Sie sind auf Seite 1von 8

Diagnosis

A. Anamnesis
Anamnesa yang teliti mengenai riwayat aspirasi dan gejala inisial sangat penting
dalam diagnosis aspirasi benda asing. Kecurigaan adanya benda asing dan gejala inisial
(choking) adalah dua hal yang signifikan berhubungan dengan kasus aspirasi benda asing.
Pada anak-anak kadang-kadang episode inisial belum dapat diungkapkan dengan baik oleh
anak itu sendiri dan tidak disaksikan oleh orang tua atau pengasuhnya sehingga gejalanya
mirip dengan penyakit paru yang lain. Gejala yang sering ditemukan pada kasus aspirasi
benda asing yang telah berlangsung lama antara lain batuk, sesak nafas, wheezing, demam
dan stridor. Perlu ditanyakan juga telah berapa lama, bentuk, ukuran dan jenis benda asing
untuk mengetahui simtomatologi dan perencanaan tindakan bronkoskopi. Anamnesis yang
khas untuk aspirasi seperti batuk yang paroksismal, mendadak sesak nafas berbunyi atau
kebiruan di sekitar mulut ditemukan lebih dari 90% kasus. Benda asing di bronkus akan
menyebabkan gejala seperti batuk yang pada awalnya tidak produktif menjadi produktif,
sesak nafas, sianosis dan terdapat retraksi. Pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan radiologi
dilakukan untuk menentukan adanya benda asing, lokasi benda asing dan kelainan yang
ditimbulkannya. Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah sakit
kebanyakan berada pada fase asimptomatik dan pada fase ini tidak jarang pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan radiologi tidak memperlihatkan adanya kelainan (Asroel A, 2007).
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum tetap dilakukan untuk mengevaluasi keadaan fisik pasien,
vital sign status generalisata atau status interna, status lokalisata hidung telinga maupun
tenggorokan untuk menyingkirkan adanya penyebab maupun pemyulit lain. Namun
pemeriksaan yang dilakukan tidak harus dilakukan urut namun bisa diprioritaskan jika
terdapat tanda kegawatan (Asroel A, 2007).
Benda asing di bronkus lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan karena bronkus
kanan hampir merupakan garis lurus dengan trakea sedangkan bronkus kiri membuat sudut
dengan trakea. Pasien biasanya datang dengan fase asimptomatik dan belum menunjukkan
keluhan apapun. Pada fase pulmonum benda asing berada di bronkus dan dapat bergerak ke
perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu secara progresif dan pada
auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai mengi. Benda asing organik menyebabkan

reaksi yang hebat pada saluran nafas dengan gejala laringotrakeobronkitis, toksimea, batuk
dan demam. Tanda fisik benda asing di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda
asing dari sisi satu sisi ke sisi lain (Junizaf H, 2012).
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada kasus aspirasi benda asing sangat
diperlukan. Kegawatan nafas atau sianosis memerlukan penanganan yang segera. Pada jamjam pertama setelah terjadinya aspirasi benda asing, tanda yang bisa ditemukan di dada
penderita adalah akibat perubahan aliran udara di traktus trakeobronkial yang dapat dideteksi
dengan stetoskop. Benda asing disaluran nafas akan menyebabkan suara nafas melemah atau
timbul suara abnormal seperti wheezing pada satu sisi paru-paru (Junizaf H, 2012).
Pada kasus benda asing di bronkus obstruksi yang terjadi bisa total atau parsial. Pada
kasus obstruksi benda asing bronkus total pemeriksaan fisik yang didapatkan dari inspeksi
thorax bisa terjadi asimetris dari bentuk dada yang memungkinkan adanya atelektasis. Palpasi
thorax didapatkan penurunan fremitus pada bronkus yang terjadi obstruksi, jika sudah terjadi
atelektasis maka pada perkusi di lapang paru yang terkena didapatkan lebih pekak daripada
yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan vesikuler menurun atau bahkan menghilang pada
asukultasi (Junizaf H, 2012).
Untuk obstruksi benda asing bronkus parsial, pemeriksaan fisik thorax dari inspeksi,
palpasi maupun perkusi biasanya normal karena aliran udara masih bisa melewati saluran
pernafasan. Namun akibat adanya penyempitan saluran pernafasan akibat obstruksi parsial,
sehingga auskultasi didapatkan suara nafas wheezing terlokalisir (Asroel A, 2007).
C. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi benda asing harus dilakukan. Dianjurkan
untuk membuat foto berikut sesuai dengan indikasi pada pasien:
Pemeriksaan radiologik leher-toraks.
1. Benda asing radioopak foto polos PA & lateral. Benda asing radiolusen 24 jam
pasca aspirasi atelektasis & emfisema.
2. Bronkogram BA radiolusen diperifer
3. Benda asing trakea yang radiolusen opasitas subglottis atau pembengkakan pada xfoto soft tissue leher PA dan lateral.

4.

Foto thorax akhir inspirasi dan ekspirasi dapat memperlihatkan atelektasis dan
emfisema obstruktif. Juga dapat terlihat bukti tidak langsung adanya benda asing

5.

radiolusen
Fluoroskopi/videofluoroskopi Dilakukan pemeriksaan selama inspirasi dan
ekspirasi

pada kasus yang meragukan untuk melihat adanya obstruksi parsial paru.

Posisi PA dan lateral untuk menentukan lokasi dan menyingkirkan adanya BA


multipel dan superimposed.
6. X-foto toraks dekubitus lateral kanan - kiri dapat sangat berguna pada bayi dan anak
kecil yang tak kooperatif dg x-foto inspirasi dan ekspirasi (Murray et al, 2013).
Diagnosa benda asing di saluran nafas dapat ditegakkan pada hampir 70% kasus.
Harus diingat bahwa tidak terdapatnya kelainan radiologis tidak berarti adanya benda asing
dapat disingkirkan. Foto torak cenderung memberikan gambaran normal pada 1/3 pasien
yang didiagnosa sebagai aspirasi benda asing dalam 24 jam pertama kejadian. CT Scan
berguna pada kasus yang tidak terdeteksi dengan foto sinar X, seperti benda asing kacang
yang bersifat radiolusen (Murray et al, 2013).
Anamnesis dan pemeriksaan radiologis sering menunjukkan dugaan aspirasi benda
asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada keadaan ini harus dibuktikan adanya benda asing
dengan bronkoskopi untuk diagnosis dan terapi. Bronkoskopi harus dilakukan pada anakanak dengan riwayat gejala inisial aspirasi benda asing (choking crisis) (Murray et al, 2013).
Penatalaksanaan
Benda asing di bronkus di keluarkan dengan bronskop kaku atau serat optik dan
cunam yang sesuai. Tindakan ini harus segera di lakukan apalagi benda asing bersifat
organik. Bila tidak dapat di keluarkan, misalnya tajam, tidak rata, dan tersangkut pada
jaringan, dapat dilakukan servikotomi atau tarakotomi. Antibiotik dan kortikosteroid tidak
rutin diberikan setelah endoskopi, Dilakukan fisioterapi dada pada kasus pnemonia, bronkitis
purulenta, dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24 jam setelah tindakan jika paru bersih dan
tidak demam, Pasca bronkoskopi dibuat foto torak hanya bila gejala pulmonum tidak
menghilang pada keadaan tersebut perlu di selidiki lebih lanjut dan diobati secara tepat dan
adekuat (Junizaf H, 2012).
Sebenarnya tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan bronkoskopi selama hal
itu merupakan tindakan untuk menyelamatkan nyawa (life saving). Pada keadaan tertentu
dimana telah terjadi komplikasi radang saluran napas akut tindakan dapat ditunda sementara

dilakukan pengobatan medikamentosa untuk mengatasi infeksi. Pada aspirasi benda asing
organik yang dalam waktu singkat dapat menyebabkan sumbatan total maka harus segera
dilakukan bronkoskopi, bahkan jika perlu tanpa anestesi umum (Murray et al, 2013).

Gambar 1. Penanganan benda asing saluran nafas dengan Bronkoskopi (Murray et al, 2013)

Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat perlu
diketahui dengan baik lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip benda asing
di saluran napas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara endoskopik dengan
trauma minimum. Penentuan cara pengambilan benda asing dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu usia penderita. Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit
setelah melalui fase akut sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan
seoptimal mungkin baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih. Benda asing di
bronkus

dapat dikeluarkan dengan menggunakan bronkoskop kaku maupun dengan

bronkoskop serat optik. Angka keberhasilan pengangkatan benda asing di saluran nafas
mencapai 91,3% (Perkasa, 2009).
Pada bayi dan anak yang diameter jalan nafasnya relatif kecil dipakai bronkoskop
kaku untuk dapat mempertahankan patensi nafas dan pemberian oksigen. Sebelum tindakan

bronkoskopi dilakukan sebaiknya diusahakan memperoleh duplikat benda asing tersebut.


Kemudian dicoba dan dipelajari cara menjepit dan menarik benda asing dengan cunam yang
sesuai. Pemilihan bronkoskop yang sesuai dengan diameter lumen, dengan pedoman pada
usia penderita disertai persiapan bronkoskop dengan ukuran yang lebih kecil akan dapat
meningkatkan angka keberhasilan. Sesaat menjelang dilakukan bronkoskopi dibuat foto
toraks untuk menilai kembali letak benda asing. Komunikasi antara operator dengan ahli
anestesi untuk menentukan rencana tindakan juga sangat penting. Pemberian steroid dan
antibiotika pre operatif dapat mengurangi komplikasi seperti edema jalan nafas dan infeksi.
Antibiotik dan steroid tidak rutin diberikan sebelum tindakan bronkoskopi hanya pada kasus
yang terlambat dalam diagnosisnya dan pada benda asing organik. Tindakan bronkoskopi
yang dilakukan dalam penanganan aspirasi benda

asing

berdasarkan jenis, lokasi

tersangkutnya dan derajat obstruksi yang terjadi, dapat dibagi atas

(Munter & Gelford,

2005):
1. Bronkoskopi darurat yaitu tindakan bronkoskopi yang segera dilakukan pada saat
diagnosis ditegakkan.
2.

Bronkoskopi segera yaitu tindakan bronkoskopi dilakukan sesegera mungkin

setelah alat, pasien dan tim bronkoskopi siap secara optimal.


3. Bronkoskopi elektif yaitu tindakan bronkoskopi dilakukan secara terencana dengan
persiapan sempurna.
Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi kaku maupun
bronkoskopi serat optik. Pada bayi dan anak-anak sebaiknya digunakan bronkoskopi kaku
untuk mempertahankan jalan napas dan pemberian oksigen yang adekuat karena diameter
jalan napas pada bayi dan anak-anak sempit. Pada orang dewasa dapat dipergunakan
bronkoskop kaku atau serat optik tergantung kasus yang dihadapi. Ukuran alat yang dipakai
juga menentukan keberhasilan tindakan. Keterampilan operator dalam bidang endoskopi juga
berperan dalam penentuan pelaksanaan tindakan bronkoskopi (Munter & Gelford, 2005).
Bronkoskop kaku mempunyai keuntungan antara lain ukurannya lebih besar variasi
cunam lebih banyak, mempunyai kemampuan untuk mengekstraksi benda asing tajam dan
kemampuan untuk dilakukan ventilasi yang adekuat. Selain keuntungan di atas penggunaan
bronkoskop kaku juga mempunyai kendala yaitu tidak bisa untuk mengambil benda asing di
distal, dapat menyebabkan patahnya gigi geligi, edema subglotik, trauma mukosa, perforasi

bronkus dan perdarahan. Pada pemakaian teleskop maupun cunam penting diperhatikan
bahwa ruang untuk pernapasan menjadi sangat berkurang sehingga lama penggunaan alat-alat
ini harus dibatasi sesingkat mungkin. Bronkoskop serat optik dapat digunakan untuk orang
dewasa dengan benda asing kecil yang terletak di distal, penderita dengan ventilasi mekanik,
trauma kepala, trauma servikal dan rahang (Munter & Gelford, 2005).
Beberapa faktor penyulit mungkin dijumpai dan dapat menimbulkan kegagalan
bronkoskopi antara lain adalah faktor penderita, saat dan waktu melakukan bronkoskopi, alat,
cara mengeluarkan benda asing, kemampuan tenaga medis dan para medis serta jenis
anestesia. Sering bronkoskopi pada bayi dan anak kecil terdapat beberapa kesulitan yang
jarang dijumpai pada orang dewasa karena lapisan submukosa yang longgar di daerah
subglotik menyebabkan lebih mudah terjadi edema akibat trauma. Keadaan umum anak dapat
menurun dan cepat terjadi dehidrasi dan renjatan. Demam menyebabkan perubahan
metabolisme, termasuk pemakaian oksigen dan metabolisme jaringan, vasokontriksi umum
dan perfusi jaringan terganggu. Adanya benda asing di saluran napas akan mengganggu
proses respirasi sehingga benda asing tersebut harus segera dikeluarkan (Fitri & Pulungan,
2010).
Pemberian kortikosteroid dan bronkodilator dapat mengurangi edema laring dan
bronkospasme pascatindakan bronkoskopi. Pada penderita dengan keadaaan sakit berat maka
sambil menunggu tindakan keadaan umum dapat diperbaiki terlebih dahulu, misalnya:
rehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan asam basa dan pemberian antibiotika.
Keterlambatan diagnosis dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan
penderita maupun orang tua mengenai riwayat tersedak sehingga menimbulkan
keterlambatan penanganan (Munter & Gelford, 2005).
Kesulitan mengeluarkan benda asing saluran napas meningkat sebanding dengan lama
kejadian sejak aspirasi benda asing. Pada benda asing yang telah lama berada di dalam
saluran napas atau benda asing organik maka mukosa yang menjadi edema dapat menutupi
benda asing dan lumen bronkus, selain itu bila telah terjadi pembentukkan jaringan granulasi
dan striktur maka benda asing menjadi susah terlihat (Munter & Gelford, 2005).
Pada kasus yang tidak terdapat gejala sumbatan jalan napas total maka tindakan
bronkoskopi dilakukan dengan persiapan operator, alat dan keadaan umum penderita sebaik
mungkin. Holinger menyatakan bahwa lebih baik dengan persiapan 2 jam, maka benda asing

dapat dikeluarkan dalam waktu 2 menit daripada persiapan hanya 2 menit tetapi akan ditemui
kesulitan selama 2 jam. Bila benda asing menyebabkan sumbatan jalan napas total, misalnya
benda asing di laring atau trakea maka tindakan harus segera dilakukan untuk menyelamatkan
penderita, bila perlu dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi lebih dahulu. Jika timbul
kesulitan dalam mengeluarkan benda asing maka dapat didorong ke salah satu sisi bronkus.
Snow menyatakan bahwa tindakan bronkoskopi tidak boleh lebih dari 30 menit (Munter &
Gelford, 2005).
Tabel 1. Ukuran bronkoskop sesuai usia (Munter & Gelford, 2005)

2.7 Komplikasi
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan
bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas,
hipoksia, asfiksia sampai henti jantung. Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis.
Komplikasi kronis antara lain pneumonia, dapat berlanjut dengan pembentukan kavitas dan
abses paru, bronkiektasis, fistel bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau polip
akibat inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya benda asing. Dapat juga terjadi
pneumomediastinum, pneumotorak (Murray, 2013).
Keterlambatan diagnosis aspirasi benda asing yang berlangsung lebih dari 3 hari akan
menambah komplikasi seperti emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum, pneumonia dan
atelektasis. Komplikasi teknis yang paling mungkin terjadi pada operator yang kurang
berpengalaman adalah benda asing masuk lebih jauh sampai ke perifer sehingga sulit
dicapaioleh skop, laserasi mukosa, perforasi, atau benda asing masuk ke segmen yang tidak
tersumbat pada saat dikeluarkan. Bisa juga terjadi edema laring dan reflek vagal. Komplikasi

pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat paru dan pneumotorak yang memerlukan
bantuan ventilasi (Fitri dan Pulungan, 2010).

Das könnte Ihnen auch gefallen