Sie sind auf Seite 1von 16

REFERAT OBSTETRI

SOLUSIO PLASENTA

Oleh :
Harjuna Duta Nuswantara
201420401011122

SMF Ilmu Kandungan & Kebidanan


RSUD Jombang
Universitas Muhammadiyah Malang
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

Rentang usia reproduksi sehat adalah usia 20-35 tahun. Usia kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
dalam kehamilan, salah satunya solusio plasenta.
Solusio plasenta adalah terlepasnya placenta yang letaknya normal pada
korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
dilahirkan. Di berbagai literatur disebutkan bahwa risiko mengalami solusio
plasenta meningkat dengan bertambahnya usia.
Insidens solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Penelitian di
Norwegia menunjukkan insidensi 6,6 per 1000 kelahiran. Frekuensi solusio
plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1 %. Saat ini
kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6 %.
Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum
yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di
Indonesia. Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000)
dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju.
Terdapat faktor-faktor lain yang ikut memegang peranan penting yaitu kekurangan
gizi, anemia, paritas tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil. Di negara sedang
berkembang penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan, nifas atau penanganannya (direct obstetric death) adalah perdarahan,

infeksi, preeklamsi/eklamsi. Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi faktorfaktor reproduksi, pelayanan kesehatan, dan sosioekonomi. Salah satu faktor
reproduksi ialah usia ibu hamil dan paritas.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di
korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
dilahirkan. Plasenta dapat terlepas seluruhnya disebut solusio plasenta totalis,
sebagian disebut solusio plasenta parsialis atau hanya sebagian kecil pinggir
plasenta yang disebut ruptur sinus marginalis

KLASIFIKASI
Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:

a.

Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan:


Kelas 0
Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan
hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur
sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.

b.

Kelas 1
Gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus. Gejala meliputi:
tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan;
uterus sedikit tegang; tekanan darah dan denyut jantung maternal normal;
tidak ada koagulopati; dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.

c.

Kelas 2
Gejala klinik sedang dan terdapat + 27 % kasus. Perdarahan pervaginam bisa
ada atau tidak ada; ketegangan uterus sedang sampai berat dengan
kemungkinan kontraksi tetanik; takikardi maternal dengan perubahan
ortostatik tekanan darah dan denyut jantung; terdapat fetal distress, dan
hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl).

d.

Kelas 3
Gejala berat dan terdapat pada hampir 24% kasus, perdarahan pervaginam dari
tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri; syok maternal;
hipofibrinogenemi (<150 mg/dl); koagulopati serta kematian janin.

a.

Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam:


Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed )
Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah
kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau hanya ringan.

b.

Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)


Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering
terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering disebut Perdarahan Retroplasental.

c. Solusio plasenta tipe campuran (mixed)


Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam; uterus tetanik

Berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi

a. Solusio plasenta ringan :


Perdarahan pervaginam <100 ml.

b. Solusio plasenta sedang :


Perdarahan pervaginam 100-500 ml, hipersensitifitas uterus atau peningkatan
tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress.
c. Solusio plasenta berat :
Perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus tetanik, syok maternal sampai
kematian janin dan koagulopati.

Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus


a.

Solusio plasenta ringan :


kurang dari bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.

b.

Solusio plasenta sedang :


Plasenta yang terlepas - 2/3 bagian. Perdarahan <1000 ml, uterus tegang,
terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta.

c.

Solusio plasenta berat


Plasenta yang terlepas > 2/3 bagian , perdarahan >1000 ml., terdapat fetal
distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopati

FREKUENSI
Solusio plasenta terjadi sekitar 1 % dari semua kehamilan di seluruh dunia

ETIOLOGI
Belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan tertentu
yang menyertai: hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu < 20 atau

>35 tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek, defisiensi asam folat, perdarahan
retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua
basalis, perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah plasenta atau uterus.
Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang
melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya pada stadium awal akan terbentuk
hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Apabila perdarahan yang terjadi sedikit, hematom kecil hanya akan
mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu tanda serta gejalanya juga tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitamhitaman.
Bila perdarahan berlangsung terus yang diakibatkan karena otot uterus
yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahan, akibatnya hematom retroplasenta akan bertambah
besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding
uterus.
Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar
melalui vagina atau mengadakan ekstravasasi ke serabut- serabut otot uterus.
Apabila ekstravasasi berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan bercak
biru atau ungu. hal ini disebut uterus clavelaire. Uterus yang seperti ini akan terasa
sangat nyeri dan tegang. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenta, banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu,
sehingga

terjadi

pembekuan

intravaskuler

dimana-

mana,

yang

akan

menghabiskan sebagian besar fibrinogen sehingga terjadi hipofibrinogenemi yang


menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tapi juga pada

alat- alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oligouri dan proteinuri akan terjadi karena nekrosis tubuli ginjal
mendadak yang masih dapat sembuh kembali atau akibat nekrosis kortek ginjal
mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan
menyebabkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin
tidak berpengaruh samasekali atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai
persalinan selesai, umumnya komplikasi makin hebat.

GAMBARAN KLINIS
Berdasarkan gambaran klinis solusio plasenta dibagi menjadi tiga, yaitu
solusio plasenta ringan, sedang dan berat.
Solusio plasenta ringan
Salah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah perdarahan
pervaginam yang kehitam-hitaman, berbeda dengan perdarahan pada plasenta
previa yang berwarna merah segar.
Solusio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas > 1/4 tapi < 2/3 bagian. Walaupun pendarahan
pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahan-nya mungkin telah mencapai 1000
ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagianbagian janin sukar teraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sulit
didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tanda-tanda
persalinan biasanya telah ada, dan persalinan akan selesai dalam 2 jam. Kelainan

pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun


kebanyakan terjadi pada solusi plasenta berat.
Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannya. Dapat terjadi syok,
dan janin meninggal. Uterus tegang seperti papan, dan sangat nyeri

DIAGNOSIS
Diagnosis solusio plasenta berdasarkan,
a. Anamnesa
Anamnesa gejala yang dirasakan ibu. Dapat berupa :
-

Perdarahan pervaginam berwarna merah kehitaman

Nyeri perut

Perut terasa tegang

Anamnesa terhadap faktor resiko +

b. Pemeriksaan fisik
-

Adanya faktor resiko

Tanda tanda syok

Perut tegang tanpa relaksasi/ tetani

Gawat janin

Bagian terbawah janin sudah masuk tetapi sukar dipalpasi karena tegang

c. laboratorium
-

DL

Bleeding time, clothing time

BUN

Serum kreatinin

RFT

LFT

UL

Sampel darah

d. USG
Pada pemeriksaan USG dapat disingkirkan adanya plasenta previa dan
dapat menunjukkan adanya perdarahan retroplasenta. Hanya satu dari 59 kasus
hematoma retroplasenta yang dapat dikenali melalui pemeriksaan ini. Dengan
menggunakan USG, Sholl memastikan diagnosa klinis solusio plasenta hanya
pada 25% kasus dan menyimpulkan bahwa kegunaan utama pemeriksaan ini
adalah untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta previa. Yang penting, hasil
pemeriksaan ultrasonografi negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya
solusio plasenta yang dapat membawa kematian.
Pemeriksaan

histologik,

setelah

plasenta

dikeluarkan

dapat

memperlihatkan hematoma retroplasentar. Penemuan lain yang mungkin adalah


adanya ekstravasasi darah ke myometrium, yang tampak sebagai bercak ungu
pada tunika serosa uterus yang dikenal sebagai Uterus Couvelaire. Secara klinis
diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada uterus.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding lain perdarahan pada trimester ketiga selain plasenta
previa adalah vasa previa, trauma vaginal, serta keganasan (jarang).

KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi baik pada ibu maupun janin. Komplikasi yang
dapat terjadi pada ibu antara lain:
1)

Perdarahan baik antepartum, intrapartum, maupun post-partum,

2)

Koagulopati konsumtif, DIC; solusi plasenta merupakan penyebab


koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.

3)

Utero-renal reflex,

10

4)

Ruptur uteri,
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain :

1)

hipoksi,

2)

anemi,

3)

retardasi pertumbuhan,

4)

kelainan susunan saraf pusat, dan

5)

kematian janin.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bervariasi tegantung kondisi/status ibu dan janin.
Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama
kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata
kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai
solusio plasenta.
Penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta masih
kontroversial, dan dipertimbangkan hanya pada pasien dengan hemodinamik
stabil, tidak terdapat gawat janin, dan pada janin prematur di mana penggunaan
kortikosteroid

masih

bermanfaat,

serta

untuk

memperlambat

kelahiran.

Penggunaan tokolitik harus di bawah pengawasan karena gawat janin ataupun ibu
dapat berkembang cepat. Secara umum. Magnesium sulfat digunakan sebagai
tokolitik (drug of choice) karena agen beta simpatomimetik mempunyai pengaruh
yang tidak diinginkan terhadap jantung pasien. Tokolisis diberikan untuk
mengefektifkan terapi glukokortikoid pada janin prematur, untuk mempercepat

11

kematangan paru janin. Dosis magnesium sulfat : 4-6 g. intravena bolus selama 20
menit, kemudian dilanjutkan dosis pemeliharaan 2-4 g/jam, dititrasi bila perlu,
untuk menekan kontraksi.
Kontraindikasi : riwayat hipersensitifitas terhadap agen ini, hipokalsemi,
miastenia gravis, dan gagal ginjal.
Persalinan pervaginam dilakukan jika kondisi pasien memenuhi syarat,
yakni kekuatannya yang ditandai dengan stabilitas hemodinamiknya. Bila
diperkirakan persalinan tidak selesai dalam 6 jam setelah terjadinya solusi
plasenta dapat dilakukan seksio sesarea untuk menghentikan sumber perdarahan.
Jika perdarahan tidak dapat dikendalikan atau diatasi setelah persalinan,
histerektomi dapat dilakukan untuk menyelamatkan hidup pasien. Sebelum
histerektomi, prosedur lain seperti mengatasi koagulopati, ligasi arteri uterina,
pemberian obat uterotonik jika terdapat atonia dan kompresi uterus dapat
dilakukan.
Adapun urutan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
1.

Pasien dirawat di rumah sakit, istirahat baring, mengukur


keseimbangan cairan.

2.

KU segera diperbaiki segera diberikan infus dan transfusi


darah segar.

3.

Pemeriksaan laboratorium : Hb, HCT, COT, golongan darah,


kadar fibrinogen plasma, urine lengkap, fungsi ginjal.

4.

Jika anak hidup dan sudah viable, dilakukan SC.

12

5.

Pasien gelisah dan mengerang kesakitan, diberikan suntikan


analgetika (petidin, morfin).

6.

Persalinan dipercepat dengan amniotomi dan oksitosin drips.

7.

Jika dalam 6 jam persalinan belum selesai, dilakukan SC.

8.

Bila sudah terjadi gangguan pembekuan darah (COT),


diberikan darah segar dalam jumlah besar, kalau perlu fibrinogen intravena,
monitor berkala dengan pemeriksaan COT dan Hb. Jika KU pasien kurang
baik dengan kadar Hb yang rendah (< 8 g%) dengan fasilitas transfusi darah
yang sangat terbatas, pertimbangkan untuk SC histerektomi atau operasi
PORRO.

9.

Couvelaire uterus dengan atonia dilakukan histerektomi.

PROGNOSIS
Prognosis ibu tegantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, derajat koagulopati, adanya hipertensi menahun
atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu antara
terjadinya solusi plasenta sampai pengosongan uterus, persalinan sudah selesai
dalam batas waktu 6.
Angka kematian ibu 0,5%-5% di seluruh dunia. Kebanyakan karena
perdarahan (segera atau lambat) atau gagal jantung atau ginjal.
Prognosis janin pada solusi plasenta berat sekitar 50%-80% mengalami
kematian. 15% sudah tidak terdengar denyut jantung janin saat tiba di Rumah

13

Sakit, dan 50% dalam kondisi gawat janin. Pada solusi plasenta ringan dan sedang
kematian janin tergantung dari luas plasenta yang terlepas dan usia kehamilan.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi
ialah perdarahan pasca persalinan, kelainan pembekuan darah, gagal ginjal,
Perdarahan pasca persalinan, karena kontraksi uterus yang tidak adekuat
untuk menghentikan perdarahan pada kala III dan kelainan pembekuan darah.
Kontraksi otot uterus yang tidak adekuat disebabkan oleh ekstrvasasi darah
diantara otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus clauvelair. Apabila
perdarahan post partum tidak dapat diatasi dengan dekompresi bimanual uterus,
pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, ligasi
arteri hipogastrika, maka tindakan terakhir mengatasi perdarahan post partum
adalah histerektomi.
Kelainan pembekuan darah, kelainan pembekuan darah pada solusio
plasenta

yang

biasanya

hipofibrinogenemia

disebabkan

diterangkan

Page

oleh

hipofibrinogenemi.

Terjadinya

dan

Schneider

masuknya

dengan

tromboplastin kedalam peredaran darah ibu akibat terjadinya perdarahan


retroplasenta sehingga terjadi pembekuan darah intravaskuler dimana
mana.yang akan menghabiskan faktor pembekuan darah lainnya, terutama
fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil berkisar antara
300 700mg%. apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100mg% akan terjadi
gangguan pembekuan darah.

14

Gagal ginjal, gagal ginjal akut yang bertahan beberapa lama jarang terjadi
pada derajat solusio plasenta ringan, tetapi akan terlihat pada bentuk bentuk
yang lebih berat kalau penaganan hipovolemi terlambat atau tidak lengkap.
Penyebab tepat kerusakan ginjal tidak jelas, tetapi faktor penting yang
kemungkinan besar menjadi penyebab adalah perfusi renal yang mengalami
gangguan serius, baik akibat penurunan curah jantung atau vasospasme internal
sebagai konsekuensi dari perdarahan masif dan kadang kala pula kelainan
hipertensi akut atau kronis yang etrjadi bersama- sama. Walaupun solusio plasenta
dipersulit dengan komplikasi koagulasi intravaskuler yang berat, penanganan
perdarahan segera dan intensif dengan pemberian tranfusi darah dan infus larutan
elektrolit, hampir selalu mencegah disfungsi renal yang dapat membawa
kematian.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Wikojosastro. 1999. ILMU KEBIDANAN. Edisi Ketiga Cetakan Kelima.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2. Cunningham, MacDonald, Gant. 1995. OBSTETRI WILLIAMS. Edisi 18.
EGC. Jakarta.
3. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/158_06Hubunganumuribuhamilrsmo
ewardi.pdf/158_06Hubunganumuribuhamilrsmoewardi.html yang direkam
pada 27 Mei 2008 12:59:57 GMT.
4. http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/perdarahan-ante-partum.html yang
direkam pada 15 Apr 2008 20:16:08 GMT.
5. www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_080_edisi_khusus.pdf

16

Das könnte Ihnen auch gefallen