Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
KIMIA PANGAN II
Hasil Ekstraksi Antosianin Yang Digunakan Sebagai Biosensor
Terhadap Kebusukan Daging Ayam
Disusun oleh:
Farah Hana Fadilah
A1M013026
A1M013027
Mochammad Hadi
A1M013028
Ayunda Nurcandra
A1M013029
A1M013030
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antosianin merupakan zat pewarna alami yang terdapat dalam tumbuhan.
Senyawa ini menyumbangkan warna merah, biru, violet dan biasa ditemukan ada
bunga, buah dan sayur. Selain sebagai pemberi warna, antosianin juga dapat
berfungsi sebagai biosensor PH. Biosensor PH ini merupakan salah satu cara
mendeteksi kebusukan dari suatu bahan. Sumber antosianin antara lain ubi jalarr
yang memiliki banyak varietas. Salah satu jenis ubi jalar adalah jenis
Ayamurasaki. Merupakan salah satu jenis ubi jalar yang semua bagian umbinya
berwarna ungu dan pertama kali dikembangkan di Jepang. Varietas introduksi
tersebut mempunyai banyak kelebihan dibandingkan baik dari aspek produktivitas
(varietas introduksi 20-25 ton/ha, sedang varietas lokal 15-20 ton/ha), maupun
warna ungunya yang lebih pekat dan merata keseluruh bagian umbinya mulai dari
kulit sampai dagingnya. Dengan demikian ubi jalar Ayamurasaki sangat potensial
untuk dijadikan bahan baku antosianin.
Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang banyak
dikonsumsi oleh manusia. Daging ayam mengandung kadar protein, lemak dan air
yang tinggi sehingga sangat rentan terkena kontaminasi mikroba. Daging ayam
yang terkena kontaminasi biasanya warna permukaan kulit berubah dan timbul
lendir pada bagian daging. Sehingga saat dikonsumsi dapat menimbulkan
keracunan pada manusia. Untuk itu diperlukan alat pendeteksi alami yang dapat
mendeteksi kebusukan dari daging ayam.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai pemanfaatan ubi jalar sebagai
pendeteksi kebusukan dari daging ayam.
mengetahui proporsi ubi jalar yang tepat, sehingga dihasilkan biosensor pH yang
dapat mendeteksi kebusukan fillet daging ayam. Antosianin dapat digunakan
sebagai indikator pH alami. Pada media asam akan berwarna merah dan pada
media basa akan berwarna biru hingga kuning.
B. Tujuan
Mengetahui proporsi ubi jalar yang tepat untuk biosensor PH sebagai
pendeteksi kebusukan dari fillet daging ayam
BAB I
Antosianin Sebagai Biosensor Kebusukkan Daging Ayam
Protein merupakan salah satu mikronutrien yang memiliki peranan yang
sangat penting dalam tubuh manusia misalnya sebagai pengatur suhu tubuh dan
mempercepat reaksi biologis dalam tubuh. Oleh karenanya, asumsi protein
keseharian dalam tubuh perlu diperhatikan. Asupan protein ini dibedakan menjadi
protein nabati ( yang berasal dari tumbuhan ) dan protein hewani ( yang berasal
dari hewan ). Salah satu sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh
manusia adalah daging ayam.
Setiap 100 gram daging ayam mengandung 74% air, 22% protein, dan dari
4% sisanya, terkandung 13 mg Kalsium, 190 mg Fosfor, dan 1,5 mg Zat Besi.
Daging ayam pun kaya vitamin A. Selain itu, daging ayam mengandung vitamin C
dan E. Kadar lemaknya rendah dan itupun termasuk asam lemak tidak jenuh.
Namun, tingginya kandungan nutrisi pada daging ayam inilah yang
menyebakan daging ayam mudah terkontaminasi oleh mikroba seperti
Campylobacter sp. sehingga daging ayam menjadi busuk. Banyak terjadi kasus
keracunan daging ayam yang terjadi akibat kontaminasi Campylobacter sp. yang
juga dikenal sebagai mikroba penyebab diare (Mateo, 2005) . Oleh karena itu
dibutuhkan adanya pendeteksi di dalam menentukan kelayakan konsumsi daging
ayam.
Salah satu cara untuk mendeteksi kebusukan daging ayam adalah dengan
memanfaatkan antosianin yang pada penelitian ini berasal dari ekstrak stroberi
dan klorofil dari daun suji sebagai biosensor pH. Dengan mengetahui proporsi
ekstrak stroberi dan daun suji yang tepat, diharapkan dapat menjadi biosensor pH
yang dapat mendeteksi kebusukan fillet daging ayam.
Analisis yang dilakukan dibagi menjadi 2, yaitu analisis yang dilakukan
pada biosensor pH dan analisis yang dilakukan pada setiap pengamatan. Analisis
yang dilakukan pada biosensor pH meliputi :
1. Analisis Warna
bergantung pada proporsi ekstrak daun suji dan stroberi. Analisis perubahan warna
ini didasarkan pada :
1. Analisis pH
Daging ayam yang sudah tidak layak konsumsi biasanya memiliki pH
diatas 6.7, oleh karenanya pH bisa dijadikan tolok ukur tingkat kerusakan
dagin ayam. Tingkat kerusakan ayam bisa dilihat dari senyawa basa volatile
yang terjadi akibat adanya dekomposisi protein sehingga ketika berinteraksi
dengan biosensor pH akan menghasilkan perubahan warna. Nilai perubahan
warna biosensor meningkat seiring dengan meningkatnya pH fillet daging
ayam.
2. Analisis TVBN (Total Volatile Basic Nitrogen)
TVBN merupakan komponen gabungan dari beberapa komponen
volatile amin seperti trimetilamin (TMA), ammonia (NH3) dan dimetilamin
(DMA). Dengan banyaknya TVBN yang dihasilkan, maka pH fillet daging
ayam akan semakin tinggi karena TVBN itu sendiri bersifat basa. Oleh karena
itu, Grafik yang menunjukkan hubungan perubahan warna dengan perubahan
kadar TVBN daging ayam dengan nilai korelasi 0.9224 menujukan hubungan
yang erat dan menunjukkan korelasi yang linear.
3. Analisis TPC (Total Plate Count)
Kandungan mikroba pada daging ayam juga merupakan salah satu
indikator tingkat kerusakan pada daging. Pada umunya, mikroba yang tumbuh
pada daging ayam bersifat psikrofilik dan mampu menguraikan komponen
gizi menjadi senyawa yang berbau busuk. Semakin banyak jumlah mikroba
psikrofilik, maka nilai TBVN yang dihasilkan akan semakin besar. Oleha
karena itu, dapat kita lihat pada Gambar 9 yang menunjukkan koefisien
kolerasi antara perubahan warna dan nilai TPC masing masing biosensor
menujukkan hubungan yang erat. Dimana meningkatnya nilai TPC daging
ayam maka perubahan warna yang terjadi pada biosensor juga akan semakin
meningkat.
BAB II
Ekstraksi Antosianin Dari Ubi Jalar
BAB III
Hasil Ekstraksi Antosianin Yang Digunakan Sebagai Biosensor
Terhadap Kebusukan Daging Ayam
untuk menentukan kombinasi suhu, pH, dan waktu yang tepat untuk estraksi
antosianin dari bahan pangan tertentu.
Dalam percobaan antosianin sebagai biosensor kebusukkan daging ayam
antosianin yang digunakan dari dua bahan yakni dari strawberry dan daun suji.
Dalam penggunaannya dalam percobaan ini ekstrak antosianin dari dua sumber
tersebut dilakukan kombinasi konsentrasi keduanya dalam campuran antosianin
ekstrak strawberry dan ekstrak daun suji. Beberapa konsentrasi sumber antosianin
diaplikasikan pada daging ayam dan diamati perubahan warnanya pada 12 hari
pengamatan. Proporsi ekstrak stroberi dan daun suji berpengaruh terhadap
perubahan warna dari biosensor pH pada tiap hari pengamatan ditunjukkan pada
tabel 4.
Perubahan warna biosensor berubah dari hari ke hari hal ini disebabkan
karena meningkatnya pH pada daging ayam akibat adanya komponen basa-basa
volatil yang dihasilkan. Secara visual, pada hari ke-12 biosensor pH dengan
proporsi 25%:5% akan tampak berwarna hijau kekuningan. Perubahan warna ini
disebabkan karena terjadi reaksi hidrasi dari kation flavilium dan reaksi transfer
proton pada grup hidroksil asam menjadi senyawa basa quinoidal yang berwarna
biru, serta degradasi warna dari klorofil membentuk senyawa klorofilin yang
berwarna hijau terang. Pada pH basa, antosianin akan berwarna biru yang akan
berasosiasi dengan warna hijau dari klorofil dan menghasilkan warna akhir
kuning. Sedangkan pada biosensor pH dengan proporsi 10%:20% dan 15%:15%,
akan tampak berwarna hijau terang. Pada proporsi 20%:10%, biosensor pH
berwarna sedikit kekuningan.
Perubahan warna pada antosianin dikarenakan perubahan pada pH daging
ayam. pH pada percobaan ini digunakan sebagai tolak ukur tingkat kerusakan
daging ayam terkait adanya kemasan pintar. Daging ayam yang sudah tidak layak
konsumsi memiliki nilai pH > 6.7.
Perubahan pH salah satunya terjadi karena penambahan kadar TVBN
(total volatile basic nitrogen) pada daging ayam seiring berjalannya waktu.
Semakin tinggi kadar TVBN yang terdapat pada daging ayam maka akan semakin
tinggi pH daging ayam yang menyebabkan perubahan warna yang terjadi pada
biosensor juga semakin tinggi. Peningkatan nilai TVBN disebabkan karena terjadi
dekarboksilasi enzimatis dari asam amino yang berkaitan dengan aktivitas enzim
yang dihasilkan mikroba, pada kasus daging ayam yakni bakteri psikofilik.
Dekarboksilasi asam amino oleh mikroba akan menghasilkan senyawa-senyawa
volatil amin seperti trimetilamin (TMA), dimetilamin (DMA) dan amonia (NH3).
Sehingga dapat dikatakan semakin lama ayam disimpan maka semakin banyak
pula TVN yang terbentuk. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai TVBN
berbanding lurus dengan TPC pada daging ayam.
Untuk mengetahui kesegaran dagng ayam kita dapat melihat dari TPC
yakni analisis jumlah mikroba. Semakin lama penyimpanan maka akan semakin
banyak total mikroba pada daging ayam. Sehingga jumlah TPC berkolerasi
dengan perubahan warna pada biosensor. Hal ini dikarenakan semakin tinngi
jumlah mikroba maka akan semakin tinggi pula jumlah TVBN pada daging ayam.
TVBN sangat mempengaru pH daging ayam, peningkatan pH dapat digunakan
sebagai indikasi kebusukkan pada daging ayam dengan biosensor yang warnanya
akan berubah sesuai pH lingkungannya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antosianin merupakan pigmen yang dapat di ekstrak secara maksimal dari
ubi jalar dengan metode subcritical water pada suhu 112 oC, waktu 20 menit, dan
pH 2. Antosianin dapat digunakan gebagai biosensor kebusakan daging ayam
dengaan ditandai perubahan warna dari hari ke hari akibat meningkatnya pH.
B. Saran
Dari hasil penelitian, antosianin dapat dimanfaatkan sebagai biosensor
kebusukan daging ayam karena mudah di ekstrak dari berbagai bahan seperti ubi
jalar maupun strawberry.
Daftar Pustaka
Chan,S.W., C.Y.Lee, C.F.Yap, W.M.Wan Aida, and C.W.Ho, 2009. Optimisation
of Extraction Condition for Phenolic Compounds from Limau Purut
(Citrus hystrix) Peels. International Food Research Journal 16: 203-213
Stanciu,Gabriela, Simona Lupsor, Constanta Sava and Sabina Zagan, 2010.
Spectrophotometric study on stability of anthocyanins extracts from black
grapes skins. Ovidius University Annals of Chemistry Volume 21, Number
1, pp. 101-104.