Sie sind auf Seite 1von 25

Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Malaria

Aba Madonna Sallao


102014013
Email : madonnasallao@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6. Jakarta 11510
Abstract
Malaria is an infectious disease caused by a parazite (protozoan) from the plasmodium
genus, which can be transmitted by anopheles mosquito bites. This desease attacked the
crowd countries. The etiology of malaria that attack by plasmodium which carried out
erythrocytes and is marked by the discovery of asexual reproduction in the blood. Malaria
infections provide symptoms of fever, chills, anemia and splenomegaly are acute or chronic
can occur. Infections malaria can last without complication or having obstructed systemic
known as heavy malaria. The spread of malaria are diverse, all over the world have the
possibility for occurence of malaria so need to learn how to do the preventation or treatment
method or therapy of malaria.
Keywords : malaria, etiology of malaria, epidemiology of malaria, preventation of malaria,
treatment of malaria.
Abstrak
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Penyakit endemis ini
yang menyerang Negara-negara dengan penduduk padat. Etiologi malaria dilakukan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan
splenomegali yang dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung
tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria
berat. Daerah penyebaran malaria pun beragam, di seluruh dunia memiliki kemungkinan
untuk terjadinya malaria sehingga perlu dipelajari bagaimana cara pencegahan atau
preventifnya dan cara penatalaksanaan atau terapi dari penyakit malaria ini.
Kata kunci : malaria, etiologi malaria, epidemiologi malaria, preventif malaria,
penatalaksanaan malaria.

Pendahuluan
Malaria merupakan masalah kesehatan global yang diperingati secara internasional
setiap tanggal 25 April. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk. Iklim tropis serta banyaknya pedesaan dan hutan di Indonesia
merupakan faktor pendukung perkembangbiakan nyamuk Anopheles pembawa parasit
Plasmodium sp. Perpindahan dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih

menimbulkan masalah. Sejak dulu telah diketahui bahwa wabha penyakit ini sering terjadi di
daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini
terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga
rentan terinfeksi.
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia dan splenomegali.
Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi
ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat. Parasit
Plasmodium tersebut ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang merupakan vector
malaria .1,2
Pembahasan
Anamnesis 1,3
Anamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya, termasuk
alasan berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala
(simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan
dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam melakukan anamnesis terdapat sejumlah pertanyaan rutin yang harus
diajukan kepada semua pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas, keluhan utama,
keluhan penyerta,riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit menahun, dan riwayat
penyakit sekarang yang spesifik terhadap diagnosa sementara. Terdapat pertanyaan yang
spesifik di riwayat penyakit sekarang pada penderita malaria, yaitu :
-

Riwayat dilakukannya kunjungan dan bermalam ke daerah endemis malaria 1-4

minggu yang lalu


Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
Riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti malaria selama sebulan terakhir
Riwayat pernah mendapat transfusi darah

Anamnesis yang didapatkan dalam skenario yaitu :


Identitas
Nama : Usia

: 25 tahun

1. Keluhan Utama (KU) : Demam sejak 1 minggu yang lalu.


2. Riwayat penyakit sekarang (RPS) :
a. Sifat panas : demam naik turun setiap 2 hari
b. Perkembangan penyakit : tidak diketahui
3. Keluhan penyerta : menggigil, berkeringat banyak saat demam turun, pasien sedang
hamil 11 minggu (trimester pertama)
4. Riwayat perjalanan : pasien baru pindah ke Jakarta dari Nabire Papua
Pemeriksaan Fisik 1,4
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi)
dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi).
Untuk kasus malaria perlu dilakukan permeriksaan fisik sebagai berikut:
Inspeksi
1. Melihat keadaan umum pasien
Tanda-tanda dehidrasi yaitu mata cekung, bibir kering, oliguria, turgor, elastisitas kulit
berkurang, Melihat tanda anemia berat dengan adanya konjungtiva pada mata, lidah pucat,
dan telapak tangan pucat, Mata kuning (ikterus)
2. Melihat tingkat kesadaran pasien
Tingkat kesadaran seseorang di bagi menjadi beberapa tingkat, yaitu :
o Kompos mentis

: Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap

lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.


o Apatis
: Keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
o Delirium
: Penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus
tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.
o Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia) : Keadaan mengantuk yang masih dapat
pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur
kembali.
o Supor (Stupor)

: Keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat

dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
o Semi koma
: Penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon terhadap
rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks(kornea,
pupil) masih baik. Respon terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.

o Koma
3.

: Penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan

spontan dan tidak ada respon terhadap rangsang nyeri.


Melihat apakah telah terjadi perubahan pada warna kulit (ikterus) , terutama pada bagian
m

Palpasi dan perkusi


Melakukan palpasi pada bagian hipokondrium kiri untuk mengecek apakah adanya
pembesaran limpa (splenomegali). Ataupun memeriksa adanya pembesaran hati.
Pemeriksaan tanda-tanda vital
1. Suhu
2. Tekanan Darah
3. Nadi
Pada pemeriksaan fisik dalam skenario didapatkan;
o Suhu : 38,5oC
o Respiration Rate : 20x/menit.
o Heart Rate : 86x/menit.
o Tekanan Darah : 120/80mmHg.
o Sklera Ikterik
o Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae
o Lien tidak teraba
Pemeriksaan Penunjang 5-7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja, yang dapat
dilakukan dengan mikroskop. Salah satu cara pemeriksaan mikroskopik yaitu dengan
melakukan pemeriksaan tetes darah untuk malaria. Dimana pemeriksaan mikroskopik darah
tepi ini untuk menemukan adanya parasit malaria yang sangat penting untuk menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatife tidak mengenyampingkan diagnosa
malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat
dikesampingkan.
Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :
Pemeriksaan hematokrit
Pemeriksaan hematokrit adalah pemeriksaan laboratorium untuk mengukur persentase
volume eritrosit dalam 100 mL darah. Pemeriksaan ini merupakan salah satu metode paling
akurat, sederhana, dan murah untuk mendeteksi dan mengukur derajat malaria.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah mendapatkan endapan maksimal dari sel-sel darah
dengan cara memutar darah menggunakan bantuan mesin sentrifusi. Terdapat dua metode
pemeriksaan yang lazim dipakai saat ini, yaitu cara makro ( Wintrobe) dan cara mikro.
Nilai rujukan:

Hematokrit pria 40-48% dan wanita 37-43%


Tebal duffy coat 0,5-1 mm
Indeks ikterus normal 4-7 satuan unit.
Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup

banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di
lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatip bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan
dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat
dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit
10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit
per mikro-liter darah.

Tetesan darah tepi


Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit

ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit {parasite couni), dapat
dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel'darah merah. Bila
jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting
untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul
dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
Leishman's, atau Field's dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada
beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup
baik.
Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tehnik indirect
fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi specifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai
alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes
serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >
1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test > 1: 20 dinyatakan positip. Metode-metode tes
serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay

Pemeriksaan PCR ( Polymerase Chain Reaction )


5

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka denggan teknologi amplifikasi DNA, waktu
dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini adalah
walaupun jumlah parasit sangat sedikit, dengan tes ini dapat memberikan hasil positif. Tes ini
baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
Gejala klinis 1,7
Pada anamnesis ditanyakan gejala dan riwayat berpergian ke daerah endemic malaria .
Gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah :
1. Demam
Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi ) .
Pada malaria tertiana ( P.vivax dan P. ovale ). Pematangan skizon tiap 48 jam maka
periodetisitas demamnya setiap hari ke -3 , sedangkan malaria kuartana ( P mylariae)
pematangannya tiap 72 jam dan periodetisitas demamnya tiap 4 hari . Tiap erangan ditandai
dengan beberapa serangan demam periodic . Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium ,
yaitu periode dingin ( 15-60 menit) : mulai menggigil , penderita sering membungkus diri
dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil penderita sering membungkus diri
dengan selimut, diikuti dengan meningkatnya temperature ; periode panas / demam ((2-6
jam) : Pederita muka merah , nadi cepat , dan panas badan tetap tinggi berapa jam , diikuti
dengan keadaan berkeringat ; Periode berkeringat (2-4 jam ) : penderita berkeringat banyak
dan temperature turun , dimana demam akan turun secara bertahap karena tubuh dapat
beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun.
2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik . Limpa mengalami kongesti , menghitam , dan
menjadi keras karena timbunan pigmet eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia bergantung pada spesies penyebab , yang paling berat adalah anemia
karena P falcifarum .Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan ,
eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time ) , gangguan pembentukan
eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sum-sum tulang ( disetropoesis ).
4. Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar . dapat juga menyebabkan
tmbulnya hepatomegali ( pembesaran hati )
6

Manisfestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita , tingginya transmissi


infeksi malaria. Masa inkubasinya bervariasi pada masing-masing plasmodium . Keluhan
promodal dapat terjadi sebelum terjadinya demam , berupa kelesuan , malaise, sakit kepala,
sakit belakang, merasa dingin di punggung , nyeri sendi dan tulang , demam ringan ,
anoreksia, perut tak enak , diare ringan dan kadang kadang

ada anemia ringan dan

leukopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat
didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak
segera di tangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat.
Working Diagnosis
Working diagnosis pada kasus ini adalah malaria. Malaria merupakan penyakit yang
disebabkan oleh protozoa, genus plasmodium dan hidup di dalam sel bersifat akut maupun
kronik. Malaria dapat disebabkan oleh Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Plasmodium falciparum lebih sering
menimbulkan komplikasi. Bahkan dapat menyebabkan gangguan pada otak yang salah satu
gejalanya adalah penurunan kesadaran. Masa tunas interinsik malaria falsiparum berlangsung
9-14 hari.2
Berdasarkan kasus yang diberikan, terlihat bahwa pasien memiliki keluhan menggigil,
berkeringat. Gejala yang dialami oleh pasien seperti ini biasanya disebabkan oleh malaria
falciparum.Gejala klinis yang ditimbulkan oleh malaria falciparum berupa panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia dan adanya komplikasi lebih sering dijumpai.
Masa inkubasi dari Plasmodium falciparum adalah 9-14 hari. Gejala prodromal yang sering
ditemui adalah mual dan diare. Demam yang dialami oleh penderita pada umumnya tidak
periodik. Sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40C. Demam mempunyai 3
stadium, yaitu frigoris (menggigil) yang berlangsung -2 jam, kemudian stadium
acme(puncak demam) selama 2-4 jam, kemudian memasuki stadium sudoris dimana
penderita banyak keringat. Gejala lain yang sering timbul adalah berkeringat dalam jumlah
banyak meskipun suhu tubuh normal. Jika infeksi menjadi lebih berat, maka akan diikuti oleh
adanya kelainan pada paru. Splenomegali disertai dengan nyeri pada saat perabaan. Dapat
disertai dengan albuminuria, hialin, dan kristal yang granuler. Anemia lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan leukopenia dan monositosis.2

Diferrential Diagnosis1,8,9
Diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang diperkirakan dekat dengan hasil
diagnosis kerja (Working Diagnose). Diagnosis pembanding dari penyakit malaria di tinjau
dari demam dan keadaan ikterus. Demam merupakan salah satu gejala malaria yang
menonjol, yang dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti demam tifoid, demam
berdarah dengue dan leptospirosis .
1. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala klinisnya adalah demam tinggi yang
berlangsung dalam waktu singkat selama 2-7 hari, yang dapat mencapai 40oC. Demam
juga sering ditandai dengan gejala tidak spesifik seperti tidak nafsu makan, lemah badan,
nyeri sendi dan tulang, rasa sakit di daerah belakang mata (retro-orbita), dan wajah yang
kemerah-merahan. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit seperti tes Rumpleede (+), ptekiae, buang air besar yang berwarna
merah kehitaman. Adanya pembesaran pada hati (hepatomegali). Kegagalan sirkulasi
darah, ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung jari dingin,
penurunan kesadaran, dan syok yang dapat menyebabkan kematian. Penurunan jumlah
trombosit <100.000 mm3 dan peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal.
2. Pada demam tifoid, terjadi demam dengan titik puncak pada sore dan malam hari, malaise
(lemas), sakit kepala, timbul bintik kemerahan (rose spots), tidak nafsu makan,
hepatomegali, splenomegali dan gangguan pada sistem pencernaan.Seringkali pada kasus
demam tifoid penderita merasa nyeri tekan pada abdomennya.Selain itu, terjadi gejala
lain seperti anoreksia, nausea, muntah, diare, konstipasi dan perasaan tidak nyaman pada
abdomen.
Epidemiologi 1,5, 8
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika
(bagian selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Carabia. Lebih dari 1,6 Triliun manusia
terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta
pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, Negara di
Eropa ( kecuali Rusia), Israel, Singapura , Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunei dan
Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria karena vector kontrolnya yang baik,
walaupun demikian makin banyak dijumpai kasus malaria karena pendatang dari negara
malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.
P,Falciparum dan P.Malariae umumnya dijumpai pada semua negara dengan malaria, di
Afrika, Haiti, dan Papua Nugini umumnya P.Falciparum, P.Vivax banyak di Amerika Latin.

Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, Negara Oceania dan India umumnya P. Falciparum dan
P. Vivax . P. Ovale biasanya hanya di Afrika. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal
di daerah yang beresiko tertular malaria. Kejadian luar biasa (KLB) telah menyerang 11
propinsi, meliputi 13 kabupaten pada 93 desa dengan jumlah kasus mencapai 20.000 dengan
kematian 74 penderita. Pada tahun 2001 di Jawa dan Bali ditemukan peningkatan kasus dari
0.51 perseribu penduduk pada tahun 1999 meningkat menjadi 0.60 perseribu penduduk.
Daerah dengan malaria klinis tinggi masih dilaporkan dari kawasan timur Indonesia antara
lain Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara. Sementara di
kawasan lainnya di Indonesia angka malaria masih cukup tinggi seperti di Kalimantan Barat,
Bangka belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Lampung, Jambi, Batam.
Etiologi

8,10

Penyebab infeksi malaria ialah parasit malaria, merupakan suatu protozoa darah yang
termasuk dalam phyllum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidiida, ordo
Eucoccidides, subordo Haemosporidiidea, family Plasmodiidae, genus Plasmodium.
Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Plasmodium yang selain menginfeksi
manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk
genus plasmodium dari family plasmodidae.
Parasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies,
antara lain : Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan
Plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara , yaitu manusia maupun
vertebra lainnya , dan hospes denitif , yaitu nyamuk anopheles.
Plasmodium vivax 10
Hospes perantaranya adalah manusia, sedangkan hospes definitifnya adalah nyamuk
Anopheles betina. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivaks yang disebut
juga malaria tersiana. . Di Indonesia, Plasmodium vivax tersebar diseluruh kepulauan dan
pada musim kering, umumnya di daerah endemic mempunyai frekuensi tertinggi di antara
spesies yang lain.

Gambar 1.Perkembangan Plasmodium vivax 11


Dengan tusukan nyamuk Anophelles betina, sporozoit akan masuk melalui kulit ke
peredaran darah perifer manusia; setelah 1/2 jam sporozoit akan masuk ke dalam sel hati
dan tumbuh menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan membentuk 10.000
merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau daur eksoeritrosit primer yang
berkembangbiak secara aseksual dan prosesnya disebut skizogoni hati ( gambar 1).
Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif kembali
dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit ( skizogoni darah
). Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin, dengan
besarnya 1/3 eritrosit. Dengan pewarnaan Giemsa, sitoplasmanya terlihat berwarna biru,
inti merah, mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit muda atau retikulosit yang dihinggapi
parasit Plasmodium vivax ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya, berwarna pucat,
tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan besarnya sama disebut titik Schuffner.
Kemudian trofozoit muda berubah menjadi trofozoit stadium lanjut ( trofozoit tua ) yang
sangat aktif sehingga sitoplasmanya berbentuk ameboid. Pigmen parasit menjadi makin nyata
dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-18 buah
merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen berkumpul di bagian tengah atau
dibagian pinggir. Daur eritrosit pada Plasmodium vivax berlangsung 48 jam dan terjadi
secara sinkron.
Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin, yaitu
makrogametosit dan mikrogametosit ( gametogoni ) yang bentuknya bulat atau lonjong,
mengisi hampir seluruh eritrosit dan masih tampak titik Schuffner di sekitarnya.

10

Makrogametosit

( betina ) mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dengan inti

kecil, padat dan berwarna merah. Mikrogametosit ( jantan ) biasanya bulat, sitoplasmanya
berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti biasanya terletakk di
tengah. Butir-butir pigmen, baik pada makrogametosit maupun mikrogametosit, jelas dan
tersebar pada sitoplasma.
Masa tunas intrinsic biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain
Plasmodium vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama
dimulai dengan sindrom prodormal, yaitu : sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise
umum. Pada relaps sindrom prodormal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2-4
hari pertama, kemudian menjadi intermiten dengann perbedaan yang nyata pada pagi dan
sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada permulaan
penyakit tidak teratur, tetapi kurva demam akan menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48
jam. Serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium
menggigil, panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,6 0C ( 1050 F )
atau lebih. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada
malaria menahun menjadi lebih jelas. Limpa pada serangan pertama

mulai membesar,

dengan konsistensi lembek dan mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun,
limpa menjadi sangat besar, kerasn dan kenyal.
Setelah periode tertentu ( beberapa minggu-beberapa bulan ), dapat terjadi relaps yang
disebabkan oleh hipnozoit yang menjadi aktif kembali. Berdasarkan periode terjadinya relaps,
Plasmodium vivax dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax tropical
strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek ( setelah 35 hari ) dan frekuensi
terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain.
Plasmodium falciparum 10
Plasmodium ini yang menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut
sebagai malaria tersiana maligna atau malaria tropika.

11

Gambar 2. Perkembangan plasmodium falciparum 11


Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat.Perkembangan aseksual dalam hati menyangkut
fase praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada
infeksi Plasmodium vivax dan ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati.
Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati pada hari keempat setelah infeksi adalah
skizon. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda Plasmodium falciparum sangat
kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Beberapa bentuk cincin
dapat ditemukan dalam satu eritrosit yang disebut infeksi multipel. Bentuk cincin
Plasmodium falciparum menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang
hampir setengah diameter eritrosit. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir
pigmen (gambar 2 ).
Stadium perkembangan aseksual pada umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi,
kecuali pada kasus berat. Stadium skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenali
dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua.
Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan tertahan di
kapiler alat dalam seperti, otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang. Dalam waktu 24
jam parasit di dalam kapiler berkembangbiak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang,
akan mengisi kira-kira dua pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan
jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon
mempunyai titik-titik kasar dan tampak jelas, yang disebut dengan titik Maurer yang tersebar
pada dua pertiga bagian dari eritrosit.
Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadangkadang stadium muda dapat ditemukan di darah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk
agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips, dan akhirnya mencapai
bentuk khasnya yaitu seperti bulan sabit atau pisang, sebagai gametosit yang matang.

12

Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang

dari

gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan
Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir
pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar dan seperti sosis.
Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah muda,
besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. Pigmen pada
ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatife besar, membentuk pola pada kista
sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai garis lurus ganda. Pada
hari kedelapan, pigmen tidak tampak lagi, kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.
Masa tunas intrinsik malaria P. falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai
dengan nyeri kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare
ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit.
Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan
keadaan umum memburuk. Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang
jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Denyut nadi dan napas
menjadi sangat cepat. Mual, muntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk
oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan
tampak ikterus ringan. Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis serta
trombositopenia.
Perbedaan yang penting antara P. falsiparum dengan Plasmodium yang lainnya adalah
bahwa P. falsiparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga
stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler alat dalam dan plasenta.
Sehingga hanya bentuk cincin Plasmodium falsiparum saja yang dapat ditemukan dalam
sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozoit dan skizon P. falsiparum
akan diliputi dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes.
Plasmodium malariae 10
Plasmodium ini menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana karena serangan
demamnya berulang pada tiap hari keempat.

13

Gambar 3. Perkembangan plasmodium malariae 11


Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokulasi sporozoit
Plasmodium malariae manusia pada simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles
membuktikan stadium praeritrosit Plasmodium malariae. Parasit ini dapat hidup pada
simpanse yang merupakan hospes reservoir yang potensial ( gambar 3).
Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang,
merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Plasmodium malariae hanya akan menginfeksi sel
darah merah tua dan siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodisitas 72 jam. Stadium
trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan Plasmodium vivax, meskipun
sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan Giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah
yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada sel
darah merah dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Trofozoit yang lebih tua bila
membulat besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit
dapat melintang sepanjang sel darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu bentuk yang khas
pada Plasmodium malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya besar, kasar, dan berwarna gelap.
Skizon muda membagi intinya dan akhirnya membentuk skizon matang yang mengandung
rata-rata 8 buah merozoit. Skizon matang mangisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit
biasanya mempunyai susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau juga
rosette.
Siklus aseksual dengan periodisitas 72 jam biasanya berlangsung sinkron dengan
stadium parasit di dalam darah. Gametosit Plasmodium malariae dibentuk di darah perifer.
Makrogametosit mempunyai sitoplasma berwarna biru tua berinti kecil dan padat, sedangkan
mikrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen
tersebar pada sitoplasma. Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-

14

28 hari. Pigmen di dalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan tersebar
di tepi.
Masa inkubasi pada infeksi Plasmodium malariae berlangsung selama 18 hari dan
kadang-kadang sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan pertama mirip dengan
malaria vivax. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit Plasmodium
malariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari
total eritrosit. Akibatnya, anemia kurang jelas dibandingkan dengan malaria vivax dan
penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran yang besar.
Kelainan ginjal yang disebabkan oleh Plasmodium malariae biasanya bersifat menahun
dan progresif dengan dejala yang lebih berat dan prognosisnya buruk. Nefrosis pada malaria
kuartana sering terdapat pada anak di Afrika dan sangat jarang terjadi pada orang non-imun
yang terinfeksi Plasmodium malariae.
Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang
bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi.
Mekanisme rekurens pada malaria malariae disebakan oleh parasit dari daur eritrosit yang
banyak; stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi
oleh sistem pertahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi yaitu parasit
dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, di samping bertahannya
parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan
rekurens.
Plasmodium ovale 10
Jenis ini menyebabkan malaria ovale dengan gejala mirip malaria vivax. Malaria ini
merupakan jenis malaria ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya.

Gambar 4. Perkembangan plasmodium ovale 11

15

Morfologinya mempunyai kesamaan dengan Plasmodium malariae tetapi perubahan


pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip Plasmodium vivax. Titik schuffner ( disebut juga
titik James ) terbentuk sangat dini dan sangat tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk bulat
dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar, tetapi tidak sekasar pigmen
Plasmodium malariae. Pada stadium ini, eritrosit agak membesar dan sebagian besar
berbentuk lonjong ( oval ) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titk
Schuffner yang menjadi lebih banyak (gambar 4) .
Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari; skizon hati besarnya 70
mikron dan mengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual pada
Plasmodium ovale hampir sama dengan Plasmodium vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium
skizon berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di
tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah.
Stadium gametosit betina ( makrogametosit ), bentuknya bulat, mempunyai inti kecil,
kompak dan sitoplasmanya berwarna biru. Gametosit jantan ( mikrogametosit ) mempunyai
inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk bulat. Pigmen dalam
ookista berwarna coklat/tengguli tua dan granulanya mirip dengan yang tampak pada
Plasmodium malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12-14
jam pada suhu 270C.
Gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivax. Serangannya sama hebat tetapi
penyembuhannya sering serasa spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap berada
dalam darah ( periode laten ) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen.
Plasmodium ovale baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur
Plasmodium ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropic Afrika yang
endemik malaria.
Patofisiologis.1,7
Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen ( sprorogoni ) dalam badan
nyamuk anopheles dan fase aseksual ( skizogoni ) dalam badan hospes vertebra termasuk
manusia ( gambar 5 ).

16

Gambar 5. Daur hidup plasmodium 12


a. Fase aseksual
Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit . Pada fase jaringan , sporozoit
masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit, proses ini disebut skigozomi praeritrosit. Lama fase ini
berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini , skizon pecah dan merozoit keluar dan masuk
aliran darah , disebut sporulasi. Pada P. vivax dan P. ovale , sebagian sporozoit membentuk
hipnozoit dalam hati sehingga dapat menyebabkan relaps jangka panjang dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk
trofozoit . Proses berlanjut menjadi trofozoit skizon merozoit . Setelah 2-3 generasi
merozoit dibentuk , sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten,
sedangkan masa tunas / inkubasi instrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan
hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.
b. Fase seksual
Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk . Bentuk ini mengalami
pematangan ,emjadi ,ikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot
( ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila
ookista pecah , ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk.
Patogenesis malaria ada dua cara , yaitu : secara alami , melalui gigitan nyamuk ke tubuh
manusia ; secara induksi , jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah
17

manusia melalui transfuse , suntikan ,atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi ( congenital ).
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu
( host ). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan
virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas
daerah tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status imunologi. Setelah masuk dalam
hati plasmodium akan melepaskan 18-24 merozoit kedalam sirkulasi . Merozoit yang lolos
dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit . selanjutnya parasit akan
berkembang biak secara seksual dalam eritrosit. Parasit dalam eritrosit ( EP ) secara garis
besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24
jam

ke II. Permukaan EP stadium

cincin akan menampilkan antigen RESA ( Ring-

erythrocyte surgace antigen ) yang menghilang setelah parasit masuk stadium

matur.

Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob
dengan Histidin Rich-protein-I ( HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP
tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu
glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan pirogen endogen ( TNF- dan
interleukin-1 ( IL-1 ) ) dari makrofag dan akan merangsang thalamus sehingga terjadi
vasodilatasi perifer, demam timbul saat EP pecah.
Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit itu , akan di fagositosis oleh RES,
sehingga terjadi hemolisis autoimun , eritrosit yang rusak akan dibawa untuk di metabolisme
ke lien , lien bekerja keras , sehingga munculnya bendungan dan pigmentasi . pigmen malaria
merupakan produk asing , yang dapat menyebar ke jaringan tubuh , itu muncul pada malaria
dengan kompklikasi, contoh nya apabila pigmen tersebut ke ginjal maka akan muncul black
waters fever , sehingga ia akan mengendap dan terjadi gagal ginjal.
Penatalaksanaan 10,13,14
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya penggobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART)
telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten
dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua
stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. falciparum, P. vivax
maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini.

18

Golongan Artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut bah. Cina sebagai Qinghaosu.
Obat ini termasuk kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula seperti :
artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini
bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai
obat sizontocidal darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal
menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan
kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini
cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan
suppositoria.
Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy)
Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya
rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan
mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base
Combination Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed
dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan
pemberian pengobatan. Contoh ialah Co-Artem yaitu kombinasi artemeter (20 mg) +
lumefantrine (120 mg). Dosis Coartem 4 tablet 2x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap
yang lain ialah dihidroartemisinin (40 mg) + piperakuin (320 mg) yaitu Artekin. Dosis
artekin untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam,
masing-masing 2 tablet.
Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :

Artesunat + meflokuin
Artesunat + amodiakuin
Artesunat + klorokuin
Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin
Artesunat + pironaridin
Artecom + primakuin (CV8)
Dihidroartemisinin + naptokuin
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunat +

amodiakuin dengan nama dagang ARTESDIAQUINE atau Artesumoon. Dosis untuk orang
dewasa yaitu artesunat (50 mg/tablet) 200 mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiakuin
(200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 tablet hari III. Artesumoon ialah
kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai tiap blister/hari (artesunat +
amodiakuin) diminum selama 3 hari..
19

Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus disertai/dibuktikan dengan


pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila
malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik tetap menggunakan obat non-ACT.

Pengobatan Malaria Dengan Obat-obat Non-ACT


Derajat resistensi terhadap obat anti malaria dapat dibagi menjadi: S (sensitif), RI

( resisten tingkat I dengan rekrudesen lambat atau dini), RII (resisten tingkat II), RIII (resisten
tingkat III). Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah
dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik
terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%).
Dibeberapa daerah pengobatan menggunakan obat standard seperti klorokuin dan
sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon
pengobatan.
Pada penderita malaria falsiparum berat dapat diberikan suntikan sodium artesunat
(intramuskular atau intravena) atau artemeter (intramuskular) selama 5-7 hari. Biasanya
stadium aseksual Plasmodium falciparum akan menghilang dalam waktu 24-48 jam.
Pengobatan lebih lanjut dengan pemberian kombinasi kina dan doksisiklin per-oral dapat
dipertimbangkan bila dikuatirkan terjadi rekrudesensi. Peningkatan gametosit setelah
pemberian artemisinin bukan merupakan indikasi terjadinya kegagalan pengobatan. Obat non
ACT ialah :

Klorokuin Difosfat/Sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kgBB


untuk 3 hari, terbagi 10 md/kgBB hari I dan hari II, 5 mg/kgBB pada hari III. Pada
orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk

P. falciparum dan P. vivax.


Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin), dosis
orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran
pirimtamin 1,25 mg/kgBB. Obat ini hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan
tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat

menggunakan SP.
Kina Sulfat : (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kgBB selama 7
hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina dipakai sebagai obat
cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini
untuk waktu yang lama (7 hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai
selesai.
20

Primakuin : (1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical


terhadap P. falciparum maupun P. vivax. Pada P. falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet)
dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P. vivax dosisnya 15 mg/hari
selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps).
Klindamisin: Klindamisin tidsk dapat digunakan untuk kemoprofilaksis, tetapi obat ini

dapat diberikan pada ibu hamil. Dosisnya adalah kina 3 x 10 mg/kg/bb/hari selama 7
hari ditambah klindamisin 4 x 300 mg/hari selama 5 hari.
Penggunaan Obat Kombinasi Non-act
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum
tersedianya

obat

golongan

artemisinin,

dapat

menggunakan

obat

standar

yang

dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut :


o
o
o
o
o
o

Kombinasi Klorokuin + Sulfadoksin-Pirimetamin


Kombinasi SP + Kina
Kombinasi Klorokuin + Doksisiklin/Tetrasiklin
Kombinasi SP + Doksosiklin/Tetrasiklin
Kina + Doksosiklin Tetrasiklin
Kina + Klindamisin
Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respon pengobatan

sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan meluas.
Pasien diberikan terapi umum seperti beristirahat , tetapi tiduk perlu istirahat mutlak ,
diet makan makanan seperti biasa.
Klasifikasi Anti malaria 8,10,14
Obat anti malaria dapat dikelompokan atas dua golongan , yaitu alkaloid alami ,
misalnya kina dan antimalaria sintetik . Obat anti malaria sintetik adalah 9-aminoakridin
( mepakrin ) misalnya atabrin , kuinakrin , 4-aminokuinolin ( klorokuin , amodiakuin ), 8aminokuinolin ( pamakuin , primakuin ) , biguanid ( proguanil , klorproguanil ) dan pirimidin
( pirimetamin ).
Obat antimalaria dapat diberikan dalam bentuk kombinasi misalnya pirimetamin dan
sulfadoksin yang dipasarkan sebagai fansidar. Obat anti malaria dapat juga diklasifikasikan
berdasarkan atas aktivitas antimalarianya pada strukturnya . Berdasarkan aktivitasnya, obat
anti malaria dapat dibagi menjadi :

Skizontisid jaringan primer, yang membasmi parasit praeritrosit , yaitu proguanil ,

pirimetanin (untuk pencegahan )


Skizontisid jaringan sekunder , yang membasmi parasit eksoeritrosit , yaitu primakuin.
21

Skizontisid darah, yang membasmi parasit fase eritrosit yaitu kina, klorokuin dan

amodiakuin
Gametosid , yang menghancurkan bentuk seksual . primakuin adalah gametosid yang
ampuh bagi keempat spesies . Gametosid untuk P vivax , P malariae , P ovale , adalah

kina , klorokuin , dan amodiakuin.


Skizontisid menengah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit
dalam nyamuk anopheles yaitu primakuin dan proguanil.

Komplikasi 1, 8
Komplikasi

malaria

umumnya

disebabkan

karena P.falciparum dan

sering

disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya,


dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan
kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 %
diantaranya merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut :

Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30
menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian
berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis

soporous.
Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus

dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.


Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB

pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.


Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
Hipoglikemi , diakibatkan hiperinsulinemia yang menjadi penyebab terjadinya

hipoglikemia.
Gagal sirkulasi atau syok
Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan laboratorik

adanya gangguan koagulasi intravaskuler


Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti

malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)


Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler
pada jaringan otak.

22

Pencegahan 8,13
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun,
khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemoprofilaktis yang dianjurkan
ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Masih sangat dianjurkan untuk
memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk
Strategi pemberantasan malaria di Indonesia , sesuai dengan ketentuan WHO , strategi
ini dilakukan dengan tindakan tindakan seperti :

Menemukan penemuan dini pada kasus-kasus malaria dan pengobatan yang tepat

sesudah dikonfirmasi sebagai infeksi malaria


Memberdayakan dan menggerakan masyarakat agar mendukung secara aktif

supaya mengeliminasi malaria


Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang berisiko tertular
malaria.

Adapun cara untuk mengendalian vector penyebab malaria , yaitu dengan cara:
1. Tidur dengan kelambu berinsektisida ( insecticide treated nets = ITN)
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk, seperti gosok, spray,asap dan elektrik.
3. Mencegah berada didalam alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus
memakai proteksi memakai baju lengan panjang. Nyamuk akan menggigit
diantara jam 18.00 sampai jam 06.00.
4. Melakukan Penyemprotan Insektisida Residu ( insecticide residural spray ) pada
dinding rumah warga yang tinggal di daerah endemic malaria
5. Bila akan digunakan kemoprofilaktis perlu diketahui sensitivitas plasmodium di
tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa) cukup
profilaktis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg) satu minggu sebelum berangkat
dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini juga dipakai bagi wanita hamil
di daerah endemik atau indivudu yang terbukti memiliki imunitas yang rendah.
Obat baru yang digunakan untuk pencegahan, yaitu Primakuin, Etaquin,
Proguanil dan Azitromycin. Penduduk di daerah endemis dan penduduk baru
yang akanm menetap tinggal, dianjurkan menelan klorokin 300 mg/minggu
selama 6 tahun atau amodiakin 600 mg/2 minggu. Semua penderita demam di
daerah endemis diberi klorokin dosis tunggal 600 mg. Bila di daerah itu
plasmodium falsiparum sudah resisten terhadap klorokin, ditambahkan primakuin
sebanyak 3 tablet.

23

Prognosis 1
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Mortalitas
tergantung pada kecepatan penderita tiba di rumah sakit, kecepatan diagnose dan penanganan
yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria masih cukup tinggi dan
bervariasi 15-16% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumblah
komplikasi, akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria
serebral, dengan hipoglikemia.
Telah kita ketahui bahwa sbelumnya, dikenal ada 4 jenis Plasmodium dari malaria.
Keempat jenis Plasmodium ini memiliki masing-masing prognosis. , yaitu :

Plasmodium vivax : baik, tidak menyebabkan kematian


Plasmodium malariae : tanpa pengobatan dapat menimbulkan relaps 30-50 tahun
Plasmodium ovale : baik
Plasmodium falciparum : banyak komplikasi, menyebabkan malaria berat dan
kematian

Kesimpulan
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan Plasmodium dan ditularkan melalui nyamuk
Anopheles betina melalui tusukan pada kulit dan mengeluarkan liur. Gejala yang khas dari
malaria adalah demam dengan 3 stadium. Dan terlihat pada pasien pada skenario yang
menderita demam yang timbul hilang disertai menggigil, berkeringat serta berdomisili di
daerah endemic malaria. Dengan demikian pasien pada skenario menderita malaria.
Daftar Pustaka
1. Harijanto PN : Malaria . Dalam. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M ,
Setiati S ( Editors). Buku ajar ilmu penyakil dalam. Jilid 3.Edisi 5. Jakarta : Interna
Publishing ;2009.h.2813-25.
2. Widoyono .Epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya.Edisi
1.Jakarta: Penerbit Erlangga ;2008.h 109-39.
3. Supartondo, Setiyohadi B : Anamnesis . Dalam . AW, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata M , Setiati S ( Editors). Buku ajar ilmu penyakil dalam. Jilid 1 .Edisi 5.
Jakarta : Interna Publishing ;2009.h.25-8.

24

4. Setiyohadi B, Subekti I : Pemeriksaan fisik umum . Dalam . AW, Setiohadi B, Alwi I,


Simadibrata M , Setiati S ( Editors). Buku ajar ilmu penyakil dalam. Jilid 1 .Edisi 5.
Jakarta : Interna Publishing ;2009.h.29-34,37.
5. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, editor. Malaria dari molekul ke klinis.
Jakarta. ECG; 2010.h. 293-302; 206-7; 118-9.
6. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta. Bagian patologi klinik Ukrida; 2009.h. 43 - 65
7. Mansjoer A, Triyanti K , Savitri R, Wardhani WK, Setiowulan W ( Editors). Kapita
selekta kedokteran . Jakarta : Fakultas Kedokteran UI Media Aesculapius :2005 .h.
409-12
8. Soedarto . Malaria .Jakarta : Sagung Seto ; 2011. h. 29-39, 116-30, 140-55.
9. Wahyu GG. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Jakarta :
PT Mizan Publika ; 2011.h. 105.
10. Sutanto I , Pribadi W : Parasit malaria . Dalam . Sutanto I, Ismid. I.S, Sjarifuddin P.K,
Sungkar S (Editors). Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta. FKUI. 2010 .
h. 189-237.
11. Gambar diunduh dari : www.gopixpic.com , 14 november 2015
12. Gambar di unduh dari :
http://nfs.unipv.it/nfs/minf/dispense/patgen/lectures/files/disease_evolution.html,

14

november 2015
13. Mubin H . Panduan Praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan terapi . Jakarta : EGC ;
2007. h. 63-5
14. Syarif A, Sadikin ZD. Obat malaria. Dalam : Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Farnakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI ; 2012.h.556-70.

25

Das könnte Ihnen auch gefallen