Sie sind auf Seite 1von 28

MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI

RESPON SISTEM IMUN TERHADAP


TUMOR ATAU KANKER

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 B

- FARMASI SORE

1. INGGAR DEO

(1343050034)

2. NABILA FAUZIAH

(1343050130)

3. DWI ANTARINI

(1343050)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem
pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari
berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh. Sistem
imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen
penginvasi

dan

untuk

menghilangkan

penyakit.

Sistem

imun

diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immunity system)


atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif
(adaptive immunity system) atau respon/sistem spesifik, bergantung pada
derajat selektivitas mekanisme pertahanan. Sistem imun terbagi menjadi
dua cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi
dapat ditemukan pada humor dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya
berkaitan dengan sel.
Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan
respons organisme terhadap penolakan antigenic, pengenalan diri sendiri
dan bukan dirinya, serta semua efek biologis, serologis dan kimia fisika
fenomena imun.

Dalam menghadapi serangan benda asing yang dapat menimbulkan


infeksi atau kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan
untuk melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai
mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang
mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada
antigen yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan
mekanisme imunitas yang didapat yang hanya diekspresikan dan
dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang terakhir ini,
dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara aktif dan
didapat secara pasif.
1.2 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mengetahui dan mengidentifikasi definisi imunologi


Dapat menjelaskan mekanisme sistem pertahanan tubuh
Mampu menyebutkan organ penyusun sistem imun
Mengetahui tentang antigen dan antibodi
Mampu menjelaskan respon kekebalan tubuh

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Imunologi Kanker


Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua
aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi kanker
adalah studi tentang interaksi antara sistem kekebalan tubuh dengan sel-sel
kanker (juga disebut tumor atau keganasan). Ini juga merupakan bidang
penelitian yang bertujuan untuk menemukan immunoterapi inovatif guna
mengobati kanker dan menghambat perkembangan penyakit ini.
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian
dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat dan tidak terkendali (Rosai J, 2004).
Transformasi sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu
proses rumit yang terdiri dari (Kartawiguna E, 2001) :
a) Fase inisiasi
Yaitu fase dimana berubahnya sel normal tubuh menjadi sel yang peka.
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini
disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen.
b) Fase promosi.

Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang
disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan
kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah
dibuktikan pada percobaan binatang. Bila promotor ditambahkan pada sel
terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor
adalah zat proliferatif.

Promosi adalah proses yang menyebabkan sel

terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain


(promotor).
c)Fase progresi.
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel
preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi
stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Terjadi ekspansi populasi
sel-sel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif
terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel.
II.2 Immunosurveilan
Immunosurveilan kanker adalah teori yang dirumuskan pada tahun
1957 oleh Burnet dan Thomas, yang menyatakan bahwa limfosit bertindak
(secara terus menerus) sebagai penjaga yang bisa

mengenali dan

menghilangkan sel-sel yang berubah. Immunosurveilan kanker tampaknya


menjadi tuan rumah perlindungan dalam proses penting yang menghambat

karsinogenesis dan mempertahankan homeostasis seluler. Teori ini juga


telah menyatakan bahwa immunosurveilan terutama berfungsi sebagai
komponen dari proses yang lebih umum pada immunoediting kanker.
II.3 Immunoediting
Immunoediting adalah suatu proses saat seseorang dilindungi dari
pertumbuhan kanker dan pengembangan imunogenisitas tumor oleh sistem
kekebalan tubuh mereka. Hal ini memiliki tiga tahap utama: eliminasi,
keseimbangan dan melarikan diri. Tahap eliminasi terdiri dari empat tahap,
yaitu sebagai berikut:
a. Eliminasi Tahap 1
Tahap pertama penghapusan melibatkan inisiasi

respon imun

antitumor. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh bawaan mengenali adanya


pertumbuhan tumor yang telah mengalami renovasi stroma, menyebabkan
kerusakan jaringan lokal. Ini diikuti dengan induksi sinyal-sinyal inflamasi
yang penting untuk merekrut sel-sel dari sistem kekebalan tubuh bawaan
(misalnya sel pembunuh alami, sel-sel pembunuh alami T, makrofag dan
sel dendritik) ke situs tumor. Selama fase ini, infiltrasi limfosit seperti selsel pembunuh alami dan sel T pembunuh alami dirangsang untuk
memproduksi IFN-gamma.

b. Eliminasi Tahap 2
Pada fase kedua eliminasi,
menyebabkan

kematian

tumor

IFN-gamma yang baru disintesis


(dalam

jumlah

terbatas)

serta

mempromosikan produksi CXCL10 kemokin, CXCL9 dan CXCL11.


Kemokin ini memainkan peran penting dalam mempromosikan kematian
tumor dengan menghalangi pembentukan pembuluh darah baru. Serpihan
sel tumor yang merupakan hasil dari kematian tumor kemudian dicerna
oleh sel dendritik, diikuti dengan migrasi sel-sel dendritik ke kelenjar getah
bening. Rekrutmen sel kekebalan yang lebih banyak juga terjadi dan dipicu
oleh kemokin (yang dihasilkan selama proses inflamasi).
c. Eliminasi Tahap 3
Pada tahap ketiga, sel-sel pembunuh alami dan makrofag bertransactivate satu sama lain melalui produksi timbal balik IFN-gamma dan
IL-12. Ini lagi-lagi mempromosikan lebih banyak pembunuh tumor oleh
sel-sel melalui apoptosis dan produksi intermediasi oksigen reaktif dan
nitrogen. Dalam pengeringan kelenjar getah bening, sel dendritik tumortertentu memicu timbunlnya diferensiasi sel Th1 yang pada gilirannya
memfasilitasi pengembangan sel T CD8 +.

d. Eliminasi: Tahap 4
Pada tahap akhir eliminasi, sel-sel spesialisasi tumor : CD4 + dan
CD8 + sel T datang ke situs tumor dan sitolitik T limfosit kemudian
menghancurkan sel tumor yang tetap di situs ini.
2. Keseimbangan dan Escape (pelarian)
Varian-varian sel tumor yang selamat dari fase eliminasi memasuki
fase keseimbangan. Pada tahap ini, limfosit dan IFN-gamma mengerahkan
tekanan seleksi pada sel tumor yang secara genetik tidak stabil dan cepat
bermutasi. varian sel tumor yang telah memperoleh resistensi untuk
eliminasi kemudian memasuki fase melarikan diri. Pada tahap ini, sel
tumor terus tumbuh dan berkembang secara tidak terkontrol dan akhirnya
dapat menyebabkan keganasan.
Antigen tumor, dapat merupakan protein hasil mutasi gen dari proses
keganasan. Antigen ini kadangkala merupakan protein yang normal
terdapat dalam tubuh namun diekspresikan berlebihan. Antigen ini dapat

pula berupa protein yang hanya dilepaskan pada keadaan atau stadium
tertentu pada pertumbuhan tumor sehingga baru menimbulkan respon imun
pada waktu tertentu. Antigen tumor dapat pula sebagai hasil dari infeksi
virus apabila tumor tersebut merupakan akibat dari infeksi virus onkogenik,
misalnya pada kanker leher rahim yang disebabkan oleh virus papilloma
manusia (Human Papilloma Virus, HPV).

II.3 Patogenesis Terjadinya Penyakit Kanker


Semua kanker bermula dari sel, yang merupakan unit dasar
kehidupan tubuh. Untuk memahami kanker, sangat penting untuk
mengetahui apa yang terjadi ketika sel-sel normal menjadi sel kanker.
Tubuh terdiri dari banyak jenis sel. Sel-sel tumbuh dan membelah secara
terkontrol untuk menghasilkan lebih banyak sel seperti yang dibutuhkan
untuk menjaga tubuh sehat. Ketika sel menjadi tua atau rusak, mereka mati
dan diganti dengan sel-sel baru. Kematian sel terprogram ini disebut
apoptosis, dan ketika proses ini rusak, kanker mulai terbentuk. Sel dapat
mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali jika ada kerusakan atau
mutasi pada DNA.
Empat jenis gen yang bertanggung jawab untuk proses pembelahan
sel yaitu onkogen yang mangatur proses pembahagian sel, gen penekan

tumor yang menghalang dari pembahagian sel, suicide gene yang kontrol
apoptosis

dan

gen

DNA-perbaikan

menginstruksikan

sel

untuk

memperbaiki DNA yang rusak. Maka, kanker merupakan hasil dari mutasi
DNA onkogen

dan

gen

penekan

tumor

sehingga

menyebabkan

pertumbuhan sel yang tidak terkendali (National Cancer Institute, 2009).


Sel-sel tambahan ini dapat membentuk massa jaringan yang disebut
tumor. Namun, tidak semua jenis tumor itu kanker. Tumor dapat dibagikan
sebagai tumor jinak dan ganas di mana yang jinak dapat dihapus dan tidak
menyebar ke bagian tubuh lain manakala tumor ganas merupakan kanker
yang dapat menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke bagian tubuh lain.
Beberapa kanker tidak membentuk tumor misalnya leukemia (National
Cancer Institute, 2009).

II.5 Respon Imun Terhadap Kanker


Respons imun terhadap sel tumor utamanya diperantarai oleh sel T
sitotoksik (T CD8+) yang spesifik terhadap antigen tumor. Aktivasi sel T
CD8+

ini

tidak

hanya

membutuhkan

perantara

kompleks

histokompatibilitas mayor (Major Histocompatibility Complex, MHC)


kelas I saja namun juga membutuhkan kostimulasi dari MHC kelas II (sel T

CD4+). Adanya aktivasi kedua kelas MHC ini merupakan salah satu dasar
tujuan keberhasilan vaksinasi terhadap penderita kanker leher rahim yang
positif terinfeksi HPV tipe 16 (HPV16). Dalam penelitian ini, vaksin yang
diberikan terbukti sangat imunogenik sehingga mampu meningkatkan
proliferasi baik sel T CD8+ maupun sel T CD4+, sebagai sel-sel efektor
antitumor leher rahim. Dengan meningkatkan proliferasi dan responsivitas
sel T, maka diharapkan respon imun terhadap sel-sel tumor dapat
ditingkatkan.
Meskipun demikian, respon imun seringkali gagal mengenali sel-sel
tumor sebagai sel yang harus dieradikasi. Hal ini disebabkan sel-sel tumor
tersebut memiliki mekanisme untuk menurunkan efektivitas pertahanan selsel kekebalan tubuh. Terdapat 4 mekanisme campur tangan sel tumor dalam
menurunkan efektivitas pertahanan tubuh ini. Pertama, sel-sel tumor ini
bersifat imunogen yang lemah, sehingga tidak cukup memicu respons imun
tubuh untuk menghancurkannya. Beberapa tumor dapat juga membuat
variasi antigen untuk diekspresikan apabila terdapat suatu antigen tumor
yang berhasil memicu respons imun. Hal ini disebut sebagai antigen loss
variants. Pada mekanisme ketiga, sel-sel tumor tidak mengekspresikan
molekul MHC kelas I sehingga tidak mampu mempresentasikan antigen sel
tumor kepada sel T CD8+. Dengan demikian, maka sel T CD8+ tidak

mampu melakukan tugasnya untuk mengeradikasi sel-sel tumor. Selain itu,


terdapat mekanisme inhibisi terhadap kerja sel T yang diperantarai oleh
CTLA-4 dan PD-1 seperti yang terjadi pada mekanisme toleransi imun.
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan
menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak
ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut muncul
sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan sel imun
menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor memiliki
beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik seperti
papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim, sementara lainnya
adalah protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel
normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh
adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat
tinggi, merubah beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang
disebut melanoma. Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah
protein yang secara normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan
proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker
membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan
keganasan sel tumor.Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan
keganasan sel tumor disebut onkogen.

II.6 Antigen Kanker yang menginduksi respons imun


Sebelumnya muncul asumsi bahwa sel tumor mengekspresikan
antigen tumor, namun tidak dapat membangkitkan sistem imun karena
tidak menginduksi inflamasi (asumsi karena tumor bukanlah suatu
patogen). Namun, asumsi ini tidak tervalidasi karena fakta sekarang adalah
produk onkogen yang menjadi aktif, pada perkembangannya dapat
menginisiasi respon inflamasi yang kuat. Beberapa contoh adalah:
1. Studi in vivo pada model tikus tumor paru-paru, yang mengalami mutasi
onkogen K-Ras, memproduksi kemokin yang membangkitkan sistem
imun

dan

menyediakan

lingkungan mikro yang cocok

untuk

tumorigenesis.
2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan
faktor transkripsi NF-B yang mengatur imunoregulator sitokin pada
perkembangan kanker tiroid. Protein RET-PTC meningkatkan produksi
granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan
monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), selanjutnya membuat
lingkungan mikro pro-inflamasi.
3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan monosodium
urat adalah substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa
memberikan sinyal berbahaya pada sistem imun.

4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu
membangkitkan respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya.

Gambar 1. Tiga cara self-antigen bisa menjadi tumor antigen.


Peptida dari protein self normal (kuning, biru, hijau) dipresentasikan
pada permukaan sel normal sebagai peptida self (kuning, biru, hijau) pada
molekul MHC. Pada suatu kasus mutasi (panel A), kegagalan sel tumor
untuk repair DNA damage dapat menghasilkan mutasi (merah) pada protein
normal, selanjutnya presentasi peptida mutant (merah) pada permukaan sel
tumor. Karena mutasi atau faktor yang meregulasi ekspresinya, suatu
protein normal (hijau) dapat mengalami over-ekspresi pada sel tumor dan
peptidanya dipresentasikan pada permukaan sel pada level yang tinggi
(panel B). Pada kasus modifikasi post-translasi (panel C), protein normal
bisa menjadi abnormal ketika proses splicing, glikosilasi, fosforilasi atau

pemberian lipid (strip hijau), menghasilkan peptida abnormal pada


permukann sel tumor.

II.7 Mekanisme efektor untuk melawan tumor


Respon

utama

sistem

imun

terhadap

tumor

adalah

untuk

menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang


dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor ada pada molekul MHC
kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel
T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal. Sel NK juga
membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor
memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka
daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan
tumor.Terkadang

antibodi

dihasilkan

melawan

sel

tumor

yang

menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen


1. Limfosit T
Peptida dari produk gen yang termutasi atau terekspresi abnormal
akan dihancurkan oleh proteasom menjadi potongan peptida, dan dengan
molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I, potongan
protein disajikan untuk sel limfosit T CD8+ (CTL) (Gambar . CTL
merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen

tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal
sel dendritik) (Gambar).

Gambar 2. Induksi respon sel T terhadap tumor.


Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon tumor dengan induksi crosspriming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan kepada
sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus,
kostimulator B7 diekspresikan oleh APC sehingga menyediakan sinyal
kedua untuk diferensiasi sel T CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper
CD4+ yang memberikan sinyal kedua untuk perkembangan sel T. CTL
yang telah berdiferensiasi akan membunuh sel tumor tidak memerlukan
lagi kostimulator atau sel Th.

2. Sel dendritik
Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen
tumor, memproses, dan mempresentasikannya kepada sel T untuk
menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC memegang pearanan
penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan respons antitumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional
mengalami kerusakan.

Gambar 3. Cara kerja dendritic cells (DC) dalam merespon antigen tumor.
DC akan menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan
menginduksi aktivasi CTL dan Th.
3. Sel NK
Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan
mekanisme efektor yang sangat penting dalam melawan tumor. Sel NK
adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel

target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik dari makrofag,
granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada
MHC.
Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun
spesifik terhadap tumor, dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan
antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh
limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan mekanisme
yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak
mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar.
Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor
tertentu, khususnya tumor hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat
melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor
yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL, menjadi
sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang
dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau
CD16) untuk molekul IgG.
Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor
NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D
sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang menyebabkan sel
tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini membuktikan

bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus
melibatkan MHC.

Gambar 4. Peranan NK dalam merespon antigen kanker


Kemampuan membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin
termasuk IFN, TNF, IL-2 dan IL-12. Karena itu peran NK dalam aktivitas
anti-tumor juga bergantung pada rangsangan yang terjadi secara bersamaan
pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut.
4. Sel iNKT
Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas
bawaan dan imunitas adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi berbagai
sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat mengaktivasi sel efektor baik
sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel iNKT dengan sel
DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan antigen,

yang memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi
sitokin oleh iNKT dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan
TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT dianggap merupakan sel poten dalam
respons imun terhadap kanker dan immune surveilance.
Suatu penelitian pada mencit membuktikan bahwa sel iNKT dapat
mengendalikan

pertumbuhan

tumor

dengan

cara

membatasi

atau

menghambat fungsi tumor associated macrophage (TAM) yang berperan


dalam menunjang neo-angiogenesis dan pertumbuhan tumor.
5. Makrofag
Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam
imunitas antitumor. Beberapa bukti yang mendukung hipotesis itu adalah:
a) Makrofag dapat berakumulasi dalam jumlah besar dalam jaringan tumor
b) Makrofag mempunyai kemampuan alami atau apabila diaktifkan untuk
melisiskan sel target
c) Penekanan fungsi makrofag dengan berbagai cara misalnya dengan
memberikan silika, diasosikan dengan pengingkatan insiden tumor dan
metastasis
d) Transfer adoptif makrofag yang diaktifkan in vitro maupun in vivo
menghambat penyebaran tumor
e) Beberapa jenis karsinogen dapat menekan fungsi retikuloendotel

f) Stimulasi makrofag dengan berbagai imunomodulator diasosiasikan


dengan berkurangnya pertumbuhan tumor atau insidensi tumor
Mekanisme makrofag dalam membunuh tumor:
a) Makrofag dapat melisiskan sel tumor, tidak pada sel normal (in vitro)
b) Makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat
diarahkan kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC , prosesnya mirip
pada sel NK)
c) Mekanisme pembunuhan bisa diasosikan pada pembunuhan mikroba
yaitu melepas enzim lisosom, ROI, dan RNI.
d) Makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor
dengan efek toksik langsung atau secara tidak langsung dengan merusak
pembuluh darah tumor (nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung
terjadi melalui pengikatan TNF pada reseptornya pada permukaan sel
tumor dan menginduksi apoptosis.
Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya
dengan sel-sel tuor, makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan
fenotip yang bersifat anti-tumor yang diperankan oleh fenotip M1.
Makrofag tipe M1 mampu menghasilkan sitokin pro-inflamasi (TNF-a, IL1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan molekul
MHC dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam
pembunuhan sel tumor.

Tetapi fenotip lain yaitu M2, menekan respon inflamasi dengan


memproduksi sitokin IL-4, IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II,
dan mempromosikan proliferasi sel tumor dengan memproduksi faktor
pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain besar tumor
asociated macrophage(TAM) merupkan fenotip M2.
6. Antibodi
Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai
antigen tumor, misal antibodi terhadap EBV tumor yang disebabkan oleh
EBV. Mekanisme kerja antibodi dalam eliminasi tumor melalui proses
ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang mengekspresikan reseptor Fcgamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi komplemen.

Gambar 5. Perananan Antigen dalam merespon kanker

II.7 Sel Tumor Menghindar Dari Respon Imun


Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang
sampai menjadi kanker.Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC
kelas I yang berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat
menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel tumor juga
mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan
mengsekresikan sitokin TGF-, yang menekan aktivitas makrofaga dan
limfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor,
sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.
Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor
mengirim

sitokin

dihasilkannya

yang

sitokin

menarik

dan

faktor

makrofaga
pertumbuhan

yang

menyebabkan

yang

memelihara

perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin


diproduksi oleh makrofaga menyebabkan sel tumor mengurangi produksi
protein

yang

menghalangi

metastasis

dan

selanjutnya

membantu

penyebaran sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel


kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntikkan toksin
yang akan membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker
merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian medis.
Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons
terhadap pertumbuhan tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor

ganas tetap bisa tumbuh pada individu imunokompeten karena immune


surveilance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif. Penjelasan
sederhana adalah mungkin kecepatan pertumbuhan dan penyebaran tumor
ganas melebihi kemampuan sel efektor respons imun untuk mencegah
pertumbuhan itu. Jadi kegagalan immune surveilance merupakan kegagalan
mekanisme efektor sistem imun host.
Respon imun sering gagal dalam mendeteksi adanya sel tumor.
Kegagalan ini bisa karena sistem imun yang inaktif atau sel tumor
berkembang untuk menghindari respon imun. Sel tumor menghindari diri
dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya adalah:
1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak
memiliki peptida atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul
MHC. Oleh karena itu sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang
abnormal.
2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak
mengekspresikan protein ko-stimulator (molekul B7 atau CD80 dan
CD86) yang dibutuhkan untuk dapat mengaktivasi sel T.
3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive
yang kuat dan faktor pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin
tersebut yang sudah dikarakterisasi dengan baik adalah transforming
growth factor- (TGF-) yang dapat menghambat aktivasi sel T,

diferensiasi, dan proliferasi. TGF- mendorong tumor untuk menghindar


dari sistem imun, dan tingginya level plasma TGF- menunjukkan
prognosis yang buruk.
4. Tumor mengekspresikan FasL yang menginduksi apoptosis limfosit yang
menginfiltrasi jaringan.

Gambar 6. Mekanisme yang membuat sel tumor menghindar dari


pertahanan tubuh.
Imunuitas antitumor berkembang ketika sel T mengenali antigen
tumor dan mereka lalu diaktifkan. Sel tumor mampu menghindar dari
respon imun dengan menghilangkan ekspresi atau molekul MHC atau
dengan memproduksi sitokin imunosupresif.
Tumor bisa menekan kekebalan baik secara sistemik dan dalam
lingkungan mikro tumor. Selain memproduksi imunosupresif molekul
seperti mengubah TGF- dan ligan FasL, banyak tumor menghasilkan
imunosupresif enzim indolamine-2,3-dioksigenase (IDO). Enzim ini
dikenal karena perannya dalam toleransi maternal terhadap antigen dari
fetus dan sebagai regulator dari autoimunitas yang memperantarai
penghambatan

aktivasi

sel T. Stereoisomer

dari

1-metil-triptofan

menghambat IDO, dan jika diberikan pada tikus yang ditranspant tumor,
mereka mengembalikan imunitas dan dengan demikian memungkinkan
imunitas anti-tumor. Stereoisomer tersebut bisa memiliki peran dalam
pengobatan kanker.

BAB III
KESIMPULAN
1.

Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua

aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi kanker


adalah studi tentang interaksi antara sistem kekebalan tubuh dengan sel-sel
kanker (juga disebut tumor atau keganasan).
2.

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan

pengendalian

dan

mekanisme

normalnya,

sehingga

mengalami

pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali (Rosai J, 2004).
3.

Immunosurveilan kanker adalah teori yang dirumuskan pada tahun

1957 oleh Burnet dan Thomas, yang menyatakan bahwa limfosit bertindak
(secara terus menerus) sebagai penjaga yang bisa

mengenali dan

menghilangkan sel-sel yang berubah.


4.

Immunoediting adalah suatu proses saat seseorang dilindungi dari

pertumbuhan kanker dan pengembangan imunogenisitas tumor oleh sistem


kekebalan tubuh mereka.

5.

Respon

utama

sistem imun

terhadap

tumor

adalah

untuk

menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang


dengan bantuan sel T pembantu.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Lichtman Basic Immunology (2Ed , Elsevier, 2004)


Finn OJ, Cancer Immunology, N Engl J Med 2008; 358:2704-2715 June
19, 2008, DOI: 10.1056/NEJMra072739 [nejmra072739]
Weiner

LM,

Cancer

Immunotherapy

The

Endgame

Begins

[nejmp0803663
Kresno SB, 2011, Ilmu Onkologi Dasar, BP FKUI, Jakarta
Dranoff G. Cytokines in cancer pathogenesis and cancer therapy. Nat Rev
Cancer. 2004 Jan;4(1):11-22
https://dewdamayanti.wordpress.com/2010/09/01/kekebalan-tubuhterhadap-kanker/
Annonim, 2010

Das könnte Ihnen auch gefallen