Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk,
salah satu indikasi keberhasilan tercapainya program Indonesia sehat tahun 2010 adalah
menurunnya angka kesakitan dan menambah usia harapan hidup manusia (Depkes RI,89).
Dalam upaya pembangunan yang sedang dilaksanakan selama ini, pada dasarnya
mempercepat tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat, dimana kesehatan merupakan
salah satu komponen penting kesejahteraan lainnya. Dan kesehatan merupakan salah satu segi
dari kualitas hidup yang tercermin pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang
sesungguhnya merupakan tujuan dan sarana pokok pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya. Dalam hal ini pelayanan kesehatan sendiri menjadi tanggung jawab untuk sektor
diluar kesehatan yang berperan dalam menciptakan lingkungan dan perilaku masyarakat yang
lebih menguntungkan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas salah satu faktor yang menghambat tercapainya
derajat kesehatan yang optimal adalah penyakit gangguan sistem perkemihan, dalam hal ini
salah satunya adalah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis
yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. Gagal ginjal tahap akhir adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan
kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik,
sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat
dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada
2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya
diestimasi lebih dari 650 ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan
mengalami GGK (gagal ginjal kronis) fase awal (Djoko, 2008).
Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996, ada 167 ribu
penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi peningkatan
menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan berkat kepedulian
pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan GGK di Jepang bisa
bertahan hingga bertahun-tahun.Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan hingga
umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGK pun bisa ditekan menjadi 10 per
1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang
mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di indonesia GGK menjadi penyumbang terbesar untuk kematian, sehingga penyakit
GGK pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari US NCHS 2007 menunjukkan,
penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar sebagai penyebab kematian terbanyak.
Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi pasien ginjal, terutama GGK, adalah terbatasnya
dokter spesialis ginjal. Sampai saat ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia tak lebih dari 80 orang.
Itu pun sebagian besar hanya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fakultas
kedokteran.Maka, tidaklah mengherankan jika dalam pengobatan kerap faktor penyulit GGK
terabaikan. Rahardjo (1996) mengatakan bahwa jumlah penderita CRF atau gagal ginjal
kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Saat ini
belum
ada
penelitian
epidemiologi
tentang prevalensi
penyakit
ginjal
kronik
di
Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan
prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta penduduk dan 200250/ 1 juta penduduk.
Penatalaksanaan yang tidak baik pada klien dengan gagal ginjal kronik akan
mengarah pada komplikasi pada sistem tubuh lain yaitu gagal jantung, hipertensi, anemia,
ulserasi lambung, asidosis metabolik, gangguan pernapasan sampai akhirnya menyebabkan
kematian. Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional mempunyaikesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual. Dengan melihat permasalahan diatas,penulis
tertarik untuk mengangkat kasus tersebut sebagai judul makalah yaitu Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik.
B.
Tujuan penulisan
1.
Tujuan umum
Makalah ini dibuat agar mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan
Tujuan khusus
a.
b.
Mampu
memprioritaskan
masalah
dan
menegakkan
diagnosa
dengan GGK
d.
C.
Metode Penulisan
Dalam
penulisan
makalah ini
penulis
melakukan
studi
kepustakaan
yang
menggambarkan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, dan
menggunakan beberapa sumber buku keperawatan sebagai referensi serta menggunakan
media internet.
D.
Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 BAB, untuk memudahkan proses membaca dan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol
2 hal 1448).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan funsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan ringan, sedang, berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan
ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat
gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi
dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialysis atau transplantasi).
(Kapita Selekta, Jilid 1 Edisi Ketiga).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap,
yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal
tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik
uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan
PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat,
Guanidin, midlle molecule dan sebagainya. Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi,
dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti
pada tabel 1.1 berikut:
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju fil
yaitu stadium yang lebig tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Kl
membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fu
masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3
dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat f
stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada table 1.2 berikut :
Tabel 1.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium
LFG (mL/menit/1.73 m2 )
Deskripsi
Resiko meningkat
60-89
30-59
15-29
Gagal ginjal
(Sumber
Tugas
mempengaruhi
yang
diemban
(berpengaruh)
ginjal
sangat
terhadap
banyak,
organ-organ
kompleks
tubuh
dan
lainnya.
saling
Bila
b. Membuang kelebihan air dan produk akhir dari hasil metabolisme protein
seperti: ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat.
c. Menjalankan fungsi endokrin yaitu fungsi ginjal sebagai organ pembentuk
(sekresi) berbagai substansi dan hormon diantaranya: erythropoietin (suatu
hormon yang mengatur pembentukan sel darah merah); renin (suatu hormon
yang menjadi bagian dari Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron atau ReninAngiotensi-Aldosterone system = RAAS yang mengatur tekanan darah dan
keseimbangan cairan); bentuk aktif Vitamin D (Kalsitriol) yang mengatur
penyerapan kalsium dari makanan untuk pembentukan tulang dan metabolisme
tubuh lainnya; serta prostaglandin (suatu hormon yang mempunyai banyak
peran antara lain untuk: pengaturan pengerutan dan pelebaran pembuluh darah,
pembekuan darah, pengaturan pergerakan kalsium, pengaturan pertumbuhan
sel, pengaturan rasa sakit, menurunkan tekanan bola mata, dll).
Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis yaitu diabetes mellitus, glomeronefritis,
agen toksi. Lingkungan dan agen berbahaya yang mempengaruhi gagl ginjal kronis
mencakup timah kadar natrium, merkuri dan kromium. Dari data yang sampai saat ini
dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008
didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagi berikut glomerulonefritis (25%), diabetes
mellitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). (Roesli, 2008)
a.
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbsgsi penyakit ginjal
yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopalogi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik
(LES), myeloma multiple, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran
klinik glomerulonefrits mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urine rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medic yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialysis
(Sukandar, 2006)
b.
Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo
10
c.
Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini
dapat ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks
maupun di medulla. Selain oleh karena kelainan genetic, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjalpolkistik
merupakan kelainan genetic yang paling sering didapatkan. Nama lain yanh
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic
kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia
diatas 30 tahun.ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayidan anak
kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).
Adapun
penyebab
lain
dari
gagal
ginjal
kronis
antara
lain
a.
b.
c.
d.
sitemik)
e.
tubulus ginjal)
3.
f.
g.
Nefropati toksik
h.
Patofisiologi
11
Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal
(penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron
yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan
kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri.
Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
ginjal.
b.
Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam
darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat
insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR,
sehingga perlu pengobatan medis.
c.
Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d.
Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam
jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau
penggantian ginjal. (Corwin, 1994)
12
13
metabolik
terjadi
karena
ginjal
tidak
mampu
Kegagalan
pembentukan
bikarbonat
memperberat
14
Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
kehilangan
sel
darah
merah
karena
ulserasi
h.
Ureum kreatinin
Urea
yang
merupakan
hasil
metabolik
protein
meningkat
(terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal
sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan
15
intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada
gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang
diproduksi tubuh.
4.
Pathways
16
GRF Menurun
GGK
Retensi Urine
Sekresi Protein
terganggu
CES
Meningkat
Tekanan Kapiler
Meningkat
Sindrom Uremik
Volume Interstisial
Meningkat
Sekresi Eritroprotein
menurun
Produksi HB
turun
Suply O2 ke
Jaringan
Menurun
Edema
Hiperphospatemia
Pruritus
Produksi Asam
Meningkat
5.
Gangguan
Ferfusi
Jaringan
Urokrom
Tertimbun di
Kulit
Perubahan
Warna
Asidosis Metabolik
Perjalanan Klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
17
a. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % 75 %). Tahap
inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini
penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium
faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama
atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
b. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan
konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam
hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat - obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal.
Bila langkah - langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalam diit pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih
besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia
pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % 25 % . faal ginjal jelas
sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah
akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
c. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah
jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas
sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala - gejala yang timbul antara lain
18
mual, muntah, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang - kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok
sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan
biokimia dan gejala - gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti
akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
6.
Manifestasi Klinik
a.
Pruritus, Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar.
c.
kussmaul.
d. Gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah, cegukan, Nafas berbau ammonia,
Ulserasi dan perdarahan mulut, Konstipasi dan diare, Perdarahan saluran
cerna.
19
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi
(Hb,
trombosit,
Ht,
Leukosit),
protein,
antibody
20
Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala, meminimalkan
21
Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
22
Terapi simtomatik
1)
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan
Keluhan Gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
23
4)
Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
5)
Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7)
yang
diberikan
tergantung
dari
kelainan
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1)
Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat (Sukandar, 2006).
24
ini
sudah
populer Continuous
Ambulatory
perdarahan
bila
dilakukan
hemodialisis,
kesulitan
Transplantasi ginjal
Transplantasi
ginjal
merupakan
terapi
pengganti
ginjal
c)
d)
25
e)
9.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
B.
a.
Hiperkalemia
b.
Perikarditis
c.
Hipertensi
d.
Anemia
e.
Pengkajian
a.
b.
c.
Integritas Ego : Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan,
Menolak, cemas, takut, marah, irritable.
d.
e.
f.
Gangguan
status
mental,
penurunan
lapang
perhatian,
26
g.
h.
i.
j.
k.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Cemas
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang
penyakitnya.
e.
Implementasi Keperawatan
Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan
tindakan
dari
perencanaan
untuk
memenuhi
kebutuhan
fisik
dan
27
emosional.Pendekatan
tindakan
keperawatan
meliputi
tindakan
independen,
Independen (mandiri)
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga
kesehatan lain.
b.
Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana
Interdependen
Interdependen merupakan tindakan keperawatan yang menjelaskan
28
4.
Intervensi
5.
6.
N
7. DIAGNOSA
KEPERAWAT
8. TUJUAN
11.
AN
12. Resiko tinggi
Gangguan
Mempertahankan
pemenuhan
pemenuhan
nutrisi kurang
kebutuhan.
14.
Kriteria :
15.
- Klien
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
Gangguan
metabolisme
protein.
13.
9. RENCANA TINDAKAN
Tujuan:
10. RASIONAL
status
sesuai
nutrisi
dan
kebiasaan
makan.
29.
30.
dapat
diberikan
tindakan
dan
29
25.
26.
27.
34.
9.Anjurkan
klien
menghentikan merokok.
10. Kolaborasi: konsul dengan dokter
mulut.
untuk pemberikan obat sesuai10. CaCo3 untuk
dengan indikasi; CaCo3 Nabic dan
Anti emetik.
11. Kolaborasi: konsul dengan ahli
gizi untuk pemberian diet tinggi
kalori,
rendah
protein,
mengoreksi
hiperkalemia.
Nabic
muntah.
rendah11. Tinggi
Kalori
garam (TKRPRG).
dapat
diperlukan
untuk
disesuaikan
dengan
fungsi
mempercepat
tekanan
darah
dan
penurunan
mencegah
komplikasi.
39.
2
40. Kelebihan
41.
38.
Mempertahankan berat 1. Kaji status cairan : Timbang berat1. Pengkajian merupakan dasar dan data
volume cairan
badan
berhubungan
cairan
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
dengan
penurunan
haluaran
urine,
diet
berlebih,
dan
retensi cairan
dan natrium
harian,
keseimbangan
dan
mengevaluasi
30
dan intravena
pasien
keluarga
rasional
berhubungan
ditoleransi
ketidakseimbangan
terhadap
dan
anemia,
cairan
dan
tingkat keletihan.
62.
63.
anemia,
aktivitas
retensi produk
dapat
dan
dialisis
ditoleransi
istirahat.
66. Cemas
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
perawatan
;
diri
yang
bantu
Anjurkan
keletihan terjadi.
61.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil
prosedur
kepatuhan
keletihan,
65.
pasien
cairan
sampah
Kenyamanan
pembatasan diet
aktivitas
dengan
56.
menghadapi
dalam
pembatasan cairan.
meningkatkan
pembatasan
59. Intoleransi
keluarga
58.
dan
untuk
setelah
dialisis,
yang
bagi
banyak
64.
beristirahat setelah dialisis
77. 1. Kaji tingkat kecemasan
1. Untuk menentukan tingkat kecemasan
yang dialami oleh pasien.
78. 2. Beri kesempatan pada
pasien
untuk
bisa
mengungkapkan
2. memberikan intervensi yang cepat dan
rasa cemasnya.
79. 3.
Lakukan
tepat.
pendekatan
3. Dapat
meringankan
beban
pikiran
31
tentang
70.
- Ekspresi
penyakitnya.
wajah rileks.
71.
- RR : 12 24
X / menit.
72.
- N : 60 - 100
X / menit
73.
74.
75.
76.
92.
5
93. Kurangnya
pengetahuan
pasien.
86.
meyakinkan
dan
hindari
87.
pemberian
informasi
atau 88.
89.
instruksi yang bertele-tele dan
4. Penjelasan
yang
sederhana
dan
terus menerus.
singkat tentang tujuan intervensi dan
80. 4. Berikan penjelasan yang
pemeriksaan diagnostik serta anjurkan
sederhana dan singkat tentang
kepada klien untuk ikut serta dalam
tujuan
intervensi
dan
tindakan
keperawatan
dapat
pemeriksaan diagnostik serta
mengurangi beban pikiran pasien.
anjurkan kepada klien untuk ikut
5. Agar terbina rasa saling percaya antar
serta
dalam
tindakan
perawat-pasien
sehingga
pasien
keperawatan.
kooperatif
dalam
tindakan
81. 5.
Berikan keyakinan
keperawatan. Sikap positif dari tim
pada pasien bahwa perawat,
kesehatan
akan
membantu
dokter, dan tim kesehatan lain
menurunkan
kecemasan
yang
selalu
berusaha
memberikan
dirasakan pasien.
pertolongan yang terbaik dan
6. Pasien akan merasa lebih tenang bila
seoptimal mungkin.
ada anggota keluarga yang menunggu.
82.
90.
83. 6.
Berikan
kesempatan
7. Lingkungan yang tenang dan nyaman
pada
keluarga
untuk
dapat membantu mengurangi rasa
mendampingi
pasien
secara
cemas pasien.
bergantian.
91.
84. 7.
Ciptakan lingkungan
Klien
108.
94.
Tujuan
32
tentang
jelas
proses
penyakitnya.
95.
Kriteria Hasil :
96.
- Klien
mengetahui
penyakit, diet,
perawatan,
dan
pengobatan
yang
berhubungan
dan
benar
tentang
dan
pengobatannya
menjelaskan
dengan
ditanya.
97.
- Klien
kurangnya
melakukan
informasi.
sendiri
dan
kembali
dapat
bila
diet,
perawatan
dan
diri
berdasarkan
bahasa
dan
kata-kata
yang
mudah dimengerti.
105. 4. Jelasakan prosedur yang
akan di lakukan, manfaatnya bagi
pasien
dan
libatkan
pengetahuan
pasien/keluarga.
109. 2.
Agar
memberikan
yang
diketahui
perawat
penjelasan
dapat
dengan
sehingga
tidak
menimbulkan
kesalahpahaman.
111.
pasien
4. Dengan penjelasdan yang ada dan ikut
didalamnya.
106.
107. 5. Gunakan gambar-gambar
memberikan
diberikan.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
33
120.
121.
34
122.
5.
Evaluasi
123.
124.
a.
127.
b.
130.
35
145.
146.
BAB III
PENUTUP
147.
A. Kesimpulan
148.
149.
1.
152.
B.
Saran
153.
1. Penderita GGK dengan laju filtrasi glomerulus sekitar 50 ml/menit harus mewaspadai
36
34
155.
156.
190.
157.
158.
159.
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
189.
DAFTAR PUSTAKA
37
191.
192.
1.
2.
3.
4.
Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
196.
5.
Suharyanto Toto dan Abdul Madjid.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta. TIM.
197.
6.