Sie sind auf Seite 1von 7

2.

3 Peran Ibu dalam Keluarga


2.3.1 Ibu sebagai Pendidik Anak
Perempuan sebagai ibu memiliki fungsi dalam hidupnya yang salah satunya adalah bidang
pendidikan. Artinya bahwa tanggung jawab pendidikan secara fitrah menyatu pada keberadaan
perempuan sebagai ibu. Karena sebagai fungsi, maka ibu tidak memiliki alasan apapun untuk
menolak tanggung jawabnya di bidang pendidikan, terutama bagi anak-anaknya.
Peran ibu tidak hanya mendidik anak agar bertingkah laku sesuai harapan sosial. Keluarga,
terutama orangtua merupakan tempat anak meminta bantuan saat anak mengalami tekanan dalam
kehidupannya. Ibu yang hangat, disamping mendisiplinkan anak, membuat anak menyadari bahwa
ia dapat diterima dengan baik oleh keluarganya apabila ia mengalami permasalahan atau kegagalan
dalam hidup. Seorang Ibu tetap mencintainya, dengan apapun yang dilakukannya.
Pipher (1996), mengungkapkan bahwa anak-anak membutuhkan waktu, perhatian, kasih
sayang, bimbingan, dan diskusi. Hal ini tidak dapat dibeli dengan uang. Anak-anak membutuhkan
tempat perlindungan, dimana mereka dapat merasa aman saat mereka mempelajari apa yang
dibutuhkan dalam kehidupan agar dapat survive. Saat anak mengalami masalah dengan teman
sebaya misalnya, karena anak tidak mau ikut merokok sehingga ia dianggap tidak mengikuti
perkembangan zaman, dan tidak boleh masuk dalam kelompok mereka, anak perlu tahu bahwa Ibu
selalu siap mendengarkan keluh kesah mereka. Ibu dapat menanamkan value lewat jokes (lelucon),
permainan yang dilakukan anak bersama dengan Ibu, juga lewat cerita-cerita yang dikisahkan Ibu
yang mendukung perkembangan moral anak, seperti kisah-kisah dalam chicken soup for the soul,
atau biografi tokoh-tokoh dunia, atau dongeng-dongeng.

2.3.2 Komunikasi antara Ibu dan Anak


Relasi orang tua dan anak pada masa perkembangan anak akan disimpan oleh anak dalam
ketidaksadaran. Internalisasi citra orang tua akan mendasari kepribadian anak di masa-masa
berikutnya. Salah satu cara untuk membangun relasi antara orang tua dan anak, pada konteks ini
adalah ibu dan anak, adalah melalui komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal antara ibu
dengan anak dibutuhkan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan norma-norma yang diterapkan
dalam keluarga. Norma-norma tersebut yang nantinya dapat menuntut anak untuk bersikap terhadap
individu yang lain. Interaksi antara orang tua dengan anak, dapat dibangun dengan komunikasi
interpersonal di antaranya, dengan komunikasi secara langsung (face to face) atau, secara tidak
langsung (melalui media), dan komunikasi interpersonalnya dibuat mengalir berdasarkan keadaan,
formal pada saat orang tua memberikan nasihat, dan non formal pada saat family time.
Beberapa elemen dalam komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut (DeVito, 2013) :

1. Sumber Penerima (Source Receiver)


2. Enkoding- Dekoding (Encoding Decoding)
3. Pesan (Messages)
4. Hambatan atau gangguan (noise)
5. Saluran (Channel)
6. Konteks (Context)
7. Etika (ethics)
Terdapat tiga tipe komunikasi di dalam hubungan orang tua dengan anak, yaitu:
a. Authoritarian (Cenderung bersikap bermusuhan)
b. Permissive (Cenderung berperilaku bebas)
c. Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan)
Menurut Chen (Lestari, 2012), kualitas hubungan orang tua-anak merefleksikan tingkatan
dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman (security), kepercayaan diri (trust), afeksi positif
(positive affect), dan ketanggapan (responsiveness) dalam hubungan mereka. Kehangatan menjadi
komponen mendasar dalam hubungan orang tua dan anak yang dapat membuat anak merasa dicintai
dan mengembangkan rasa percaya diri. Anak memiliki rasa percaya dan menikmat kesertaan
mereka dalam aktivitas bersama orang tua. Kehangatan memberi konteks bagi afeksi positif yang
akan meningkatkan mood untuk peduli dan tanggap terhadap satu sama lain.
Menurut Hinde, relasi orang tua dan anak mengandung beberapa prinsip pokok, yaitu :
a. Interaksi
b. Kontribusi Mutual
c. Keunikan
d. Pengharapan Masa Lalu
e. Antisipasi Masa Depan
Dalam proses komunikasi interpersonal di dalam keluarga, dibutuhkan adanya saling
memahami keadaan lawan bicara masing-masing. Dalam konteks ini adalah ibu yang bekerja.
Sebagai seorang wanita yang sudah berkeluarga, meskipun bekerja, tetap saja tidak boleh lupa
dengan kodrat nya sebagai ibu rumah tangga. Sebagai ibu yang bekerja, sudah selayaknya ibu
berusaha untuk mempunyai management waktu yang baik, agar dapat membagi waktu antara
bekerja dan mengurus rumah tangga.
Dengan memanfaatkan waktunya yang minim tersebut, ibu yang bekerja memposisikan
dirinya sebagai seorang teman atau sahabat untuk anak pertamanya, sehingga dapat menyampaikan
pesan secara efektif yang tujuannya untuk persuasif, yaitu untuk membentuk sikap kognitif anak.
Sebagai seorang ibu, dapat digunakan beberapa cara berkomunikasi untuk menyampaikan

tujuan pesan yang ingin disampaikan kepada anak, yaitu ibu memberikan pengertian tentang
pekerjaan ibu, Ibu memberikan kebebasan berpendapat kepada anak, Ibu memenuhi kebutuhan
anak, ibu mendukung prestasi anak, ibu memberikan tanggung jawab anak pertama untuk menjaga
keutuhan keluarga, serta ibu membina hubungan yang dekat dan membuat anak mengidolakan
dirinya. Dalam menyampaikan tujuan pesannya, ibu yang bekerja tak hanya menggunakan pesan
verbal, tetapi juga menggunakan pesan nonverbal.
Pesan nonverbal bisa berupa bahasa tubuh dan sentuhan seperti memeluk dan mencium
sebagai bukti sayang kepada anak, memegang pundak bukti kepercayaan ibu kepada anak, dan
menggunakan nada yang rendah ketika sedang memberikan anjuran atau perintah kepada anak.
Selain itu, dalam menyampaikan pesannya, ibu tidak hanya berkomunikasi face to face, tetapi juga
dengan menggunakan alat bantu untuk berkomunikasi, yaitu penggunaan gadget, dan juga
penggunaan papan tugas, yang sering disebut dengan Activity Board.
2.4 Era Gadget
Gadget adalah perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Diantaranya
smartphone seperti iphone dan blackberry, serta netbook (perpaduan antara komputer portabel
seperti notebook dan internet). Tak hanya remaja, orang dewasa bahkan anak-anak sudah mengenal
gadget. Namun penggunaan gadget seringkali disalahgunakan oleh sebagian pihak, seperti orang tua
secara instan memberikan fasilitas gadget untuk media dalam mendidik anaknya yang masih berusia
dini. Memberikan anak fasilitas gadget sebagai sebuah apresiasi prestasi atau hanya sekedar kado
ulang tahun dan menjadikan alasan agar anak betah dirumah dapat menghambat proses
perkembangan psikologisnya. Apalagi jika orang tua juga membiarkan anak secara terus menerus
menggunakan aplikasi gadget yang akan menjadikan anak tersebut menjadi tidak konsentrasi dalam
belajar, malas menulis, malas membaca buku dan menurunkan kualitas si anak dalam bersosialisasi.
Masa anak-anak adalah masa dimana anak sedang berada di tahap emas, mudah menerima
informasi lalu mengembangkannya secara alami. Belum lagi, gadget menimbulkan banyak bahasa
jika dilakukan penggunaan secara terus menerus dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan pada
anak yang tidak bisa lepas dari gadgetnya, jika sebentar saja jauh dari gadgetnya, anak tersebut akan
merasa kesakitan, berlanjut dengan buruknya sosialiasi karena penggunaan gadget yang sudah tidak
seimbang dengan efisien penggunaannya.
2.4.1 Dampak Gadget pada Anak
Ketika diperumpamakan seperti dua sisi uang logam, gadget ini memiliki dampak positif
dan dampak negatif untuk perkembangan anak. Dampak positif dari penggunaan media informasi

dan teknologi ini adalah antara lain untuk memudahkan seorang anak dalam mengasah kreativitas
dan kecerdasan anak. adanya beragam aplikasi digital seperti mewarnai, belajar membaca, dan
menulis huruf tentunya mmberikan dampak positif bagi perkembangan otak anak. Mereka tidak
memerlukan waktu dan tenaga lebih untuk belajar membaca dan menulis di buku dan kertas, cukup
menggunakan tablet sebagai sarana belajar yang tergolong lebih menyenangkan. Anak-anak
menjadi lebih bersemangat untuk belajar karena aplikasi semacam ini biasanya dilengkapi dengan
animasi yang menarik, warna yang cerah, serta lagu-lagu yang ceria. Selain itu, kemampuan
berimajinasi anak juga semakin terasah karena permainan yang mereka gunakan bervariasi dan
memiliki jalan cerita yang beragam.
Namun demikian, penggunaan gadget juga membawa dampak negatif yang cukup besar
bagi perkembangan anak. Dengan adanya kemudahan dalam mengakses berbagai media informasi
dan teknologi., menyebabkan anak-anak menjadi malas bergerak dan beraktifitas. Mereka lebih
memilih duduk ldiam di depan gadget dan menikmati dunia yang ada di dalam gadget tersebut. Hal
ini tentunya berdampak buruk bagi kesehatan dan perkembangan tubuh anak, terutama otak dan
psikologis anak. Selain itu, terlalu lama menghabiskan waktu di depan gadget juga dapat membawa
pengaruh buruk bagi kemampuan sosialisasi anak. Mereka menjadi tidak tertaruk bermain bersama
teman sebayanya karena lebih tertarik bermain dengan permainan digitalnya. Selain itu, anak-anak
juga dapat menjadi lebih sulit berkonsentrasi dalam dunia nyata. Hal ini dikarenakan anak-anak
tersebut sudah terbiasa hidup dalam dunia digital.
2.4.2 Kebijakan Penggunaan Gadget pada Anak
Peran orang tua sangatlah penting dalam menghindari dampak negatif penggunaan gadget
pada anak. Namun orang tua juga tetap ingin mendapatkan pengaruh positif perkembangan gadget
itu sendiri. Langkah yang harus dilakukan oleh orang tua adalah :
Sesuaikan usia anak dengan jenis gadget atau fitur gadget
Dilihat dari tahapan perkembangan dan usia anak, pengenalan dan penggunaan gadget bisa
dibagi ke beberapa tahap usia. Untuk anak usia di bawah 5 tahun, pemberian gadget sebaiknya
hanya sepitar pengenalan warna, bentuk dan suara. Artinya, jangan terlalu banyak memberikan
kesempatan bermain gadget pada anak di bawah 5 tahun. Terlebih di usia ini, yang utama bukan
gadget-nya, tapi fungsi orang tua. pasalnya gadget hanya sebagai salah satu sarana untuk
mengedukasi anak.
Ditinjau dari sisi neurofisiologis, otak anak berusia di bawah 5 tahun masih dalam tahap
perkembangan. Perkembangan otak anak akan lebih optimal jika anak diberi rangsangan sensorik
secara langsung. Misalnya, meraba benda, mendengar suara, berinteraksi dengan orang, dan

sebagainya. Jika anak usia di bawah 5 tahun menggunakan gadget secara berkelanjutan, apalagi
tidak didampingi orang tua, akibatnya anak hanya fokus ke gadget dan kurang berinteraksi dengan
dunia luar.
Yang berikutnya, otak bagian depan adalah bagian yang berfungsi memberi perintah dan
menggerakkan anggota tubuh lainnya. Di bagian otak belakang, ada yang namanya penggerak. Di
bagian ini, terdapat homon endorfin yang mengatur pusat kesenangan dan kenyamanan. Pada saat
bermain gadget, anak akan merasakan kesenangan, sehingga memicu meningkatnya hormon
endorfin. Kecanduan gadget pada anak berkaitan dengan hal ini. Akibatnya, kedepannya anak akan
mencari kesenangan dengan jalan bermain gadget, karena memang sudah terpola sejak awal
perkembangannya.
Dari aspek interaksi sosial, perkembangan anak-anak usia di bawah 5 tahun sebaiknya
memang lebih ke arah sensor-motorik. Yaitu anak harus bebas bergerak, berlari, meraih sesuatu,
merasakan kasar-halus. Memang di gadget juga ada pengenalan warna atau games di mana orang
melompat, namun kemampuan anak untuk berinteraksi secara langsung dengan objek nyata di dunia
luar tidak diperolah anak.
Oleh karena itu, orang tua terutama Ibu harus mewaspadai tanda-tanda antisosial dan juga
harus menghindarkan anak dari kecanduan.
Batasi waktu penggunaan
Anak usia di bawah 5 tahun, boleh saja diberi gadget. tapi harus diperhatikan durasi
pemakaiannya. Misalnya boleh bermain tapi hanya setengah jam dan hanya pada saat senggang.
Contohnya, kenalkan gadget seminggu sekali, misalnya hari Sabtu dan Minggu. Lewat dari itu, ia
harus tetap berinteraksi dengan orang lain. Aplikasi yang boleh dibuka pun sebaiknya aplikasi yang
lebih ke fitur pengenalan warna, bentuk dan suara.
Tentunya, orang tua terutama Ibu harus tetp mendampingi karena justru di usia di bawah 5
tahun, peran orang tua lebih dominan. fungsi orang tua adalah menjelaskan dan membantu anak
mengaitkan antara apa yang ada di gadget dengan apa yang ia lihat di dunia nyata.
Orang tua juga sebaiknya mulai mengenalkan gadget pada anak mulai usia 4-5 tahun. Di
bawah usia itu sebaiknya jangan. Pasalnya di usia ini, neuron saraf seorang anak sedang
berkembang dan fungsi radiasi di gadget bisa sediit menghambat pemtumbuhan neuron tersebut.
Sejalan pertumbuhan usia, ketika anak masuk usia pra remaja, orang tua bisa memberi
kebebasan yang lebih karena anak usia ini juga perlu gadget untuk fungsi jaringan sosial mereka. Di
atas usia 5 tahun misalnya, orang tua bisa memperbanyak waktu anak bergaul dengan gadget. Bila

orang tua terutama Ibu sudah menerapkan kedisiplinan sedari awal, maka di usia pra remaja, anak
akan bisa menggunakan gadget secara bertanggung jawab dan tidak kecanduan gadget.

DAFTAR PUSTAKA
DeVito, Joseph A. 2007. The Interpersonal Communication Book.12th Edition. Newyork :
Pearson International Edition. p 10-21.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
Keluarga.Jakarta: Prenada Media Group. p. 18.
Pipher, M. 1996. The Shelter of Each Other: Rebuildings Our Families. New York: Fleming
H. Revell Company.

Rahman, Ulfiani. 2009. Karakteristik Perkembangan. Jurnal Lentera Pendidikan. Vol 12. No.
1. Juni, hal 46-57.
Ameliola, Syifa & Nugraha, Hanggara Dwiyudha. 2013. Perkembangan Media Informasi
dan Teknologi Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi. Proceeding the 5th International Conference
on Indonesia Studies : Ethnicity and Globalisation. Hal 362-371.

Das könnte Ihnen auch gefallen