Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Uji Fitokimia
Fitokimia atau kimia tumbuhan telah
berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri,
berada diantara kimia organik bahan alam
dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat
dengan keduanya. Bidang perhatian dari
fitokimia adalah keanekaragaman senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh
tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia,
biosintesis,
perubahan
serta
metabolismenya, penyebaran secara ilmiah,
dan fungsi biologisnya (Harborne 1987).
Analisis fitokimia atau uji fitokimia
merupakan
uji
pendahuluan
untuk
mengetahui keberadaan senyawa kimia
spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol
(termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan
triterpenoid. Uji tersebut sangat bermanfaat
untuk memberikan informasi jenis senyawa
kimia yang terkandung dalam tumbuhan,
terutama tumbuhan obat yang digunakan.
Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit
sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan
sebagai bahan obat. Senyawa metabolit
sekunder sangat bervariasi jumlah dan
jenisnya dari setiap tumbuh-tumbuhan,
beberapa dari senyawa tersebut telah
diisolasi
dan
sebagain
diantaranya
memberian efek fisiologis dan farmakologis
yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia
aktif (Copriyadi 2005)
Analisis ini merupakan tahapan awal
dalam isolasi senyawa bahan alam sehinga
menjadi panduan bersama-sama dengan uji
aktivitas biologis senyawa tersebut. Salah
satu tujuan pengelompokan senyawasenyawa aktif tersebut adalah untuk
mengetahui hubungan biosintesis dan famili
tumbuhan (Jenner 2005). Informasi ini
sangat berguna oleh ahli sintesis kimia
organik untuk memprediksi subsituen
senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih
berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya
dapat berupa tanaman segar, kering, serbuk,
ekstrak, maupun dalam bentuk sediaan
(Harborne 1987).
Ekstraksi
Keanekaragaman flora (biodiversity)
berarti pula keanekaragamn senyawa kimia
(chemodiversity) yang terkandung di
dalamnya.
Hal
tersebut
memicu
dilakukannya suatu analisis terhadap
metabolit sekunder yang terkandung dalam
tumbuh-tumbuhan
melalui
teknik
Alat-alat
yang
dipakai
adalah
spketrofotometer UV, penangas air, neraca
analitik, rotavapor, corong pisah, pipet
mikro, pipet volumetrik, pipet tetes, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas
ukur, bulb, batang pengaduk sudip, corong
gelas, kertas saring, kapas, dan sentrifus.
Metode
Ekstraksi Buah Makasar (Usman 2000)
Ekstrak buah makasar dibuat menjadi
dua fraksi yaitu fraksi air dan heksana.
Buah makasar yang telah kering dan
menjadi serbuk kemudian direndam dalam
alkohol 95% selama 24 jam dan disaring.
Residu yang didapat kemudian direndam
kembali dengan alkohol 95% dan dilakukan
berulang kali hingga larutan hasil ekstraksi
tidak berwarna lagi. Semua filtrat kemudian
dijadikan satu dan dipekatkan dengan
rotavapor 40oC sehingga bebas alkohol.
Ekstrak kasar yang telah diperoleh
kemudian dipartisi dengan campuran
heksan,
metanol,
dan
air
dengan
perbandingan 5:9:1 (v/v). Partisi dilakukan
dengan menggunakan corong pisah sehingga
diperoleh fase heksan dan fase metanol air.
Bahan dalam fase heksan yang telah
diperoleh kemudian dikeringkan dengan
rotavapour 40oC, hingga diperoleh fraksi
heksana yang siap untuk diuji. Bahan dalam
fase metanol air, setelah dikeringkan dengan
rotavapor 40oC, kemudian dipartisi kembali
dengan campuran kloroform dan air dengan
perbandingan 1:1 hingga diperoleh dua fase,
fase kloroform dan fase air. Masing-masing
fase
kemudian
dikeringkan
dengan
rotavapour 40oC hingga diperoleh fraksi air
untuk diujikan.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Analisis fitokimia yang dilakukan
dalam penelitian ini hanya dilakukan secara
kualitatif, analisis ini dilakukan untuk
mengetahui senyawa-senyawa aktif yang
terkandung dalam fraksi heksana dan air
ekstrak buah makasar. Senyawa yang
diidentifkasi adalah senyawa flavonoid,
alkaloid, dan triterpenoid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 gram ekstrak
buah makasar ditambahkan 5 mL kloroform
dan amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan
dan diasamkan dengan 1 tetes H2SO4 2M.
Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung
kemudian masing-masing ditambahkan
Uji Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan pada
ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana.
Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak buah
makasar fraksi air mengandung senyawa
alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi
heksana hanya
mengandung senyawa
alkaloid (Tabel 1). Hasil uji fitokimia ini
berbeda dengan hasil penelitian Kumala
(2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak
buah makasar mengandung senyawa