Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Anestesi Umum Menggunakan TIVA pada Pasien Post ORIF Medial Epicondyler
Humeri Sinistra Dengan Status ASA I
Diajukan Kepada :
dr. Kurnianto Trubus K, M.kes, Sp.An
Disusun Oleh :
Woro Nugroho
20100310103
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Woro Nugroho
Mengetahui,
Dokter pembimbing,
BAB I
STATUS UJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Berat badan
Diagnosis
:
:
:
:
:
:
:
Nn. D
16 tahun
Perempuan
Derman RT 6 Sumbermulyo
Pelajar
46 kg
Post ORIF Medial Epicondyler Humeri Sinistra
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Pasien ingin melepas implan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien post operasi pemasangan implan dan saat ini ingin melepas implan yang
terpasang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma
Riwayat Hipertensi
Riwayat Diabetes Melitus
Riwayat Alergi
Riwayat Operasi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: Post ORIF Medial Epicondyler Humeri Sinistra
4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
A
B
C
D
: Baik
: Compos mentis
: Clear
: Spontan, RR : 21x/menit, vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
: TD = 110/80 mmHg, N = 76x/menit, S1-S2 reguler
: Afebris, oedem (-), GCS 15
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Thorak Foto : Cor dan Pulmo dalam batas normal
2. EKG
: normal sinus rithym
3. EEG
: Tidak dilakukan
4. Laboratorium
Hb
: 1216
Al
: 7.40
AE
: 4.69
AT
: 210
HMT
: 37.4
Hitung jenis
E/B/B/S/L/M : 3/1/0/52/38/6
Golongan Darah : B
Hemostasis
PPT
: 13.9 detik
C. PPT
: 14.0 detik
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
Ureum
: 16
Creatinin
: 0.60
Diabetes
GDS
: 123
Elektrolit
Natrium
: 140.0
Kalium
: 4.07
Klorida
: 108.6
HbSAg
: negative
APTT
C. APTT
: 32.2 detik
: 31.1 detik
E. DIAGNOSIS KERJA
Post ORIF Medial Epicondyler Humeri Sinistra dengan status fisik ASA I
Rencana General Anestesi
F. PENATALAKSANAAN
1. Persiapan Operasi
- Lengkapi Informed Consent Anestesi
- Puasa 8 jam sebelum operasi
- Tidak menggunakan perhiasan/kosmetik
- Tidak menggunakan gigi palsu
- Memakai baju khusus kamar bedah
2. Premedikasi
: Midazolam 2,5 mg; Fentanyl 50 g
3. Diagnosis Pra Bedah
: Post ORIF Medial Epicondyler Humeri Sinistra
4. Diagnosis pasca Bedah
: Post Roi
5. Jenis Anestesi
: General Anestesi
6. Teknik
: TIVA
7. Induksi
: Ketamin 30 mg; Propofol 20 mg
8. Pemeliharaan
: O2
9. Obat-obat
: Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg
10. Jenis Cairan
: Ringer laktat
11. Kebutuhan cairan selama Operasi
MO
: 2 x 46 = 92 cc
PP
: 8 x 92 = 736 cc
SO
: 4 x 46 = 184 cc
Keb. Cairan jam I
: x 736 + 92 + 184 = 644 cc
EBV
: 65 x 46 = 2.990 cc
12. Instruksi Pasca Bedah
Posisi
: Supine
Infus
: Ringer laktat 20 tpm
Antibiotik
: Sesuai dr. Operator
Analgetik
: Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 19.00
Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 19.00
Lain-lain
: - Awasi Vital sign dan KU
- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-), coba minum
makan perlahan.
13. Lama Operasi : 5 menit
14. Maintanence anastesi
B1 (Breathing) : Suara nafas vesikuler, nafas terkontrol
B2 (Bleeding) : Perdarahan 20 cc
B3 (Brain)
: Pupil Isokor
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
: BU (-)
B6 (Bone)
: Intak
Jam II
Jam III
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jam IV
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O.
TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut
Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam
anestesi yaitu
1.
Amnesia
2.
Arefleksia otonomik
3.
Analgesik
4.
obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat
anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang
mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling
lengkap.
Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada
operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
Cepat menghasilkan efek hypnosis.
Mempunyai efek analgesi.
Disertai amnesia pasca anestesi.
Cepat dieliminasi oleh tubuh.
Dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya.
2.
3.
4.
5.
CARA PEMBERIAN
1.
Induksi anestesi
2.
Suntikan berulang :
3.
soybean,
sedangkan
pertumbuhan
kuman
dihambat
oleh
adanya
asam
etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat
obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.1,2
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit
glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.
Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu
pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil
waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol menekan refleks
laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat
dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi
alergi atau hipersensitivitas. Karena propofol tidak signifikan menumpuk setelah bolus
ulangan, propofol sangat cocok untuk infus jangka panjang selama operasi sebagai bagian
dari teknik anestesi Total intravena (Tiva) dan di ICU untuk obat penenang jangka panjang.3
Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara
bolus
Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis
TIOPENTON
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton
Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol
dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu
1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi
mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau
dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
Efek pada sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut
menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah
pemberian dosis tinggi.
Efek pada mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau methohexital.
Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental supaya tekanan
intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.
Efek pada sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung,
penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini
disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan
dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan
disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh
darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi
oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Efek pada sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya
asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding
propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif
dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini
kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim daminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
KETAMIN
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson
tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah
, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan
mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek
baru akan muncul setelah 15 menit.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu
dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca
operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin
juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya
nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan
diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita
penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang
meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.
Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik,
seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dl1,2
OPIOID
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan
opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam
dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam
potensi, farmakokinetik dan efek samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler,
dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan
metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia
dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja
juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus.6
Efek pada sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun
tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi
penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian
meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas,
dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2
tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid
juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Efek pada sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.
Efek pada endokrin
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan
pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.1,2
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan
dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan
edema paru.
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi
Lama aksi
: 2-7 jam
lambung
Miosis 4
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan
acute left ventricular failure. 5
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya
(menyebabkan
koma,
depresi
pernapasan
yang
parah,
sianosis,
hipotensi,
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja & efek
kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia,
hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma
c.
bronchial
Fentanil
Awitan aksi
Lama aksi
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 4
Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara
stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan
respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari
saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol
peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya
diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.
Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri,
apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 6 jam.
Dosis maksimum 400 mg sehari.
Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati
dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 100 mg setiap 12 jam, maksimum
200 mg sehari.
Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis, berkeringat, kulit kem
kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.
BENZODIAZEPIN
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini
adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan
efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus,
metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
EFek pada sistem saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal ,
sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.4,6
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen glikol dan
sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan rasa sakit ketika
disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini
dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk induksi
dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi,
relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panik.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi
: iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg,
PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 4
Efek samping obat
:
Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
Depresi pernapasan
Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4
b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad amnesia.
Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada
neonatus. 2
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
BAB III
DISKUSI KASUS
Pada pasien dengan diagnosis Post ORIF Medial Epicondyler Humeri Sinistra ini dilakukan
anestesi umum intravena dengan nasal canule dengan alasan :
Durasi operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup baik
(ASA I)
Lambung dalam keadaan kosong
Tidak adanya manipulasi posisi kepala
Posisi pasien terlentang
Urutan tindakan :
1. Pasien dibaringkan diatas meja operasi, kemudian dipasang monitor EKG dan manset
sfignomanometer. Lalu kita lakukan pemeriksaan tanda vital dan pemasangan infus
RL ini dikarenakan agar pasien tidak kekurangan cairan.
2. Kemudian premedikasi masukanobat sedative Midazolam 2,5mg agar pasien merasa
nyaman, serta obat analgetik Fentanyl 50 mcg yang berguna untuk menghilangkan
rasa sakit pada saat pembedahan.
3. Masukkan ketamin 30 mg kemudian propofol 20 mg sebagai obat induksi yanrg
membuat pasien dari keadaan sadar menjadi tidak sadar.
4. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi tidak
cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika stadium anestesi
sudah cukup dalam, reflek bulu mata hilang, nasal canule dipasang dengan aliran
oksigen 2 liter.
5. Selama operasi perhatikan tanda-tanda vital.
6. Operasi berlangung 5 menit, tanda vital dan Saturasi O2 baik selama operasi.
7. Pada saat pasien sudah berada di recovery room oksigenasi dengan O 2 tetap diberikan,
kemudian dilakukan fungsi vital menurut Aldrettes score
Kesadaran
: orientasi baik, dapat dibangunkan
Pernafasan
: spontan, pasien dapat bernafas dalam
Warna kulit
: merah muda, tanpa oksigen Sat O2> 98%
Aktivitas
: 2 ekstrimitas bergerak
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 82 x/mnt
Pada pasien ini :
Kesadaran
Warna kulit
:2
:2
Aktivitas
Respirasi
Tekanan darah
:1
:2
:2
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini pasien dengan diagnosis Post ORIF Medial Epicondyler Humeri
Sinistra dilakukan Removal of Implant dengan anestesi umum intravena dengan nasal
canule dikarenakan :
Durasinya operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
Keadaan umum pasien baik (ASA I)
2. Selama anestesi dan operasi barlangsung tidak didapati kendali/masalah.
3. Setelah operasi berhasil pasien segera dipindahkan ke ruang pulih sadar. Dan
berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan
penilaian pulih sadar dengan nilai 9, yang bermakna pasien dapat langusng
dipindahkan ke dalam ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta :
Universitas Udayana Indeks ; 2010
3.
CARE
MEDICINE
9:4.
Diunduh
dari
http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-anaestheticagents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf
4.
5.
6.
Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007
7.