Sie sind auf Seite 1von 16

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT
APRIL 2015

COMPLETE SPINAL TRANSECTION

Oleh :
Muhamad Arif Amri bin Khamaruzaman
C111 11 820

Pembimbing :
dr. Endang Kristanti

Supervisor :
Dr.dr. David Gunawan Umbas,Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

DAFTAR ISI

I.
II.
III.
IV.
V.

PENDAHULUAN
DEFINISI.
ANATOMI MEDULLA SPINALIS..4
SINDROM DAN GEJALA
MEKASNISME DAN PATOFISIOLOGI

CEDERA..
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG...
VII. DIAGNOSIS BANDING....
VIII. PENATALAKSANAAN.
IX. PROGNOSIS...
X.
KESIMPULAN
XI. DAFTAR PUSTAKA..15

2
4
7
9
11
12
12
13
14

Pendahuluan
Kelumpuhan merupakan salah satu morbiditas yang paling ditakutkan
manusia. Tubuh yang awalnya aktif dan enerjik tiba-tiba tidak bisa berbuat apaapa dan hanya terbaring di tempat tidur. Pekerjaan, pendidikan, kesenangan
bermain dengan teman akhirnya sirna akibat tidak berfungsinya organ motorik
tubuh. Apabila kelumpuhan diderita seorang ayah yang menjadi tulang punggung
keluarga, ia menjadi tidak bisa melakukan fungsinya, bahkan akan menjadi beban
dalam keluarga. Kadangkala kelumpuhan menimbulkan komplikasi psikologis
yang justru lebih berat. Pasien menjadi depresi dan kualitas hidupnya menjadi
terus menurun, tak jarang pasien mencoba bunuh diri akibat rasa malu dan

tertekan. Perceraian akibat kelumpuhan 2,5 kali lebih sering terjadi pada pasangan
suami istri akibat suami tak bisa memenuhi kebutuhan biologis istri karena
mengalami disfungsi seksual.(NSCISC, 2013)
Complete spinal transection (CST) merupakan salah satu penyakit yang
mengakibatkan kelumpuhan. CST paling sering diakibatkan oleh trauma
kecelakaan kendaraan bermotor. Dengan berkembangnya ilmu pengobatan
modern, 94% pasien dapat bertahan hidup dengan rawat inap awal, dibandingkan
pada tahun 1927 ketika perang dunia pertama, hingga 80% korban dengan cedera
medula spinalis meninggal dalam beberapa minggu pertama akibat komplikasi.
Permasalahannya kini, penyakit ini seringkali memerlukan rehabilitasi seumur
hidup yang membutuhkan biaya besar. Di Amerika Serikat (AS) pembiayaan bagi
pasien-pasien dengan tetraplegia (lumpuh keempat anggota gerak) dan paraplegia
(lumpuh anggota gerak bawah) memerlukan biaya yang besar seperti dapat dilihat
di Tabel 1.(NSCISC, 2013)

Tabel 1. Pembiayaan Pasien-pasien dengan Tetraplegia dan Paraplegia di AS.

Definisi
Complete Spinal Transection (Transeksi Medula Spinalis) merupakan
kerusakan total medula spinalis akibat lesi transversal yang menyebabkan
hilangnya seluruh fungsi neurologis medula spinalis di bawah area yang terkena.
Fungsi neurologis yang dimaksud adalah sensoris, motoris, dan otonom.
Manifestasi yang paling terasa oleh penderita adalah kelumpuhan (disfungsi
motorik). Definisi American Spinal Injury Association (ASIA) menyebutkan
bahwa Complete injury merupakan hilangnya fungsi sensoris dan motoris di
segmen sacral terakhir (S4-S5), disebut dengan klasifikasi ASIA A.(Jacobs and
Nash, 2004)

Anatomi Medulla Spinalis


3

G
ambar 1 dari pustaka (Putz, 2006)

Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan


dari sistem saraf pusat dari otak dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang
belakang. Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong
dan agak melebar yang disebut conus terminalis atau conus medullaris.
Terbentang dibawah cornu terminalis serabut-serabut bukan saraf yang disebut
filum terminale yang merupakan jaringan ikat. Terdapat 31 pasang saraf spinal; 8
pasang saraf servikal; 12 pasang saraf thorakal; 5 pasang saraf lumbal; 5 pasang
saraf sacral dan 1 pasang saraf coxigeal. Akar saraf lumbal dan sacral terkumpul
yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan saraf keluar melalui
intervertebral foramina. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen
dan juga oleh meningen spinal dan CSF.Struktur internal terdapat substansiaa
grisea dan substansiaa alba. Substansiaa grisea membentuk seperti kupu-kupu
dikelilingi bagian luarnya oleh substansiaa alba. Terbagi menjadi bagian kiri dan
kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang disebut dengan
posterior median septum. Keluar dari medulla spinalis merupakan akral ventral
dandorsal dari saraf spinal. Substansia grisea mengandung badan sel dan dendrit
6

dan neuronefferent, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motorik dan akson
terminal dari neuron.Substansia grisea membentuk seperti huruf H dan terdiri dari
3 bagian yaitu: anterior, posterior dan commisura grisea. Bagian posterior sebagai
input/afferent, anterior sebagai output/efferent, commisura grisea untuk refles
silang dan substansia alba merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.(Tortora
and Derrickson, 2012)

Sindrom dan Gejala


1. Paralisis dan hilang sensasi
Kerusakan atau gangguan pergerakan atau sensorik seseorang ditentukan
oleh tingkat kerusakan di medulla spinalis. Kerusakan bawah T1,
menyebabkan paralisis, hilangnya sensasi di kaki dan cedera ekstremitas
bawah. Pada tingkat ini, biasanya tidak ada kerusakan pada lengan dan
tangan. Kelumpuhan kaki disebut sebagai paraplegia. Kerusakan di atas T1
melibatkan gangguan pada lengan serta kaki. Kelumpuhan keempat
anggota badan disebut quadriplegia atau tetraplegia. Trauma servikal tidak
hanya menyebabkan quadriplegia tetapi juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam bernapas. Kerusakan di bagian bawah leher dapat meninggalkan
cukup kontrol diafragma untuk memungkinkan bernapas tanpa bantuan.
2. Deep Vein Thrombosis
Tungkai yang mengalami kelumpuhan dan tidak di gerakkan dalam jangka
waktu yang lama menyebabkan darah akan menumpuk dalam vena
profunda, tidak mengalir secara normal dan menyebabkan terjadinya Deep
Vein Thrombosis. Bekuan darah atau trombus akan pecah dan mengalir ke
arteri-arteri kecil di otak yang akan menyebabkan strok atau emboli paru
di sistem pulmonal.
3. Ulkus Dekubitus
Kelumpuhan menyebabkan tidak ada pergerakan motorik menyebabkan
munculnya ulkus dekubitus. Gejala muncul karena kontak kulit yang

terlalu lama dengan tempat tidur. Gejala biasanya muncul di punggung,


bokong dan tumit.
4. Spastisitas dan Kontraktur
Kelumpuhan adalah ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota
motorik tetapi tonus otot tetap ada dan kotraksi otot yang rendah.
Kecederaan medulla spinalis menyebabkan otak tidak dapat memberi
sinyal ke otot untuk relaksasi dan menyebabkan kontraksi otot yang lama
atau spastik.
5. Osifikasi Heterotopik
Osifikasi heterotopik merupakan deposit tulang abnormal di otot dan
tendon yang kemungkinan bisa muncul setelah cedera. Biasanya muncul di
panggul

dan

lutut.

Biasanya

kelainan

ini

akan

menyebabkan

pembengkakan lokal, kemerahan dan kekakuan otot, muncul setelah 1


hingga 4 bulan, jarang sekali terjadi setelah 1 tahun cedera.
6. Disrefleksia Otonom
Organ tubuh seperti jantung, traktus gastrointestinal dan kelenjar diatur
kerjanya oleh nervus otonom. Nervus otonom bercabang dari tiga lokasi
yang berbeda yaitu superior dari columnar spinalis, vertebra T1-L4 dan
dari region terbawah dari sacrum. Nervus otonom bekerja secara seimbang
namun cedera medulla spinalis bisa menganggu sistem keseimbangannya
yang dikenali sebagai dysreflexia otonom atau hiperfleksia otonom. Pasien
dengan cedera T6 ke atas adalah golongan yang paling beresiko untuk
terkena gangguan ini. Iritasi kulit, usus dan vesical urinaria menyebabkan
respon yang berlebihan dari nervus otonom. Respon ini terjadi karena
pelepasan

norepinephrine

yang

tidak

terkontrol.

Hal

ini

akan

menyebabkan penigkatan tekanan darah dengan kadar yang cepat dan


memperlahankan denyut nadi. Gejala ini muncul disertai sakit kepala
berdenyut, mual, cemas, berkeringat dan rasa merinding. Peningkatan

tekanan darah dengan kadar yang cepat bisa menyebabkan hilang


kesadaran, kejang, pendarahan serebral.
7. Disfungsi Sfingter Rektal dan Urethral
Sistem saraf otonom mengatur gerakan untuk perkemihan dan defekasi,
kontinensia dipertahankan dengan kontraksi sfingter rektal dan urethral.
Apabila saraf ini terganggu, disfungsi sfingter terjadi. Sensasi rasa penuh
di vesical urinaria dan usus juga menghilang. Retensi urin bisa
menyebabkan muscular di vesical urinaria dan sfingter urethral berubah
seterusnya menyebabkan kondisi yang lebih buruk terjadi. Infeksi traktus
urinaria adalah kelainan yang biasanya terjadi. (Chamberlin and Narins,
2005)

Mekanisme dan Patofisiologi Cedera


Kolumna vertebralis merupakan cincin tulang sirkumferensial yang
memberi perlindungan ideal terhadap luka tembus dan kontusio kecepatan rendah,
tetapi sendi-sendi intervetebralis merupakan titik lemah gerakan fleksi, ekstensi
atau beban rotasi. Dislokasi dan fraktur yang tidak mematahkan cincin vertebralis
masih memungkinkan vertebra di atas dan di bawah tempat cedera bertindak
sebagai titik pengungkit bagi vertebra dan menyebabkan jaringan lunak yang
berdekatan mengalami konkusio, regangan dan kontusio sehingga mengganggu
medulla spinalis.(Price and Wilson, 2006)
Beban fleksi, ekstensi dan rotasi bersama dengan kelemahan relatif sendisendi vertebra menyebabkan fraktur dan dislokasi paling sering terjadi pada titik
pertemuan antara bagian kolumna vertebralis yang relatif selalu bergerak dengan
ruas yang relatif terfiksasi yaitu antara daerah servikal bawah dan segmen torakal
atas dan antara segmen lumbal bawah dan sacrum.(Price and Wilson, 2006)
Sebagian besar kerusakan pada medulla spinalis terjadi ketika cedera awal.
Gangguan tersebut diikuti dengan gangguan tambahan sekunder. Sumber cedera
sekunder mencakup fragmen-fragmen tulang yang menonjol ke dalam kanal
9

spinalis, meregangkan atau memotong medulla dan jaringan vascular sekitar


ligamentum dan spasme otot yang menyebabkan kompresi medulla spinalis dan
ketidakstabilan mekanik berperan pada terjadinya penekanan pada medulla
maupun suplai darah yang menyebabkan kerusakan struktur lebih lanjut. Faktor
sistemik termasuk tekanan darah dan fungsi paru sangat mempengaruhi
oksigenasi dan perfusi merupakan antara faktor yang menyebabkan terjadinya
cedera sekunder.(Price and Wilson, 2006)
Penelitian memperlihatkan iskemia yang terjadi setelah gangguan medulla
spinalis awal menyebabkan rangkaian kejadian yang sangat memperburuk
hipoksia dan hipotensi sistemik. Secara lokal, cedera menyebabkan hilangkan
autoregulasi aliran darah, pendarahan petekia, inflamasi dan edema. Perubahan ini
terutama merusak subtansia grisea karena substansiaa grisea sangat rentan
terhadap trauma dan memiliki kebutuhan metabolik yang lebih tinggi.(Price and
Wilson, 2006)
Penyebab sering terjadinya Complete Spinal Transection adalah trauma.
Penyebab lain yang bisa muncul adalah inflamasi dan infeksi seperti tranverse
myelitis. Trauma medulla spinalis biasanya diterjemah sebagai spinal shock,
gambaran klinis yang patofisiologinya masih belum difahami dengan lebih jelas.
(Baehr and Frotscher, 2005)
Dalam perkiraan hari dan minggu selepas penyebab utamanya diobati,
fungsi neuron di medulla spinalis kembali menjadi normal, namun cuma
sebagiannya. Hal ini menyebabkan munculnya automatisma spinal. Dalam banyak
kasus, rangsangan di bawah lesi menyebabkan reflex fleksi di pinggul, lutut, dan
kaki (flexor reflex); dalam Compete Spinal Transection, anggota tungkai tetap
dalam posisi fleksi untuk tempoh waktu yang lama selepas mendapat rangsangan
stimulus disebabkan oleh peningkatan spastik tonus otot. Fungsi defekasi dan
urinasi perlahan-lahan kembali baik namun tidak lagi dengan control voluntari,
vesika urinaria dan secara refleks akan dikosongkan(Baehr and Frotscher, 2005)

10

Akibat daripada penekanan medulla spinalis, kerusakan substantia grisea


dan substansiaa alba dengan pendarahan dapat terjadi terutamanya di bagian
sentral yang penuh dengan vaskularisasi. Perubahan ini dikenal sebagai nekrosis
akibat trauma di medulla spinalis dengan cedera yang maksimal. Terdapat juga
kelainan patologik yang terjadi seperti hematomyelia, konkusio, kontusio dan
hematorrhachis yaitu pendarahan ke kanalis spinalis. Dalam kebanyakan lesi
traumatic yang terjadi, bagian sentral medulla spinalis dengan mengandung
vaskularisasi substansiaa grisea lebih cenderung untuk mengalami kecederaan
berbanding di bagian perifer.(Allan H.Ropper and Robert H. Brown, 2005)

Pemeriksaan Penunjang

Kesadaran : lesi cerebral/spinal shock


Meningeal sign : tanda infeksi meningen
Penilaian skor ASIA (motoris dan sensoris)
A = Lengkap: Tidak ada fungsi sensoris atau motoris dipertahankan dalam
segmen sakral S4-S5 [5]
B = Incomplete: Sensory, tetapi tidak motorik, fungsi dipertahankan di
bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-S5
C = Incomplete: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat
neurologis, dan otot yang paling utama di bawah tingkat neurologis
memiliki kelas otot kurang dari 3
D = Incomplete: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat
neurologis, dan otot yang paling utama di bawah tingkat neurologis
memiliki kelas otot yang lebih besar dari atau sama dengan 3
E = normal: Sensory dan motorik fungsi normal
Dengan demikian, definisi cedera tulang belakang komplit dan inkomplit,
karena berdasarkan ASIA definisi di atas, dengan sakral-sparing, adalah
sebagai berikut:
Complete: Tidak adanya fungsi sensorik dan motorik di segmen sacral
terendah
Incomplete: Preservasi fungsi sensoris atau motoris di bawah tingkat
cedera, termasuk segmen sakral terendah
11

Pemeriksaan tonus otot, reflek fisiologis dan reflek patologis

MRI
MRI adalah pemeriksaan radiologi untuk cedera medulla spinalis. MRI
memperlihatkan parenkim medulla spinalis, lesi jaringan lunak (eg, abses,
hematoma, tumor, abnormalitas diskus intraventrikular), dan lesi tulang
(eg, erosi, fraktur, tumors). Pemeriksaan Mielografi dengan kontras dan
CT scan. Pemeriksaan CT scan mungkin tidak sebaik MRI dan dan bersifat
lebih invasif namun keberadaannya diakui berbanding MRI yang lebih
sulit didapat. Pemeriksaan x ray polos juga bisa dilakukan untuk
mendeteksi lesi di tulang.(Porter and Kaplan, 2011)

Diagnosa Banding

Epidural and Subdural Infections


Neck Trauma
Spinal Cord Infections
Brown-Sequard Hemicord Syndrome
Vertebral Fracture

Penatalaksanaan
1. Immobilisasi
Langkah fiksasi untuk mengelakkan cedera memburuk
2. Pemasangan Splint
Menurunkan severitas kecederaan medulla spinalis
3. Obat Anti Inflamasi
Metilprednison intravena diberikan pada waktu 24 jam pertama untuk
mengurangkan inflamasi dan destruksi jaringan(Chamberlin and Narins,
2005)
Diberikan dalam jangka waktu 8 jam setelah cedera dengan dosis 30
mg/kg untuk 15 menit hingga 30 menit dan diteruskan dengan dosis 5.4
mg/kg/jam untuk 23 jam seterusnya.
4. Operasi
Melakukan reduksi dan meluruskan kembali vertebra yang terdislokasisasi
dengan traksi dan immobilisasi hingga fiksasi skeletal dicapai dan

12

diteruskan dengan rehabilitasi(Allan H.Ropper and Robert H. Brown,


2005)
5. Rehabilitasi
Untuk mengelakkan

terjadinya

komplikasi,

mempercepat

proses

penyembuhan dan mengembalikan fungsi motoric. Rehabilitasi adalah


proses yang rumit dan butuh jangka waktu yang lama(Chamberlin and
Narins, 2005)

Prognosis
Pasien dengan cedera tulang belakang komplit memiliki kesempatan
kurang dari 5% unuk pemulihan. Jika kelumpuhan komplit berlanjut pada 72 jam
setelah cedera, tingkat kesembuhan adalah nol. Prognosis jauh lebih baik untuk
inkomplit cord sindrom. Jika beberapa fungsi sensorik yang diselamatkan,
kemungkinan bahwa pasien akhirnya akan dapat berjalan lebih besar dari 50%.
Pada akhirnya, 90% pasien dengan cedera tulang belakang kembali ke rumah
mereka dan menjadi independan. Memberikan prognosis yang akurat untuk pasien
dengan cedera batang otak akut biasanya tidak mungkin di departemen darurat
(ED) dan sebaiknya dihindari. Sekitar 10-20% dari pasien yang telah menderita
cedera tulang belakang tidak bertahan untuk mencapai rumah sakit akut,
sedangkan sekitar 3% dari pasien meninggal selama rawat inap akut.

Kesimpulan
Cedera hasil dari dampak dan kompresi saraf tulang belakang yang
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah intramedullary menyebabkan
perdarahan di sentral zona grisea dan kemungkinan adanya vasospasme. Trauma
primer jarang mengakibatkan complete spinal injury meskipun kehilangan
fungsional secara sempurna. Cedera primer tidak dapat diobati dan hanya dapat

13

dicegah dengan program pendidikan yang bertujuan untuk mengurangi angka


kejadian. Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakan olahraga. Kerusakan dapat berakibat
terganggunya peredaran darah, blok saraf, pelepasan mediator kimia, kelumpuhan
otot pernafasan, nyeri hebat dan akut anestesi. Pemburukan klinis dapat diatasi
dengan oksigenasi, perfusi dan asam-basa keseimbangan yang diperlukan untuk
mencegah memburuknya cedera spinal

DAFTAR PUSTAKA

1. Allan H.Ropper, M. D. & Robert H. Brown, D. P., M.D. 2005.


Adam and Victor's : Principles of Neurology, United States
of America, McGraw-Hill.
2. Baehr, M. & Frotscher, M. 2005. Duus Topical Diagnosis in
Neurology, New York.
14

3. Chamberlin, S. L. & Narins, B. 2005. The Gale Encyclopedia


of Neurological Disorders, Michigan, Thomson Gale.
4. Jacobs, P. L. & Nash, M. S. 2004. Exercise
Recommendations for Individuals with Spinal Cord Injury.
Sport Medicine, 34, 727-751.
5. NSCISC 2013. Facts and Figures At a Glance. March 2013
ed. Birmingham, AL: University of Alabama at Birmingham.
6. Porter, R. S. & Kaplan, J. L. 2011. The Merck Manual of
Diagnosis & Therapy, USA, Merck Sharp & Dohme Corp.
7. Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
8. Putz, R. 2006. Sobotta: Atlas Human of Anatomy, Munich,
Elsevier.
9. Tortora, G. J. & Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy
& Physiology, United States of America, John Wiley & Sons,
Inc.

15

Das könnte Ihnen auch gefallen