Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENCEGAHAN PENYAKIT
KARDIOVASKULAR
PADA PEREMPUAN
Disusun oleh:
PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KARDIOVASKULAR
INDONESIA
2014
EDISI KE-1
PEDOMAN TATALAKSANA
PENCEGAHAN PENYAKIT
KARDIOVASKULAR
PADA PEREMPUAN
Disusun oleh:
PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KARDIOVASKULAR
INDONESIA
2014
EDISI KE-1
PEDOMAN TATALAKSANA
PENCEGAHAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR PADA PEREMPUAN
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA 2015
Tim Penyusun:
Ketua
Anggota
: Lily I Rilantono
Ganesja M Harimurti
Amiliana M Soesanto
Siska Suridanda Danny
Dyah Siswanti Estiningsih
Lucia Kris Dinarti
Hasanah Mumpuni
Rossana Barack
Agnes Lucia Panda
Leonora Johana Tiluata
Anasthasia Sari Sri Mumpuni
Dyana Sarvasti
Saskia D Handari
Erika Maharani
ii
Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Ketua Pengurus Pusat PERKI
iii
1.
Pendahuluan
2.
3.
4.
5.
8
8
11
15
17
23
26
6.
38
7.
42
8.
48
9.
52
10.
60
11.
67
12.
72
13.
77
14.
Kata Penutup
93
iv
ACC
ADA
AHA
BAS
BMI
CHA2D2-VASc
DM
DASH
FA
FHS
FRS
HDL
HPR
IM
IGD
LBBB
LDL
NO
NSAID
PKV
PJK
POCS
RISKESDAS
SKA
VLDL
WHO
1. PENDAHULUAN
Laporan dari negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Australia
menyatakan bahwa, peringkat pertama penyebab kematian pada perempuan usia
65 tahun ke atas adalah penyakit jantung, diikuti oleh kanker dan stroke. Hal
serupa juga akan terjadi di Indonesia, yang ikut berkontribusi atas hampir
sembilan juta kematian perempuan dunia setiap tahun akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskular). Penyakit jantung koroner(PJK) merupakan
kontributor kematian terbesar, padahal penyakit ini sebenarnya dapat dicegah
seperti halnya mencegah stroke.
Fakta-fakta menunjukkan bahwa terdapat bias gender, akibat pengaruh
budaya atau cara pandang. Kesadaran akan pentingnya kesehatan jantung pada
kaum perempuan masih rendah, mereka juga sering beranggapan bahwa
kesehatan suami atau kaum laki-laki lebih penting daripada diri sendiri. Alokasi
sumber daya keluarga dan masyarakat pun menjadi tidak berimbang.Masih
banyak pula profesional medis yang beranggapan bahwa Penyakit kardiovaskular
(PKV) adalah penyakit kaum laki-laki, sehingga PKV pada perempuan yang gejalagejalanya memang tidak khas, seringkali terlewatkan.
Yang diperlukan sekarang adalah suatu rujukan profesional untuk para
dokter tentang 'apa dan bagaimana' PKV pada perempuan; mengerti, memahami
dan mencegahnya; kemudian mengatasi dan merujuk, serta merehabilitasi mereka
ketika kembali ke komunitas. Kehadiran Buku Pedoman Tatalaksana Pencegahan
Penyakit Kardiovaskular Pada Perempuan Indonesia ini,akan sangat membantu
para klinisi untuk ikut berpartisipasi dalam menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas PKV di Indonesia. Terutama bila mengingat bahwa, jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2015sudah mencapai sekitar 250 juta orang, dan
setengahnya adalah perempuan.
Definisi
Risiko Tinggi
Risiko MenengahTinggi
Risiko Menengah
Risiko Rendah
Kriteria
- Penyakit jantung yang sudah bermanifestasi klinis
- Penyakit serebrovaskular yang sudah bermanifestasi
klinis
- Penyakit arteri perifer yang sudah bermanifestasi
klinis
- Aneurisma aorta abdominal
Dalam risiko
(> 1 faktor risiko
mayor)
Merokok
TD sistolik > 120 mmHg dan TD Diastolik > 80 mmHg
atau hipertensi dalam terapi
Kolesterol total > 200 mg/dl, HDL-C < 50 mg/dL atau
mendapat terapi dislipidemia
Obesitas, terutama obesitas sentral
Pola makan yang tidak sehat
Inaktivitas fisik
Riwayat keluarga terjadinya PKV dini pada first
degree relatives (laki-laki usia < 55 tahun atau
perempuan usia < 65 tahun)
SIndroma metabolic
Adanya aterosklerosis subklinis lanjut yang terbukti
dari peningkatan skor kalsium koroner, adanya plak
karotis atau penebalan intima media thickness
Kemampuan kapasitas latihan yang terbukti dari uji
latih beban dengan treadmill atau pemulihan denyut
nadi yang abnormal setelah menghentikan uji latih
Penyakit kolagen vaskular oleh karena gangguan
autoimun (lupus atau rheumatois arthritis)
Riwayat preeclampsia, diabetes gestasional atau
hipertensi terkait kehamilan
Kondisi
kardiovaskular
optimal.
(semua hal berikut)
Dari tabel 3.2 tersebut tampak bahwa AHA berusaha mendefinisikan suatu
konsep kondisi kardiovaskular optimal sebagai acuan yang dapat dipakai oleh
masyarakat umum untuk mampu mendeskripsikan kelompok dengan risiko paling
rendah.Dalam panduan ini juga tampak bahwa AHA memodifikasi angka kelompok
risiko tinggi tidak lagi dengan estimasi kejadian kardiovaskular > 20% tapi menjadi
>10%.Sehingga tindakan untuk memodifikasi risiko dengan statin dapat dimulai
lebih dini. Modifikasi gaya hidup untuk mencapai target ideal selayaknya dimulai
seawal mungkin.
PENUTUP
Di era sekarang ini prevensi merupakan hal yang sangat penting
dibandingkan terapi, sehingga penilaian dan prediksi risiko PKV pada perempuan
harus menjadi bagian integral dalam praktek klinis sehari-hari.Dengan melakukan
estimasi risiko pada seorang perempuan, maka para tenaga kesehatan dapat
memperkirakan dan mengkomunikasikan kepada pasien/ klien strategi yang dapat
diambil untuk memperbaiki angka risiko tersebut. Penekanan sebaiknya diberikan
kepada modifikasi gaya hidup (olahraga, pola hidup sehat dan berhenti merokok)
yang memiliki peran besar dalam memperbaiki risiko terjadinya PKV.
DAFTAR PUSTAKA
1.
dada dan wajah ( facial and truncal flushing ) bisa dikurangi dengan memulai dari
dosis rendah dan perlahan ditingkatkan,menghindari kafein dan alkohol, dan bisa
juga dengan memberikan aspirin/ibuprofen 30-60 menit sebelumnya. Efek
samping lain seperti hepatotoksik,gangguan gastrointestinal,hiperuricemia/gout
dan hiperglisemia biasanya terjadi pada pemberian Niacin diatas 2gram.
Fibrat meningkatkan oksidasi asam lemak,menurunkan kadar very low density
lipoprotein dan trigliserida, meningkatkan sintesis apolipoprotein A-I dan A-II,
serta menurunkan katabolisme HDL.Fibrat juga dapat meningkatkan ukuran
partikel LDL.Efek samping yang dikhawatirkan adalah miopati, bila diberikan
bersama statin.
Bile Acid Sequestrants/ BAS bekerja mengikat asam empedu di ileum,
sehingga reabsorbsi dihambat dan menurunkan resirkulasi enterohepatik,dengan
demikian kadar kolesterol LDL bisa turun; tetapi perlu diingat bahwa BAS bisa
meningkatkan kadar trigliserida.
Cholesterol absorbtion inhibitors seperti Ezeteimibe secara signifikan
menurunkan kadarkolesterol LDL baik pada laki-laki maupun pada perempuan,
tetapi tidak menurunkan trigliserida ataupun meningkatkan HDL.
Terapi kombinasi pada dislipidemia dipertimbangkan bila target yang
diharapkan belum tercapai dengan monoterapi.
Target yang diharapkan adalah: kolesterol total <175 mg/dl, LDL< 100 mg/dl,
HDL > 50 mg/dl, dan trigliserida < 150 mg/dl; sedangkan pada perempuan dengan
diabetes atau risiko tinggi, target yang diharapkan lebih rendah lagi.
PENUTUP
Perubahan hormonal sepanjang hidup perempuan berpengaruh terhadap
karakteristik kadar lipoproteinnya.Berbeda dengan laki2, maka rendahnya HDL dan
tingginya trigliserida merupakan prediktor kuat untuk kematian kardiovaskular.
Penilaian faktor resiko kardiovaskuler pada perempuan harus dimulai sebelum
menopause dan penatalaksanaannya harus seagresif seperti pada laki2.
Trigliserida dan HDL,selain LDL, harus menjadi target terapi pada penatalaksanaan
dislipidemia pada perempuan, dengan memperbaiki gaya hidup dan pemakaian
obat yang sesuai.
10
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
11
12
2.
13
14
4.3 Merokok
PENDAHULUAN
Salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat dimodifikasi
adalah merokok.Didunia, saat ini terdapat 1,1 milyar perokok, 50% diantaranya
adalah perempuan. Setiap tahun, lebih dari 5 juta kematian yang terjadi berkaitan
langsung dengan merokok, dan 1,5 juta diantaranya terjadi pada perempuan.
Tanpa intervensi, diprediksikan pada tahun 2030 kematian akibat merokok
meningkat menjadi 8 juta, dan 2,5 juta diantaranya perempuan perokok.
BAHAYA MEROKOK BAGI PEREMPUAN
Pada tahun 1998 Prescott dkk melaporkan bahwa, perempuan perokok
mempunyai risiko 50% lebih tinggi dibanding laki-laki, sehingga disimpulkan
bahwa perempuanlebih sensitif terhadap efek buruk rokok dibanding laki-laki.
Meta-analisis terbesar yang membandingkan perbedaan gender terhadap efek
buruk rokok, yaitu the Asia Pacific Cohort Studies Collaboration (APCSC).
Penelitian ini melaporkan bahwa, merokok berdampak lebih buruk pada
perempuan dibanding laki-laki, tetapi hanya pada perokok berat saja.
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia dan sebagian besar bersifat
toksik bagi tubuh. Ada tiga kandungan utama yang dikaitkan dengan penyakit
kardiovaskular,yaitu :
1.
2.
2.
15
2.
3.
4.
5.
6.
16
4.4 Hipertensi
PENDAHULUAN
Prevalensi hipertensi meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia pada
semua ras dan kelompok gender. Pada umumnya tekanan darah sistolik pada
perempuan mempunyai nilai lebih rendah dibandingkan laki-laki pada masa
dewasa muda, sedangkan pada awal dekade ke enam tekanan darah sistolik pada
perempuan menjadi lebih tinggi. Tekanan darah diastolik hanya sedikit lebih
rendah pada perempuan dibandingkan laki-laki tanpa memandang usia. Pada
dekade ke lima insidens hipertensi meningkat lebih tajam pada perempuan;
sehingga pada usia enampuluhan prevalensi hipertensi pada perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA PEREMPUAN
Lebih dari 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
esensial); sedangkan 5-10% didefinisikan sebagai hipertensi sekunder; yang
diketahui etiologinya.Umumnya prevalensi hpertensi sekunder pada perempuan
sama dengan laki-laki, kecuali sekunder karena stenosis arteri renalis (akibat
displasia fibromuskuler), penggunaan kontrasepsi oral, preeklamsia dan vaskulitis,
yang lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Perempuan yang menderita hipertensi umumnya memiliki aktivitas renin
plasma lebih rendah dibandingkan penderita hipertensi pada laki-laki.Aktivitas
renin plasma, volume intravaskular dan tekanan darah bervariasi selama siklus
haid pada perempuan dengan normotensi.Peningkatan volume intravaskular pada
fase luteal siklus haid berperan penting dalam terjadinya hipertensi pada sebagian
perempuan, demikian halnya pada hipertensi yang diasosiasikan dengan
penggunaan kontrasepsi oral.Studi Karpanou dkk memperlihatkan bahwa,
perempuan fase premenoposal dengan hipertensi mengalami peningkatan nilai
testosterone selama masa ovulasi dan terjadi peningkatan testosterone dan
aktivitas renin plasma selama fase luteal siklus haid.Pada studi ini adanya
peningkatan aktivitas renin plasma menunjukkan tidak adanya perubahan tekanan
darah selama siklus tersebut (memberi kesan normotensi); sementara itu
penderita hipertensi pada perempuan dengan aktivitas renin plasma yang rendah
memperlihatkan peningkatan tekanan darah saat malam hari selama fase
ovulasi.Sehingga disimpulkan bahwa, pengaturan tekanan darah terutama
dipengaruhi oleh sistem renin - angiotensin aldosteron pada penderita
hipertensi dengan aktivitas renin plasma yang tinggi, sedangkan sex-steroid
berperan pada penderita hipertensi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
Perempuan yang mengalami hipertensi pada saat premenopause, mempunyai
laju jantung, waktu ejeksi ventrikel kiri, indeks kardiak, dan tekanan nadi lebih
tinggidibanding laki-laki seusia, sedangkantahanan vaskular perifer dan total
volume darah lebih rendah. Tetapi hipertensi pada perempuan yang lebih
tua,mengalami peningkatan tahanan vaskular perifer, plasma volume normal atau
rendah dan ada kecenderungan aktivitas renin plasma rendah.
17
18
PENGOBATAN NONFARMAKOLOGI
Menjalani pola hidup sehat pada semua orang penting untuk pencegahan
hipertensi, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penanganan
hipertensi.Penurunan berat badan sebesar 4.5 kg dapat menurunkan dan
mencegah hipertensi pada orang-orang dengan kelebihan berat badan
(overweight).Walaupun demikian, lebih diutamakan upaya untuk mempertahankan
berat badan normal yang sudah dicapai.
DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) adalah suatu pola makan
yang mencakup buah-buahan, sayur-sayuran dan produk makanan rendah lemak;
mengandung potassium dan kalsium tinggi; sedangkan asupan garam dibatasi
tidak lebih dari 2.4 gram per hari.
Latihan fisik secara teratur seperti jalan cepat dianjurkan selama 45 menit
setiap hari. Konsumsi alkohol misal anggur/wine dianjurkan tidak lebih dari 145 cc
19
20
Preeklamsi
Hipertensi kronik
dengan
superimpose
preeklamsi
Keterangan
Methyldopa
blocker
Labetalol
Clonidine
Antagonis
calcium
Diuretik
ACEI dan ARB
Labetalol (lini
kedua)
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Priscilla Igho Pemu, MD, MS and Elizabeth Ofili, MD, MPH. Hypertension in
Women: Part I. Journal of clinical hypertension (Greenwich). 2008 May;
10(5): 406-410.
Priscilla Igho Pemu, MD, MS and Elizabeth Ofili, MD, MPH. Hypertension in
Women: Part II. Journal of clinical hypertension (Greenwich). 2008Jun;
10(6): 497-500.
2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension.
The Task Force for the management of arterial hypertension of the
European Sosiety of Hypertension and of the European Society of
Cardiology.
22
4. 5 RIWAYAT KELUARGA
PENDAHULUAN
Riwayat keluarga merupakan faktor risiko penting pada penyakit
kardiovaskuler (PKV).Riwayat keluarga mewakili faktor genetika, lingkungan,
perilaku serta interaksi diantaranya.Untuk penyakit jantung, risiko relatif bervariasi
antara 2.0-9.0 diantara orang-orang yang diketahui mempunyai riwayat penyakit
jantung dalam keluarganya.Riwayat keluarga dapat mengarahkan seseorang yang
berisiko untuk mendapatkan edukasi pencegahan PKV, serta mendorong mereka
untuk mengubah perilaku -mengikuti anjuran pola hidup sehat.
RIWAYAT KELUARGA DANPENYAKIT KARDIOVASKULAR PADA PEREMPUAN
Studi McCuster dkkyang melibatkan 3.383 responder tanpa riwayat
PKV,menemukan bahwa setengah dari responder menyatakan mempunyai riwayat
penyakit jantung pada keturunan langsung mereka (orang tua/saudara kandung).
Pada perempuan yang mengalami penyakit jantung koroner (PJK) padausia
<65 tahun, maka keturunan langsung (first-degree relatives) nya akan berisiko dua
kali lebih tinggi untuk terkena PJK. Sedangkan pada laki-laki usia<55 tahun di
mana kedua orang tuanya mengalami kejadian kardiovaskuler di usia <55 tahun,
maka risiko untuk terjadi PKV meningkat sampai 50% dibandingkan populasi pada
umumnya. Kejadian kardiovaskuler yang menyerang keluarga lainnya seperti
paman, bibi atau kakek nenek (second-degree relatives) tidak memberikan data
yang cukup kuat, tetapi masih mungkin berperan pada riwayat keluarga. Studi lain
memperlihatkan bahwa, kejadian PKV pada keturunan kedua (second-degree
relatives) memiliki kaitan yang erat dengan skor kalsium koroner (coronary
calcium score). Meningkatnya skor kalsium koroner dapat memprediksi terjadinya
PJK dan menjadikan petanda awal PKV.
Riwayat keluarga yang kuat akankejadian PKV dapat dikendalikan dengan
cara menghindari faktor-faktor risiko PKV sedini mungkin,mengadopsi pola hidup
sehat secara agresif;termasuk pengendalian nilai kolestrol dan tekanan darah
dengan pengobatan yang adekwat.
Beberapa kelainan genetik dihubungkan dengan meningkatnya kejadian
serangan
jantung
prematur.
Penyebab
tersering
adalah
familial
hypercholesterolemia, dimana kadar kolestrol LDL meningkat tajam pada usia
sangat dini. Deteksi dini kelainan ini pada suatu keluarga dapat mencegah
kejadian kardiovaskuler prematur, serta menurunkan risiko kejadian
kardiovaskular berikutnya.
Suatu penelitian yang menghubungkan implikasi gender dan faktor-faktor
risiko dengan kejadian PJK menyatakan bahwa, diabetes, high density lipoprotein
dan trigliserida mempunyai dampak yang luar biasa terhadap perempuan yang
mengalami kejadian PJK. Interaksi antara riwayat keluarga dan faktor-faktor risiko
konvensional lainnya terhadap kejadian PJK, sudah terlihat. Walaupun demikian,
penelitian-penelitian yang ada tersebut menyatakan bahwa riwayat keluarga
sebagai salah satu faktor risiko kardiovaskular masih sangat sulit dibuktikan
23
dikarenakan faktor faktor metodologi dan definisi dari adanya riwayat keluarga
itu sendiri. Oleh karena itu mekanisme dasar bagaimana riwayat keluarga berperan
sebagai faktro risiko, dampak terpisah dari peran genetika dan lingkungan masih
menjadi perdebatan hingga saat ini.
Suatu studi yang dilakukan oleh Barret dkk melaporkan bahwa, efek
ketidaktergantungan (independent) terhadap kematian kardiovaskular hanya
terlihat pada laki-laki usia<60 tahun, tetapi tidak pada perempuan. Hal ini mungkin
disebabkan jumlah populasi perempuan yang disertakan dalam penelitian ini tidak
cukup besar, untuk membuktikan adanya hubungan yang erat antara riwayat
keluarga dengan PJK.Namun beberapa studi belakangan melaporkan bahwa,
riwayat keluarga juga merupakan faktor risiko PJK untuk perempuan.Salah satu
studi yang dilakukan oleh Pohjola dkk membuktikan bahwa saudara perempuan
sekandung dengan pasien perempuan berusia <65 tahun yang diteliti, mempunyai
risiko kumulatif terhadap PJK dua kali daripada saudara perempuan sekandung
pasien laki-laki yang diteliti.
Studi Framingham yang menyertakan 5209 peserta membuktikan bahwa,
kejadian PJK dengan riwayat keluarga (yang didefinisikan sebagai kematian orang
tua oleh karena PJK) merupakan prediktor kuat yang bersifat independen terhadap
kejadian PJK itu sendiri.Partisipan dengan riwayat orang tua yang mengalami
kejadian PKV, mempunyai peningkatan risiko sebesar 29% untuk terjadinya
PKV.Studi ini juga membuktikan bahwa orang-orang yang berisiko rendah
terhadap faktor-faktor risiko yang konvensional tapi mempunyai riwayat keluarga
(orang tua) dengan PJK memiliki komponen genetika yang substansial; dimana
kejadian PJK tetap sulit dihindari walaupun sudah dilakukan upaya modifikasi
faktor-faktor risiko standar lainnya.
Colditz dkk dalam studinya yaitu The Nurses health memperlihatkan bahwa,
risiko kejadian PJKfatal yang disesuaikan dengan usia, adalah sebesar 5.0 pada
perempuan dengan riwayat infark miokard pada orang tuanya yang berusia <60
tahun.
24
PENUTUP
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa,baik perempuan maupun laki-laki
dengan riwayat keluarga,berisiko tinggi terhadap kejadian koroner yang prematur;
namunternyata risiko pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Margaret E. McCuster, MD, MS, Paula W.Yoon, ScD, MPH at al. Family
history of heart disease and cardiovascular disease risk reducing
behavior. Genet Med 2004:6(3):153-158.
NIH (National Heart, Lung, and blood Institute): Family History of
Atherosclerotic Cardiovascular Disease.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Genomics and Health.
Heart Disease and Family History.
Pohjola-Sintanen S, Rissanen A, Liskola P, Luomanmaki K. Family history
as a risk factor of coronary heart disease in patient under 60 years of age.
Eur Heart J 1998;19:235-239.
Myers RH, Kiely DK, Cupples LA, KAnnel WB. Parentral history is an
independent risk factor for coronary artery disease: the Framingham
study. Am Heart J 1990;120:963-969.
Colditz GA, Stampfer MJ, Willet WC, et al. A prospective study of parental
history of myocardial infarction and coronary heart disease in women. Am
J Epidemiol 1986;123:48-58.
25
5.
PENDAHULUAN
Selama beberapa dekade ini, prevalensi obesitas semakin meningkat. Data
dari World Health Organization (WHO) tahun 2014 memperkirakan bahwa,pada
populasi dunia usia > 18 tahun 39% ( sekitar 1,9 milyar orang ) memiliki kelebihan
berat badan, dan 13% ( sekitar 600 juta orang, 11% laki-laki dan 15% perempuan
)tergolongobese. Pada kelompok usia < 5 tahun, terdapat 42 jutaanak-anak
dengan berat badan berlebih ( overweight ) atau obese pada tahun 2013.
OBESITAS
Obesitas, terutama obesitas sentral, merupakan komponen penting dari
sindroma metabolik dan secara signifikan berhubungan dengan penyakit
kardiovaskular baik pada laki-laki maupun perempuan. Perempuan dengan
obesitas lebih rentan mengalami diabetes, yang kemudian akan semakin
meningkatkan risiko kardiovaskular. Sebuah studi registri menunjukkan bahwa,
meskipun telah terjadi penurunan angka infark miokard dan kematian akibat PJK
pada laki-laki dan perempuanusia>65 tahun, akan tetapi hal ini tidak terlihat pada
perempuan yang lebih muda. Salah satu hipotesa mengindikasikan bahwa hal ini
disebabkan oleh meningkatnya obesitas pada perempuan yang lebih muda.
Kriteria obesitas
Kriteria obesitas dilakukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT),rumusnya:
2
WHO Tradisional
<18,5
18,5-24,9
18,5-22,9
Rata-rata
>25
25.0 29,9
> 23
23.0 24,9
Meningkat
26
Rendah
Obese Kelas I
Obese Kelas II
Obese Kelas III
30,0-34,9
35-39,9
> 40
25,0-29,9
> 30
Sedang
Berbahaya
27
28
29
30
31
WHO
IDF
Terdapat 3 kriteria
berikut :
- Lingkar perut 90
cm pada laki-laki
Obesitas
sentral
(lingkar
perut90
cm pada laki-laki
dan 80 cm pada
32
dan 80 cm pada
perempuan
TG
>150
mg/dL/dalam
terapi
HDL <40 mg/dL
untuk
laki-laki
dan <50 mg/dL
untuk
perempuan/
dalam terapi
TDS 130 mmHg
atau TDD 80
mmHg
atau
dalam terapi
GDP 110 mg/dL
atau
dalam
terapi.
- TG150mg/dl
- HDL <35 mg/dl pada laki-laki,
<39 mg/dl pada perempuan
- IMT>30kg/m2 dan/atau waist
hip ratio>0,9 pada laki- laki,
>0,85 pada perempuan
- Albuminuria20g/min
atau
rasioalbumin/creatinin>30mg/g
perempuan)
dengan 2 kriteria
berikut:
- TG 150 mg/dL/
dalam terapi
- HDL <40 mg/dL
untuk laki-laki
dan <50 mg/dL
untuk
perempuan atau
dalam terapi
- TDS130 mmHg
atau TDD 85
mmHg
atau
dalam terapi
- GDP
100
mg/dL
atau
dalam terapi.
Keterangan: TG, Trigliserida; HDL, High Density Lipoprotein; TDS, Tekanan Darah Sistolik;
TDD, Tekanan Darah Diastolik; GDP, Gula Darah Puasa; GDPT, Gula Darah Puasa Terganggu;
TGT, Toleransi Glukosa Terganggu
33
dari NHANES juga menunjukkan bahwa, peningkatan lingkar perut, hipertensi dan
peningkatan kadar trigliserida merupakan penyebab utama meningkatnya
prevalensi sindroma metabolik pada perempuan.
Dampak Sindroma Metabolik Terhadap Kejadian PKV Pada Perempuan
Risiko kardiovaskular akan meningkat terutama pada perempuan dengan
obesitas sentral, karena sering disertai faktor risiko lainnya. Data menunjukkan
bahwa, prevalensi sindroma metabolik lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Sindroma metabolik juga memiliki dampak risiko kardiovaskular yang
lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Meta analisa yang melibatkan 21
studi prospektif yang menganalisis hubungan antara sindroma metabolik dengan
risiko kardiovaskular menunjukkan bahwa, individu dengan sindroma metabolik
memiliki peningkatan kematian akibat semua sebab (RR 1,35; IK 95% 1,17-1,56),
kematian akibat PKV (RR 1,74; 95% IK 1,29-2,35) dan PJK (RR 1,53; 95% IK 1,261,87) dibanding subyek normal. Peningkatan ini, secara signifikan lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki (RR 2,10, 95%; IK 1,79-2,45 versus RR 1,57; IK
95% 1,41-1,75). Data ini menunjukkan pentingnya peran sindroma metabolik
dalam meningkatkan risiko kardiovaskular pada perempuan.
34
perempuan yang tidak aktif dengan berat badan normal memiliki RR 1,48 (IK 95%
1,24-1,77). Risiko paling tinggi dimiliki oleh perempuan obese yang tidak aktif (RR
3,44IK 95% 2,81-4,21).Data ini jelas menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
membantu menurunkan risiko kardiovaskular.
Data yang ada menunjukkan bahwa aktivitas fisik minimal yang diperlukan
untuk menurunkan risiko kardiovaskular adalah aktivitas fisik intensitas sedang
150 menit/minggu atau aktivitas fisik aerobic dengan intensitas tinggi yaiitu 75
menit/minggu.Keuntungan lebih didapat dengan aktivitas fisik sedang 300
menit/minggu atau aktivitas fisik aerobik intensitas tinggi 150 menit/minggu.
PENUTUP
Obesitas pada perempuan merupakan faktor risiko independen terhadap
penyakit kardiovaskular dan mortalitas kardiovaskular.Dampak obesitas pada
risiko kardiovaskular lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki. Risiko ini
akan semakin meningkat jika obesitas disertai komorbid lainnya, terutama
sindroma metabolik. Perubahan pola hidup, termasuk peningkatan aktivitas fisik
dan perubahan pola diit telah terbukti secara signifikan menurunkan risiko
kardiovaskular pada perempuan, dan menghambat perkembangan obesitas
menjadi sindroma metabolik.Oleh karena itu, perubahan pola hidup merupakan
modalitas utama dalam penanganan obesitas dan sindroma metabolik pada
perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
35
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
36
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
adults (Adult Treatment Panel III). Final report. Circulation 2002; 106:
3143-3421.
Alberti KG, Zimmet PZ. Definition, diagnosis and classification of diabetes
mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of
diabetes mellitus: provisional report of a WHO consultation. Diabet Med
1998; 15: 539-553.
Strazzullo P, Barbato A, Siani A, et al. Diagnostic criteria for metabolic
syndrome : a comparative analysis in an unselected sample of adult male
population. Metabolism Clinical and Experimental 2008; 57: 355-361.
Ford ES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of the metabolic syndrome
among US adults: findings from the third National Health and Nutrition
Examination Survey. JAMA 2002; 287: 356-359.
Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S.
Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta,
Indonesia: the Jakarta primary non-communicable disease risk factors
surveillance 2006. Indonesia J Intern Med 2010; 42: 4
Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S.
Prevalence of Metabolic Syndrome Using NCEP/ATP III Criteria in Jakarta,
Indonesia : The Jakarta Primary Non-communicable Disease Risk Factors
Surveillance 2006. Acta Med Indones Indonesia J Intern Med 2010; 42:
199-203.
Soewondo P. Prevalence of metabolic syndrome as defined by The ATP III,
Asian modification of ATP III, WHO and IDF criteria in Depok population
study. Abstract. JAFES 2005; 23: S99.
Ford ES, Giles WH, Mokdad AH. Increasing prevalence of the metabolic
syndrome among US adults. Diabetes Care 2004; 27: 2444-2449.
Galassi A, Reynolds K, He J. Metabolic syndrome and risk of
cardiovascular disease: a meta-analysis. Am J Med 2006; 119: 812-819.
Pan X, Yang W, Liu J. Prevalence of diabetes and its risk factors in China
1994. National Diabetes Prevention and Control Cooperative Group.
Chung Hua Nei Ko Tsa Chih 1997; 36: 384.
Khan UI, Wang D, Karvonen-Gutierrez CA, Khalil N, Ylitalo KR, Santoro N.
Progression from metabolically benign to at-risk obesity in
perimenopausal women: a longitudinal analysis of Study of Womens
Health Across Nation (SWAN). J Clin Endocrinol Met 2014; 99 (7).
DOI: http://dx.doi.org/10.1210/jc.2013-3259
Shiroma EJ, Lee IM. Physical activity and cardiovascular health: lesson
learned from epidemiological studies across age, gender, and
race/ethnicity. Circulation 2010; 122: 743-752.
Li TY, Rana JS, Manson JE, Willett WC, Stampfer MJ, Colditz GA, Rexrode
KM, Hu FB. Obesity as compared with physical activity in predicting risk of
coronary heart disease in women. Circulation. 2006; 113:499506.
Physical Activity Guidelines Committee. Physical Activity Guidelines
Advisory Committee Report. Washington, DC: Dept of Health and Human
Services; 2008.
37
38
DIAGNOSIS
Terdapat beberapa skala atau skor yang sering dipakai dalam penelitian untuk
menilai tingkatan stres dan depresi, antara lain :Perceived Stress Scale (PSS-14),
Center for Epidemiological Studies Depression Scale (CES-D), Mental Health Index
(MHA-5), Zung Self rating Depression Scale.Sedangkan secara klinis diagnosa
depresi ditegakkan berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder V (DSM V) tahun 2013, atau mengikuti kriteria yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan tahun 1993 tentang Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa.
Gejala utama individu dengan episode depresif adalah:
mood yang depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energi yang mengakibatkan keadaan mudah lelah dan
berkurangnya aktivitas.
Sedangkan gejala lazim lainnya adalah:
konsentrasi dan perhatian berkurang,
kepercayaan diri berkurang,
rasa bersalah dan merasa tidak berguna,
pandangan masa depan yang suram dan pesimistis,
timbul gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri bahkan
sampai pada upaya bunuh diri,
gangguan tidur, dan
nafsu makan berkurang.
TATALAKSANA
Selain intervensi terhadap faktor risiko yang ada, beberapa studi menyatakan
bahwa pasien depresi akan mendapat keuntungan dari program rehabilitasi, yang
meliputi stop merokok, pengaturan berat badan, aktivitas fisik dan dukungan
sosial. Perempuan depresi cenderung lebih sulit untuk menghilangkan kebiasaan
merokok, mengabaikan pola makan yang sehat, dan menjadi malas untuk
beraktivitas.
Aktivitas fisik bermanfaat untuk menurunkan berbagai faktor risiko penyakit
jantung koroner (PJK), dan juga bermakna menurunkan risiko depresi. Gejala
depresi meningkat tiga kali lipat pada perempuan sedentari dibanding laki-laki.
Jannique dkk melaporkan bahwa gejala depresi meningkat pada perempuan
dengan perilaku sedentari > 7 jam perhari dibandingkan dengan perempuan
sedentari < 4 jam perhari. Aktivitas fisik yang teratur juga dapat mengalihkan
perhatian perempuan dari kebiasaannya merokok, sekaligus membantunya untuk
menjaga berat badan dan mengontrol faktor risiko lainnya.
Dukungan sosial sangat membantu penderita depresi agar dapat menemukan
kepercayaan diri dan kembali bersosialisasi dan beraktivitas secara normal.
Harsten dkk melaporkan bahwa perempuan dengan sindroma koroner akut yang
mempunyai 2 atau lebih gejala depresi dan kurang bersosialisasi dengan
lingkungan, mempunyai kejadian kardiovaskular berulang yang lebih tinggi
39
40
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
41
42
43
Januari 2010 dengan merekrut 20ribu laki-laki dan perempuan Amerika;studi ini
akan menguji apakah suplemen vitamin D (2000 IU cholecalciferol) atau minyak
ikan (1 gram omega-3 fatty acids) menurunkan risiko kardiovaskular dan kanker.
VITAMIN D DAN SUPLEMEN KALSIUM
Womens Health Initiative Investigators (WHI) tidak menunjukkan penurunan
kejadian koroner, stroke, atau kematian dihubungkan dengan kombinasi vitamin D
(400 IU/hari) dan suplemen calcium (1000mg/hari) dibandingkan dengan placebo.
Dosis vitamin D yang diuji pada WHI mungkin terlalu rendah, dan kardiovaskular
bukan merupakan end-point primer.VITALakanmenginformasikan manfaatrisiko
vitamin D dan suplemen minyak ikan untuk pencegahan primer kardiovaskular
pada perempuan.
Table 7.1.CVD Prevention in Women : What We Have Learned in the Past Decade *
Unknown in 2000
Does menopausal hormone therapy
prevent Incident CVD?
Do SERMs prevent incident or
recurrent CVD?
Is aspirin effective for the primary
prevention of CVD in women?
Known in 2011
Does menopausal hormone therapy does
not prevent Incident CVD in women and
25-28
increases risk of stroke
Do SERMs prevent incident or recurrent
CVD in women and increases risk of fatal
29-32
stroke and VTE
Aspirin does not prevent incident MI in
women <65 y; aspirin prevents recurrent
CVD and incident ischemic stroke and
might prevent incident MI in women >65 y
of age but increases risk of hemorrhagic
33-38
strokes and GI bleeding
Vitamins E and C and beta carotene do not
39-42
prevent incident or recurrent CVD
Folic acid and B vitamin supplements do
43-47
not prevent incident or recurrent CVD
Does omega-3 might prevent CVD in
women with hypercholesterolemia but the
48-51
absolute benefit is low
Combined vitamin D (400 IU daily) and
calcium supplementation (1000 mg/d) do
not reduce the risk of CVD, stroke, or
52-53
mortality
Targeting HbA1C<6% does not prevent CVD
events in patients with diabetes mellitus
54
and increases the risk of death
LDL reduction reduces recurrent events
and might reduce incident events in
women, but the absolute benefit for
44
55-61
45
PENUTUP
Secara umum, suplemen antioksidan tidak diberikan untuk terapi rutin
pencegahan dan pengobatan kardiovaskular. Secara khusus, Evidence-Based
Guidelines for Cardiovascular Disease Prevention in Women2011 Update(AHA)
menyimpulkan bahwa supplemen vitamin antioksidan tidak dianjurkan untuk
pencegahan risiko kardiovaskular pada perempuan, sambil menunggu studi klinis
yang sedang berjalan. Namun dianjurkan konsumsi serat (buah, sayur, biji-bijian),
susu rendah lemak atau non fat, kacang-kacangan,daging unggas, ikan, daging
tidak berlemak, dan menjaga berat badan ideal, aktifitas fisik (olahraga)rutin,juga
tekanan darah normal dan kadar lemak kolesterol rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
46
8.
9.
47
REKOMENDASI
48
49
batas jelas antara pemakaian TSH untuk menangani gejala menopause dan untuk
tujuan prevensi penyakit kronik.
Risiko absolut TSH jauh lebih rendah pada perempuan lebih muda dibanding
yang lebih tua. Risiko efek negatif (adverse event) pada perempuan yang lebih
muda setelah pemakaian TSH selama lima tahun adalah 1 dalam 100, sedangkan
pada perempuan yang lebih tua risiko ini meningkat 4-5 kali. Dalam tatalaksana
penggunaan TSH pada menopause, penyesuaian individual penting sekali; seperti
usia, waktu mulainya menopause, keberadaan faktor-faktor risiko PKV atau kanker
payudara. Faktor dan biomarker lain yang juga perlu dipertimbangkanadalah
sindroma metabolik.Stratifikasi risiko ini perlu dilakukan sebelum pemberian TSH.
Manfaat TSH sebagai pencegahan sekunder, telah diteliti pada The HERS Trial
1998 dan The HERS Trial II 2002.Studi ini meneliti apakah pemberian conjugated
equine estrogen dan medroxyprogesterone acetate pada perempuan menopause
yang diketahui mempunyai PJK dapat merubah risiko PJK. Setelah pengawasan
4.1 tahun dan 2.7 tahun, ternyata tidak terlihat adanya pengurangan risiko PJK.
Bahkan terdapat peningkatan kejadian kardiovaskular seperti infark miokard
nonfatal atau kematian akibat PJK pada tahun pertama pemberian TSH, dibanding
grup placebo.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terapi sulih hormon tidak dianjurkan sebagai
pencegahan primer maupun sekunder PJK pada perempuan menopause. Namun
pada perempuan menopause sehat yang lebih muda dan baru mulai menopause
dengan gejala-gejalayangmengganggu kualitas hidup, TSH bermanfaat dan dapat
diberikan asalkan tidak lebih dari lima tahun.Stratifikasi risiko per individu
sebaiknya dilakukan sebelum TSH mulai diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
50
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
51
52
Conditioning
Dilakukan setidaknya 20-60 menit, berupa latihan aerobik, resistance,
neuromotor, dan/atau aktivitas olah raga lain (sesi latihan selama 10
menit dimungkinkan bila akumulasi olah raga aerobik individu setidaknya
telah mencapai 20-60 menit/hari)
Pendinginan
Dilakukan setidaknya 5-10 menit, latihan ketahanan kardiorespirasi dan
muskular, dengan intensitas ringan hingga sedang
Stretching
Dilakukan setidaknya
pendinginan.
10
menit,
setelah
fase
pemanasan
atau
53
3039
4049
50 9
60 9
Jenis
Kelamin
Angina
Pektoris
Spesifik
Angina
Pektoris
Tidak Spesifik
Nyeri
Dada
Bukan
Angina
Asimptomatik
Laki-Laki
Sedang
Sedang
Rendah
Sangat
rendah
Perempuan
Sedang
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Laki-Laki
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Perempuan
Sedang
Rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Laki-Laki
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Perempuan
Sedang
Sedang
Rendah
Sangat
rendah
Laki-Laki
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Perempuan
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Prosedur protokol tes treadmill yang digunakan pada umumnya sama antara
laki-laki dan perempuan. Protokol Bruce standar digunakan untuk perempuan
yang dapat melakukan latihan dengan aman, sedangkan protokol Bruce yang
sudah dimodifikasi (modified Bruce) dapat dipakai bila perempuan tersebut
mengalami intoleransi terhadap latihan. Protokol yang lain juga dapat digunakan
tergantung dari hasil pra-uji. Tujuan uji latih yang hendak dicapai adalah
partisipan mampu mencapai setidaknya 85% laju jantung maksimal. Pada
54
Tabel 9.3.Varibel Uji Latih Jantung Non-EKG yang Digunakan Untuk Diagnostik
dan Prognostik pada Perempuan
Exercise
Variable
Method of
Assessment
Exercise
capacity
Estimatedbythestre
ssprotocol (in
METs)
< 5METs;<85% of
predictedvalue
(predicted
METs= 14.7-(0.13
x age)
Chronotr
opic
Achievementofagepredicted HR
85%ofagepredicted HR
Predictive of survival in
symptomatic women
High-Risk Values
55
Remarks
Response
HRR
DTS
ST/H
Rindex
ST/HRslo
pe
BPrespo
nse
Chronotropic
index=
HRR*/metabolicres
erve;
Metabolic
reserve
=(METstage1)/(METpeak1);HRR= (HRst
ageDifference between
HRrest)/(100
HR at peak
%
age and HR
exercise
predicted
after 1-minute
peak HRrecovery
HRrest)
DTS = exercise
time - (5 xST
deviation) - (4 x
anginascoreindex)
Chronotropicindex
< 0.80
Predictiveofmortalityinasymptom
aticandsymptomaticwomen
Low-risk DTS,
5;moderate-risk
DTS,> -11,<5;high-risk
DTS, < -11
Predictiveofall-cause mortality
and cardiac mortality in a
symptomatic and symptomatic
women; in symptomatic women,
moderate and high risk DTS
indicate more severe CAD
Maximumchangein
ST-segment
depression/change
inHR
Greateststatisticall
y significant
slopeby
linearregressionrel
atingST-segment
depressiontoHRdur
Assessment of BP
ingexercise
response to
exercise, change in
SBP and DBP from
rest with maximal
stress
Abnormal,>1.6V/bpm
Increasesthesensitivityfordetection
ofCAD inasymptomaticwomen
Abnormal,>2.4V/bpm
;markedly
abnormal,>6.0V/bp
m
Increasesthesensitivityfordetection
ofCAD in asymptomatic women
Highlikelihoodofischemia/detectio
nofCAD
inleftcoronaryarteryand/or3vessel disease
Increased risk of developing
hypertension
Increased risk of developing
hypertension
BP indicates blood pressure; SBP, systolic blood pressure; and DBP, diastolic blood pressure. *Using
peakage-predicted HR= 206-0.88 (age) in a symptomatic women for chronotropic index
calculation.
Langkah diagnosis PJK pada perempuan selanjutnya, tergantung pada hasil
uji latih jantung. Perempuan dengan kecenderungan tinggimempunyai penyakit
jantung aterosklerosis pada pra dan pasca uji latih, dianjurkan melakukan
56
57
PENUTUP
Penelitian klinis dan teori motivasional telah menunjukkan hubungan antara
efektifitasaktivitas fisik berupa olah raga, dengan pencegahan penyakit jantung
pada perempuan. Aktivitas fisik juga merupakan terapi bagi perempuan yang telah
diketahui mengidap PJK (sebagai prevensi sekunder), maupun perempuan yang
memiliki faktor risiko(sebagai prevensi primer). Olah raga dengan prekripsi
tepatyang disesuaikan dengan kebiasaan dan kemampuan perempuan,akan
memberikan manfaat yang diinginkan.
Uji latih jantung berupa tes treadmill dapat digunakan untuk menentukan
diagnosis dan prognosis PJK pada perempuan.Protokol uji latih yang digunakan
tidak berbeda dengan laki-laki, tetapi interpretasinya dapat berbeda.Perempuan
cenderung memiliki perubahan segmen ST dan gelombang T pada EKG baseline
dan mengalami depresi segmen ST ketika melakukan tes uji latih.Hal ini terjadi
karena hormon estrogen pada perempuan dapat menimbulkan digoxin-like effect
pada segmen ST; perempuan yang melakukan uji latih jantung umumnya berusia
lebih tua, sehingga toleransinya lebih rendah, kemampuan melakukan uji latih
yang dapat menginduksi iskemia dan depresi segmen ST juga kurang.Kemampuan
uji latih jantung untuk mengidentifikasi perempuan dengan penyakit arteri koroner
menjadi terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
58
90
60-<90
40-<60
30-<40
<30
%VO2R
%HRR
atau
Skala RPE
20 METS
10 METS
5 METS
MET
Intensitas
Absolut
% VO2max
Latihan
Resistance
Intensitas
Relatif
Muda
Usia
Usia
% ORM
(20-39 th) Pertengahan Lanjut
(40-64 th) ( 65 th)
<30
% VO2max
<1,6
% VO2max
<2,0
6-20
<2,4
VO2max
<2,0
50- <70
<44
3,2- <4,8
70- <85
<37
4,0- <60
4,8- <6,8
<34
HRmax
Sangat
ringan
4,8- <7,2
6,0- <8,5
30- <50
3,0-<6,0
7,2-< 10,2
<3,2
52- <68
6,0-<8,8
<4,0
46-<64
68- <92
85
8,5
6,8
<4,8
43-<62
Sangat
34-<43
ringan-Cukup
ringan (RPE 911)
64-<91
10,2
92
8,8
2.0-<3,0
37-<45
62-<91
91
44- <52
46-<64
Cukup
ringan-Agak
berat (RPE
12-13)
91
(RPE 9)
64-<91
Sangat berat
(RPE
91
37-<46
<37
96
76-<96
64-<76
57-<64
<57
Intensitas Relatif
Lampiran 1. Tabel 9.1 Metode Estimasi Intensitas Olah Raga Kardiorespiratori dan Resistance (ACSM, 2014)
Intensitas
Sangat
Ringan
Ringan
Sedang
Berat
Hampir
Maksimal /
Maksimal
HRR, Heart Rate Reserve; VO 2R, Oxygen Uptake Reserve; HR max, Maximal Heart Rate; VO 2max, Maximum Oxygen Consumption; RPE,
Rating of Perceived Exertion; MET, Metabolic Equivalent; ORM, One Repetition Maximum.
59
60
Gambar 10.1. B-mode ultrasound arteri karotis komunis kanan. Tanda panah
menunjukkan lapisan interna media yang diukur.( Dikutip dari : J. Am. Soc.
Echocardiogr. 2007; 20(7): 907-914)
Terdetek sinyaplak memiliki efek yang lebih besar untuk meningkatkan
prediksi risiko pada perempuan dibandingkan pada laki-laki, tetapi tidak ada
penjelasan yang cukup memuaskan untuk menerangkan hal itu. Ada beberapa
kemungkinan penjelasan antara lain: karena perempuan setengah baya memiliki
prevalensi yang relatif rendahuntuk terjadinya aterosklerosis, sehingga
terdeteksinya plak akan lebih mencerminkan terjadinya proses aterosklerosis,
denganmenggunakan ketebalan intima tunika media sesuai spesifik gender
persentil, akan membuat nilai potong CIMT tertentu mungkin lebih spesifik pada
wanita. Namun yang jelas adalah: ketika perempuan terkatagorikan kelompok
risiko menengah, penambahan data CIMT bermakna akan meningkatkan prediksi
risiko, seperti pada populasi laki-laki.
61
62
63
64
Catatan: CIMT- carotid intimamedia thickness; CRP - Creactive protein; LDL-lowdensity lipoprotein.
*tidak ada riwayat angina, serangan jantung, stroke,
penyakit arteri periferTidak boleh ada: kolesterol total
>200 mg/dL, TD>120/80 mm Hg, diabetesmerokok,
riwayat PJK, atau sindroma metabolik.
Populasi usia>75 tahundinyatakan berisiko tinggi,
langsung mendapat terapi tanpa perlu tes ateroskeloris
Ditangguhkan menungguperkembanganpedoman praktik
klinik y.a.d.
**Kolesterol, TD tinggi, diabetes, merokok, riwayat PJK
dalam keluargaatau sindroma metabolik.
untuk prevensi stroke, ikuti pedoman yang ada sekarang.
65
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
66
67
68
69
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
70
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
71
Umur
Riwayat tukak peptik
Dalam pemakaian obat NSAID
Infeksi Helicobacter Pylori
Gagal ginjal kronik
Diabetes mellitus
Konsumsi alkohol
Penggunaan bersamaan dengan antikoagulan lain
72
73
Clopidogrel
Clopidogrel dikenal sebagai obat antiplatelet untuk pencegahan sekunder
untuk mengurangi risiko serangan jantung dan stroke baik pada perempuan
maupun pada pria, namun manfaat clopigorel agak berbeda pada kedua gender.
Meta-analisis dari 5 studi besar yang melibatkan 80.000 subyek, 30 persen
diantaranya adalah perempuan, menemukan clopidogrel menurunkan risiko
serangan jantung sebesar 16% pada pria dan 7% pada perempuan.
Pada pria, clopidogrel efektif menurunkan risiko serangan jantung, stroke dan
mortalitas total, sedangkan pada perempuan, manfaat hanya tampak jelas pada
penurunan risiko serangan jantung.
Perbedaan juga tampak pada risiko perdarahan pada populasi yang
mengkonsumsi clopidogrel bersamaan dengan aspirin, populasi perempuan
memiliki risiko perdarahan dua kali lebih tinggi dari populasi pria.
Walaupun demikian, secara keseluruhan,
perempuan dan pria tak berbeda bermakna.
manfaat
clopidogrel
pada
Manajemen sub-optimal
74
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
75
8.
9.
10.
11.
76
13. PEDOMAN
PENCEGAHAN
PEREMPUAN INDONESIA
PENYAKIT
KARDIOVASKULARPADA
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyakit yang mengenai jantung
(antara lain penyakit jantung koroner, penyakit jantung reumatik, penyakit jantung
bawaan, kardiomiopati) dan pembuluh darah (antara lain stroke, thrombosis vena
dalam, emboli pulmoner). Penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian
nomor 1 bagi perempuan di seluruh dunia.Sekitar 8.6 juta perempuan setiap tahun
meninggal akibat PKV di dunia, sepertiga dari seluruh kematian pada perempuan;
artinya, dari tiga kematian pada perempuan, satu diantaranya diakibatkan oleh
PKV. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 3.4 juta meninggal akibat penyakit jantung
koroner (PJK), 3 juta karena stroke dan 2.2 juta selebihnya akibat penyakit jantung
lain dan penyakit pembuluh darah perifer.
WHO tahun 2014 membuat estimasi bahwa, dari 247 juta penduduk Indonesia,
terdapat
sekitar 1.551.000 kematian; 37% (573.870 orang) diantaranya
disebabkan oleh PKV dan 6% (93.060 orang) akibat diabetes. Dari 100.000 laki-laki
dewasa, terdapat 407.5 kematian akibat PKV dan 48.9 akibat diabetes; sedangkan
dari 100.000 perempuan dewasa terdapat 337 kematian akibat PKV dan 71,9
akibat diabetes.
Penderita PKV perempuan yang hidup di negara berpenghasilan rendah dan
menengah, mempunyai angka kematian lebih tinggi dibanding perempuan yang
hidup di negara maju dan berpenghasilan tinggi. Serangan jantung pada
perempuan juga mempunyai angka kematian lebih tinggi dibanding laki-laki (26 %
vs 19 %); perbedaan ini semakin menyolok pada usia di bawah 60 tahun. Setiap
tahun 55.000 lebih banyak perempuan meninggal akibat stroke dibanding lakilaki.Pada perempuan, prevalensi stroke juga lebih tinggi dibanding PJK;
sedangkan pada laki-laki justru sebaliknya.
Dengan semakin banyaknya penelitian PKV pada perempuan di Amerika
Serikat, diperoleh kenyataan bahwa, dibandingkan laki-laki, perempuan
memperlihatkan presentasi PKV 10-20 tahun lebih lambat.Perempuan juga tidak
memperlihatkan keluhan nyeri dada yang khas seperti laki-laki, keluhan yang
sering timbul adalah nafas pendek, keringat berlebihan, mual, nyeri epigastrik dan
rasa lelah.Perbedaan simptom ini sering membuat perempuan terlambat
mendapat
intervensi
untuk
revaskularisasi.Disamping
itu,
gambaran
elektrokardiogram saat istirahat dan saat uji latih jantung pada perempuan juga
kurang sensitif, sehingga menyulitkan para klinisi dalam menegakkan diagnosis
PJK.Pada angiografi, plak pada perempuan cenderung terdistribusi merata,
membuat interpretasi PJK lebih sulit dan sering diinterpretasikan normal.Hasil
otopsi pasien PJK yang meninggal, juga memperlihatkan lebih sedikit perempuan
yang mengalami sumbatan arteri koroner dibandingkan dengan laki-laki.
Disamping itu, pengaruh faktor risiko juga berbeda, misalnya laki-laki cenderung
mengalami hipertensi pada usia lebih muda dibanding perempuan; dan kadar
kolesterol LDL cenderung lebih lebih rendah pada perempuan usia muda namun
lebih tinggi pada usia lebih tua. Kadar trigliserida menurun pada laki-laki usia
77
pertengahan dan tua, sedangkan pada perempuan justru meningkat. Atas dasar
tersebut diatas, American Heart Association (AHA) pada tahun 2011 merubah
fokus pedoman prevensi PKV pada perempuan, dari evidence based (manfaat
yang diperoleh dari observasi riset klinik) menjadi effectiveness based (manfaat
yang diperoleh dari observasi praktik klinik).
PENYEBAB DAN FAKTOR RISIKO PKV
Penyebab utama PKV adalah proses aterosklerosis, yang sudah dimulai sejak
awal masa kehidupan dan semakin progresif namun umumnya asimptomatis
hingga dewasa. Aterosklerosis merupakan suatu respon inflamasi kronik pada
pembuluh darah arteri, yang ditandai dengan deposisi lipoprotein pada dinding
arteri sehingga arteri mengeras dan tidak elastis lagi. Proses inflamasi kronik
aterosklerosis merupakan hasil dari interaksi antara lipoprotein-lipoprotein
plasma, komponen-komponen intra-seluler (monosit/ makrofag, limfosit T, sel-sel
endotel, sel-sel otot) dan matriks ekstraseluler dari dinding arteri. Hasil akhir dari
inflamasi ini adalah terbentuknya plak aterosklerosis dalam tunika intima arteri.
Plak aterosklerosis terdiri dari dua bagian, yaitu: 1) lipid core yaitu bagian
tengahyang halus, kuning karena berisi lemak terutama kolesterol, debris sel dan
2) bagian fibrous cap yang terdiri dari sel otot polos, makrofag, sel foam, serat
kolagen, elastin, proteoglikan, dan juga neovaskularisasi. Akumulasi plak ini
perlahan akan terus menebal, dan pada akhirnya menyumbat arteri atau pecah
membentuk trombus yang menyumbat total arteri. Pada perempuan dikatakan
terjadi fisura, sedangkan pada laki-laki terjadi ruptur.
Faktor risiko klasik PKV pada perempuan sama dengan laki-laki; ada 2
kelompok, yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi.
(1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah merokok, kurang aktifitas
fisik, hiperlipidemia, berat badan lebih atau obesitas, minum alkohol
berlebihan, hipertensi, diabetes dan depresi. Tingginya kadar homosistein,
fibrinogen dan lipoprotein - a juga dilaporkan sebagai faktor risiko
terjadinya aterosklerosis. Helicobacter pylori dan Chlamydia pneumoniae
menimbulkan infeksi dan transformasi miosit atau endotel, yang akan
memicu terbentuknya lesi / plak aterosklerosis.
(2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin,
ras dan riwayat keluarga (genetik).
Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan masalah faktor risiko PKV, namun
ada beberapa yang yang perlu dicermati sehubungan dengan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dan 2013:
78
Indonesia mengikuti kriteria WHO Asia Pasifik 2005 tentang kriteria berat
badan dan lingkar perut, yang tentu berbeda dengan kriteria Kaukasia.
Untuk kriteria berat badan kurang - nilai indeks massa tubuh (IMT) < 18.5
2
2
kg/M ; berat badan normal - IMT = 18.5 22.9 kg/M ; berat badan lebih
2
(overweight) nilai - IMT = 23 24.9 kg/M ; dan obese - nilai IMT > 25
2
kg/M . Sedangkan kriteria obesitas sentral : lingkar perut perempuan > 80
cm dan laki-laki > 90 cm.
Prevalensi obesitas pada perempuan Indonesia usia 18 tahun
cenderung meningkat, sejak tahun 2007 sampai tahun 2013 ( 14,8% vs
32,9% );demikian halnya prevalensi obesitas sentral ( 18,8% vs 26,9% ).
Prevalensi penduduk Indonesia usia > 10 tahun yang makan buah dan
sayur kurang dari 5 porsi perhari sangat tinggi dan tidak berubah dalam
kedua periode Riskesdas ini (93,6% vs 93,5%).
79
Berdasarkan Riskesdas
tahun 2007, prevalensi hipertensi 31,7%
(perempuan 31,3% dan laki-laki 31,9%); sedangkan menurut Riskesdas
tahun 2013 prevalensi hipertensi 25,6% ( perempuan 28,8% dan laki-laki
22,8% ). Penurunan ini sebagian disebabkan oleh cara pengukuran yang
berbeda. Lebih tingginya prevalensi hipertensi pada perempuan
dibandingkan laki-laki, akan terus meningkat sejalan dengan
penambahan populasi perempuan usia tua.
Untuk mencapai kesehatan kardiovaskular yang ideal, AHA menyatakan ada 3 hal
yang berpengaruh terhadap pemahaman tentang bagaimana kesehatan
kardiovaskular harus dipantau dan ditingkatkan, yaitu:
Kriteria
-
80
Berisiko PKV
( >1 faktor risiko
mayor)
Merokok
Tekanan darah > 120/ > 80 mm Hg, atau sedang dalam
terapi
- Kolesterol total > 200 mg/dL, HDL-C < 50 mg/dL, atau
sedang dalam terapi dislipidemia
- Obesitas, khususnya obesitas sentral
- Diet tidak sehat
- Aktifitas fisik kurang
- Riwayat keluarga (ayah, ibu, saudara kandung: laki-laki
usia < 55 tahun, perempuan < 65 tajun) mengalami PKV
prematur
- Sindom Metabolik
- Ada bukti aterosklerosis lanjut subklinikal (misal
kalsifikasi arteri koroner, plak/ penebalan tunika media
interna karotis )
- Kapasitas latihan saat tes treadmill rendah, dan/ atau
pemulihan nadi abnormal saat berhenti latihan
- Penyakit systemic autoimmune collagen-vascular
(misalnya lupus atau rheumatoid arthritis)
- Riwayat preeklampsi, diabetes pada kehamilan, atau
hipertensi yang timbul saat kehamilan.
Kesehatan
- Kolesterol total < 200 mg/dL (tidak dalam terapi)
kardiovaskular
- Tekanan darah < 120/< 80 mmHg (tidak dalam terapi)
ideal (semuanya) - Gula darah puasa < 100 mg/dL (tidak dalam terapi)
- Ideks Massa Tubuh < 25 kg/m2
- Tidak merokok
- Aktifitas fisik cukup (usia >20 tahun: intensitas sedang >
150 menit/minggu, intensitas berat >75 menit/minggu
atau kombinasi keduanya)
- Diet sehat (DASH-like)
World Health Organization/International Society of Hypertension (WHO/ISH)
menganjurkan penggunaan Carta Prediksi Risiko PKV (Gambar 13.1) untuk
fasilitas kesehatan primer di kelompok negara South East Asia Region/ SEAR - B
(Indonesia, Sri Langka dan Thailand). Carta ini memang sangat sederhana dan
mudah diaplikasikan di fasilitas kesehatan primer negara berkembang/
berpengasilan rendah-menengah.
Cara penggunaannya:
Sebelum menggunakan carta ini, diperlukan informasi sebagai berikut,
Diabetes atau tidak
Jenis kelamin
Merokok atau tidak
Usia
Tekanan darah sistolik
Kadar kolesterol total darah
Estimasikan risiko mengalami PKV dalam 10-tahun mendatang.
Langkah 1 Pilih carta yang sesuai : diabetes atau bukan diabetes
81
mg/dl
> 304
266 303
228 265
190 227
< 189
Carta ini memberikan estimasi risiko PKV pada populasi yang tidak mengidap
PKV (PJK, stroke atau penyakit aterosklerosis lainnya), sehingga bermanfaat
sebagai piranti untuk mengidentifikasi individu yang berisiko mengalami PKV dan
memotivasi mereka untuk mengubah pola hidupnya, atau minum obat yang
sesuai.
CARTA PREDIKSI RISIKO PENYAKIT KARDIOVASKULAR (WHO/ISH)
82
83
Berhenti merok ok
Diet : DASH-like
Aktifitas fisik regular
Manajemen berat badan
Tidak
Tidak
Ya
Ya
- Aspirin
Ya
Tidak
Rujuk ke
rehabilitasi
jantung
84
Pemberlakuan pedoman AHA 2011 secara global mungkin tidak tepat, karena
pedoman ini didasarkan atas hasil penelitian pada perempuan di Amerika Serikat
dan dalam jumlah yang relatif kecil. WHO mengajukan 4 kriteria untuk
mengevaluasi penerapan pedoman pencegahan PKV secara global, yaitu: efikasi
dan keamanannya, efektivitas biaya, keterjangkauan, dan manfaat bagi
masyarakat. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia khususnya, yang tergolong
negara berpenghasilan rendah-menengah dan berpenduduk besar (nomor 4
setelah China, India dan Amerika).
Atas dasar itu, maka Pedoman Pencegahan Kardiovaskular Pada Perempuan
Indonesia ini disusun dengan menggabungkan Pedoman PKV di South East Asia
Region B dari WHO (2007) dengan Pedoman PKV pada Perempuan dari AHA
2011.
REKOMENDASI UNTUK PENCEGAHAN PKV
Makna Rekomendasi
Pedoman AHA 2011 merekomendasikan tiga jenis intervensi, yaitu: 1)
intervensi pola hidup, yang sesuai untuk semua perempuan; 2) intervensi faktor
risiko utama, yang diarahkan pada perempuan "beresiko" atau "berisiko tinggi"
(lihat Tabel 13.1); dan 3) intervensi obat untuk pencegahan sekunder.
Setiap intervensi diklasifikasikan (I, IIa, IIb, atau III) berdasarkan kekuatan
rekomendasi dan dibagi atas tingkat (A, B, atau C) sesuai dengan jenis dan
kualitas bukti pendukungnya. Sehingga intervensi kemudian diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kelas I
Kelas IIa
Kelas IIb
Kelas III
85
Rekomendasi Kelas I.
-
Rehabilitasi jantung.
Rehabilitasi jantung untuk menurunkan risiko PKV dan / atau
program latihan fisik di rumah atau berbasis komunitas yang
dipandu dokter, harus direkomendasikan bagi perempuan yang baru
saja mengalami kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular,
penyakit arteri perifer atau gejala gagal jantung dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri < 35%.
Menjaga berat badan ideal (menjaga IMT < 23 kg / m2) dan lingkar
perut < 80cm, dengan cara menjaga keseimbangan antara asupan
kalori dengan aktivitas fisik, serta dengan program perilaku jika
diperlukan.
86
Rekomendasi kelas I.
-
87
Perempuan usia diatas 60 tahun dengan risiko PKV 10 tahun > 10%,
dapat menggunakan statin bila tidak ada inflamasi akut dan kadar
high-sensitivity C-reactive protein (CRP) > 2 mg/dl, setelah
modifikasi pola hidup.
Rekomendasi kelas I.
-
88
Perempuan usia > 65 tahun, baik yang berisiko PKV atau yang sehat,
dapat menggunakan terapi aspirin, jika tekanan darahnya terkontrol
dan diyakini manfaat mencegah stroke iskemik dan infark miokard
lebih besar daripada risiko perdarahan gastrointestinal / stroke
hemorrhagik.
Clopidogrel
Aspirin
89
75-325 mg/hari,
kecuali ada
kontraindikasi
Sebagai substitusi
aspirin
75-325 mg/hari,
kecuali ada
kontraindikasi
Kelas I,
tingkat A
Kelas I,
tingkat B
Kelas IIa,
tingkat B
Aspirin
Aspirin
Warfarin
Aspirin
Aspirin
AF kronis/paroksismal ada
kontra-indikasi warfarin
atau risiko stroke rendah (<
1% atau skor CHADS2 <2)
AF paroksismal atau
permanen dan beririko
stroke atau emboli
Dabigatran
-blocker
-blocker
-blocker
-blocker
ACE
inhibitor
90
Kelas IIa,
tingkat B
Upayakan mencapai
INR 2-3, kecuali
berisiko rendah untuk
stroke atau berisiko
tinggi pendarahan
75-325 mg/hari,
kecuali ada
kontraindikasi
75-325 mg/hari,
Kelas I,
tingkat A
Sebagai alternatif
warfarin pada pasien
tanpa katup
buatan/penyakit
katup bermakna,
gagal ginjal berat
(CrCl < 15 mL/menit)
atau penyakit hati
parah (gangguan
pembekuan)
Gunakan sampai 12
bulan, kecuali ada
kontra indikasi
Gunakan sampai 3
tahun, kecuali ada
kontra indikasi
Gunakan seumur
hidup, kecuali ada
kontra indikasi
Penggunaan jangka
panjang dapat
diberikan
Gunakan, kecuali ada
kontra indikasi
Kelas I,
tingkat B
Kelas IIb,
tingkat B
Kelas I,
tingkat A
Kelas I,
tingkat A
Kelas I,
tingkat A
Kelas I,
tingkat B
Kelas I,
tingkat A
Kelas IIb,
tingkat C
Kelas I,
tingkat A
ARB
Antagonis
aldosteron
Gunakan sebagai
substitusi ACEinhibitor
Kelas I,
tingkat B
Digunakan pada
pasien yang sudah
minum ACE-inhibitor
atau ARB dan blocker, dengan
gagal jantung
simptomatik EF <
40%
Kelas I,
tingkat B
2.
3.
4.
5.
6.
91
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
92
93
Secretariat
INDONESIAN HEART ASSOCIATION
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP PERKI)
National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital, Wisma Harapan Kita 2nd Floor,
Jl. Letjen. S. Parman Kav. 87, Jakarta 11420 Indonesia
Phone: (62)(21) 568 1149
Fax: (62)(21) 568 4220
E-mail: secretariat@inaheart.org
Website: www.inaheart.org