Sie sind auf Seite 1von 13

SOCIAL SUPPORT FOR MOTIVATION OF DRUG ABUSE OF PATIENTS FOR

TREATMENT COMPLIANCE
ABSTRACT
Background: Individual who have good motivation will have enthusiasm to do something in order to achieve
goals . One of factor that can improve the motivation of the individual is in the presence of social supports.While
undergoing rehabilitation, the drug addicts often have trouble making the addict feel depressed in have to survived
in this process.This is a challenge because there is a much higher drop out of therapy and rehabilitation of addicts.
Hence the purpose of case reported is to see whether social support relate to motivation for abuse addict patient to
obey and not adherent to therapy programs.
Description of the case: A man, aged 45 years with a history of illicit drug use methamphetamine from 2000. The
use of these drugs is periodic. Then in 2011 patients undergoing rehabilitation until the programs are complete. Then
in early 2015 the patient back to using drugs, but because of fear of dependence back, the patient finally decided to
return to undergo rehabilitation from February 2015 until now.
Methods: Data were based on interviews by the authors with a patient who live in RSKO. He was undergoing the
rehabilitation since Februari 2015. And it compared with some literatures.
Discussion: In the rehabilitation of drug addicts care that emphasizes motivation for treatment compliance, there is a
factor of social support should also be noted. These factors consider the issue of social support to encourage addicts
to want and obedient to undergo rehabilitation process. The social support can come from family and others
(especially close) is needed by drug addicts who want to recover.
Conclusions and suggestions: With the increased attention to social support given to addicts, it can make the
process undertaken rehabilitation runs smoothly without interruption of therapy. Should the government and workers
in rehabilitation units also provide an appeal and also the sense of the family and others (especially close) for addicts
in order to continue to support programs that must be followed.
Keywords: Social Support, Drug Addicts, Treatment Compliance Motivation

PENDAHULUAN
Di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta
orang tahun di tahun 2008. Hasil proyeksi angka prevalensi penyalahguna narkoba meningkat
sekitar 2,6% di tahun 2013.Fakta tersebut di dukung oleh adanya kecenderungan peningkatan
angka sitaan dan pengungkapan kasus narkoba.Data pengungkapan kasus di tahun 2006 sekitar
17.326 kasus, lalu meningkat menjadi 26.461 kasus di tahun 2010 (BNN,2011).
Hal ini juga tidak terlepas dari terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat di Indonesia
di era globalisasi ini, dimana kehidupan masyarakat , terutama di kota besar, menganggap
narkoba adalah barang yang menyenangkan karena efek yang ditimbulkan dari narkoba tersebut
membuat para pengguna merasa nyaman tanpa memperdulikan baik dan buruk yang ditimbulkan
dari pergaulan tersebut, banyak sekali yang terjerumus dalam lembah narkoba hanya karena
awalnya mencoba-coba dan akhirnya ketagihan dan menjadi seorang pecandu narkoba.
Banyak kasus yang dialami para pecandu narkoba, seperti merasa malu karena dijauhi,
dikucilkan bahkan tidak dianggap oleh keluarga dan masyarakat karena mereka adalah seorang
pecandu. Hal inilah yang membuat pecandu narkoba seringkali stress dan berpikiran negative
karena tertekan oleh apa yang sedang dihadapinya sehingga sulit untuk mencapai

kesembuhan.Dan akibatnya banyak dari mereka masih saja terjerat dalam lingkaran narkoba
tanpa tahu bagaimana terlepas darinya.
Untuk terlepas dari lingkaran narkoba tersebut, dibutuhkan pengobatan terapi dan
rehabilitasi NAPZA yang harus dijalani dan dipatuhi prosesnya.Dimana terdapat serangkaian
program seperti detoksifikasi dan rehabilitasi yang membutuhkan waktu cukup lama dan rawan
sekali terhadap putusnya terapi dan rehabilitasi. Dengan adanya hal ini dukungan sosial akan
sangat dibutuhkan para pecandu yang ingin mencapai kesembuhan untuk terus patuh dan
bertahan dalam proses terapi dan rehabilitasi (BNN, 2011).
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
dukungan sosial dengan motivasi pasien pecandu penyalahgunaan zat dalam mematuhi terhadap
program terapi.
PRESENTASI KASUS
Seorang pria berusia 45 tahun , berstatus menikah , dan belum memiliki anak. Pria
tersebut bekerja sebagai seorang teknisi sound system di Sulawesi. Pasien mengaku pertama kali
mencoba narkoba jenis sabu dikarenakan rasa keingintahuan dirinya terhadap sensasi yang
dihasilkan oleh sabu. Pasien memiliki perasaan tersebut dikarenakan oleh teman-teman di
lingkungan tempat ia bekerja menggunakan sabu sebagai stimulan atau penambah semangat
bekerja.
Dari hasil anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa pasien mulai mencoba narkoba
jenis sabu sabu pada tahun 2000 di Palu dan tidak mengkonsumsi jenis narkoba selain itu.
Pasien memakai secara periodik yaitu 3 tahun pakai kemudian mengalami putus pemakaian
selama 2 tahun dan kembali memakai hingga 2011. Efek yang didapatkan dari sabu tersebut
adalah untuk meningkatkan stamina dikarenakan pekerjaan yang mengharuskan memiliki
stamina yang ekstra. Perasaan yang pasien rasakan ketika putus pemakaian narkoba adalah,
pegal-pegal, tidak enak badan, stamina menurun, sering ngantuk, dan kurang bersemangat.
Tahun 2011 pasien di mulai masuk rehabilitasi di RSKO Cibubur Jakarta Timur sampai
program primary selesai dan kemudian pasien kembali lagi ke daerah asalnya di Palu. Namun
karena lingkungan pergaulan yang masih tetap seperti sebelum menjalani rehabilitasi. Akhirnya
tahun pada awal tahun 2015 pasien memakai kembali narkoba jenis sabu.
Dikarenakan pasien mulai memakai kembali narkoba, timbul kesadaran pasien bahwa
narkoba sangat merugikan terutama dalam hal ekonomi keluarga. Yaitu dimana untuk
mendapatkan barang tersebut pasien sering nekat dan tanpa berfikir panjang menjual barangbarang berharganya hingga habis.
Kemudian dengan dorongan dan kesabaran dari sang istri pasien memiliki keinginan untuk
terbebas dari narkoba di bulan Februari 2015. Dan akhirnya ia memutuskan untuk kembali
menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur dengan harapan bisa terbebas dari ketergantungan
narkoba.
2

Dukungan selalu ia dapatkan dari istri pasien. Walaupun pasien hanya berkomunikasi
jarak jauh melalui telepon selama rehabilitasi. Dan optimistik didapatkan dari pasien selama
berada di Unit rehabilitasi RSKO dengan metode-metode yang di terapkan oleh para petugas
untuk membina perilaku para pasien dengan cara 4 kali lebih intensif dari orang normal. Dimana
motivasi, kepedulian terhadap lingkungan, pribadi, dan sesama pasien sangat ditekankan dan
dimulai dari hal-hal yang kecil. Seperti halnya tidak boleh ada sebutir nasi yang jatuh di lantai,
atau bangun yang tidak boleh terlambat dari jadwal yang ada.
Kemudian adanya sosial support dari grup-grup sesama pasien pecandu juga membuat
pasien merasa senasib sepenanggungan dan empati yang lebih baik.Dan itu membangkitkan
keinginan untuk sembuh lebih cepat. Dimana pasien berhasil menyingkirkan isu-isu negative
yang ada pada dirinya yang dapat membuat dirinya jatuh kembali untuk memakai narkoba
dengan berfikir positif dan lebih bersabar untuk mengontrol emosi..
Pasien juga mengaku hambatan selama rehabilitasi tidak ada terlalu banyak, yaitu hanya
terkadang merasa rindu keluarga, atau bosan dengan rutinitas yang di jalani selama rehabilitasi.
Dan pasien berhasil melalui hal itu dengan berdamai dengan keadaan. Yaitu dimana pasien
pasrah dan selalu berfikir positif jika apapun prosedur yang ada harus diikuti selama rehabilitasi
adalah untuk kebaikan pasien dikemudian hari. Hal ini didukung dengan keinginan kuat pasien
untuk sembuh.
DISKUSI
Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya.
Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza yaitu
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua zat yang termasuk NAPZA menimbulkan adiksi
(ketagihan) yang pada gilirannya berakibat pada dependensi (ketergantungan) (Hawari, 2009).
Dan untuk melepaskan diri dari ketergantungan NAPZA tersebut diperlukan adanya
rehabilitasi.Dimana dalam lingkup ini rehabilitasi narkoba adalah tempat yang memberikan
pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindari diri dari narkoba (Soeparman, 2000).
Menurut UU RI No.35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu :
1. Rehabilitasi Medis, suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan narkotika.
2. Rehabilitasi sosial, suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik , mental
maupun sosial agar pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Program rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika menurut Surat
Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2010 memiliki standar waktu yang cukup lama, yaitu :
Peogram detoksifikasi dan stabilitasi
: lamanya 1 bulan
Program pasien
: lamanya 6 bulan
3

Program re-entry

: lamanya 6 bulan

Dengan kebutuhan waktu yang cukup lama dalam proses rehabilitasi tentu hal ini sangat
berpengaruh terhadap kepatuhan pasien penyalahgunaan dan pecandu narkoba. Dimana rasa
bosan bahkan putus asa kerap datang. Hal ini justru menghambat proses penyembuhan dari
ketergantungan itu sendiri, dimana sangat berkaitan erat dengan motivasi pasien penyalahgunaan
dan pecandu narkoba untuk sembuh menjadi berkurang bahkan hilang sama sekali.
Menurut Rapoff (1999), faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan yang sering
kali dipelajari sebagai sebuah studi adalah faktor pasien atau keluarga, faktor penyakit, dan
faktor peraturan (regimen).
Berikut adalah bagan yang menggambarkan hubungan ketiga faktor tersebut dengan
tingkat kepatuhan :
Faktor Pasien/ keluarga :

Faktor Penyakit:

Faktor Peraturan (Regimen):

Demografis

Jangka waktu

Tipe/kompleksitas

Pengetahuan

Bagian (Course)

Biaya

Penyesuaian dan Koping

Gejala

Efek Samping

Monitoring orang tua

Kesakitan Yang Dirasakan

Khasiat

KEPATUHAN
(ADHERENCE)

Gambar. 1 Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan


Sumber : Rapoff (1999) http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321712-S-Lendi%20Andita.pdf

Faktor Pasien/keluarga
Dalam faktor pasien dan keluarganya yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan
(adherence) seorang pasien , dapat kita lihat kepada empat hal yang dapat mempengaruhinya,
yaitu :

1. Demografis, seperti usia dari seseorang yang mengukuti program tersebut (seperti usia
remaja cenderung lebih baik tidak patuh dibandingkan dengan yang lebih muda usianya).
Hal ini sesuai dengan keadaan Tn. N yang merasa dirinya sudah cukup berusia yaitu 45
tahun sehingga ia lebih menyadari pentingnya rehabilitasi yang sekarang ini, tidak seperti
rehabilitasi yang pertama ia lakukan tahun 2011 dimana gairah muda untuk berontak
masih lebih besar dari yang sekarang dalam kepatuhan rehabilitasi.
2. Pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga atau pasien : Pasien yang memiliki tingkat
pengetahuan yang lebih rendah menyenai suatu penyakit dan perawatan cenderung untuk
lebih tidak patuh dalam mengikuti tata cara yang diberikan : Tn.N yang memiliki
pendidikan terakhir S1 sangat menyadari bahwa ia perlu untuk patuh karena menyadari
bahwa apapun yang menjadi prosedur rehabilitasi adalah hal yang terbaik untuk
kesembuhan dirinya.
3. Penyesuaian dan Koping : Perilaku pasien dengan perilaku dan emosional baik lebih
patuh didalam mengikuti tata cara yang diberikan. Dimana Tn.N menyatakan bahwa pada
tahap rehabilitasi yang kedua ini ia lebih berdamai dengan keadaan, dimana ia lebih
mengontrol emosi dan selalu berfikir positif ditengah kejenuhannya dalam proses
rehabilitasi.
Faktor Penyakit
Dalam faktor penyakit ini,ada empat hal yang dilihat dapat mempengaruhi suatu
kepatuhan yaitu :
1. Jangka waktu : suatu penyakit dengan jangka waktu kesembuhan yang lama cenderung
membuat rendah kepatuhan. .
2. Bagian (Course) : Dimana pada penyakit kronis, suatu gejala penyakit akan bertambah
besar dan mengalami penyusutan dari waktu ke waktu sehingga kepatuhan akan menjadi
sulit untuk dipertahankan selama periode tersebut, ketika pasien secara relative tidak
menampakkan adanya gejala penyakit.
3. Gejala penyakit : Yang akan sangat masuk akal untuk mengasumsikan bahwa pasien
yang memiliki lebih gejala yang lebih banyak dan berat akan lebih tinggi kepatuhannya
yang bertujuan untuk meningkatkan keadaan mereka.
4. Kesakitan yang dirasakan : Dimana persepsi dari pasien akan kesakitan yang teramat
sangat, memiliki keterkaitan dengan rendahnya tingkat kepatuhan.
Dalam wawancara yang dilakukan pada Tn.N, faktor penyakit tidak terlalu berpengaruh
banyak dalam permasalahan yang dialami Tn.N dalam kepatuhannya berobat.
Faktor Peraturan (Regimen)
Dalam faktor peraturan (regimen) ini juga terbagi ke dalam empat variable yaitu :
5

1. Tipe dan kompleksitas dari peraturan yang diberikan : kepatuhan cenderung akan
lebih rendah dengan adanya peraturan yang lebih kompleks. Pada Tn.N ia menyebutkan
bahwa peraturan-peraturan yang ada pada saat awal rehabilitasi membuat dirinya ingin
sekali menyerah dan tidak melanjutkan perawatan.
2. Permasalahan pembiayaan perawatan atau pengobatan : Pembiayaan dari perawatan
yang diberikan dapet menjadi suatu penghalang bagi beberapa keluarga. Walaupun pada
bahasan studi ini tidak menghubungkan antara masalah pembiayaan dengan tingkat
kepatuhan, namun asumsi yang diberikan adalah dengan adnya masalah pembiayaan
yang jadi penghalang akan menyebabkan terjadinya rendahnya tidak kepatuhan. Pada
kasus Tn.N ini tidak terlalu mendapatkan informasi mengenai pembiayaan.
3. Permasalahan efek samping : jalannya peraturan (regimen) tersebut. Peraturan yang
menghasilkan lebih banyak efek samping dapat dihubungkan dengan tingkat kepatuhan
yang rendah. Dan pengobatan yang memiliki rasa obat yang sangat tidak enak memiliki
tingkat kepatuhan yang rendah. Pada kasus Tn.N mengaku kalau pada saat mengalami
putus obat , ia hanya merasakan efek seperti meriang dan stamina bekerja yang menurun
saja. Tidak ada permasalahan efek samping yang berarti dalam menghambat kepatuhan
berobat.
4. Khasiat yang dirasakan : khasiat tingkatan yang lebih tinggi dari penerimaan
keuntungan yang didapatkan oleh pasien memiliki hubungan dengan tingkat kepatuhan
yang lebih baik untuk mau mengikuti peraturan yang ada Dimana Tn.N merasa khasiat
rehabilitasi sangat positif bagi kehidupan pribadi,finansial,dan masa tuanya nanti. Jadi hal
inilah yang memotivasi dirinya untuk semangat dan mematuhi prosedur program
rehabilitasi.
Dan selain itu kita juga perlu mengetahui mengenai motivasi, dimana motivasi menurut
Sobur (2009) adalah membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, menggerakkan
seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Tentu harapan yang diinginkan dalam proses rehabilitasi ini adalah menggerakkan pasien
penyalahgunaan dan pecandu narkoba untuk patuh terhadap seluruh rangkaian program
rehabilitasi yang sedang dijalani hingga mencapai ketuntasan dan mendapatkan manfaat bagi
kelangsungan hidup mereka nantinya.
Motivasi terbagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
A. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran yang timbul dari
dalam diri. Motivasi yang dialami Tn. N dalam wawancara mengenai apa yang membangkitkan
keinginan untuk mematuhi semua program rehabilitasi yang ia jalani di RSKO Cibubur. Dimana
ia mendapatkan motivasi itu dari faktor intrinsic yaitu dari dalam dirinya yang sangat ingin
6

sembuh dari jeratan narkoba karena kerugian yang ia dapati selama ketergantungan narkoba dari
segi finansial,sosial,dan psikis.
B. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu. Faktor eksternal
yang mempengaruhi Tn,N dalam motivasinya untuk terus bertahan dalam rehabilitasi adalah dari
dukungan sosial yang mengetuk dan memperkuat kondisi mentalnya, dalam hal ini Tn.N
mendapatkannya dari sang istri , teman-teman yang mendukung ia untuk lepas terhadap
pengaruh narkoba dan juga para pasien ketergantungan dan pecandu narkoba di RSKO Cibubur
dimana ia merasakan adanya kontak batin karena merasa memiliki teman senasib dan
sepenanggungan. Kemudian dari pada itu dukungan sosial juga ia dapatkan melalui ceramahceramah agama yang diagendakan setiap subuh sebagai siraman rohani bahwa bersabar untuk
menghadapi cobaan, Tn.N menyebutkan dari siraman rohani tersebut ia menangkap
permasalahan yang ia alami pasti memiliki hikmahnya.
Dukungan sosial itu sendiri menurut Sarafino (2009) adalah adanya penerimaan dari
orang atau kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia
disayangi,diperhatikan,dihargai,dan ditolong. Dukungan sosial dapat bermanfaat positif dalam
menunjang kepatuhan Tn.N karena ia merasakan dukungan tersebut sebagai dukungan yang
layak dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan olehnya.
Robert dan Gilbert (2002,104) menjelaskan bahwa ada dua sumber dukungan sosial,
yaitu dukungan formal dan dukungan informal.
1. Dukungan formal meliputi pelayanan yang diselenggarakan oleh kaum professional
pelayanan kemanusiaan bayaran : Tn.N mendapat dukungan formal melalui pelayanan
yang diberikan oleh RSKO Cibubur dengan sangat baik dimana ia merasakan feed back
yang bagus dari para petugas ,dokter yang menangani dan kegiatan-kegiatan yang
berlangsung selama ia menjalani rehabilitasi disana.
2. Dukungan informal, yang merupakan focus disini, dapat diselenggarakan oleh jejaring
kekerabatan, para sukarelawan, atau kelompok masyarakat setempat : Jejaring
kekerabatan yang mendukung Tn.N disini adalah dari orang tua dan terutama istri yang
sangat mensupport dia agar sembuh. Dan kelompok masyarakat setempat sebagai
dukungan sosial adalah dengan adanya dukungan dari sesama pasien penyalahgunaan dan
pecandu narkoba yang senasib sepenanggungan. Ia juga menjelaskan bahwa telah terjalin
hubungan keluargaan di pada mereka, yaitu dimana dukungan tersebut berhasil
menguatkan dan membawa pengaruh positif bagi dirinya.
Dukungan sosial itu sendiri memiliki jenis yang beragam, yaitu dimana menurut House
didalam Smet (1994,136) ada empat sumber penting dari dukungan sosial, yaitu :
1. Dukungan emosional : mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap
orang yang bersangkutan. (misalnya : umpan balik, penegasan)
7

2. Dukungan penghargaan: terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk


orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan
perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya orang-orang yang kurang
mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri).
3. Dukungan instrumental : mencakup bantuan langsung, seperti orang-orang yang
memberikan pinjaman uang kepa orang lain atau menolong dengan pekerjaan pada waktu
mengalami stres.
4. Dukungan informative : mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran, atau umpan balik.
Berbagai penelitian telah mengidentifikasi dukungan sosial sebagai factor pelindung
dalam berbagai kesulitan, termasuk kemiskinan, perang, penyalahgunaan obat-obatan, kekerasan
terhadap anak-anak, ADHD, perceraian, pertentangan dalam keluarga, dan kehilangan orang tua
pada usia dini (Wolkow & Ferguson, 2001). Berbagai peristiwa di atas sangat memprihatinkan
kita semua. Kehidupan seorang yang terjebak dalam belenggu napza sekeras apapun pengguna
napza berusaha sepenuhnya untuk sembuh, dalam penyembuhannya mereka berusaha melawan
keinginannya untuk menggunakan napza kembali, badan keringat, menggigil, sendi terasa sakit,
rasa bosan di panti rehabilitasi, selain itu pengguna napza selalu mendapat stigma negative dan
di cap sebagai sampah masyarakat selalu melekat dalam diri pengguna napza.
Kurangnya dukungan sosial untuk proses kesembuhannya atau lingkungan yang justru
merendahkan atau tidak menghargai usaha-usaha untuk sembuh yang dilakukan mereka akan
bertambah stres dan sulit untuk mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan
untuk menggunakan napza kembali. Thombs (dalam Amita, 2001) menyatakan bahwa seorang
pecandu atau pengguna narkoba sering merasa tidak mampu melewati stres dan tekanan atas
simptom disfungsi otak seperti penurunan daya ingat, penurunan daya konsentrasi, serta sugesti
yang dialaminya. Sebagian dari mereka juga sering merasa kesulitan memaksimalkan perawatan
yang mereka jalani dan merasa tidak yakin bahwa mereka dapat mencapai kesembuhan dan
terlepas dari ketergantungan narkoba yang ia alami.
Fakta-fakta tersebut sanagat berhubungan dengan dukungan sosial yang mempengaruhi
motivasi Tn.N dalam proses kepatuhan berobat (rehabilitasi) dimana dukungan selalu ia
dapatkan dari istri pasien. Walaupun pasien hanya berkomunikasi jarak jauh melalui telepon
selama rehabilitasi. Kemudian adanya sosial support dari grup-grup sesama pasien pecandu juga
membuat pasien merasa senasib sepenanggungan dan empati yang lebih baik.Dan itu
membangkitkan keinginan untuk sembuh lebih cepat. Dimana pasien berhasil menyingkirkan
isu-isu negative yang ada pada dirinya yang dapat membuat dirinya jatuh kembali untuk
memakai narkoba dengan berfikir positif dan lebih bersabar untuk mengontrol emosi. Dan
optimistik didapatkan dari pasien selama berada di Unit rehabilitasi RSKO dengan metodemetode yang di terapkan oleh para petugas untuk membina perilaku para pasien dengan cara 4
kali lebih intensif dari orang normal.
Hal ini dibuktikan dengan kesadaran Tn.N untuk mengikuti rehabilitasi di RSKO dengan
kesadaran sendiri karena dirinya merasa terdapat motivasi yang dibangun oleh dukungan sosial
yang ada di sekitar dirinya. Dukungan sosial tersebut yang sangat berpengaruh adalah adanya
8

dukungan emosional berupa kasih saying yang besar dari seorang istri kepadanya. Yang menurut
Tn.N pribadi bahwa setiap individu berhak sembuh dari ketergantungan obat agar dapat
menjalani kehidupan yang lebih layak,baik dan normal dari segi psikis,finansial,dan juga
emosional.
Dukungan sosial adalah sesuatu yang dianjurkan oleh al-Quran dan Hadist. Sebagaimana
sesame mukmin dianjurkan saling membantu dan saling tolong menolong dalam kebaikan.
Sebagaimana yang diungkapkan Rasulullah, mengingatkan eratnya hubungan antara orang
beriman dengan perumpamaan yang indah, dalam hadist berikut
Seorang mukmin bagi mukmin yang lain ibarat satu bangunan yang saling menguatkan
antara satu dengan yang lainnya. Kemudian Rasulullah menggem jari-jemarinya (HR.
Bukhari Muslim).
Seorang mukmin dianjurkan untuk saling memberikan dukungan sosial bagi sesamanya
dan menjadi sumber dukungan bagi kebaikan sesamanya. Dukungan sosial tersebut dapat
disimpulkan dengan bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang
diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga,sahabat,teman,saudara,rekan
kerja ataupun orang yang dicintai oleh individu yang dalam hal ini adalah para pecandu narkoba.
Dengan adanya bantuan atau pertolongan ini diberikan agar para pecandu narkoba yang mungkin
sedang mengalami masa transisi dari kecanduan dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.
Dimana dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol oleh para pecandu
seorang diri.
Dalam Islam diingatkan dukungan sosial ini terbagi dalam berbagai aspek, yaitu pertama
dukungan emosionnal yang mana harus bersifat konstruktif.Seseorang terlibat dalam hal ini tetap
dalam rangka beribadah kepada Allah. Dalam al-Quran antara lain mengatakan :

Artinya: Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, (lantaran api neraka
telah menunggu kedatangan mereka).Ini adalah sebagai pembalasan atas apa yang selalu
mereka kerjakan. (QS at-Taubah [9] : 82).
Kedua adalah dukungan penghargaan yang diwujudkan terhadap individu, dorongan atau
persetujuan terhadap perasaan individu serta pembanding positif dengan individu lain yang akan
membantu meningkatkan harga diri dan kompetensi individu. Hal ini mengajarkan bahwa Islam
bukanlah agama yang hanya mementingkan komunikasi manusia dengan Tuhannya saja. Akan
tetapi juga komunikasi antar individu selama hidup di dunia. Dalam hubungan anatara satu
dengan yang lain itu, bentuk dukungan dapat melibatkan pemberian informasi, saran atau umpan
balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu
mengenali dan mengatasi masalag dengan lebih mudah.
Ketiga adalah dukungan jaringan dimana individu merasa anggota dari suatu kelompok
yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya. Dengan begitu individu akan
9

merasa memiliki teman senasib. Islam mengisyaratkan sebuah makna yang dalam bahwa ikatan
ideologis sama kuatnya dengan ikatan nasab, dimana keimanan seseorang harus diuji dengan
ujian persatuan dan persaudaraan tanpa memandang, ras, suku, bangsa, dan permasalahan yang
ada.
Sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah mengenai anjuran untuk selalu memberikan
dukungan sosial untuk sesama muslim dan saling menguatkan dalam cobaan agar selalu
bertakwa.

Artinya : Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah


antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS.
Al-Hujurat [49]:10).
Himbauan Allah untuk mendamaikan dan bertakwa agar mendapat rahmat adalah agar
kita senantiasa mendukung sesama mukmin yang dalam hal ini adalah individu atau para
pecandu untuk membimbing mereka dijalan yang benar dan selalu mensupport mereka agar tidak
terjadi adanya stress yang dapat menghambat kesembuhan ataupun putus terapi dalam proses
rehabilitasi.Dan bahkan untuk menguat mereka agar tidak kembali mengkonsumsi barang haram
tersebut (Purnama, 2011).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan
terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi untuk patuh berobat pada penderita
penyalahgunaan narkoba. Yaitu dimana dukungan sosial membangkitkan motivasi intrinsic dan
ekstrinsik dalam kepatuhan berobat.
Dalam kasus ini dapat disimpulkan Tn. N merasa sangat termotivasi untuk patuh dan
mengikuti serangkaian kegiatan di rehabilitasi oleh dengan harapan agar ia cepat sembuh dan
segera berkumpul dengan istrinya yang sekarang berada di Palu. Motivasi tersebut ia dapatkan
dari dukungan dari sang istri , para pasien penyalahgunaan narkoba di unit rehabilitasi, dan juga
para petugas yang senantiasa membuat ia bertahan sampai detik ini dan menyadari bahwa ia
harus segera terlepas dari jeratan narkoba yang sangat merugikan.

SARAN

10

Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka penulis menyarankan beberapa hal , yaitu
bagi para pecandu yang sedang menjalani rehabilitasi diharapkan agar selalu berfikir postif dan
juga selalu yakin bahwa proses penyembuhan yang sedang dijalankan membawa kesembuhan.
Dan juga agar para pecandu menyadari betapa buruk pengaruh narkoba untuk dirinya dan orang
sekitar dan tidak mengulangi perbuatannya untuk mengkonsumsi narkoba kembali.
Kesembuhan dari seseorang yang menjadi pecandu napza sangatlah membutuh
pertolongan dari pihak keluarga dan masyarakat sekitar para pecandu. Dan langkah terakhir
adalah dengan adanya dukungan sosial dari keluarga dan orang-orang lain (terutama yang dekat)
akan membantu para pecandu selama di rehabilitasi agar pengobatannya berjalan maksimal dan
timbul harapan dan kepercayaan diri lagi bagi para pecandu untuk sembuh dan mendapatkan
kehidupan yang lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan tugas case report ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur, yang
telah membantu penulis mendapatkan informasi dalam pembuatan case report ini. Tak lupa
ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Tn. N beserta petugas unit rehabilitasi dan pasien
yang telah bersedia diwawancarai dan membantu dalam pembuatan case report ini. Penulis
mengucapkan terimakasih pula kepada . DR. drh. Hj. Titiek Djannatun selaku koordinator
penyusun Blok Elektif, dr. Hj. RW. Susilowati, M.Kes selaku koordinator pelaksana Blok Elektif,
dr. Nasrudin Noor, SpKJ selaku dosen pengampu bidang kepeminatan Ketergantungan
Obat/Drug Abuse, dan dr. Yurika Sandra,M.biomed selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu memberikan bimbingan dalam pembuatan case report ini. Dan kepada
teman-teman kelompok 5 bidang kepeminatan ketergantungan obat/ drug abuse yang sudah
saling membantu dalam melaksanakan tugas ini, serta semua pihak yang telah membantu yang
mungkin tidak penulis sebutkan satu persatu. Semoga pembuatan case repot ini dapat
mendatangkan manfaat bagi penulis dan bagi teman-teman sekalian. Sekali lagi penulis
mengucapkan terimakasih dan mohon maaf jika masih terdapat banyak kekurangan.

11

DAFTAR PUSTAKA
Andita. 2012 . Dukungan Sosial Terhadap Pasien Program Terapi Rumatan Metadon .
Jakarta : Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321712-S-Lendi
%20Andita.pdf .Diakses pada 11 November (22.05)
Cheung,Lee, and Lee. 2003. Factor in Successful Relapse Prevention Among Hongkong
Drug AddictI. Hongkong : City University of Hongkong. Viewed on Sunday, 8
November
2015
from
,
http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail/detail?
vid=1&sid=141065c2-78fe-4baf-8b7c515a60714aa1%40sessionmgr4002&hid=4209&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3QtbGl2ZS
ZzY29wZT1zaXRl#AN=12064577&db=sih (10.41 PM)
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/08/24/514/tahap-tahap-pemulihanpecandu-narkoba ( Diakses pada tanggal 8 November 2015 pada pukul 10.20 )
http://e-journal.uajy.ac.id/2232/3/2TA12681.pdf (Diakses pada tanggal 8 November 2015
pada pukul 10.25)
Noviarini, dkk . 2013. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada
Pecandu Narkoba yang Sedang Menjalani Rehabilitasi . Jakarta : Universitas
Gunadharmahttps://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=0CGEQFjAJah
UKEwin9vTnk4HJAhWMCY4KHWFrADU&url=http%3A%2F
%2Fejournal.gunadarma.ac.id%2Findex.php%2Fpesat%2Farticle%2Fdownload
%2F957%2F834&usg=AFQjCNGRFgXjUB8mA_mUm8u87dOuSx8t8g&sig2=JiVnj
bWIUxx6Sif1-LoLNA&bvm=bv.106923889,d.c2E. Diakses pada 11 November 2015 (
22.41 )
Purnama,S.T.2011.Hubungan Aspek Religius dan aspek dukungan Sosial Terhadap Konsep
Diri Selebriti di Kelompok Pengajian Orbit Jakarta. Jakarta : Universitas Indonesia .
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294596-T29856-Hubungan%20aspek.pdf (diakses
pada tanggal 16 November pukul 18.40)
Rahardjo Nareswari, 2015. Motif Pasien Penyalahgunaan Zat dalam Kepatuhan Berobat :
Suatu
Tinjauan
Pustaka.
Bengkulu
:
Universitas
Bengkulu.
http://psikiatri.forumid.net/t164-motif-pasien-penyalah-guna-zat-dalam-kepatuhanberobat-suatu-tinjauan-pustaka Diakses pada 9 November ( 20.09 )

12

Sarafino, E.P. 2006. Health Psychology : Biopsychosocial Interaction.5th. New York: John
Wiley& Sons,Inc.
Sarwono,S.W. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka

13

Das könnte Ihnen auch gefallen