Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK DISKUSI 4
Yosep Andrianu Loren
Hayati
M. Anugerah Perdana
Risci Intan Parmita
Gilang Pramanayuda
Putri Sondang Pasaribu
Khuswatun Hasanah
Risa Muthmainah
Albert Tito
Pamela Rita Sari
Maylisa Santauli Manurung
I11112050
I11112053
I1011121001
I1011131002
I1011131006
I1011131017
I1011131054
I1011131067
I1011131070
I1011131085
I1011131087
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Bidang Kesehatan
Kesehatan ibu
Revolusi KIA
Permasalahan KIA:
Kesehatan maternal
Kesehatan neonatus & anak:
BBLR
Rata-rata mortalitas dibawah 5 tahun relatif tetap
Evaluasi SKN
1.6 Hipotesis
a. Provinsi NTT (Kab. TTS) mengalami peningkatan persentase BBLR dan
rata-rata kematian di bawah 5 tahun relatif tetap meskipun ada program
revolusi KIA.
b. Angka mortalitas maternal dan kematian neonatus di Indonesia lebih
tinggi daripada di Vietnam
1.7 Pertanyaan Diskusi
1.7.1 Jelaskan mengenai program MDGs dalam menurunkan angka kematian
anak?
1.7.2 Jelaskan mengenai program MDGs dalam meningkatkan kesehatan ibu?
1.7.3 Jelaskan mengenai SKN 2012!
1.7.4 Apa faktor risiko internal dan eksternal yang mempengaruhi kematian
neonatus di Indonesia?
1.7.5 Apa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kesehatan ibu?
1.7.6 Apa saja peran dan fungsi puskesmas dalam pelayanan kesehatan primer
di Indonesia?
1.7.7 Apa saja program puskesmas untuk menyehatkan setiap individu di
wilayahnya terkait kasus pemicu?
1.7.8 Jelakan mengenai program-program kesehatan untuk penanggulangan
kematian neonatus yang telah dimiliki oleh pemerintah dan hasil-hasilnya
(UKM & UKP)!
1.7.9 Bagaimana gambaran permasalahan KIA di Indonesia?
1.7.10 Bagaimana gambaran permasalahan KIA di Vietnam?
1.7.11 Bagaimana mekanismenya terjadinya masalah kesehatan pada kasus?
1.7.12 Bagaimana perbandingan pencapaian penanggulangan kematian maternal
di Indonesia dibandingkan dengan negara Vietnam?
1.7.13 Bagaimana peran negara dalam penanggulangan penyakit dan atau
kematian maternal?
1.7.14 Bagaimana tabel perbandingan sistem kesehatan di Indonesia dan
Vietnam?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Program MDGs dalam menurunkan angka kematian anak
Menurunkan angka kematian anak adalah target keempat dalam program
MDGs. Target 4A adalah menurunkan angka kematian balita sebesar dua
pertiganya antara tahun 1990 dan 2015. Karena itu, indikator utama tujuan ini
adalah angka kematian anak di bawah lima tahun (balita). Target MDGs adalah
untuk mengurangi dua pertiga angka tahun 1990. Saat itu, jumlahnya 97
kematian per 1.000 kelahiran hidup. Target pada tahun 2008 adalah 32 kematian
per 1.000 kelahiran hidup. Dengan demikian, Indonesia cukup berhasil.
Indikator kedua adalah proporsi anak usia satu tahun yang mendapat imunisasi
campak. Angka ini telah meningkat menjadi 72% untuk bayi dan 76% untuk
anak dibawah 23 bulan pada 2006, namun perlu lebih ditingkatkan lagi.1
Gambar 2.2 Persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak.4
2.2 Program MDGs dalam meningkatkan kesehatan ibu
Setiap tahun sekitar 20.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat
komplikasi dalam persalinan. Melahirkan seyogyanya menjadi peristiwa bahagia
tetapi seringkali berubah menjadi tragedi. Sebenarnya, hampir semua kematian
tersebut dapat dicegah. Karena itu tujuan kelima MDGs difokuskan pada
kesehatan ibu, untuk mengurangi kematian ibu. Meski semua sepakat bahwa
angka kematian ibu terlalu tinggi, seringkali muncul keraguan tentang angka
yang tepat. Adapun target dari MDGs kelima ini adalah:1
a. Target 5A: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga
perempatnya antara 1990 dan 2015. Data tersedia yang terdekat
dengan tahun 1990 berasal dari tahun 1995. Berdasarkan datadatatersebut, target yang harus dicapai adalah 97. Melihat
kecenderungan saat ini, Indonesia tidak akan mencapai target.
Indikator kedua yaitu proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih, saat ini menunjukkan angka 73%.
b. Target 5B: Mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi
untuk semua pada 2015. Penggunaan kontrasepsi oleh wanita usia
15-49 tahun meningkat menjadi 61.0%. Perawatan antenatal juga
mengalami peningkatan. Akan tetapi, dengan keterbatasan data,
sulit untuk mengukur sejauh mana pencapaian target akses untuk
kesehatan reproduksi.
Gambar 2.4 Proporsi Kelahiran yang Dibantu oleh Tenaga Persalinan Terlatih
Sumber: BPS-Susenas damn SDKI, berbagai tahun
2.3 SKN 2012
Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Pengelolaan kesehatan
adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui
pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. SKN merupakan kebijakan kebijakan pengelolaan
kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.5
Penyusunan SKN 2012 adalah untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan
berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal agar dapat digunakan
sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh pemerintah,
pemenuhan
hak
asasi
manusia,
memperjelas
penyelenggaraan
kebijakan
pengelolaan
kesehatan
sebagai
acuan
dalam
e. Inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan
terbukti bermanfaat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara
luas, termasuk penguatan sistem rujukan;
f. Pendekatan secar global dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan
g.
h.
i.
j.
k.
yang sistematis, berkelanjutan, tertib, dan responsif gender dan hak anak;
Dinamika keluarga dan kependudukan;
Keinginan masyarakat;
Epidemiologi penyakit;
Perubahan ekologi dan lingkungan; dan
Globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan semangat persatuan dan
kesatuan nasional serta kemitraan dan kerja sama lintas sektor.
c. BBLR
BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya 2500 gram atau
kurang. Menurut WHO BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang atau sama dengan 2500 gram.Bayi lahir dengan BBLR memiliki
kemungkinan untuk meninggal selama masa neonatal sebanyak 20-30 kali
lebih besar dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat cukup.
Neonatal berat lahir rendah (BBLR) ialah Neonatal yang lahirnya dengan
berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir. Masalah yang muncul
pada Neonatal BBLR meliputi asfiksia, gangguan nafas, hipotermia,
hipoglikemi, masalah pendarahan, dan rentan terhadap pemberian ASI yang
kurang. Masalah-masalah tersebut sangat rentan terhadap timbulnya kematian
neonatal.10
Persalinan prematur adalah persalinan belum cukup umur di bawah 37
minggu atau berat lahir kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur
merupakan penyebab tertinggi kematian neonatus, tumbuh kembang janin
sering terlambat. Salah satu penyebab utama kematian neonatus tersebut
adalah asfiksia atau sindrom gawat nafas. Kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang melampaui usia 292 hari (42 minggu) dengan gejala
kemungkinan komplikasinya. Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janin,
komplikasi
pada
janin
diantaranya
adalah
oligohidramnion
yang
mengakibatkan asfiksia dan gawat janin intrauterine, dan aspirasi air ketuban
disertai mekonium yang mengakibatkan gangguan pernafasan janin dan
gangguan sirkulasi bayi setelah lahir.11
sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini diperkuat oleh data yang
menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat
muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.
Peserta KB cukup banyak merupakan potensi dalam penurunan kematian ibu,
namun harus terus digalakkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang.
Keanekaragaman makanan menjadi potensi untuk peningkatan gizi ibu hamil,
namun harus dapat dikembangkan paket pemberian makanan tambahan bagi ibu
hamil yang tinggi kalori, protein dan mikronutrien.12
2.6 Peran dan fungsi puskesmas dalam pelayanan kesehatan primer di
Indonesia
Adapun peran dan fungsi pokok dari Puskesmas adalah:13
1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat diwilayah kerjanya.
Dalam kaitannya dengan peran yang ketiga yaitu memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu, kegiatan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat tentang berbagai masalah kesehatan juga harus diberi tempat.
Petugas Puskesmas memberikan penyuluhan tentang kesehatan pribadi, sanitasi,
gizi, kesehatan jiwa, imunisasi, KIA, pencegahan penyakit dan KB. Yang mana
tugas tersebut sangat berkaitan dengan tugas promotif,yang bertujuan agar
konsep dan praktek kesehatan yang masih baru dapat diterima masyarakat.13
Menurut Trihono, ada 3 (tiga) fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya
menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor
termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu
puskesmas
aktif
memantau
dan
melaporkan
dampak
kesehatan
dari
memiliki
fungsi
sebagai
penyelenggara
Upaya
Kesehatan
masyarakat
adalah
setiap
kegiatan
untuk
memelihara
dan
adalah
pelayanankesehatan
suatu
yang
kegiatan
ditujukan
dan/atau
untuk
serangkaian
peningkatan,
kegiatan
pencegahan,
(SDKI) tahun 2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar
19 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sama dengan AKN berdasarkan SDKI
tahun 2007 dan hanya menurun 1 point dibanding SDKI tahun 2002-2003 yaitu
20 per 1.000 kelahiran hidup.15
Gambar 2.6 Persentase berat bayi lahir rendah menurut provinsi, Riskesdas
201315
Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013
sakit
dan
atau
neonatal
dengan
kelainan
atau
Gambar 2.7 Cakupan penanganan komplikasi neonatal menurut provinsi tahun 2014
Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2015
Capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami
peningkatan dari tahun 2013 yang sebesar 51,47% menjadi 59,68 pada
tahun 2014. Meskipun terjadi peningkatan capaian, namun masih
terdapat disparitas yang cukup besar antar provinsi. Capaian tertinggi
diperoleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan angka sebesar
92,21% diikuti Nusa Tenggara Barat sebesar 85,21%, dan Jawa Tengah
sebesar 84,56%. Tiga provinsi dengan capaian terendah ialah Provinsi
Papua Barat (3,34%), Papua (19,12%), dan Sulawesi Tenggara
(23,17%).15
c. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28
hari. Pada masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari
risiko
pada
kelompok
ini
diantaranya
dengan
Gambar 2.8 Cakupann kunjungan neonatal pertama (KN1) menurut provinsi tahun 2014
Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2015
Kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah cakupan pelayanan
kesehatan bayi baru lahir (umur 6 jam-48 jam) di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu yang ditangani sesuai standar oleh tenaga kesehatan
terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan
saat kunjungan neonatal yaitu pemeriksaan sesuai standar Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir
termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan
neonatal pertama (KN1), bayi baru lahir mendapatkan vitamin K1 injeksi
dan imunisasi hepatitis B0 (bila belum diberikan pada saat lahir).
Cakupan indikator kunjungan neonatal pertama menurut provinsi
digambarkan pada gambar 5.27. Capaian KN1 Indonesia pada tahun
2014 sebesar 97,07%. Capaian ini telah memenuhi target Renstra tahun
2014 yang sebesar 90%. Terdapat 17 provinsi yang telah memenuhi
target tersebut.15
keluarga,
masyarakat,
Gambar 2.9 Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan menurut provinsi
tahun 2014
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA Kemenkes RI, 2015
e. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)
Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) adalah jumlah
balita yang ditimbang di seluruh posyandu yang melapor di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah seluruh balita yang ada di
seluruh posyandu yang melapor di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Manfaat penimbangan balita diantaranya untuk (1) mengetahui
kesehatan, (2) mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan, (3)
mengetahui balita sakit atau berat badan dua bulan tidak naik, berat
badannya berada di bawah garis merah di kartu menuju sehat, (4)
diawali
ketika
sasaran
program
imunisasi,
setiap
bayi
wajib
menurut
provinsi,
terdapat
sembilan
provinsi
berdasarkan SDKI tahun 2007 dan hanya menurun 1 point dibanding SDKI
tahun 2002-2003 yaitu 20 per 1.000 kelahiran hidup. ntuk mencapai target
penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup
maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir
(neonatal) menjadi prioritas utama.15
Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian
anak yaitu menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam
kurun waktu 1990-2015. Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini
menerangkan berbagai indicator kesehatan anak yang meliputi prevalensi
bayi berat lahir rendah (BBLR), penanganan komplikasi neonatal, pelayanan
kesehatan neonatal, pelayanan kesehatan bayi, pemberian ASI eksklusif,
pemberian vitamin A, penimbangan balita di Posyandu, imunisasi dasar,
pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan pada siswa SD/setingkat,
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan pada kasus
kekerasan anak, dan pelayanan kesehatan anak terlantar dan anak jalanan di
panti.15
(AKI). AKI merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan
aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI (yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negaranegara
tetangga di Kawasan ASEAN. Pada tahun 2007, ketika AKI di Indonesia
mencapai 228, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup,
Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran
hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000
kelahiran hidup.15
Tren mengenai AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga 2012 hasil
SDKI dapat dilihat pada gambar di 1.2. Dari Gambar 1.2 tersebut dapat
dilihat bahwa AKI di Indonesia sejak tahun 1991 hingga 2007 mengalami
penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah
sejak tahun 1990 telah melakukan upaya strategis dalam upaya menekan
AKI dengan pendekatan safe motherhood yaitu memastikan semua wanita
mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama
kehamilan dan persalinannya. Di Indonesia, Safe Motherhood Initiative
ditindaklanjuti dengan peluncuran program Gerakan Sayang Ibu di tahun
1996 oleh presiden yang melibatkan berbagai sektor pemerintahan
disamping sektor kesehatan.15
Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah
kematian ibu adalah penempatan bidan di tingkat desa secara besar-besaran
yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir ke masyarakat. Pada tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI
memperkuat strategi intervensi sektor kesehatan untuk mengatasi kematian
ibu dengan mencanangkan strategi Making Pregnancy Safer.15
Namun, pada tahun 2012 SDKI kembali mencatat kenaikan AKI yang
signifikan, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. Oleh karena itu, pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan
meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS)
dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%.
Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian
ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi
tersebut dikarenakan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di
Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut. Sehingga dengan menurunkan
angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan. Upaya
penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui
program EMAS dilakukan dengan cara:15
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 rumah sakit (PONEK) dan 300 puskesmas/balkesmas
(PONED).
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan
rumah sakit.
Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab
untuk menjamin setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu
yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan
khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, memperoleh cuti hamil dan
melahirkan, serta akses terhadap keluarga berencana. Disamping itu,
pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu, yakni kepada kelompok
remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI.15
Upaya pelayanan kesehatan ibu meliputi: (1) Pelayanan kesehatan ibu
hamil, (2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin, (3) Pelayanan kesehatan ibu
nifas, (4) Pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan, dan (5) Pelayanan
kontrasepsi.
b. Kesehatan ibu
Kematian ibu di Vietnam mengalami penurunan yang cukup berarti
dalam dua dekade, dari 233 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990
menjadi 69 per 100.000 kelahiran hidup, dengan rata-rata duapertiga dari
penurunan ini berkaitan dengan kehamilan yang aman dan sehat. Sistem
yang baik juga telah dibuat untuk memperluas akses kualitas kesehatan
reproduktif, termasuk kesehatan maternal dan neonatal; keluarga berencana;
meningkatkan penggunaan kontrasepsi modern; dan meneruskan programprogram yang sudah baik, kebijakan dan hukum untuk hak dan kesehatan
reproduksi yang diberikan sama untuk meningkatkan kualitas pelayanan
pada orang miskin dan kelompok tidak berdaya.16
Angka kematian ibu pada antara tahun 2006 dan 2009 tidak
mengalami perubahan. Dalam mencapi target MDGs untuk menurunkan
angka kematian maternal diperlukan usaha yang lebih keras. Selain itu,
terdapat perbedaan yang besar yaitu rata-rata kematian maternal tertinggi ada
di area terpencil dan etnik minoritas. Faktor geografi, tingkat pengetahuan
ibu, dan praktik tradisional di area terpencil sering menghambat ibu untuk
mengakses pelayanan kesehatan maternal. Gambaran kematian ibu dari
tahun 1990-2010 dapat dilihat pada gambar 1.6.16
Bayi berat lahir rendah dapat disebabkan oleh faktor ibu, faktor janin,dan
faktor lingkungan. Faktor ibu meliputi umur ibu, jarak kelahiran terlalu dekat,
status gizi, kehamilan kembar, paritas, status ekonomi, pendidikan, dan
pekerjaan ibu . Faktor janin yang memengaruhi BBLR yaitu cacat bawaan dan
infeksi dalam rahim. Faktor lingkungan adalah ibu yang tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi dan terpapapr zat beracun.17
Untuk mendukung pelayanan PONED dan PONEK dibutuhkan
pembentukan sistem rujukan yang sesuai standar agar upaya pencapaian target
terkait kematian ibu dan anak yaitu menurunkan AKI hingga tiga per empat
dan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Masih tingginya AKI dan AKB termasuk neonatal juga dipengaruhi dan
didorong berbagai faktor yang mendasari timbulnya risiko maternal dan atau
neonatal, yaitu faktor-faktor penyakit, masalah gizi dari WUS/ maternal serta
faktor 4T (terlalu muda dan terlalu tua untuk hamil dan melahirkan, terlalu
dekat
jarak
kehamilan/
persalinan
dan
terlalu
banyak
hamil atau melahirkan). Kondisi tersebut di atas lebih diperparah lagi oleh
adanya keterlambatan penanganan kasus emergensi/komplikasi maternal
dan atau neonatal secara adekuat akibat oleh kondisi 3T (Terlambat), yaitu:
1) Terlambat mengambil keputusan merujuk, 2) Terlambat mengakses
fasyankes yang tepat, dan 3) Terlambat memperoleh pelayanan dari
tenaga kesehatan yang tepat/ kompeten.18
Berikut merupakan gambaran sebaran PONED dan PONEK di wilayah
nusa tenggara timur :
Gambar 2.15 Gambaran sebaran PONED dan PONEK di wilayah nusa tenggara
timur18
Berdasarkan data dapat dilihat bahwa terdapat 4 buah PONED di daerah
timur tengah selatan, namun hal ini tidak ditunjang dengan pendirian PONEK
didaerah Timur Tengah Selatan sebagai rumah sakit rujukan PONED. PONEK
terdekat didaerah tersebut berada di kota kupang dan jaraknya lumayan jauh
untuk merujuk pasien. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan angka
kematian anak dibawah 5 tahun dan juga peningkatan kasus BBLR karena
jauhnya rumah sakit rujukan, sehingga terlambat untuk ditangani.18
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Untuk keperluan bidan di desa berat lahir
masih dapat diterima apabila dilakukan penimbangan dalam 24 jam pertama
setelah lahir. Bayi BBLR mempunyai resiko meninggal 40 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan berat badan normal pada tahun pertama. Faktor
faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut:19,20
a. Umur ibu
Umur ibu mempunyai hubungan erat dengan berat bayi lahir
pada umur ibu yang
masih
untuk
sebelumnya, sehingga
setelah
kelahiran
gizi.
potensi
masyarakat
untuk
berperan serta
dalam
akibat
kurang
mengakibatkan
pengetahuan
dalam
500
446
450
400
350
300
265
250
Indonesia
212
200
139
150
165
126
107
81
100
50
0
1990
Vietnam
1995
2000
61
2005
58
2010
54
2015
maternal
Salah satu upaya masif pemerintah untuk menurunkan AKI adalah
Program penempatan bidan di desa, yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun
1990-an. Program ini bertujuan untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir terutama pada saat kehamilan dan
persalinan. Penerapan standar APN di pelayanan dasar dengan harapan
menurunkan proporsi perdarahan dan infeksi.
persalinan yang salah satu komponennya adalah manajemen aktif kala III
(MAK III) untuk mencegah sebagian perdarahan pasca-salin dan penggunaan
Partograf untuk mendeteksi masalah dalam proses persalinan. Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) untuk membantu
masih
merupakan
masalah.
Data
Susenas
tahun
2009
2.
3.
4.
5.
6.
remaja,
merupakan
masalah
bersama
dan
tidak
lagi
dan
makanan,
serta
subsistem
pemberdayaan
masyarakat.5
b. Vietnam
Pemerintah mendukung pembanguan sistem kesehatan yang
komprehensif dan terintegrasi dengan kemampuan perubahan pola
penyakit dan peningkatan kemandirian kesehatan pada penduduk.
Program penunjang pemerintah mencakup program nasional
terakreditasi,
penjaminan
pendidikan
mutu,
kedokteran
peningkatan
akses
berkelanjutan,
pelayanan
program
kesehatan,
layanan
kesehatan
yang
sebesar
0,1%.
Sedangkan
menurut
Global
Tabel 2.1 Estimasi insidens, prevalensi, dan mortalitas TB per 100.000 penduduk tahun
1990 dan 2013
2) Penyakit Menular HIV AIDS di Indonesia
Setelah 3 tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil,
perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 dan 2014
kembali mengalami peningkatan secara signifikan. Perkembangan HIV
positif sampai tahun 2014 disajikan pada Gambar 2.1. Sebanyak 15
provinsi di Indonesia memiliki jumlah kasus HIV > 440, meliputi seluruh
provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Pulau Papua serta beberapa provinsi di
Sumatera (Sumatera Utara dan Riau), Kalimantan (Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur), dan satu provinsi di Sulawesi yaitu Sulawesi
Selatan. Jumlah kasus HIV di lima belas provinsi tersebut menyumbang
hampir 90% dari seluruh jumlah kasus HIV di Indonesia. Provinsi
dengan jumlah HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa
Barat. Sebanyak empat provinsi memiliki jumlah kasus HIV kurang dari
90 kasus yaitu Gorontalo, Sulawesi Barat, Aceh, dan Maluku Utara.15
Gambar 2.3 berikut ini. Pada tahun 2014 CFR AIDS di Indonesia
sebesar 1,22%.15
dengan
menyediakan
bantuan
dalam
pemerintahan,
dengan Depkes dan universitas lokal dan Amerika, dan didukung oleh
sistem kesehatan antar kelompok kerja teknis.16
Keberlanjutan dari respon nasional terhadap HIV dan masalahmasalah
mendesak
kesehatan
lainnya
juga
tergantung
pada
Indonesia adalah penyakit jantung, yaitu sebesar 37% dari total penyakit
tidak menular. Kemungkinan kematian akibat penyakit tidak menular
antara usia 30-70 tahun berdasarkan penyakit kanker, diabetes, penyakit
jantung dan penyakit pernapasan kronik adalah sebesar 23%. Proporsi
jumlah kematian penyakit tidak menular di Indonesia dapat dilihat pada
gambar 1.23
sakit, unit preventif yang terdiri dari 17 institusi, unit kontrol kualitas
yang terdiri dari 5 rumah sakit, unit pelatihan yang terdiri dari 14
universitas serta pusat edukasi dan komunikasi kesehatan yang terdiri
dari 17 unit.25
Fasilitas pelayanan kesehatan pada tingkat provinsi meliputi
Rumah Sakit Umum dan Spesialis, pusat kesehatan preventif, pusat
kontrol kualitas kesehatan, unit pelatihan tenaga kesehatan serta pusat
edukasi dan komunikasi kesehatan. Sedangkan pada tingkat
kabupaten/kota, fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari Rumah
Sakit Umum Kabupaten/Kota, Klinik, Pusat Kesehatan Preventif
Kabupaten/Kota. Dan di desa terdapat pusat kesehatan desa.25
4. Health economy
a. Indonesia
Pembiayaan kesehatan di Indonesia selalu meningkat. Saat ini
tercatat, presentase pengeluaran nasional kesehatan terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) tahun 2005 adalah Rp. 57,106.46 triliun (2,06%)
dan meningkat menjadi Rp. 132,472.09 triliun (2,36%) pada tahun 2009.
Presentase pengeluaran kesehatan bersumber publik adalah 1,10%
berbanding 1,26% terhadap PDB pada tahun 2009. Selain itu, terdapat
peningkatan pengeluaran nasional kesehatan per kapita, tahun 2010
adalah 33,0 triliun. Dana yang dikeluarkan meningkat dari Rp. 33,0
triliun pada tahun 2010 menjadi Rp. 71,1 triliun pada tahun 2015
(gambar 2.25). Pada umumnya, tiap individu akan membayar dana
asuransi kesehatan serta jaminan kesehatan lainnya.26
Gambar 2.26 Pengeluaran per kapita kesehatan di Viet Nam (US$ harga
saat ini ), 1998-2008
Pengeluaran pemerintah umum sebagai bagian dari PDB adalah
32 % pada tahun 2008. Sebagai negara berkembang dengan pendapatan
rendah, sumber utama Vietnam pendapatan adalah pajak tidak langsung
(pajak pajak bisnis, impor dan ekspor, dan pajak pertambahan nilai),
dengan cukup bagian dari pendapatan negara yang berasal dari produksi
minyak (24,2 % dari total anggaran tahun 2006). Sebaliknya, penerimaan
pajak langsung-pajak penghasilan- sangat rendah, di hanya 1,8 % dari
total pendapatan anggaran dalam struktur penerimaan negara pada tahun
2006 (Nasional Majelis Vietnam, 2006) Pertumbuhan PDB tahunan
cukup stabil pada 8 %, yang dengan demikian juga telah memfasilitasi
peningkatan alokasi anggaran negara untuk kesehatan. Pada tahun 2008
anggaran negara yang diberikan untuk sektor kesehatan adalah 2,3 kali
lebih tinggi dari 2002 alokasi harga konstan (Gambar 2.27).
Gambar 2.27 pembiayaan berbasis pajak untuk kesehatan ( harga saat ini dan konstan )
selama 2002-2008
Menurut National Health Accounts untuk 2002-2008, proporsi
pengeluaran pemerintah untuk kesehatan ( tidak termasuk dana SHI )
dari total pengeluaran kesehatan menurun dari 21,2 % pada tahun 2002
menjadi 15,1% pada 2005, namun meningkat menjadi 25,4 % pada tahun
2008. Pengeluaran anggaran pemerintah untuk kesehatan (tidak termasuk
dana SHI) sebagai proporsi belanja APBN Total turun dari 3,9 % pada
tahun 2002 menjadi 3,6% pada tahun 2006, namun meningkat menjadi
4.0 % pada tahun 2008 (Gambar 2.28) Tiap rumah tangga melakukan
pembayaran rutin untuk mendapatkan akses kesehatan. Jumlah tesebut
mengalami penurunan dalam beberapa tahun, walaupun demikan,
jumlahnya masih sangat tinggi (55% dari total health expenditure).
(1)
dokter umum per 10.000 penduduk. Sementara itu, mutu lulusan tenaga
kesehatan juga masih belum menggembirakan.
Rasio dokter umum di Indonesia tahun 2013 adalah 37,2 per 100.000
penduduk, dengan rentang 8,9 151,5 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan target indikator Indonesia Sehat rasio dokter 40 per 100.000
penduduk, secara nasional belum mencapai target dan hanya 8 provinsi
telah mencapai target. Strategi yang akan dilakukan berbagai upaya
antara lain:
a) Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan berbasis Tim (Team Based).
b) Peningkatan distribusi tenaga yang terintegrasi, mengikat dan lokal
spesifik.
dan
SDM Kesehatan.
d) Peningkatan produksi SDM Kesehatan yang bermutu.
e) Penerapan mekanisme registrasi dan lisensi tenaga dengan uji
kompetensi
pada
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA