Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 B
- FARMASI SORE
1. INGGAR DEO
(1343050034)
2. NABILA FAUZIAH
(1343050130)
3. DWI ANTARINI
(1343050)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem
pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari
berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh. Sistem
imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen
penginvasi
dan
untuk
menghilangkan
penyakit.
Sistem
imun
BAB II
PEMBAHASAN
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang
disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan
kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah
dibuktikan pada percobaan binatang. Bila promotor ditambahkan pada sel
terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor
adalah zat proliferatif.
mengenali dan
respon imun
b. Eliminasi Tahap 2
Pada fase kedua eliminasi,
menyebabkan
kematian
tumor
jumlah
terbatas)
serta
d. Eliminasi: Tahap 4
Pada tahap akhir eliminasi, sel-sel spesialisasi tumor : CD4 + dan
CD8 + sel T datang ke situs tumor dan sitolitik T limfosit kemudian
menghancurkan sel tumor yang tetap di situs ini.
2. Keseimbangan dan Escape (pelarian)
Varian-varian sel tumor yang selamat dari fase eliminasi memasuki
fase keseimbangan. Pada tahap ini, limfosit dan IFN-gamma mengerahkan
tekanan seleksi pada sel tumor yang secara genetik tidak stabil dan cepat
bermutasi. varian sel tumor yang telah memperoleh resistensi untuk
eliminasi kemudian memasuki fase melarikan diri. Pada tahap ini, sel
tumor terus tumbuh dan berkembang secara tidak terkontrol dan akhirnya
dapat menyebabkan keganasan.
Antigen tumor, dapat merupakan protein hasil mutasi gen dari proses
keganasan. Antigen ini kadangkala merupakan protein yang normal
terdapat dalam tubuh namun diekspresikan berlebihan. Antigen ini dapat
pula berupa protein yang hanya dilepaskan pada keadaan atau stadium
tertentu pada pertumbuhan tumor sehingga baru menimbulkan respon imun
pada waktu tertentu. Antigen tumor dapat pula sebagai hasil dari infeksi
virus apabila tumor tersebut merupakan akibat dari infeksi virus onkogenik,
misalnya pada kanker leher rahim yang disebabkan oleh virus papilloma
manusia (Human Papilloma Virus, HPV).
tumor yang menghalang dari pembahagian sel, suicide gene yang kontrol
apoptosis
dan
gen
DNA-perbaikan
menginstruksikan
sel
untuk
memperbaiki DNA yang rusak. Maka, kanker merupakan hasil dari mutasi
DNA onkogen
dan
gen
penekan
tumor
sehingga
menyebabkan
ini
tidak
hanya
membutuhkan
perantara
kompleks
CD4+). Adanya aktivasi kedua kelas MHC ini merupakan salah satu dasar
tujuan keberhasilan vaksinasi terhadap penderita kanker leher rahim yang
positif terinfeksi HPV tipe 16 (HPV16). Dalam penelitian ini, vaksin yang
diberikan terbukti sangat imunogenik sehingga mampu meningkatkan
proliferasi baik sel T CD8+ maupun sel T CD4+, sebagai sel-sel efektor
antitumor leher rahim. Dengan meningkatkan proliferasi dan responsivitas
sel T, maka diharapkan respon imun terhadap sel-sel tumor dapat
ditingkatkan.
Meskipun demikian, respon imun seringkali gagal mengenali sel-sel
tumor sebagai sel yang harus dieradikasi. Hal ini disebabkan sel-sel tumor
tersebut memiliki mekanisme untuk menurunkan efektivitas pertahanan selsel kekebalan tubuh. Terdapat 4 mekanisme campur tangan sel tumor dalam
menurunkan efektivitas pertahanan tubuh ini. Pertama, sel-sel tumor ini
bersifat imunogen yang lemah, sehingga tidak cukup memicu respons imun
tubuh untuk menghancurkannya. Beberapa tumor dapat juga membuat
variasi antigen untuk diekspresikan apabila terdapat suatu antigen tumor
yang berhasil memicu respons imun. Hal ini disebut sebagai antigen loss
variants. Pada mekanisme ketiga, sel-sel tumor tidak mengekspresikan
molekul MHC kelas I sehingga tidak mampu mempresentasikan antigen sel
tumor kepada sel T CD8+. Dengan demikian, maka sel T CD8+ tidak
dan
menyediakan
untuk
tumorigenesis.
2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan
faktor transkripsi NF-B yang mengatur imunoregulator sitokin pada
perkembangan kanker tiroid. Protein RET-PTC meningkatkan produksi
granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan
monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), selanjutnya membuat
lingkungan mikro pro-inflamasi.
3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan monosodium
urat adalah substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa
memberikan sinyal berbahaya pada sistem imun.
4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu
membangkitkan respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya.
utama
sistem
imun
terhadap
tumor
adalah
untuk
antibodi
dihasilkan
melawan
sel
tumor
yang
tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal
sel dendritik) (Gambar).
2. Sel dendritik
Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen
tumor, memproses, dan mempresentasikannya kepada sel T untuk
menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC memegang pearanan
penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan respons antitumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional
mengalami kerusakan.
Gambar 3. Cara kerja dendritic cells (DC) dalam merespon antigen tumor.
DC akan menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan
menginduksi aktivasi CTL dan Th.
3. Sel NK
Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan
mekanisme efektor yang sangat penting dalam melawan tumor. Sel NK
adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel
target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik dari makrofag,
granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada
MHC.
Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun
spesifik terhadap tumor, dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan
antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh
limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan mekanisme
yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak
mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar.
Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor
tertentu, khususnya tumor hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat
melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor
yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL, menjadi
sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang
dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau
CD16) untuk molekul IgG.
Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor
NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D
sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang menyebabkan sel
tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini membuktikan
bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus
melibatkan MHC.
yang memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi
sitokin oleh iNKT dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan
TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT dianggap merupakan sel poten dalam
respons imun terhadap kanker dan immune surveilance.
Suatu penelitian pada mencit membuktikan bahwa sel iNKT dapat
mengendalikan
pertumbuhan
tumor
dengan
cara
membatasi
atau
sitokin
dihasilkannya
yang
sitokin
menarik
dan
faktor
makrofaga
pertumbuhan
yang
menyebabkan
yang
memelihara
yang
menghalangi
metastasis
dan
selanjutnya
membantu
aktivasi
sel T. Stereoisomer
dari
1-metil-triptofan
menghambat IDO, dan jika diberikan pada tikus yang ditranspant tumor,
mereka mengembalikan imunitas dan dengan demikian memungkinkan
imunitas anti-tumor. Stereoisomer tersebut bisa memiliki peran dalam
pengobatan kanker.
BAB III
KESIMPULAN
1.
pengendalian
dan
mekanisme
normalnya,
sehingga
mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali (Rosai J, 2004).
3.
1957 oleh Burnet dan Thomas, yang menyatakan bahwa limfosit bertindak
(secara terus menerus) sebagai penjaga yang bisa
mengenali dan
5.
Respon
utama
sistem imun
terhadap
tumor
adalah
untuk
LM,
Cancer
Immunotherapy
The
Endgame
Begins
[nejmp0803663
Kresno SB, 2011, Ilmu Onkologi Dasar, BP FKUI, Jakarta
Dranoff G. Cytokines in cancer pathogenesis and cancer therapy. Nat Rev
Cancer. 2004 Jan;4(1):11-22
https://dewdamayanti.wordpress.com/2010/09/01/kekebalan-tubuhterhadap-kanker/
Annonim, 2010