Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Perdarahan intrakranial adalah akumulasi darah yang patologis dalam
ruang kranial yang dapat terjadi dalam parenkim otak atau ruang meningen.
Perdarahan intrakranial dapat terjadi secara spontan dan traumatik. Perdarahan
intrakranial yang terjadi secara spontan meliputi perdarahan intraserebral,
perdarahan subarachnoid, dan perdarahan intraventrikuler. Pada perdarahan
intraserebral dapat disebabkan oleh hipertensi, Arteriovenous Malformation
(AVM), aneurysmal rupture, Cerebral Amyloid Angiopathy, Intracranial
neoplasm, penggunaan anti koagulan, Cerebral venous thrombosis, penggunaan
narkoba, Moyamoya disease, Sickle cell disease, Eclampsia or postpartum
vasculopathy, infeksi, vaskulitis. Perdarahan intrakranial yang terjadi secara
traumatik meliputi perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan sub
arakhnoid, dan perdarahan intraserebral. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu
hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur
dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).1,2,3
EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20
kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih
tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan
Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition
Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral
antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
3
ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak perdarahan intraserebral. Selain
hipertensi, perdarahan intraserebral juga dapat disebabkan oleh Arteriovenous
Malformation (AVM), aneurysmal rupture, Cerebral Amyloid Angiopathy,
Intracranial neoplasm, penggunaan anti koagulan, Cerebral venous thrombosis,
penggunaan narkoba, Moyamoya disease, Sickle cell disease, Eclampsia or
postpartum vasculopathy, infeksi, vaskulitis.1,2
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh:
1. Hipertensi
Penyebab tersering perdarahan intraserebral adalah hipertensi. Peningkatan
tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil,
menyebabkan mikroaneurisme yang dikenal sebagai Charcot Bouchard.
Aneurisme ini dapat ruptur secara spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan
intraserebral hipertensif adalah ganglia basalis, thalamus, nukleus serebri, dan
pons. Manifestasi perdarahan intraserebral tergantung pada lokasinya. Perdarahan
ganglia basalis dengan kerusakan kapsula interna biasanya menyebabkan
hemiparesis kontralateral berat, sedangkan perdarahan pons menimbulkan tandatanda mati batang otak. Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah
hipertensif intrakranial akibat efek massa hematom. Tidak seperti infark, yang
4
defisit
sedang
motorik
dan
sensori
kontralateral.
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaccid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan
tingkat kesadaran stupor. Karakteristik tingkat keparahan paling parah adalah
dengan tanda kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi
dalam, irregular atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian
bekuan dan biasanya ada kekakuan yang deserebrasi.7
2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma
klinis
akibat
perdarahan
talamus
sudah
dikenal.
putaminal.
Seperti
perdarahan putaminal,
hemiparesis
kontralateral terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya
hemisensori kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan
tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak berakibat gambaran
okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil
namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak
bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga
tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan
bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala
terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur
CSS.7
3. Pons Hemmorrhage
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial
terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah
onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik
bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan
kematian dari semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil segera
menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler
lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala,
mual dan muntah jarang.
4. Cerebelum Hemmorhage
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli
superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering
terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering
mengalami kompresi dan distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan
darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi
ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut
dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya keadaan umum
penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang
menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.7
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh
Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu
bejalan atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan
neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus.
Duapertiga dari pasien dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan
tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk.
50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual
dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%,
dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94
%. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk ataksia
langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %).
Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis
jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi
sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze
ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas
pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan
oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 7
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia
eksternal yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan
kelemahan fasial ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap
sinar pada 40 % pasien.7
5. Lobar Hemmorhage
Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang
koma saat datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar
mata ipsilateral dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan
nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan
pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal
menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai
ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala
temporal anterior serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis
tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak
seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan
perdarahan lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki
lokasi lober.7
PATOFISIOLOGI
Kasus perdarahan intraserebral umumnya terjadi di kapsula interna (70 %),
di fossa posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar
kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena
robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di
sekitar perdarahan. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh
perdarahan dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang
disuplainya, maka gejala klinis yang timbul sesuai sumber dari destruksi jaringan
otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan
otak lainnya. Tanda dan gejala ini biasanya muncul setelah 1 jam terjadinya
perdarahan utama, tanda dan gejala utama adalah peningkatan tekanan intrakranial
yang nantinya akan mengganggu perikatan jaringan sekitar dengan sawar darah
otak. Sebagai tambahannya, sumbatan aliran darah vena akan menginduksi
pelepasan tromboplastin yang akan menyebabkan koagulopati lokal. Besarnya
perdarahan yang terjadi merupakan suatu prognosis penting untuk memperkirakan
kerusakan neurologis yang terjadi. Perdarahan yang lebih dari 30 ml biasanya
akan menyebabkan peningkatan kemungkinan kematian. Seiring dengan
pelebaran dari perdarahan, akan terjadi edema disekitar daerah perdarahan,
inflamasi dan gangguan pada sawar darah otak. Edema sekitar daerah perdarahan
ini merupakan penyebab utama terjadnya kerusakan neuron dan bisa semakin
memburuk dalam 24 jam pertama.8,9
DIAGNOSIS
Diagnosis Perdarahan Intraserebral ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terdapat dua pertanyaan penting
yang harus terjawab yaitu bagaimana mekanisme penyakit dan dimana letak lesi
yang menyebabkan gangguan neurologis. Dalam anamnesis penting untuk
ditanyakan apa kegiatan sebelum terjadi stroke dan apakah sebelumnya sudah
pernah terkena stroke serta bagaimana sifatnya. Pada perdarahan intraserebral
onset terjadi secara tiba-tiba dan sering terjadi pada saat beraktivitas. Dapat
disertai dengan nyeri kepala hebat, mual, muntah, peningkatan tekanan darah, dan
penurunan tingkat kesadaran. Defisit neurologis yang terjadi berhubungan dengan
letak perdarahan.10
Pada pemeriksaan fisik, yang dilakukan berupa pemeriksaan fungsi luhur
untuk mengetahui tingkat kesadaran serta pemeriksaan neurologis yang meliputi
pemeriksaan sistem motorik, refleks, dan koordinasi. Pemeriksaan sistem motorik
meliputi inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif, dan pemeriksaan gerakan
aktif. Yang diperhatikan pada inspeksi adalah sikap, bentuk, ukuran, dan adanya
gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan. Pada perdarahan intraserebral
didapatkan kesadaran menurun berdasarkan pemeriksaan GCS, respon pupil
abnormal, postur dan gaya berjalan tidak seimbang, serta perubahan perilaku dan
10
gerakan motorik yang timbul segera atau secara lambat. Penurunan tingkat
kesadaran merupakan tanda adanya peningkatan tekanan intrakranial atau lesi
batang otak.9,10
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain CT Scan kepala dan
MRI kepala. CT Scan merupakan standart baku untuk mendeteksi adanya
perdarahan intraserebral. MRI merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif
dibandingkan CT Scan namun dibutuhkan waktu yang lebih lama sehingga tidak
sesuai dalam situasi gawat darurat. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens pada parenkim otak yang diindikasikan untuk dilakukan operasi
jika diameter lebih dari 3 cm yang secara neurologis memburuk atau yang
mengalami kompresi batang otak.9,10
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan perdarahan intraserebral harus mendapat pengobatan yang
bertujuan untuk mengontrol/menurunkan tekanan darah, pengurangan tekanan
intrakranial, dan mengatasi kejang. Pedoman yang dipakai dalam kontrol tekanan
darah pada perdarahan intraserebral akut oleh LOE (level of evidence): III, dan
GOR (Grade of Recommendation) adalah:6,11
1. Untuk tekanan darah sistolik >200 mmHg atau rata-rata tekanan arteri (MAP)
>150 mmHg, diukur setiap 5 menit, dan menurunkan tekanan darah secara
agresif dengan menggunakan antihipertensi intravena.
2. Untuk tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg dengan
(diduga) peningkatan tekanan intrakranial, dijaga tekanan perfusi otak (CPP) di
60-80 mmHg, dan menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi intravena
(bolus atau infus).
3. Untuk tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa adanya
peningkatan tekanan intrakranial, secara klinis pasien dievaluasi setiap 15
menit, dan mengontrol tekanan darah dengan antihipertensi intravena (bolus
atau infus) untuk mempertahankan pada MAP 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik/diastolik pada 160/90 mm Hg.
11
osmotik
dan
steroid
(bila
perdarahan
tumoral)
digunakan
12
sehari,
kadar
terapeutik
4-12
g/ml).
Kejang
bisa
bersamaan
dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat
menyebabkan perdarahan. Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada
pasien dengan perdarahan intraserebral. Status cairan, elektrolit serum, dan fungsi
renal harus dinilai berulang, terutama pada pasien dengan restriksi cairan, yang
mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Pastikan pasien dengan
perdarahan intraserebral harus mendapatkan nutrisi yang memadai.6
Indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan berkaitan dengan ukuran
perdarahan, lokasi perdarahan, penyebab dan kondisi neurologisnya.6
PROGNOSIS
Kondisi neurologik awal setelah perdarahan penting untuk prognosis
pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%.
Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada
fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Perdarahan kecil bila
ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila ukurannya
lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi
kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah
98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih
dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%.8,9
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15