Sie sind auf Seite 1von 30

BAB I

PENDAHULUAN
I 1. Latar Belakang
Ependymoma adalah tumor glial yang berasal dari sel ependymal dalam sistem saraf pusat (SSP).
Hal ini pertama kali dijelaskan oleh Bailey pada tahun 1924. Ependymoma muncul dari sel-sel
ependym pada ventrikel otak (sebagai massa intraventrikular dengan sering ekstensi ke dalam ruang
subarachnoid) dan medula spinalis (sebagai massa intramedulla yang timbul dari kanal pusat atau
massa aksofitik di konus dan cauda equina). Kadang-kadang sel-sel ependym ditemukan di dalam
jaringan itu sendiri. Ependymoma merupakan tumor yang mengandung kista atau kalsifikasi mineral
dan berwarna keabuan atau merah. Pada anak-anak, 90% ependymoma intrakranial timbul pada
ventrikel keempat (infratentorial). Pada orang dewasa dan remaja, 75% ependymoma muncul di
medula spinalis dan minoritas pada intrakranial supratentorial.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) skema klasifikasi untuk tumor ini meliputi 4 divisi
berdasarkan penampilan histologis: WHO grade I, myxopapillary ependymoma dan subependymoma,
WHO grade II, ependymoma (dengan seluler, papiler, dan varian sel); WHO grade III, ependymoma
anaplastik. Ependymoma Myxopapillary dianggap sebagai varian biologis dan morfologis berbeda
dari ependymoma, terjadi hampir secara eksklusif di wilayah dari cauda equina dan berperilaku
dengan cara yang lebih ganas dibandingkan kelas II ependymoma. Subependymomas adalah lesi
jarang yang jinak dari ependymoma myxopapillary. Ependymoblastoma sekarang dianggap sebagai
tumor primitif neuroektodermal (PNET) dan berbeda dari ependymoma. 1
I 2. Insidensi
Ependymoma merupakan tumor yang relatif jarang, terjadi pada kira-kira 3-6 % tumor otak
primer. Meskipun demikian, merupakan tumor primer terbanyak ketiga pada anak-anak. Sekitar 30%
ependymoma pada anak-anak didiagnosa pada usia kurang dari tiga tahun.
Lokasi ependymoma pada orang dewasa cenderung berbeda dibandingkan lokasi ependymoma
pada anak-anak. Pada orang dewasa, 60% ependymoma ditemukan pada corda spinalis. Pada anakanak, 90% ependymoma ditemukan pada otak , dengan lokasi mayoritas pada fossa posterior. Insiden
ependymoma pada laki-laki dan perempuan sama. 1,2
I 3. Tatalaksana Umum

Pengobatan pasien dengan ependymoma tergantung pada intervensi bedah saraf untuk
memfasilitasi diagnosis definitif dan untuk mengurangi beban tumor. Terapi adjuvant pasca operasi
dapat mencakup otak atau tulang belakang yaitu radiasi, kemoterapi, dan radiosurgery.1
I 4. Tujuan Penulisan
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas referat yang berjudul
Ependymoma. Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita
tentang Ependymoma.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi
Ependymoma adalah tumor glial yang berasal dari sel ependymal dalam sistem saraf pusat (SSP).
Hal ini pertama kali dijelaskan oleh Bailey pada tahun 1924.Ependymoma muncul dari sel-sel ependym
pada ventrikel otak (sebagai massa intraventrikular dengan sering ekstensi ke dalam ruang subarachnoid)
dan medula spinalis (sebagai massa intramedulla yang timbul dari kanal pusat atau massa aksofitik di
konus dan cauda equina). Kadang-kadang sel-sel ependym ditemukan di dalam jaringan itu sendiri.
Ependymoma mengilfiltrasi jaringan sekitarnya dan mungkin menyebar melalui jalur cairan
serebrospinal.1,3
II.2. Anatomi dan Fisiologi
II.2.1. Anatomi dan Fisiologi Susunan Saraf Pusat
Susunan saraf pusat terdiri dari:
1
2
3
4

Otak besar (serebrum)


Otak kecil (serebelum)
Batang otak
Medulla spinalis4

1. Otak Besar (Serebrum)


Otak besar (serebrum) terletak di dalam ruang intrakranial dengan berat pada orang dewasa sekitar 1200
1500 gram atau kurang lebih 2% dari berat badan. Bagian ini mempunyai dua belahan, yaitu hemisfer kiri
dan kanan yang dihubungkan oleh korpus kalosum. Tiap-tiap hemisfer meluas dari tulang frontal sampai
ke tulang oksipital. Di atas fossa kranii anterior, media, dan posterior hemisfer serebri dipisahkan oleh
celah besar yang di sebut fissure longitudinalis serebri. 5
a. Struktur Otak Besar (telencefalon)
1

Korteks serebri
Merupakan lapisan permukaan hemisfer yang disusun oleh substansia grisea. Korteks serebri
tampak berlipat-lipat (girus) dan terdapat celah yang dalam diantara dua lekukan
(sulkus/fissuura).
Bagian-bagian Korteks Selebri

Pembagian area pada korteks selebri dapat didasarkan pada letaknya sesuai dengan tulang
tengkkorak yang melindunginya atau berdasarkan pembagian menurut broadman yang didasarkan
pada struktur fungsional seluler:
a

Lobus frontalis
Terletak di depan serebrum dan sulkus sentralis, dibawah tulang frontal, bagian belakangnya
dibatasi oleh sulkus sentralis, dibawah tulang frontal, bagian belakangnya dibatasi oleh
sulkus sentralis rolandi. Menurut Broadman pada lobus frontalis ini terdapat beberapa area,
yaitu :
Area 4 : merupakan area motorik primer, yang bertanggung jawab untuk proses
pergerakan/motorik.
Area 6 : merupakan area pre motorik yang mengatur gerakan motorik dan pre motorik serta

proses berfikir.
Area 8 : berpran dalam mengatur gerakan mata dan perubahan iklim.
Area 9,10, 11, 12 : merupakan area asosiasi frontalis.
Lobus parietalis
Terletak dibelakang sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco oksipitalis. Lobus ini
terletak dibawah tulang pariental. Menurut Broadman pada lobus parientalis ini terdapat
area :
Area 3, 1, dan 2 : sebagai area sensorik primer
Area 5 dan 7 : sebagai area asosiasi somato sens dengan demikian fungsi utama lobus

frontalis ini adalah untuk penerimaan dan persepsi rangsangan sensoris.


Lobus oksipitalis
Terletak dibagian belakang dari serebro dan dibawah tulang oksipital. Menurut Broadman
pada lobus oksipitalis ini terdapat :
Area 17 : merupakan korteks visual primer
Area 18, 19 : merupakan area asosiasi visual. Letaknya sejajar dengan area 17 yang meluas
sampai permukaan lateral lobus oksipitalis. Dengan demikian fungsi utama lobus oksipitalis

adalah untuk penerimaan dan persepsi penglihatan.


Lobus temporalis
Letaknya terdapat dibawah lateral dari fissure serebralis dan di depan lobus oksivitalis serta
berada

dibawah

tulang

temporal.

Menurut Broadman pada lobus ini terdapat area :


Area 41 : sebagai korteks auditorik primer.
Area 42 : sebagai area asosiasi aoditorik.
Area 38, 40, 20, 21, 22 : sebagai area asosiasi.
Dengan demekian fungsi utama lobus temporalis adalah untuk penerimaan dari persepsi
pendangaran.
Area Broca (area bicara motorik) berada di atas sulkus lateralis, yang mengatur gerakan
wicara.

Area visualis, yang terdapat pada polus posterior dan aspek medial hemisfer serebri di
daerah

sulkus

kalkaneus

merupakan

daerah

yang

menerima

visual.

Insula Reili, merupakan bagian serebrum yang membentuk dasar fissure silfi yang terdapat
diantara

frontalis,

lobus

parietalis,

dan

lobus

oksipitalis.

Girus singuli, merupakan bagian medial hemisfer yang terletak di atas korpus callosum. 5,6

Gambar

1:

area-area

pada

korteks

serebri.

Dikutip

dari:

http-//spot.colorado.edu/~dubin/talks/brodmann/brodmann
2) Basal Ganglia
Pada otak manusia, basal ganglia terdiri dari beberapa elemen syaraf, sebagai berikut :
a) Nucleus kaudatus dan putamen yang sering disebut korpus stritum.
b) Globus pallidus
c) Korpus amigdala
Secara fungsional basal ganglia merupakan satu kesatuan fungsi dari :
Sistem limbic diterapkan untuk bagian otak yang terdiri dari jaringan korteks disekeliling
hillus hemisfer serebri bersama struktur yang letaknya lebih dalam, yaitu : amigdala,
hipokampus, dan nuclei septal.
Sistem limbic ini berpengaruh pada perilaku malam, bersama dengan thalamus
mempengaruhi perilaku seksual, emosi, dan motivasi, perubahan tekanan darah dan
pernafasan merupakan bagian dari fenomena kompleks terutama respon emosi dan perilaku. 6,7

Gambar 2: basal ganglia. Dikutip dari:

http://cti.itc.virginia.edu/~psyc220/kalat/JK246.fig8.15.basal_ganglia.jpg

Gambar 3: potongan koronal basal ganglia. Dikutip dari: www.intechopen.com


2. Otak Kecil (Serebellum)
Sesuai dengan lobulus serebelum, vermis juga dibagi dalam beberapa bagian, dimana dari depan ke
belakang urutannya, adalah sebagai berikut :
a. Lobus quadrangularis anterior lingua
b. Lobus sentralis kulmen
c. Lobus quadrangularis posterior deklive
d. Lobus semilunaris inferior tuber7
3. Batang Otak
Adapun bagian-bagian dari batang otak ini adalah :
a. Diencefalon

Merupakan bagian dari batang otak yang paling atas dan terletak diantara serebelum dan mesencefalon.
Pada bagian tengah diencefalon terdapat ventrikel ketiga bagian dorsal terdapat thalamus, dibawah
thalamus disebut hypothalamus. Bagian lateral dari hypothalamus yang bersambung dengan
mesencefalon disebut sub thalamus, yang merupakan daerah yang membentuk atap dari ventrikel ketiga.
Diencefalon

merupakan

suatu

struktur

dari

vertikel

ketiga,

yang

terdiri

dari

1) Thalamus, merupakan massa subtansia grisea yang terdapat pada tiap-tiap hemisfer dan terletak di
kedua sisi ventrikel ketiga. Thalamus berperan sebagai terminal sementara penerima ransangan dan
menghantarkan ransangan tersebut ke otak.
2) Nucleus subthalamus, merupakan suatu daerah terbatas disebellah ventrikel thalamus disebelah medial
kapsula interna, dan sebelah lateral hypothalamus serta diantara thalamus dan tegmentum mesencefalon.
3) Ephithalamus, berada disebelah posterior ventrikel ketiga, terdiri dari korpus pineale, striae medularis
thalami, trigonum habenulare, dan kommisura posterior.
4) Hypothalamus, merupakan bagian terbesar dari otak yang terletak di bagian ventral thalamus, di atas
kelenjar pituitary dan membenuk dasar dari dinding keseimbangan tubuh, disamping itu hypothalamus
juga dianggap sebagai salah satu pusat utama yang berkaitan dengan ekspresi emosi yang menerjemahkan
emosi yang tibul dari korteks melalui proses asosiasi intrakortikal menjadi reaksi emosional yang sesuai
dengan keadaan. Hypothalamus juga berkaitan dengan kegiatan makan dan minum (rasa haus dan lapar)
serta

pengaturan

suhu

tubuh.

5) Mesencefalon, merupakan bagian otak yang terletak diantara pons varolli dan hemisfer otak.
6) Pons varolli merupakan massa tebal dari jaringan syaraf yang berlanjut dengan bagian otak tengah
disebelah

atas,

dan

medulla

oblongata

di

sebelah

bawah.

7) Medulla oblongata, merupakan bagian jaringan syaraf yang sempit bersambungan dengan pons
disebelah atas dan medulla spinalis di sebelah bawah. Medulla oblongata sebagian besar terdiri dari
srabut-serabut syaraf yang merupakan pusat pengendalian aktivitas jantung dan pernafasan. 5,7

Gambar 4: anatomi otak. Dikutip dari:


http://cti.itc.virginia.edu/~psyc220/kalat/JK246.fig8.15.basal_ganglia.jpg
4. Medulla Spinalis
Medulla spinalis terletak pada kanalis vertebralis dan dilindungi oleh tulang vertebra/tulang belakang.
Panjang medulla sekitar 45 cm, yang membentang dari foramen magnum sampai setinggi vertebra
Lumbalis kesatu dan kedua, ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang disebut konus medullaris,
dan pada bagian ujungnya tampak seperti benang-benang (filum terminale) yang akhirnya melekat pada
vertebra

koksigis

pertama.

Medulla spinalis terdiri dari serat-serat pada bagian luarnya yang berwarna putih (white matter) dan selsel syaraf yang berbentuk H, berwarna abu-abu (grey matter) pada bagian medullanya. Serabut-serabut
saraf tersusun dalam tiga bagian, yaitu : kolumna anterior, lateral, dan posterior.
Masing-masing terdiri dari :
a. Serabut saraf motorik, menjalar ke bawah pada kolumna lateral dan anterior medulla spinalis.
b. Serabut saraf sensorik, menjalar ke atas pada kolumna lateral dan posterior medulla spinalis.
c. Serabut saraf lintasan/sirkuit pendek, yang saling berhubungan pada tingkat yang berbeda dari chorda.
Serabut-serabut saraf pada medulla spinalis diatur dalam tiga kelompok utama,
a. Kornu anterior dari sel-sel motorik.
b. Kornu posterior dari sel-sel sensorik.

yaitu :

c. Kornu lateral dari sel-sel simpatis. 5,7


5. Selaput otak
Meninges merupakan selaput yang membungkus otak dan medulla spinalis untuk melindungi struktur
saraf yang halus dan lunak, juga sebagai tempat melintasnya pembuluh darah dan mengalirnya sirkulasi
cairan serebro spinal.
Meningan terdiri dari tiga lapisan, yaitu : durameter, arakhnoid dan piameter.
a. Durameter
Durameter merupakan selaput keras pembungkus otak dan medulla spinalis yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat. Durameter meliputi dua lapisan, yaitu durameter periosteal yang berbatasan dngan
tulang tengkorak di sebelah luar dan durameter propia (maningeal) di sebelah dalam. Antara durameter
dengan arakhnoid terdapat ruangan yang disebut dengan ruang sub dural. Pada ruang sub dural tertentu
terdapat pelebaran seperti rongga, rongga ini merupakan tempat mengalirnya darah yang berasal dari vena
otak, yang dikenal dengan istilah sinus venosus.
b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat. Pada arakhnoid ini terdapat ruangan antara arakhnoid dengan piameter yang
disebut dngan ruang sub arakhnoid. Dalam ruang sub arakhnoid terdapat villi-villi arakhnoidalis yang
meiliki kemampuan reabsorpsi, sehingga ruang sub arakhnoud ini merupakan tempat mengalir dan
diabsorpsinya

cairan

serebro

spinal.

Pada ruang sub arakhnoid di bagian bawah serebelum terdapat ruangan yang agak besar yang disebut
sisterna magma, oleh karena itu di tempat dapat dilakukan pengambilan cairan serebro spinal.
c. Piameter
Piameter merupakan selaput tipis, halus dan langsung menempel serta mengikuti bentuk permukaan
jaringan otak dan medulla spinalis. Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat
yang di sebut trabekel.8,9

Gambar 5: meninges. Dikutip dari:


http-//blog.corewalking.com/wp-content/uploads/2012/10/Meninges_1
6. Produksi cairan Serebro Spinal
Cairan serebro spinal adalah cairan yang terdapat di dalam otak dan Medulla spinalis. Cairan ini berwarna
jernih yang di produksi oleh fleksus choroideus pada ventrikel lateral dan berasal dari plasma darah.
Pleksus choroideus adalah gelungan kapiler yang berlipat-lipat terletak di antara ventrikel terutama pada
ventrikel lateral. Jumlah cairan serebro spinal yang diproduksi setiap hari adalah antara 250-500 cc, tetapi
setelah mengalir melalui ventrikel 3 dan 4 kemudian masuk ke dalam ruang sub arakhnoid dan
mengalami reabsorpsi, maka jumlahnya + 120 s/d 150 cc per hari.
Fungsi cairan serebro spinal ini adalah :
- Memberikan kelembaban dalam medulla spinalis.
- Melindungi alat-alat dalam medulla spinalis dan otak dari tekanan.
- Melicinkan alat-alat dalam medulla spinalis dan otak.
- Mempertahankan volume konstan di dalam tulang tengkorak dengan meningkatkan atau menurunkan
jumlah
-

cairan

Menerima

sesuai
sampah

dengan

kenaikan

metabolisme

dalam

atau

penurunan

otak

dan

kandungan

mengalirkannya

cranial
ke

dalam

lainnya.
darah.

Cairan serebro spinal mengandung air, protein, glukosa, garam-garam, sedikit limfosit dan

karbondioksida.
Berikut ini adalah batasan nilai normal dari kandungan cairan serebro spinal yaitu:
Tekanan : 70-160 mmH2O
Volume : 120-140 ml
Protein : 20-45 mg/100ml (20-45 g/l)
Glukosa : 50-85 mg/100ml (2,2-3,4 mmol/liter)
Khlorida : 120-130 mEq/liter (120-130 mmol/liter)
Sel-sel : 0-5 limfosit/mm2
Berat jenis : 1,004-1,006
Warna : jernih, tidak berwarna dan sedikit kental. 8,9,10

Gambar 6: potongan koronal sistem ventrikel. Dikutip dari:


http-//dc193.4shared.com/doc/zWSdA8Ee/preview.html

Gambar 7: aliran cairan serebrosipinal. Dikutip dari:


http-//dc193.4shared.com/doc/zWSdA8Ee/preview.html
II.2.2. Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari Neuroglia dan sel Schwann (sel-sel penyokong) serta neuron (sel-sel saraf).
Keduanya berkaitan erat dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu
unit. Sel saraf atau neuron adalah unit struktural dan fungsional dari sistem saraf. Neuron menghasilkan
dan mengkonduksikan hantaran listrik dalam bentuk impuls saraf. Sel sel ini berkomunikasi satu dengan
lainnya secara kimiawi melalui sinaps. Neuron dapat dibagi secara umum menjadi beberapa bagian yaitu:
11

1
2

Soma (inti sel)


Dendrit yang merupakan proyeksi sitoplasma yang berfungsi untuk menerima impuls saraf dari

celah sinaps
Axon juga adalah proyeksi sitoplasma yang berfungsi untuk menghantarkan impuls

Aktvitas neuron dapat menjadi eksitatori ataupun inhibitori tergantung pada neurotransmiter yang
mempengaruhinya di celah sinaps. Pada Otak, glutamat adalah neurotransmiter eksitatorik primer
sedangkan GABA, sebaliknya adalah neurotransmiter inhibitori primer.
Neuroglia (berarti nerve glue atau lem saraf) adalah jaringan ikat sistem saraf, yang
mengandung berbagai macam sel yang secara keseluruhan menyokong, melindungi, dan memberi nutrisi
sel saraf (neuron). Selsel neuroglial berjumlah lebih banyak daripada neuron. Neuroglia menyusun 40%

volume otak dan medulla spinalis. Sel schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron di
luar sistem saraf pusat. 11,12
Ada 4 jenis sel neuroglia yang ditemukan di sistem saraf pusat yaitu:
1

Oligodendroglia
Sel ini berfungsi untuk membentuk dan mempertahankan selubung myelin pada sistem saraf
pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan substansi lemak mengelilingi penonjolan atau

sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubing myelin.


Ependima
Berperan dalam produksi cairan serebrospinal. Ependima adalah neuroglia yang membatasi
sistem ventrikel otal. Sel-sel inilah yang merupakan epitel dasri plexus coroideus ventrikel
otak.

Gambar 8: Histologi sel ependymal. Dikutip dari:


http://www.stonybrookmedicalcenter.org/pathology/neuropathology/chapter1
3

Mikroglia
Mikroglia merupakan monosit/ makrofag sistem saraf pusat (sumber dari sel mesodermal)
dan mempunyai sifat fagosit yang memakan debris yang dapat berasal dari sel-sel otak yang
mati, bakteri, dan lain-lain. Sel ini ditemukan di seluruh sistem saraf pusat dan dianggap

penting dalam proses melawan infeksi.


Astrosit / Astroglia
Astrosit berfungsi sebagai sel pemberi makan bagi neuron yang halus. Badan sel nya
berbentuk bintang dengan banyak tonjolan dan kebanyakan berakhir pada pembuluh darah
sebagai perivaskular (foot processes). Bagian ini juga membentuk dinding pembatas antara
aliran kapiler dengan neuron, sekaligus terjadi pertukaran zat di antara keduanya di mana sel
ini mempunyai granul glikogen, yang dapat disalurkan dengan cepat kepada neuron di
sekitarnya sebagai sumber glukosa segera, sehingga dapat mempertahankan potensial

bioelektris yang sesuai untuk konduksi impuls dan transmisi sinaptik (membentuk dan
mempertahankan BBB (Blood Brain Barrier)).
Astrosit adalah sel terbanyak yang ditemukan di sistem saraf pusat. Astrosit mempunyai
prosesus yang multipel. Beberapa prosesus ini membentuk glial limiting membranes pada
bagian dalam otak (ventrikel) dan luar otak (dengan pia mater). Beberapa prosesus lainnya
berinvestasi di daerah sinaps antar neuron, dimana ia berfungsi untuk membantu proses daur
ulang neurotransmiter terutama glutamat dan GABA. Di samping itu, astrosit juga mudah
bereplikasi. Sebagai bagian dari proses penyembuhan pasca suatu cedera sistem saraf pusat,
proliferasi dari astrosit dan prosesusnya menghasilkan jaringan parut glial yang padat. Proses
ini disebut sebagai gliosis. Terlebih lagi, proliferasi spontan terlokalisir oleh astrosit dapat
menyebabkan tumor otak.11,12

Gambar 9: jaringan saraf. Dikutip dari:


http-//science-naturalphenomena.blogspot.com/2009/04/oligodendrocytes

Gambar 10: sistem jaringan saraf. Dikutip dari:


http-//academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/Nervous%20System
II.3. Epidemiologi
Frekuensi terjadinya ependymoma hampir sama di setiap negara, namun ependymoma grade II
dan III lebih banyak terjadi pada ras kulit hitam Amerika daripada ras putih Amerika. Ependymoma
intrakanial merupakan tumor yang relatif jarang, terjadi pada kira-kira 6-9 % tumor otak primer
(infratentorial). Meskipun demikian, merupakan tumor primer terbanyak ketiga pada anak-anak. Sekitar
30% ependymoma pada anak-anak didiagnosa pada usia kurang dari tiga tahun. Ependymoma spinal
banyak terjadi pada usia 15-40 tahun, dengan subtipe myxopapillary.
Lokasi ependymoma pada orang dewasa cenderung berbeda dibandingkan lokasi ependymoma
pada anak-anak. Pada orang dewasa, 60% ependymoma ditemukan pada corda spinalis. Pada anak-anak,
90% ependymoma ditemukan pada otak , dengan lokasi mayoritas pada fossa posterior. Insiden
ependymoma pada laki-laki dan perempuan sama. 1,2
II.4. Etiologi
Pada dasarnya belum ada penyebab pasti yang jelas, faktor lingkungan tidak berpengaruh dengan
munculnya ependymoma. Beberapa penelitian menjelaskan adanya keterkaitan ependymoma dengan
mutasi-mutasi gen, di antaranya:

Adanya mutasi genetik yang melibatkan kromosom 9,17,22.


Mutasi tumor suppressor gene p53.
Berhubungan dengan mutasi NF2 (neurofibromatosis 2). 1

II.5. Patofisiologi
Ependymoma biasa muncul dari peristiwa onkogenik, di mana sel epindemal normal berubah
menjadi fenotip tumor, dan berhubungan dengan adanya mutasi proto-onkogen menjdi onkogen, serta
mutasi pada tumor suppresor gene. Penyebab pasti dari ependymoma memang belum diketahui secara
jelas, namun dari beberapa penelitian menunjukkan adanya mutasi dari beberapa fenotip tumor, di mana
sel glia radial diduga sebagai asal munculnya tumor.
Penelitian membuktikan adanya translokasi pada kromosom 9,17,22 dengan kromosom 17 yang
normal menjadi hilang. Di samping itu, dapat juga terjadi translokasi pada kromosom 1 dan 2, serta tetap
melibatkan kromosom 17. Penelitian lain mengidentifikasi adanya kelainan genetik berupa hilangnya
lokus pada kromosom 22, mutasi p53 pada ependymoma ganas, mutasi gen NF2 (neurofibromatosis 2),
karyotip abnormal kromosom 6 dan/atau 16. Penelitian terbaru menunjukkan adanya tumor suppresor
gene pada kromosom 22.13,14,15,16,17,18,19,20,21

Gambar 11: patofisiologi ependymoma. Dikutip dari: www.scribd.com


II.6. Manifestasi Klinis
II.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang paling utama dan terpenting adalah lokasi dari lesi. Durasi dari diagnosis bervariasi
antara 1-36 bulan. Sebagian besar pasien memiliki gejala sejak 3-6 bulan.

Anak-anak yang memiliki massa di ventrikel keempat, memiliki gejala letargi yang progresif,
sakit kepala, mual, dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial dari hidrosefalus
obstruktif. Adanya tumor yang menjalar di sepanjang dasar vemtrikel keempat, dapat

mengakibatkan kelainan pada saraf kranial, terutama saraf VI-X, serta disfungsi serebelum.
Jika terjadi pada anak-anak yang suturanya belum menutup, dapat terjadi penamnahan lingkar

kepala karena hidrosefalus obstruktif.


Ependymoma supratentorial dapat berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, dan
memunculkan gejala seperti sakit kepala (lebih sakit pada saat bangun pagi, atau saat bangun

tidur), mual, muntah, dan gangguan kognitif.


Perubahan kepribadian, mood, dan konsentrasi dapat menjadi gejala awal atau satu-satunya gejala

yang dapat diamati.


Ependymoma spinal biasa berhubungan dengan riwayat defisit neurologis yang progresif dan
berhubungan dengan jaras-jaras, tempat keluarnya saraf perifer, dan nyeri yang berkaitan dengan
letak lesi.
Penyebaran tumor melalui cariran serebrospinal diperiksa pada kurang dari 10% pasien yang

didiagnosis, ketika sudah pasti bukan ependymoblastoma. Ependyma infratentorial lebih banyak
dari yang supratentorial. 1,22
II.6.2 Pemeriksaan Fisik
Ependymoma Intracranial
o Gejala dan tanda neurologis dapat bersifat umum atau fokal, dan merefleksikan lokasi tumor.
o Saat diagnosis, tanda yang paling umum dari ependymoma infratentorial adalah papiledema
o

dan ataxia. Nistagmus dapat muncul pada 40-50% pasien.


Lesi supratentorial sering ditandai dengan hemiparesis, gangguan sensorik, gangguan

penglihatan, afasia, dan gangguan kognitif.1,23


Ependymoma Servikal / Torakal
o Pasien dengan tumor spinal di segmen atas servikal dapat timbul nyeri atau parestesia di bagian
o

oksipital atau servikal, kekakuan leher, kelemahan dan kelelahan otot leher.
Di bawah lesi, dapat muncul tetraplegia atau hemiplegia spastik, kelemahan bagian

ventrolateral.
Sensasi kutaneus dapat terganggu di bawah lesi, bersama-sama dengan keterlibatan jaras

descending nucleus trigerminal.


Harus diingat bahwa akar saraf servikal keluar dari satu vertebra di atasnya. Secara otomatis,
keluaran akar saraf kranial berhubungan erat dengan bagian bawah pedikel melalui foramen

neural.
Terkena C4 akan mengakibatkan paralysis diafragma.

Terkena C5 akan mengakibatkan paralysis atrofi deltois, bisep, supinator longus, rhomboid,
otot spinate. Sehingga lengan atas sesisi akan pincang / lemah. Refleks bisep dan supinator

akan hilang, gangguan sensorik pada permukaan luar lengan atas.


Terkena C6 akan mengakibatkan paralysis trisep dan ekstensor pergelangan tangan. Lengan
bawah semi fleksi, dan ada wrist drop parsial. Refleks trisep hilang, dan gangguan sensorik

meluas membentuk garis ke bawah ke arah tengah dan sisi radial.


Terkena C7 akan mengakibatkan paralysis otot fleksor pergelangan tangan, fleksor dan
ekstensor jari-jari. Upaya untuk mengepal menghasilkan ekstensi pergelangan tangan dan
sedikit fleksi jari-jari (contoh: preachers hand). Gangguan sensorik seperti C6, namun lebih ke

sisi ulna.
Terkena C8 akan mengakibatkan paralysis atrofi otot-otot kecil tangan dan menghasilkan claw
hand. Bisa muncul sindroma Horner dengan karakteristik ptosis, pupil miotik, dan hilangnya
keringat pada wajah. Dapat bersifat unilateral atau bilateral. Gangguan sensorik meluai ke sisi

dalam lengan atas, melibatkan jari manis dan kelingking, dan bagian ulna dari jari tengah.
Terkena T1, lesi jarang mengakibatkan gangguan motorik karena akar sarafnya hanya sedikit
mempersarafi otot-otot tangan. Tanda lain berupa nistagmus, terutama pada tumor yang berada
di segmen atas. Kondisi ini mengganggu jaras descending fasikulus longitudinal median.
Sindrom Horner dapat timbul pada lesi intramedula dan sering mengenai jaras descending

simpatik.
Ependymoma Torakal
o Lebih banyak mengeluarkan gejala gangguan sensorik dibandingkan motorik.
o Adanya tanda Beevor, yaitu umbilicus bergerak keluar ketika pasien telentang mencoba untuk
memfleksikan kepala ke dada. Tanda ini dapat untuk melokalisasi lesi di bawah T10.
o Refleks kulit abdomen biasa menghilang pada kulit di bawah lesi.
Ependymoma Lumbar
o Berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik, dan mudah dideteksi letak lesinya.
o Nyeri radikular dan kelemahan berhubungan dengan kompresi akar saraf. Akar saraf keluar di
bawah pedikel (2-3 vertebra di bawahnya), dengan celah diskus intervertebralis berada di
o

bawah pedikel.
Tumor yang mengkompresi segmen L1 dan L2 mengakibatkan hilangnya refleks kremaster.

Refleks abdomen tetap ada, refleks patella dan ankle meningkat.


Jika tumor menginvasi segmen L3 dan L4, dan tidak melibatkan saraf-saraf pada cauda equina,
muncul kelemahan dari quadriceps, hilangnya refleks patella, dan hiperaktif refleks Achilles.
Jika lesi melibatkan cauda equina, menyebabkan flasiditas paralysis kaki dan hilangnya refleks

patella dan Achilles.


Jika saraf spinal dan cauda equina terkena, terjadi spastik dan paralysis satu tungkai bawah
dengan peningkatan refleks Achilles ipsilateral dan flasiditas paralysis dengan hilangnya
refleks-refleks kontralateral.

Myxopapillary Ependymoma pada Conus dan Cauda Equina


o Nyeri pada punggung, area rectal, kedua tungkai bawah, dan sering salah didiagnosa sebagai
o

sciatica.
Nyeri spontan lebih banyak pada tumor yang mengenai cauda equina daripada konus. Nyeri
pada lesi cauda equina parah, dan mengebar, melibatkan perineum, paha, kaki, dan sering
asimetris. Nyeri pada lesi konus biasa bilateral dan simetris, baik sensorik maupun motoriknya.
Gangguan saraf autonom seperti disfungsi vesica urinaria dan impoten, adalah tanda awal dari

lesi konus medularis, dan tanda lanjut pada lesi kauda equina.
oPasien dengan tumor pada konus dan cauda equina dapat menimbulkan gejala kombinasi.
Semakin tumor berkembang, paralysis flasid kaki, atrofi otot tungkai bawah, dan foot drop dapat
muncul. Fasikulasi dapat diobservasi pada otot-tot yang atrofi. Gangguan sensorik dapat muncul
pada perianal sesuai dermatoma sacral dan lumbar. Gangguan ini dapat ringan atau berat, dan
dapat muncul ulserasi tropical pada regio lumbosakral, gluteus, pinggul, atau tumit. Gejala
peningkatan tekanan intrakranial dapat muncul jika protein pada cairan serebrospinal tinggi.

24,25,26

II.7. Diagnosis Banding1,27,28


Astrositoma
o Astrositoma adalah tumor otak primer yang paling sering ditemukan. Tumor inidapat
o

ditemukan pada berbagai umur, namun paling sering pada usia 40-60 tahun.
Ependymoma intrakranial sering didiagnosis banding dengan polisitik astrositoma. Gambaran
CT nonkontras berupa massa kistik dan massa solid yang hipo-isodens disertai kalsifikasi

(20%) dan hidrosefalus. Pada pemberian kontras akan terlihat disertai nodus mural.
Meduloblastoma
o Meduloblastoma berasal dari atap ventrikel IV, massa ini mengisi dan meluas ke dalam
ventrikel IV dan dapat ekspansi secara eksofitik ke dalam rongga sisterna. Merupakan tumor
o

solit, jarang memperlihatkan kista, perdarahan, atau perkapuran.


Gambaran CT scan menunjukkan lesi agak hiperdens di garis tengah dengan dense
enhancement yang homogen, di sekitarnya ada cincin hipodens yang menunjukkan adanya

dilatasi ventrike; IV.


Pada penderita yang lebih tua, meduloblastoma desmoplastik (sarcoma serebelar) terjadi di
hemisfer serebelum lateral yang nampak sebagai lesi dengan densitas campuran yang heterogen

dengan ring enhancement yang ketebalannya bervariasi.


Papiloma pleksus koroidalis
o Gejala dari tumor pleksus koroid adalah adanya sekresi CSF oleh sel tumor, yang
menyebabkan peningkatan jumlah cairan dan terjadi hidrosefalus. Tak jarang, tumor itu sendiri
dapat menyebabkan efek massa, dengan gejala tergantung pada lokasi tumor. Dalam kedua
kasus, perkembangan dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi.

Pasien biasanya datang dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: sakit kepala,

mual dan muntah, mengantuk, mata atau gangguan gerak bola mata (saraf kranial [CN] III dan
o

VI), papilledema, gangguan penglihatan, dan kebutaan.


Bayi, terutama mereka yang memiliki tumor yang terletak di ventrikel ketiga, dapat hadir

dengan hidrosefalus atau macrocephalus, serta dengan terkait peningkatan tekanan intrakranial.
Presentasi yang tidak biasa termasuk palsi trochlear (CN IV), psikosis, atau kadang-kadang,

kejang.
Tumor konus dan cauda equina
o Klasifikasi umum dari tumor dari cauda equina dan konus medullaris adalah sesuai dengan
kompartemen jaringan di mana tumor berada. Klasifikasi ini didasarkan pada hubungan mereka
dengan meninges yang menyertakan sistem saraf pusat, sebagai berikut:
Tumor ekstradural di luar saraf spinal, meninges dan jaringan epidural.
Tumor intradural-extramedullary - Di dalam kantung dural, dari leptomeninges atau akar

saraf, di luar substansi parenkim saraf spinal.


Tumor intramedulla - Di dalam substansi dari saraf spinal.

II.8. Pemeriksaan Penunjang1,29


CT scan
o Ependymoma intrakranial: biasanya isodense pada CT scan tanpa kontras, dengan peningkatan
minimal hingga sedang dengan kontras. Beberapa pasien menunjukkan kalsifikasi pada CT
scan tanpa kontras. Pembentukan kista sering terjadi pada tumor-tumor ini, dan menyebar
melalui foramen Luschka dan Magendie.

Gambar 12: CT scan tanpa kontras ependymoma ventrikel IV. Dikutip dari:
http://emedicine.medscape.com/article/277621-workup#showall
MRI
o Ependymoma intrakranial: penampakan tumor dapat bervariasi karena sekunder dari nekrosis,
perdarahan, dan kalsifikasi. Penampang biasanya hipointens hingga isointens pada T1, dan
hiperintens dibandingkan dengan gray matter pada T2.
Ependymoma Spinal: tampak isointens atau semi hipointens pada sekitar saraf spinal pada T1.

Seringkali hanya tampak pembesaran saraf spinal yang halus. T2 lebih sensitive karena
kebanyakan tumor hiperintens dibandingkan dengan saraf spinal, namun T2 tidak dapat
membedakan tumor padat dengan kista polaris. Kebanyakan tumor intrameduladiperiksa
dengan T1 dengan kontras. Ependymoma biasanya terlihat jelas dengan kontras dan terletak
simetris dengan saraf spinal. Hal ini namun juga serupa dengan kista polaris yang sering
muncul pada tumor servikal atau servikotorakal (menyerap kontras dengan minimal), dan
astrositoma intramedula, sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
MRI disarankan untuk pasien post operasi dalam 48 jam setelah reseksi tumor untuk melihat

sisa tumor dan memfasilitasi rencana tatalaksana. Pada anak-anak yang menderita
o

ependymoma pada ventrikel keempat, MRI spinal dianjurkan untuk pembibitan.


Gambaran pada MRI:
Intensitas signal rendah sampai intermediate.
Tepi tumor hipointens pada T1WI dan T2WI (64%).
Tampak fokus dengan intensitas signal tinggi pada T2WI diserta signal intensitas rendah.
Tampak cairan pada level kista.

Gambar 13: MRI ependymoma ventrikel IV. A: tanpa kontras, B: dengan kontras. Dikutip dari:
http://emedicine.medscape.com/article/340362-overview#showall

Gambar 14: MRI A: ependymoma anaplastik; B: ependymoma spinal. Dikutip dari:


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2744772/
EEG (Electroencephalography)
o EEG dilakukan pada pasien ependymoma supratentorial, dan menunjukkan spike epileptogenik
dan / atau perlambatan yang diffuse, dan umum pada area tumor. Namun demikian, tidak ada
temuan spesifik pada EEG pada pasien ependymoma.
Lumbar Puncture (LP)
o Pungsi lumbar biasa dikontraindikasikan untuk tumor otak karena resiko herniasi transtentorial
o

sekunder karena peningkatan tekanan intrakranial.


Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak memberikan hasil yang signifikan, namun dapat
mendeteksi penyebara leptomengieal dengan tumor fosa posterior pada anak. Namun

pemeriksaan ini harus diikuti dengan MRI tanpa kontras untuk memberikan hasil yang optimal.
Untuk kasus ependymoma, pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan peningkatan

kadar protein.
Pemeriksaan Histologi
WHO membagi ependymoma dalah beberapa tingkatan, yaitu:
o Grade I
Myxopapillary Ependymoma
Terletak pada cauda equina dan konus. Secara histologi tampak susunan papiler dari sel tumor
kuboid atau kolumnar, dan dikelilingi inti vaskularisasi hyaline dan sel-sel jaringan
penyokong yang kurang baik.

Gambar 15: myxopapillary ependymoma. Sekelompok sel-sel kuboid yang tersusun renggang
dan dipisahkan oleh musin. Dikutip dari:

http://emedicine.medscape.com/article/277621-workup#showall
Subependymoma
Terletak pada intramedula.
o Grade II
Ependymoma
Secara histologi, ependymoma memiliki karakteristik berupa pseudorosette ependymalglial

dengan glial fibrillary acidic protein (GFAP) proses positif ke arah pembuluh darah.

Gambar 16: ependymoma seluler. Sel-sel memiliki rasio nuckleus/sitoplasma yang tinggi.
Tampak

beberapa

psudorosette

paucicellular.

Dikutip

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/277621-workup#showall
o

Grade III
Ependymoma Anaplastik
Terletak di intramedula. Ependymoma seluler adalah bentuk yang paling umum terjadi,
namun dapat juga terjadi ependymoma eptielial, tanycytic (fibrilar), subependymoma,
myxopapillary, atau campuran.
Secara histologi, ependymoma sulit dibedakan dengan astrositoma, namun adanya
pseudoroset perivaskilar atau true rosettes dapat memberikan diagnosa yang pasti.
Kebanyakan ependymoma spinal adalah jinak, walaupun nekrosis dan perdarahan intratumor

sering terjadi. Walaupun tanpa kapsul, tumor-tumor sel glial ini biasanya dibatasi dengan baik
sehingga tidak menginfiltrasi saraf spinal.
II.9. Tatalaksana30,31,32
Medikasi
Tidak ada pengobatan khusus yang ada untuk mengobati ependymomas, namun ependymomas
supratentorial memerlukan perawatan medis. .
o Kortikosteroid (misalnya deksametason)
Umumnya dalam kombinasi dengan agen anti-ulkus. Kortikosteroid juga efektif untuk
mengobati edema serebral vasogenic berhubungan dengan tumor intramedulla dalam

pengaturan pra operasi dan pasca operasi.


Mekanisme mendalilkan tindakan dalam tumor otak termasuk penurunan permeabilitas
pembuluh darah, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan pembentukan tumor, dan

penurunan produksi CSF.


Antikonvulsan (banyak untuk supratentorial ependymoma)
Untuk kejang, pasien biasanya dimulai pada levetiracetam, phenytoin, atau carbamazepine.
Levetiracetam sering digunakan karena tidak memiliki efek pada sistem P450 yang terdapat

pada phenytoin dan carbamazepine, yang dapat mengganggu terapi antineoplastik.


Levetiracetam (Keppra)
Digunakan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang mioklonik. Juga

diindikasikan untuk tonik-klonik umum primer. Mekanisme aksi tidak diketahui.


Phenytoin (Dilantin)
Blok saluran natrium dan mencegah terpicu berulangnya potensial aksi. Antikonvulsan lini

pertama dan merupakan agen efektif dalam mengobati kejang tonik klonik parsial dan umum.
Carbamazepine (Tegretol)
Seperti fenitoin, berinteraksi dengan saluran natrium dan blok peningkatan potensial aksi
neuron berulang. Agen lini pertama untuk mengobati kejang parsial dan dapat digunakan untuk

tonik-klonik juga. Tingkat obat serum harus dipantau (kisaran ideal adalah 4-8 mcg / mL).
Non-Medikasi
o Terapi Adjuvan
Terapi adjuvan yang dimaksud meliputi terapi radiasi konvensional, radiosurgery, kemoterapi.

Terapi adjuvan pada ependymoma intrakranial masih diperdebatkan.


The National Comprehensive Cancer Network (NCCN) menyarankan untuk orang dewasa:
Setelah total reseksi (GTR) dari intrakranial WHO grade II ependymoma, dilakukan limited
field fractionated external beam radiotherapy (LFFEBRT). LFFEBRT pascaoperasi
direkomendasikan untuk WHO grade II ependymoma saat reseksi subtotal pasca operasi.
Nampak pada MRI, dan untuk grade III ependymoma anaplastik, terlepas dari luasnya reseksi.
Jika pasca operasi tulang belakang MRI atau LP temuan positif, dilakukan terapi radiasi
kraniospinal. Untuk ependymoma berulang, NCCN menunjukkan bahwa pasien yang belum

menerima terapi radiasi menerima terapi radiasi, dan jika pasien telah menerima terapi radiasi,

maka kemoterapi, terapi radiasi, atau perawatan.


Untuk anak kurang dari 3 tahun, penggunaan kemoterapi dipilih untuk menghindari efek
radiasi yang merugikan. Rejimen kemoterapi kombinasi yang digunakan terdiri dari cisplatin,
etoposid (VP-16), carboplatin, vincristine, dan mechlorethamine, atau ifosfamide, carboplatin,

dan etoposid (ICE).


Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, radioterapi adalah standar perawatan utama diikuti
reseksi pada sebagian besar pasien dengan WHO grade II ependymoma. Sementara operasi
sendiri telah diujicobakan untuk kelompok tertentu (orang-orang dengan tumor supratentorial
yang menjalani reseksi total dengan margin reseksi lebar), sebagian besar tumor fossa posterior

tidak dapat sepenuhnya direseksi dan cenderung kambuh tanpa radiasi pasca operasi.
Terapi adjuvant ependymoma tulang belakang juga diberikan pada pasien setelah operasi
reseksi komplit. Untuk pasien yang memiliki sisa tumor pasca operasi atau pengulangan awal,
radiasi dilakukan berdasarkan kondisi medis pasien individu dan status neurologis. Kemoterapi
konvensional belum memberikan hasil yang maksimal untuk ependymoma. Radioterapi ke otak

sebaiknya dihindari karena efek neurokognitif substansial.


o Operasi
Banyaknya reseksi tumor adalah faktor prognosis yang paling penting yang terkait dengan
kelangsungan hidup jangka panjang untuk pasien dengan bentuk nonmalignant dari
ependymoma, terlepas dari lokasi tumor. Dengan demikian, Gross Total Resection (GTR) harus

optimal.
Anak-anak dengan lesi fossa posterior biasanya menjalani operasi melalui pendekatan garis
tengah suboksipital. Meskipun rentang hidup dari GTR lebih menguntungkan, lesi fossa
posterior berada di dekat dengan saraf kranial membuat GTR berisiko dan penuh dengan
kemungkinan disfungsi neurologis jangka panjang dan kecacatan. Sindrom fossa posterior, juga
disebut sebagai cerebellar mutism, merupakan komplikasi operasi fossa posterior dan paling

umum ketika ada invasi batang otak.


Hidrosefalus dapat diatasi dengan drainase perioperatif ventrikel eksternal, ventriculoperitoneal

shunt, atau, lebih jarang, ventriculostomy ketiga.


Algoritma manajemen memberi tim medis kesempatan untuk menilai kebutuhan pengalihan
permanen CSF setelah reseksi tumor. Hal ini dapat dicapai dengan menjepit saluran ventrikel

eksternal pasca operasi dan pemantauan tekanan intrakranial dan / atau tanda-tanda klinis.
Meskipun pendekatan untuk lesi supratentorial bervariasi menurut lokasi, tujuan reseksi total

gross harus sama seperti dalam operasi infratentorial.


Tumor intramedulla didekati melalui Laminektomi standar dengan pasien dalam posisi rawan.
Laminoplasty dilakukan pada anak-anak namun tidak menjamin kelangsungan hidup jangka
panjang.

Strategi untuk menghilangkan tumor intramedulla tergantung pada hubungan tumor ke corda
spinalis. Kebanyakan tumor benar-benar intramedulla dan tidak jelas pada pemeriksaan dari

permukaan.
USG Intraoperative dapat digunakan untuk melokalisasi tumor dan menentukan batas tumor
rostrocaudal. Luasnya reseksi tumor dipandu oleh anatomi lesi, pemantauan intraoperatif,
pengalaman dokter bedah, dan awal beku-bagian histologis diagnosis. Tumor besar mungkin

memerlukan dekompresi internal dengan aspirator ultrasonik atau laser.


Peran operasi untuk filum terminale ependymoma tergantung pada ukuran tumor dan

hubungannya dengan akar sekitarnya dari cauda equina.


Reseksi Gross Total en bloc harus dicoba bila memungkinkan. Hal ini biasanya dapat dicapai
untuk tumor kecil dan berukuran sedang, yang tetap baik dibatasi dalam penutup fibrosa dari
filum terminale dan mudah dipisahkan dari akar saraf cauda equina. Rekurensi setelah sukses

en bloc reseksi jarang.


Dekompresi internal tidak digunakan untuk tumor kecil dan berukuran sedang karena hal ini
dapat meningkatkan risiko penyebaran CSF.

II.10. Prognosis dan Komplikasi


II.10.1 Prognosis
Prediksi angka harapan hidup jangka panjang bergantung tingkat reseksi yang dilakukan pada
operasi dan jumlah sisa tumor yang tampak pada pencitraan pasca operasi. Meskipun grade tumornya
lebih rendah, lokasi infratentorial pada anak-anak, tidak adanya invasi tumor dalam batang otak, tidak
adanya metastasis, meningkatkan status kinerja, dan usia (untuk ependymoma anak). Sebagian besar
ependymoma grade I tidak mengalami rekurensi.
Pasien dengan tumor benar-benar diangkat, terutama dari fossa posterior, memiliki, tingkat
harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan hampir 70% dibandingkan dengan 30-40% untuk pasien
dengan tumor yang direseksi sebagian. Ependymoma intrakranial memiliki tingkat harapan hidup 5 tahun
secara keseluruhan sekitar 50%, namun angka kelangsungan hidup secara signifikan kurang baik untuk
anak-anak dengan tumor fossa posterior.33
II.10.2 Komplikasi
Secara umum, reseksi tumor otak memiliki tingkat kematian keseluruhan 1-2%, 40% pasien tetap
sehat atau memiliki defisit minimal setelah operasi, 30% nyata tidak ada perubahan pasca operasi relatif
terhadap defisit pra operasi, dan 25% pasien tetap mengalami peningkatan defisit pasca operasi yang
paling sering membaik. Anak-anak yang menjalani reseksi lesi fossa posterior beresiko untuk pasca
operasi cerebellar mutism. Komplikasi spesifik yang dapat terjadi di setiap lokasi tumor termasuk
perdarahan, infeksi, dan memburuknya defisit neurologis. 1,34

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Ependymoma adalah tumor glial yang berasal dari sel ependymal dalam sistem saraf pusat (SSP).
Ependymoma muncul dari sel-sel ependym pada ventrikel otak dan medula spinalis. Kadang-kadang selsel ependym ditemukan di dalam jaringan itu sendiri. Ependymoma merupakan tumor yang mengandung
kista atau kalsifikasi mineral dan berwarna keabuan atau merah. Pada anak-anak, 90% ependymoma
intrakranial timbul pada ventrikel keempat (infratentorial). Pada orang dewasa dan remaja, 75%
ependymoma muncul di medula spinalis dan minoritas pada intrakranial supratentorial. WHO membagi
klasifikasi dalam 4 divisi: grade I, myxopapillary ependymoma dan subependymoma, grade II,
ependymoma; grade III, ependymoma anaplastik. Gejala yang ditimbulkan adalah gejada dan tanda sesuai
dengan lokasi lesi yang terkena.
Pengobatan pasien dengan ependymoma tergantung pada intervensi bedah saraf untuk
memfasilitasi diagnosis definitif dan untuk mengurangi beban tumor. Terapi adjuvant pasca operasi dapat
mencakup otak atau tulang belakang yaitu radiasi, kemoterapi, dan radiosurgery.

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, Jeffrey. Ependymoma. Diperbaharui: 18 Maret 2013. [diakses 11 Mei 2013]. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/277621-overview
McGuire CS, Sainani KL, Fisher PG. Incidence patterns for ependymoma: a Surveillance, Epidemiology,

3
4

and End Results study. J Neurosurg. Dec 5 2008


Applegate GL, Marymont MH. Intracranial ependymomas: a review. Cancer Invest. 1998;16(8):588-93.
Wilson, K., Central Nervous System in : Anatomy and Physiology in Health and Illness. Edisi 7. Churchill

5
6

Livingstone. 1995. P.245 270.


Richard S.Snell. Clinical Neuroanatomy.ed.7.China : Williams & Wilkins.2010.
MJ Turlough Fitzgerald, Gregory Gruener, Estomih Mtui. Clinical Neuroanatomy and Neuroscience ed.6.

China: Elsevier.2011.
Guyton, A.C. Serebelum, Ganglia Basalis,dan Seluruh Pengatur Motorik. Dalam Fisiologi Kedokteran

Edisi 9. EGC. Jakarta. 1997. Hal. 887-926.


David Browser, Pengantar Kepada Ilmu Urai dan Faal Susunan Syaraf, edisi ke-tiga, PT. Dian Rakyat

Blackwell Scientific Publications, Jakarta, 1974 :14-18.


Stephen G. Waxman, MD,PhD, A Lange Medical Book, Clinical Neuroanatomy, twenty-fifth edition,

International Edition. Singapore, 2003 : 298-300.


10 Werner Kahle, Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf dan Alat-alat Sensoris. Jilid 3,
edisi 6 yang direvisi, Penerbit Hippocrates, Jakarta, 2000 : 262-271.
11 Price, A. Silvia; Wilson, M. Lorraine, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, 901-929, 10211022, ECG, Jakarta, 1995.
12 Marieb, Elaine N, PhD, Essentials of Human Anatomy & Fisiologi, Chap.5: 88-92, Chap.6:117-125,
Second edition, Benjamin / Cumming Publising Co, California, 1998.
13 Metzger AK, Sheffield VC, Duyk G, et al. Identification of a germ-line mutation in the p53 gene in a
patient with an intracranial ependymoma. Proc Natl Acad Sci U S A. Sep 1 1991;88(17):7825-9.
14 Sainati L, Montaldi A, Putti MC, et al. Cytogenetic t(11;17)(q13;q21) in a pediatric ependymoma. Is 11q13
a recurring breakpoint in ependymomas?. Cancer Genet Cytogenet. Apr 1992;59(2):213-6.
15 Mazewski C, Soukup S, Ballard E, et al. Karyotype studies in 18 ependymomas with literature review of
107 cases. Cancer Genet Cytogenet. Aug 1999;113(1):1-8.
16 Nijssen PC, Deprez RH, Tijssen CC, et al. Familial anaplastic ependymoma: evidence of loss of
chromosome 22 in tumour cells. J Neurol Neurosurg Psychiatry. Oct 1994;57(10):1245-8.
17 Yokota T, Tachizawa T, Fukino K, Teramoto A, Kouno J, Matsumoto K. A family with spinal anaplastic
ependymoma: evidence of loss of chromosome 22q in tumor. J Hum Genet. 2003;48(11):598-602.
18 Ebert C, von Haken M, Meyer-Puttlitz B, et al. Molecular genetic analysis of ependymal tumors. NF2
mutations and chromosome 22q loss occur preferentially in intramedullary spinal ependymomas. Am J
Pathol. Aug 1999;155(2):627-32.
19 Hulsebos TJ, Oskam NT, Bijleveld EH, Westerveld A, Hermsen MA, van den Ouweland AM. Evidence for
an ependymoma tumour suppressor gene in chromosome region 22pter-22q11.2. Br J Cancer. Dec
1999;81(7):1150-4.
20 James CD, He J, Carlbom E, et al. Loss of genetic information in central nervous system tumors common
to children and young adults. Genes Chromosomes Cancer. Jul 1990;2(2):94-102.
21 Yao Y, Mack SC, Taylor MD. Molecular genetics of ependymoma. Chin J Cancer. Oct 2011;30(10):66981.
22 Polednak AP, Flannery JT. Brain, other central nervous system, and eye cancer. Cancer. Jan 1 1995;75(1
Suppl):330-7.
23 Applegate GL, Marymont MH. Intracranial ependymomas: a review. Cancer Invest. 1998;16(8):588-93.

24 Son DW, Song GS, Han IH, Choi BK. Primary extramedullary ependymoma of the cervical spine : case
report and review of the literature. J Korean Neurosurg Soc. Jul 2011;50(1):57-9.
25 Taylor MD, Poppleton H, Fuller C, Su X, Liu Y, Jensen P, et al. Radial glia cells are candidate stem cells of
ependymoma. Cancer Cell. Oct 2005;8(4):323-35.
26 Dal Cin P, Sandberg AA. Cytogenetic findings in a supratentorial ependymoma. Cancer Genet Cytogenet.
Feb 1988;30(2):289-93.
27 Greenwood J Jr. Intramedullary tumors of spinal cord: A follow-up study after total surgical removal. J
Neurosurg. 1963;20:665-8.
28 Greenberg MS. Astrocytoma. In: Handbook of Neurosurgery. Vol 1. 4th ed. Lakeland, Fla: Greenberg
Graphics Inc; 1997:244-256.
29 Macdonald J. Advances in imaging techniques in neuroendocrine tumors: miscellaneous papers of
interest. Curr Opin Oncol. Feb 1990;2(1):117-8.
30 Chamberlain MC, Kormanik PA. Practical guidelines for the treatment of malignant gliomas. West J Med.
Feb 1998;168(2):114-20.
31 Merchant TE. Current

management

of

childhood

ependymoma. Oncology

(Williston

Park).

2002/05;16(5):629-42, 644; discussion 645-6, 648.


32 National Comprehensive Cancer Network. NCCN Practice Guidelines in Oncology: Adult Intracranial
Ependymomas. Accessed May 2013. Available at:
http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/cns.pdf
33 Healey EA, Barnes PD, Kupsky WJ, Scott RM, Sallan SE, Black PM. The prognostic significance of
postoperative residual tumor in ependymoma. Neurosurgery. May 1991;28(5):666-71; discussion 671-2.
34 Doxey D, Bruce D, Sklar F, et al. Posterior fossa syndrome: identifiable risk factors and irreversible
complications. Pediatr Neurosurg. Sep 1999;31(3):131-6.

Das könnte Ihnen auch gefallen