Sie sind auf Seite 1von 29

STATUS PASIEN

1.

IDENTITAS PASIEN
Nama
:
Jenis kelamin
:
Umur
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
Status
:
Agama
:
Alamat
:
Bangsa
:
Warganegara
:

Tn S
Laki-laki
50 tahun
Pedagang
Tamat SD
Menikah
Islam
Kampung Kaligandu
Jawa
Warganegara Indonesia

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Nyeri kepala
b. Keluhan Tambahan :
Luka terbuka di belakang kepala, mata buram
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar oleh istrinya dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala
terus menerus, tidak berputar. Awalnya os terjatuh dari tangga saat melaksanakan
kerja bakti di lingkungan rumahnya. Os terjatuh dengan posisi kepala belakang
membentur tanah. Kemudian os tidak sadarkan diri selama 1 jam. Setelah sadar
os muntah yang berisi makanan dan mengeluhkan nyeri kepala. Pasien
mengeluhkan pandangan yang buram dan tampak kebingungan serta menanyakan
apa yang terjadi kepada istrinya. Akibat dari benturan pada bagian kepala
belakang tersebut, pasien mengalami luka terbuka. Kemudian os dibawa ke
puskesmas dan luka terbuka tersebut pada bagian belakang dijahit.
Tidak ada cairan keluar dari telinga pasien. Kelemahan anggota disangkal. Di
rumah sakit tersebut pasien mendapat pertolongan pertama, dibersihkan lukanya
dan

dilakukan rontgen dada, pemeriksaan darah serta pemeriksaan CT Scan

kepala. Saat dipindahkan ke bangsal, pasien masih merasa nyeri pada bagian
kepala.

Saat kecelakaan, pasien tidak sakit atau panas. Pasien dan isteri

menyangkal adanya riwayat kejang sebelumnya, menderita ayan, sering bengong


atau

mengelamun,

menggunakan

narkoba,

minum

alkohol,

maupun

mengkonsumsi obat-obatan seperti obat batuk, obat penenang, obat tidur dan obat
flu. Pasien mengakui tidak mengantuk saat melaksanakan kerja bakti tersebut,
tidak melakukan aktivitas berat yang membuatnya kelelahan atau adanya riwayat
0

bergadang sehari sebelumnya. Gangguan pendengaran disangkal, penglihatan


dobel disangkal, bicara pelo tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi obat (-), Riwayat hipertensi (+) 1 tahun (baru diketahui, Riwayat
gangguan jiwa/stress (-)
Riwayat diabetes melitus (-), Riwayat asma (-), Riwayat maag (-), Riwayat sakit
jantung (-), Riwayat stroke (+) 1 tahun yang lalu, Riwayat sakit ginjal atau hati (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat stroke (-), Riwayat
trauma (-), Riwayat epilepsi (-), Riwayat gangguan jiwa (-)
f. Riwayat Pola Hidup dan Kebiasaan
Penggunaan tembakau (+)
Minum alkohol (-)
Penggunaan narkoba (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

GCS= E4M6V5=15

Kooperasi

: Kooperatif

Sikap

: Berbaring aktif

Keadaan gizi

: Cukup

Postur

: Athletikus

Tekanan Darah

: 180/100 mmHg

Nadi

: 78 x / menit, isi cukup, irama reguler, equal

Suhu Badan

: 36,60 C

Pernafasan

: 18 x / menit, irama reguler tipe abdominotorakal


Penggunaan otot nafas tambahan (-)

a. Keadaan lokal
Kulit

: Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-) Eksoriasi


pada palpebra kanan, patella kanan

Kepala

: Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata,


tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-),
Vulnus laceratum post hecting diperban pada regio
parietal dextra, nyeri tekan (-).

Kelenjar getah bening

: Tidak teraba membesar


1

Columna vertebralis

: Lurus di tengah

Mata

: Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, hematom


palpebra +/-, oedem palpebra +/-, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil
bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tidak langsung +/+ .

Telinga

: Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battles sign)


-/-, perdarahan -/-, otorea-/-

Hidung

: Deviasi septum -/-, perdarahan -/-, rhinorea -/-

Mulut

: Lidah kotor (-), perdarahan(-)

Tenggorok

: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

Gigi

: Caries (-), missing (-)

Leher

: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, kelenjar getah


bening tidak teraba membesar, tiroid di tengah, JVP 5-2
cm H2O

Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial dari linea midklavikularis
sinistra
Perkusi

:
Batas jantung atas : ICS III garis sternalis kiri
Batas jantung kanan : ICS IV, 1 cm lateral linea sternalis kanan
Batas jantung kiri
: ICS VI, 1 cm lateral linea midclavikularis kiri
Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksan paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris statis dan dinamis
Palpasi
: Vocal fremitus simetris, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi
: Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas :
Ekstemitas atas : akral hangat + / +, edema - / -, bahu kanan sakit dan tidak
dapat digerakkan, krepitasi -/-, deformitas -/-, CRT < 2 detik
2

Ekstemitas bawah : Ekskoriasi di patella kanan, akral hangat + / +, edema - / -,


krepitasi -/-, deformitas -/-, clubbing finger (-), CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk

Brudzinski I

Brudzinski II

Kanan

Kiri

Laseque

>70

>70

Kernig

>135

>135

Peningkatan tekanan intrakranial


o
o
o
o

Penurunan kesadaran (-)


Papil oedem -tidak dilakukan pemeriksaan
Pupil anisokor (-)
Trias cushing (-)

b. N. Kranialis
N.I

: Normosmia +/+

N.II

Acies visus
Campus visus
Tes buta warna
Funduskopi

: normal
: normal
: normal
: tidak dilakukan

N.III ; N.IV ; N.VI


Kedudukan bola mata

: ortoforia - ortoforia

Pergerakan bola mata

Nasal
Temporal
Atas
Bawah
Temporal bawah

: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
3

Eksoftalmus

: -/-

Nistagmus

: -/-

Ptosis

: -/-

Pupil
o
o
o
o
o
o

Bentuk
Diameter
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya tidak langsung
Reaksi akomodasi
Reaksi konvergensi

: Bulat / bulat
: 3 mm / 3 mm
: +/+
: +/+
: normal
: normal

N.V

Cabang motorik
o Membuka mulut
o Menggerakkan rahang
o Jaw refleks
Cabang sensorik oftalmikus
Cabang sensorik maksilaris
Cabang sensorik mandibularis

: Baik
: Baik
: Baik
: Baik/ Baik
: Baik/ Baik
: Baik/ Baik

N.VII

Motorik orbitofrontal
Motorik orbikularis okuli
Motorik orbikularis oris
Chovstek
Pengecapan lidah
o Manis : Baik
o Asin : Baik
o Asam : Baik
o Pahit : Baik

: Kesan parese (-)


: Kesan parese (-)
: Kesan parese (-)
: Negatif

N.VIII

Vestibular
Vertigo
Nistagmus

: Negatif
: -/-

Cochlear
Test Rinne

: +/+ (tuli sensorineural -)

Webber

: Tidak ada lateralisasi (tuli konduktif -)

Schwabach

: Sama dengan pemeriksa


4

N.IX ; N.X
Motorik

: Baik/baik

Sensorik

: Baik/baik

N.XI

Mengangkat bahu
Menoleh

: Baik/baik
: Baik/baik

N.XII

Pergerakan lidah
Atrofi
Fasikulasi
Tremor

: Lidah di tengah
:::-

c. Sistem motorik tubuh


Kekuatan otot :

5555 | 5555
5555 | 5555

d. Gerakan involunter
Tremor

: -/-

Chorea

: -/-

Atetose

: -/-

Miokloni

: -/-

Tics

: -/-

Trofik

: Eutrofik/Eutrofik

Tonus

: Normotonus /Normotonus

Sensorik

: Baik

Fungsi otonom
Miksi

: Inkontinensia (-)

Defekasi

: Inkontinensia (-)
5

Sekresi keringat

: Baik

d.

Fungsi cerebellar dan Koordinasi


Ataxia
:Tes Romberg
: Baik
Disdiadokokinesia
:Jari - jari
: Baik
Jari - hidung
: Baik
Tumit - lutut
: Baik
Rebound Phenomenon
: Baik
Hipotoni
: -/-

e.

Fungsi Luhur
Astereognosia
Apraksia
Afasia
Disgrafia

::::-

f. Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat

: baik
: baik
: baik

g.

Refleks fisiologis
Kornea
Biseps
Triseps
Kremaster
Patella
Tumit
Fissura ani

: +/+
: N/N
: N/N
: tidak dilakukan
: N/N
: N/N
: tidak dilakukan

h.

Refleks patologis
Hofman Trommer : -/Babinski
: -/Oppenheim
: -/Gordon
: -/Schaefer
: -/Chaddock
: -/-

i. Keadaan Psikis
Intelegensia

: Baik
6

Tanda regresi
Demensia

::-

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 13 Juni 2013
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Glukosa Darah
GDS
Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinin
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida

Hasil

Nilai rujukan

14,6
42,3
14.890
351
-

11,7 15,5 g/dl


33 45%
5,0 10,0 rb/ul
150 440 rb/ul
3,80 5,20 jt/ul

129

< 200 g/dl

38
14

17-43 mg/dl
0,7 1,1

17
19

<37
<41

139,8
3,25
107,7

135-155 mmol/l
3,6 5,5 mmol/l
95 107 mmol/l

5. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Rontgen Thorax Posterior-Anterior
Thoraks simetris kanan dan kiri
Dinding thoraks tidak ada massa
Tulang klavikula, costae, stenum tampak tidak ada diskontinuitas
Sela iga dalam batas normal dan simetris
Jantung
-CTR >50%
-Apeks bergeser ke laterocaudal
Paru
-tidak ada infiltrat, kalsifikasi, maupun massa.
-corakan bronkovaskular tidak meningkat
Diafragma bentuk kubah kanan dan kiri
Sinus costo phrenicus lancip kanan dan kiri
Kesan: Cardiomegali.
Pulmo tenang.
Tak tampak fraktur
CT Scan Dengan Tanpa Kontras dengan ketebalan irisan 3 & 10 mm sebagai berikut :

Tampak lesi hiperdens intra sulcy lobus oksipital kiri dan peri falk cerebri

posterior
Tampak lesi hipodens batas tegas pada nukleus lentiformis kiri, lesi hipodens kecil

pada thalamus dan pons


Sistem ventrikel tidak melebar
Sisterna basalis, ambiens, dan quadrigemina baik
Fissura silvii kanan/kiri baik
Struktur garis tengah tidak bergeser
Infratentorial tak tampak lesi pada cerebellum dan daerah CPA
Tak tampak kelainan pada supra dan parasellar
Bulbus okuli, N.Optikus bilateral tak tampak kelainan
Sinus ethmoid dan spenoid cerah
Pneumatisasi sel udara mastoid bilateral baik
Pada bone window : tampak diskontinuitas linear pada os occipital kiri
Kesan:
Sub Arachnoid Hemorrhagic pada regio occipital kiri dan peri falks cerebri

posterior
Suspek fraktur linear pada os occipital kiri
Infark lama pada nukleus lentiformis kiri
Infark lacunar pada thalamus kanan dan pons

6. RESUME
Pasien Tn S, laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri kepala
yang terus menerus setalah jatuh dari tangga dengan posisi kepala belakang
membentur kepala. Nyeri kepala terus menerus. Didapatkan riwayat pingsan selama
1 jam. Riwayat muntah berisi makanan. Terlihat kebingungan setelah tersadar dari
pingsan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
Keadaan umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 180/100 mmHg

Nadi

: 78 x / menit, isi cukup, irama reguler, equal

Suhu Badan

: 36,60 C

Pernafasan

: 18 x /menit

Trauma Stigmata

: Vulnus laceratum regio occipital sinistra.

GCS= E4M6V5=15

Pada hasil lab didapatkan leukositosis. Roentgen thoraks didapatkan


kardiomegali. CT-scan didapatkan hasil Sub Arachnoid Hemorrhagic pada regio
8

occipital kiri dan peri falks cerebri posterior, suspek fraktur linear pada os occipital
kiri, infark lama pada nukleus lentiformis kiri dan infark lacunar pada thalamus kanan
dan pons
7. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis

: Vulnus laceratum regio occipital sinistra


Hipertensi Grade II
Leukositosis reaktif

Diagnosis patologis
Diagnosa etiologi

: Commosio cerebri
Subarachnoid hemorrhagic
: Cedera kepala ringan

8. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300
Perawatan luka
Medikamentosa
IVFD RL 20 tetes/menit
Ceftriakson 1 x 2 gr
Ranitidine 2 x 1 amp
Ketorolac 3 x 1
Vitamin K 3 x 1
Asam Tranexamat 3 x 500 mg
Citikolin 3 x 500 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
9. RENCANA PEMERIKSAAN
Lumbal Pungsi
10. PROGNOSA
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

CEDERA KEPALA
Definisi
9

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu
melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai
jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera
percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hitcounterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan
saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan
pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan
massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan
tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam
tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa
terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini
disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di
dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat
fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera
kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia
lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),
sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Anatomi

10

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan
bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea
terdapat lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh
darah besar yang bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan
kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang
mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit
sampai ke dalam tengkorak.

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.


Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang
berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula
interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media, dan
posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan tertimbun dalam ruang epidural.
Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater.
Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat erat dengan permukaan
dalam tengkorak.

11

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3) membentuk
periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a. Meningea media yang
bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna. Arakhnoid adalah membran fibrosa halus
dan elastis, membran ini tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara kedua membran
disebut ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit
jaringan penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala.
Diantara arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan mendalam
pada daerah tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah
membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan merupakan satusatunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua
girus.
Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer
ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf
otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak
12

dapat terjadi fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi.
Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria
meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau
menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan
telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat
menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga
menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung
menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.
Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan
countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya
perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan
menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum,
gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan
ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di
batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada
batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di
dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang
ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis
menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah
frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak
yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot
mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini
menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari
akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya
negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada
cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga
terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah
beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena
penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai
perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma
kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan
13

salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,
mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan
gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan
terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul
kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala.

14

Klasifikasi Cedera Kepala

Gambar 4: Klasifikasi cedera kepala.

15

Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup

dan penetrans atau

terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang,
namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres
dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya
cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup
biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala
penetrans lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal
sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba
eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas
os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan
trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis
tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar.
Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

16

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.


2. Trauma kepala tertutup
Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada
komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada
kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti
kerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma kepala dapat menyebabkan cedera
pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena
perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang
mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan
benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol
atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi
benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat
atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak.
Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan)
jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang
lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan. Kerusakan jaringan
otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre
coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi
coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi
countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga
timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi
tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat

17

benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran
antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini
adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.
A. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ).
Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio
adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada
otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan
kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini
bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang
menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit
kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami
penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing,
kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya
berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai
beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan
dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.
Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa
sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum
sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian
obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih
perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius
yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.
Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera
mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih
berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala
diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin
parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak
parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

18

B. Kontusio serebri (Memar otak )


Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada
daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek
pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali
disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari
kontusio akan terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat
kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan
ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke
dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut
ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan
sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada
pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi
iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan
vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat.
Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak
membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan
yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari kontusio adalah pusing,
kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya
berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai
beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI
menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan
kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
C. Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak.
Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera
biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau
diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural).
Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian
besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan
19

membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya
menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian
atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi
penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi
kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan
tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah
di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala
berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam
kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi
dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa
ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya
tergantung kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-Scan akan tampak
gambaran massa hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign), atau ada pula
yang menyebutnya sebagai gambaran football shaped yang secara tipikal terletak di bagian
temporal tengkorak. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat
lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan
pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa
terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah
terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas
secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada
alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu
gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan
adanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf atau
menyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign. Hematoma subdural pada bayi
bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan
lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
20

Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya


dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan
CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda
neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness
dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun
perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan
kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah
sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status
vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita
cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
21

5. Fraktura tengkorak depressed.

Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada
pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar sekali
hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak
teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak dapat
dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.

Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak
pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak
terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur
dapat menjalar sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan
vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan
otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau
telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka
(sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki tulang
tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan
hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan
pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Cedera aksonal difusa


Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi pada otak
sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang membentuknya.
Pada saat terjadinya trauma, lapisan lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan
ini akan berbeda beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat
22

perbedaan waktu pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan
terjepit. Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan,
yang nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal
akan terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik mencakup
pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang kesadarannya
menurun dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS
2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai
berat terutama dikerjakan pada pasien pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan
terdapat tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya
fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek
desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan
perdarahan pada otak.

Penanganan Cedera Kepala


I.

Cedera kepala ringan


Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 15.
Terdiri atas :
a. Simple head injury
23

Tidak ada penurunan kesadaran


Adanya trauma kepala ( pusing )
b. Commotio cerebri ( gegar otak )

Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )

Amnesia retrograde

Pusing, sakit kepala, muntah

Tidak ada defisit neurologis

Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang

NGT
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS 7 tetapi sebelumnya harus

diyakini tidak ada fractur cervical.


Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan
intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah
tracheostomi.

2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda tanda sesak segera pasang oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda tanda syok segera pasang infuse.
Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah
( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan
cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka

robek,

bersihkan

lalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CTscan kepala.

24

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien pasien
yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi

Kriteria rawat :
a.

Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam

b.

Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

c.

Penurunan tingkat kesadaran

d.

Nyeri kepala sedang hingga berat

e.

CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )

f.

Otorrhea, rhinorrhea

g.

Semua cedera tembus

h.

Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )

Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah
dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila
timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah hebat
Kejang
Nyeri kepala bertambah hebat
Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
Gelisah
8.

Terapi simtomatik

II.

Cedera kepala sedang


Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah
sederhana ( GCS 9 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk
dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala
berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti pada
cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi
membaik,pasien boleh pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang
25

apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk
di observasi.

III.

Cedera kepala berat


Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena
adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 8).
Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :
a. Contusio cerebri

Pingsan > 10 menit

Kegelisahan motorik

Sakit kepala, muntah

Kejang

Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes

Amnesia anterogard

b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Penangan kasus ini mencakup :

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala


ringan.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan


di bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,


respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Dolls eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

26

Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut :
-

Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial

Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial

Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

Tanda fokal neurologis semakin berat

Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)

Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3
mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang

Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami
kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan
fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil
dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu
area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer
kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan
tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan
pulih kembali.
27

DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto
H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 22
Juny 2013
4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 22 Juni 2013
5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 22 Juni 2013
6. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala (Trauma Capitis).
Available at : http://asepscience.wordpress.com/2009/06/14/asuhan-keperawatancedera-kepala-trauma-capitis/. Accessed on : 22 Juni 2013
7. Hati-hati

Jika

Cedera

Kepala.

Available

at

http://www.tanyadokteranda.com/featured/2010/11/hati-hati-jika-cedera-kepala.
Accessed on : 22 Juni 2013

28

Das könnte Ihnen auch gefallen