bising sistolik terjadi antara suara 1 dan 2
- Bising diastolic antara 2 dan 1
a. Bising terjadi di awal diastole.
Awal diastole, sebelum katup atrioventrikularis membuka dan sebelum katup
semilunaris menutup. Saat membuka dan menutupnya tidak bersamaan,ada keadaan
isovolumetrik terlebih dulu(katup semilunar menutup). Saat ini tidak ada katup yang
membuka akses masuk darah ke ventrikel setelah itu katup atrioventrikuler terbuka.
Urutannya

menutupnya

katup

semilunar -isovolumetrik

membuka

katup

atrioventrikuler (diastole).
Bising ini bernada rendah dan paling jelas didengar dengan bel stetoskop dan pasien
berbaring dalam posisi dekubitus lateral kiri. Karena katup atrioventrikular
mengalami stenosis, pengisian cepat tidak terjadi dan ada perbedaan tekanan di
sepanjang diastol. Jika pasien mempunyai irama sinus yang normal, kontraksi atrium
akan memperbesar perbedaan tekanan pada akhir diastole, atau presistole, dan akan
terjadi peningkatan bising pada saat ini. Bising atrioventrikular diastolik merupakan
tanda yang sensitif dan spesifik untuk stenosis katup atrioventrikular.
b.Bising sistolik
Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising selama mid-diastolik
sesudah fase awal kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga dianggap sebagai bising
insufisiensi yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh
sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik Suara 1 terjadi saat menutupnya
katup atrioventrikuler. Apabila bisingnya setelah suara 1, berarti penutupan katup
atrioventrikularisnya tidak bermasalah. Setelah itu ada fase isovolumetrik,apabila
tidak terdenar bising berarti katuo semilunarnya membuka(stenosis) (swartz,1995)
6. Apakah pemasangan manset yang terlalu longgar atau terlalu ketat dapat
mempengaruhi hasil tekanan darah?
-Pemasangan manset yang tidak tepat akan mempengaruhihasil pengukuran darah.
Jika manset yang dipasang terlalu longgar, maka hasil yang diperoleh akan menjadi
lebih rendah dari yang seharusnya. Jika manset yang dipasang terlalu ketat, maka
hasil yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang seharusnya.

a. Secara teoritis, bagaimana pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan tekanan
darah?
-Secara teori, posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap denyut nadi dan tekanan
darah. Hal ini karena ada efek dari gravitasi bumi. Pada saat berbaring gaya gravitasi
pada peredaraan darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut horizontal
sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak perlu memompa. Pada saat duduk
maupun berdiri kerja jantung memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya
gravitasi sehingga kecepatan berdenyut meningkat.
b. Apakah hasil praktikum saudara sesuai dengan teori?
-ya, hasil praktikum kami sesuai dengan teori
7. Jelaskan yang anda ketahui tentang baroreceptor!
-Baroreseptor (atau baroceptors) adalah sensor yang terletak pada pembuluh darah
dari beberapa mamalia. Baroreseptor adalah tipe mechanoreceptor yang mendeteksi
tekanan darah yang mengalir melaluinya, dan dapat mengirim pesan ke sistem saraf
pusat untuk menambah atau mengurangi jumlah resistensi perifer dan cardiac output.
Baroreseptor dapat segera bertindak sebagai bagian dari sistem feedback negatif yang
disebut baroreflex, sesegera mungkin karena ada perubahan dari tekanan darah
biasanya berarti tekanan darah arteri, mengembalikan tekanan ke tingkat
normal.Mereka adalah contoh dari mekanisme pengaturan tekanan darah jangka
pendek. Baroreseptor mendeteksi jumlah peregangan yang terdapat pada dinding
pembuluh darah, dan mengirim sinyal ke sistem saraf dalam menanggapi peregangan
ini. Inti traktus solitarius di medula oblongata me-recognize perubahan laju
pembakaran dan potensial aksi dari baroreseptor, serta mempengaruhi curah jantung
dan resistensi pembuluh darah sistemik melalui perubahan dalam sistem saraf
otonom. Baroreseptor dapat dibagi menjadi dua kategori: baroreseptor high-pressure
arteria dan baroreseptor low-pressure dah (juga dikenal sebagai cardiopulmonary
atau reseptor volume )

a. Secara teoritis, bagaimanakah pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan
tekanan darah?
-Posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap denyut nadi dan tekanan darah. Pada
posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih
volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume
darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung
berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun(Guyton, 2006). Adanya efek
grafitasi bumi juga berpengaruh terhadap tekanan darah. Pada saat duduk maupun
berdiri kerja jantung dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya
gravitasi sehingga kecepatan jantung meningkat. Pada saat berbaring gaya gravitasi
pada peradaran darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut horizontal
sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak terlalu memompa. Sikap atau
posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat
duduk system vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyalnya saraf pun
dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh,
terutamaotot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot
tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan
darah dari cadangan vaskuler abdomen kejantung. (Guyton, 2002)
b. Apakah hasil praktikum saudara sesuai dengan teori?
-ya, hasil praktikum kami sesuai dengan teori.
8. Apakah ada perbedaan antara atlet dan non-atlet dalam hal pemulihan enyut nadi dan
tekanan darah post exercise (setelah latihan)? Jelaskan!
-Pemulihan denyut nadi pada atlet setelah melakukan aktivitas fisik lebih cepat bila
dibandingkan dengan non-atlet. Latihan teratur yang dilakukan oleh atlet
menyebabkan adaptasi otot jantung sehingga jantung menjadi lebih tebal dan kuat.
Jantung yang kuat membuat kerja jantung lebih efisien dan denyut nadi menjadi lebih
stabil. Seorang atlet yang terbiasa melakukan latihan fisik membuat presso
refleksnya juga terlatih sehingga denyut jantung dan tekanan darahnya meningkat

secara teratur pula. Pemulihannya pun relatif lebih cepat. Seorang non-atlet yang
tidak terbiasa melakukan latihan fisik sehingga presso refleksnya kurang terlatih
sehingga denyut jantung serta tekanan darahnya tidak teratur. Pemulihan denyut
nadinya pun lebih lama daripada pemulihan denyut nadi pada atlet.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ronny, dr, Mkes. Setiawan. Sari, Fatimah. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: EGC. 2010.
p26-35.
2. Sherwood, Lauralee. Pembuluh darah dan tekanan darah. In: Fisiologi manusia dari sel
ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.2001. p297-334.
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.2002.
p172-174.
4. Ganong W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 20. Jakarta: EGC.2002. p615-619.
5. Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009. Circulation. Bethesda: MD USA.
6. Jarvis C. Physical Examination and Health Assessment. 3rd ed. Philadelphia: WB
Saunders. 2000. p192.
7. Ganong WF. Review of medical physiology Ed 21. United States : The McGraw-Hill
Companies Inc; 2003
8. Michael, dkk. 2006. Kecepatan Denyut Nadi Siswa SMA Kelas X. Mahatma Gading
School
9. Mohrman D, Jane H. Cardiovascular physiology. Sixth edition. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc; 2006. p.185-203
10. Guyton AC, MD, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier. 2007.
11. Krisnawati, et al.2011. Efek Cairan Rehidrasi terhadap Denyut Nadi, Tekanan Darahdan
Lama Periode Pemulihan.Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia 1.

Das könnte Ihnen auch gefallen