Sie sind auf Seite 1von 15

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan intrakranial merupakan akumulasi darah yang patologis dalam


ruang kranial yang dapat terjadi dalam parenkim otak atau ruang meningen.
Perdarahan intrakranial dapat terjadi secara spontan dan traumatik. Perdarahan
intrakranial yang terjadi secara spontan meliputi perdarahan intraserebral,
perdarahan subarachnoid, dan perdarahan intraventrikuler. Pada perdarahan
intraserebral dapat disebabkan oleh hipertensi, Arteriovenous Malformation
(AVM), aneurysmal rupture, Cerebral Amyloid Angiopathy, Intracranial
neoplasm, penggunaan anti koagulan, Cerebral venous thrombosis, penggunaan
narkoba, Moyamoya disease, Sickle cell disease, Eclampsia or postpartum
vasculopathy, infeksi, vaskulitis. Perdarahan intrakranial yang terjadi secara
traumatik meliputi perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan sub
arakhnoid, dan perdarahan intraserebral.1,2
Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi
persentase kematian leih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di
putamen dan kapsula interna, dan masing-masing 10% pada substansia alba,
batang otak, serebelum dan talamus. Pada usia 60 tahun, PIS lebih sering terjadi
dibandingkan subarachnoid hemorrhage (PSA). Perdarahan intraserebral paling
sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis sehingga melemahkan arteri kecil
dan menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada usia lanjut,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi yang terjadi (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan.3
Secara umum gejala klinis dari perdarahan intraserebral akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. Perdarahan intraserebral khas terjadi sewaktu
aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang. Sakit kepala hebat dan muntah yang

merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada perdarahan


intraserebral pada 36% kasus dan yang disertai muntah didapati pada 44% kasus.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Perdarahan intrakranial adalah akumulasi darah yang patologis dalam
ruang kranial yang dapat terjadi dalam parenkim otak atau ruang meningen.
Perdarahan intrakranial dapat terjadi secara spontan dan traumatik. Perdarahan
intrakranial yang terjadi secara spontan meliputi perdarahan intraserebral,
perdarahan subarachnoid, dan perdarahan intraventrikuler. Pada perdarahan
intraserebral dapat disebabkan oleh hipertensi, Arteriovenous Malformation
(AVM), aneurysmal rupture, Cerebral Amyloid Angiopathy, Intracranial
neoplasm, penggunaan anti koagulan, Cerebral venous thrombosis, penggunaan
narkoba, Moyamoya disease, Sickle cell disease, Eclampsia or postpartum
vasculopathy, infeksi, vaskulitis. Perdarahan intrakranial yang terjadi secara
traumatik meliputi perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan sub
arakhnoid, dan perdarahan intraserebral. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu
hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur
dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).1,2,3

EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20
kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih
tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan
Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition
Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral
antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
3

Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan


dengan perbedaan resiko. Peningkatan resiko terkait dengan tingkat pendidikan
yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya kesadaran akan pencegahan
primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden perdarahan intraserebral di
Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit hitam.
Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi Jepang
dikaitkan dengan insiden perdarahan intraserebral. Rendahnya observasi kadar
kolesterol serum pada populasi ini juga dapat meningkatkan resiko perdarahan
intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval 40 75 tahun. Insiden
pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 90%.5

ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak perdarahan intraserebral. Selain
hipertensi, perdarahan intraserebral juga dapat disebabkan oleh Arteriovenous
Malformation (AVM), aneurysmal rupture, Cerebral Amyloid Angiopathy,
Intracranial neoplasm, penggunaan anti koagulan, Cerebral venous thrombosis,
penggunaan narkoba, Moyamoya disease, Sickle cell disease, Eclampsia or
postpartum vasculopathy, infeksi, vaskulitis.1,2
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh:
1. Hipertensi
Penyebab tersering perdarahan intraserebral adalah hipertensi. Peningkatan
tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil,
menyebabkan mikroaneurisme yang dikenal sebagai Charcot Bouchard.
Aneurisme ini dapat ruptur secara spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan
intraserebral hipertensif adalah ganglia basalis, thalamus, nukleus serebri, dan
pons. Manifestasi perdarahan intraserebral tergantung pada lokasinya. Perdarahan
ganglia basalis dengan kerusakan kapsula interna biasanya menyebabkan
hemiparesis kontralateral berat, sedangkan perdarahan pons menimbulkan tandatanda mati batang otak. Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah
hipertensif intrakranial akibat efek massa hematom. Tidak seperti infark, yang
4

meningkatkan tekanan intrakranial secara perlahan ketika edema sitotoksik yang


menyertainya bertambah berat, perdarahan intraserebral meningkatkan tekanan
intrakranial secara cepat.6
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia
pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena
biasanya adalah arteri-arteri kortikal superfisial dan arteri-arteri leptomening.
Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar berbanding daerah
basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah
sehingga pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi,
amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan
intraserebral pada penderita lanjut usia. Kelainan ini khas dengan deposit fibril
amiloid pada media dan intima arteria ukuran kecil dan sedang pada otak dan
leptomening pasien lanjut usia. Perdarahan itu mungkin disebabkan karena
robeknya dinding pembuluh yang lemah atau mikroaneurisma. Angiopati amiloid
serebral tidak berhubungan dengan angiopati amiloid sistemik dan terjadi
sporadis, namun hubungan famili pernah dilaporkan. Hubungan dengan
Alzheimer dipostulasikan karena plak dijumpai pada lebih dari 50 % kasus dan
1030 % pasien menunjukkan demensia progresif. Berbeda dengan perdarahan
hipertensif, ia mempunyai predileksi pada lapisan superfisial dari korteks serebral,
terutama pada lobus parietal dan oksipital, dan jarang tampak pada substansi putih
atau abu-abu dalam. Perdarahan spontan berganda pada pasien lanjut usia
normotensif lebih mungkin karena angiopati amiloid. Perdarahan berulang sering
pada kasus yang operatif maupun nonoperatif.7
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.
lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian.
Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus
yang mendapat pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris
inferior anterior.7

LETAK PERDARAHAN DAN MANIFESTASI KLINIS


Letak perdarahan intraserebral yang tersering adalah seperti berikut :7
1. Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh
perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan
dengan kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologik hampir bervariasi
berdasarkan kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas
dengan onset progresif pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga
mempunyai gejala mendadak dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala
tampil saat onset gejala hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%;
semua pasien menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65%
mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil
menyebabkan

defisit

sedang

motorik

dan

sensori

kontralateral.

Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan hemiplegia


flaccid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan,
hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan. Progresi
menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalu koma, variasi respirasi, pupil
tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor
abnormal, dan respons Babinski bilateral. Gejala muntah terjadi hampir setengah
daripada penderita. Sakit kepala adalah gejala tersering tetapi tidak seharusnya
ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak, penderita dapat segera masuk
kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi penderita akan
tampak memburuk dengan berjalannya masa. Penderita akan lebih sering
mengeluh sakit kepala atau pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah penderita
akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan
tungkai dan bola mata akan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekstremitas
yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana
sangat kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi
semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya

dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaccid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan
tingkat kesadaran stupor. Karakteristik tingkat keparahan paling parah adalah
dengan tanda kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi
dalam, irregular atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian
bekuan dan biasanya ada kekakuan yang deserebrasi.7
2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma

klinis

akibat

perdarahan

talamus

sudah

dikenal.

Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat


dari perdarahan

putaminal.

Seperti

perdarahan putaminal,

hemiparesis

kontralateral terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya
hemisensori kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan
tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak berakibat gambaran
okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil
namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak
bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga
tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan
bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala
terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur
CSS.7
3. Pons Hemmorrhage
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial
terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah
onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik
bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan
kematian dari semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil segera
menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler
lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala,
mual dan muntah jarang.

4. Cerebelum Hemmorhage
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli
superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering
terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering
mengalami kompresi dan distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan
darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi
ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut
dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya keadaan umum
penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang
menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.7
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh
Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu
bejalan atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan
neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus.
Duapertiga dari pasien dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan
tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk.
50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual
dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%,
dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94
%. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk ataksia
langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %).
Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis
jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi
sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze
ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas
pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan
oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 7

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia
eksternal yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan
kelemahan fasial ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap
sinar pada 40 % pasien.7
5. Lobar Hemmorhage
Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang
koma saat datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar
mata ipsilateral dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan
nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan
pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal
menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai
ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala
temporal anterior serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis
tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak
seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan
perdarahan lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki
lokasi lober.7

PATOFISIOLOGI
Kasus perdarahan intraserebral umumnya terjadi di kapsula interna (70 %),
di fossa posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar
kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena
robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di
sekitar perdarahan. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh
perdarahan dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang
disuplainya, maka gejala klinis yang timbul sesuai sumber dari destruksi jaringan
otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan
otak lainnya. Tanda dan gejala ini biasanya muncul setelah 1 jam terjadinya

perdarahan utama, tanda dan gejala utama adalah peningkatan tekanan intrakranial
yang nantinya akan mengganggu perikatan jaringan sekitar dengan sawar darah
otak. Sebagai tambahannya, sumbatan aliran darah vena akan menginduksi
pelepasan tromboplastin yang akan menyebabkan koagulopati lokal. Besarnya
perdarahan yang terjadi merupakan suatu prognosis penting untuk memperkirakan
kerusakan neurologis yang terjadi. Perdarahan yang lebih dari 30 ml biasanya
akan menyebabkan peningkatan kemungkinan kematian. Seiring dengan
pelebaran dari perdarahan, akan terjadi edema disekitar daerah perdarahan,
inflamasi dan gangguan pada sawar darah otak. Edema sekitar daerah perdarahan
ini merupakan penyebab utama terjadnya kerusakan neuron dan bisa semakin
memburuk dalam 24 jam pertama.8,9

DIAGNOSIS
Diagnosis Perdarahan Intraserebral ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terdapat dua pertanyaan penting
yang harus terjawab yaitu bagaimana mekanisme penyakit dan dimana letak lesi
yang menyebabkan gangguan neurologis. Dalam anamnesis penting untuk
ditanyakan apa kegiatan sebelum terjadi stroke dan apakah sebelumnya sudah
pernah terkena stroke serta bagaimana sifatnya. Pada perdarahan intraserebral
onset terjadi secara tiba-tiba dan sering terjadi pada saat beraktivitas. Dapat
disertai dengan nyeri kepala hebat, mual, muntah, peningkatan tekanan darah, dan
penurunan tingkat kesadaran. Defisit neurologis yang terjadi berhubungan dengan
letak perdarahan.10
Pada pemeriksaan fisik, yang dilakukan berupa pemeriksaan fungsi luhur
untuk mengetahui tingkat kesadaran serta pemeriksaan neurologis yang meliputi
pemeriksaan sistem motorik, refleks, dan koordinasi. Pemeriksaan sistem motorik
meliputi inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif, dan pemeriksaan gerakan
aktif. Yang diperhatikan pada inspeksi adalah sikap, bentuk, ukuran, dan adanya
gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan. Pada perdarahan intraserebral
didapatkan kesadaran menurun berdasarkan pemeriksaan GCS, respon pupil
abnormal, postur dan gaya berjalan tidak seimbang, serta perubahan perilaku dan
10

gerakan motorik yang timbul segera atau secara lambat. Penurunan tingkat
kesadaran merupakan tanda adanya peningkatan tekanan intrakranial atau lesi
batang otak.9,10
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain CT Scan kepala dan
MRI kepala. CT Scan merupakan standart baku untuk mendeteksi adanya
perdarahan intraserebral. MRI merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif
dibandingkan CT Scan namun dibutuhkan waktu yang lebih lama sehingga tidak
sesuai dalam situasi gawat darurat. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens pada parenkim otak yang diindikasikan untuk dilakukan operasi
jika diameter lebih dari 3 cm yang secara neurologis memburuk atau yang
mengalami kompresi batang otak.9,10

PENATALAKSANAAN
Pasien dengan perdarahan intraserebral harus mendapat pengobatan yang
bertujuan untuk mengontrol/menurunkan tekanan darah, pengurangan tekanan
intrakranial, dan mengatasi kejang. Pedoman yang dipakai dalam kontrol tekanan
darah pada perdarahan intraserebral akut oleh LOE (level of evidence): III, dan
GOR (Grade of Recommendation) adalah:6,11
1. Untuk tekanan darah sistolik >200 mmHg atau rata-rata tekanan arteri (MAP)
>150 mmHg, diukur setiap 5 menit, dan menurunkan tekanan darah secara
agresif dengan menggunakan antihipertensi intravena.
2. Untuk tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg dengan
(diduga) peningkatan tekanan intrakranial, dijaga tekanan perfusi otak (CPP) di
60-80 mmHg, dan menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi intravena
(bolus atau infus).
3. Untuk tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa adanya
peningkatan tekanan intrakranial, secara klinis pasien dievaluasi setiap 15
menit, dan mengontrol tekanan darah dengan antihipertensi intravena (bolus
atau infus) untuk mempertahankan pada MAP 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik/diastolik pada 160/90 mm Hg.

11

Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan Angiotensin


Converting Enzyme Inhibitors, Angiotensin Receptor Blockers, dan Calcium
Channel Blockers. Penanganan segera terhadap pasien dengan perdarahan
intraserebral ditujukan langsung terhadap pengendalian tekanan intrakranial serta
mencegah perburukan neurologis lainnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi,
diuretik

osmotik

dan

steroid

(bila

perdarahan

tumoral)

digunakan

untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa


perdarahan.11
Peningkatan tekanan intrakranial adalah salah satu alasan paling umum
terjadinya kerusakan sekunder pada pasien dengan perdarahan intraserebral.
Untuk mengendalikan tekanan intrakranial yang tinggi, pengobatan bertahap harus
dipertimbangkan. Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70
mmHg. Penataksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi: tinggikan posisi kepala 200 - 300, posisi pasien hendaklah menghindari
tekanan vena jugular, hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik,
hindari hipertermia, jaga normovolernia, dan osmoterapi atas indikasi diberikan
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan
target 310 mOsrn. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama
pemberian osmoterapi. Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.6,11
Kejang adalah salah satu komplikasi neurologis umum pada pasien dengan
perdarahan intraserebral. Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis perdarahan
intraserebral ditegakkan, kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau
ganglia basal. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit, bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU,
pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang
tidak dianjurkan, pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan.11

12

Tekanan darah harus dipantau selama pemberian secara IV karena infus


yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah secara tiba-tiba.
Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena pemberian fenitoin berkaitan
dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang Q dengan
diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan
hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 g/ml) dan pasien
bebas kejang.6
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali
sehari, kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4
kali

sehari,

kadar

terapeutik

4-12

g/ml).

Kejang

bisa

bersamaan

dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat
menyebabkan perdarahan. Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada
pasien dengan perdarahan intraserebral. Status cairan, elektrolit serum, dan fungsi
renal harus dinilai berulang, terutama pada pasien dengan restriksi cairan, yang
mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Pastikan pasien dengan
perdarahan intraserebral harus mendapatkan nutrisi yang memadai.6
Indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan berkaitan dengan ukuran
perdarahan, lokasi perdarahan, penyebab dan kondisi neurologisnya.6

PROGNOSIS
Kondisi neurologik awal setelah perdarahan penting untuk prognosis
pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%.
Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada
fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Perdarahan kecil bila
ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila ukurannya
lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi
kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah
98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih
dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%.8,9

13

BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah


dalam parenkim otak. Penyebabnya tersering adalah hipertensi. Gejala umum
termasuk defisit neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala,
mual, dan penurunan kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat
terjadi ganglia basal, lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral
juga dapat terjadi di bagian lain dari batang otak atau otak tengah. Letak
perdarahan inraserebral terbagi atas putaminal hemorrhage, thalamic hemorrhage,
cerebellar hemorrhage, dan lobar hemorrhage. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan antara lain CT Scan kepala dan MRI kepala. Pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens pada parenkim otak.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan
tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis
semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka
mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka
kematian sebanyak 2 kali lipat.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Caplan LR. CAPLANS STROKE a Clinical Approach. Edition-4.


Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h26-8.
2. Liebeskind D. Intracranial Hemorrhage Clinical Presentation. Medscape 2016,
10th May.
3. Jody Corey-Bloom, Ronald B. David . Clinical Adult of Neurology 3 rd ed.
New York : Demosmedical: 2009 .p. 270-279.
4. Michael J. Aminoff, David A. Greenberg, Roger P. Simon :Clinical Neurology
6th edition Lange medical book.2005.p.285-316.
5. Adnan I. Qureshi, Stanley Tuhrim,Joseph P. Broderick,H. Hunt Batjer, Hideki
Hondo, Daniel F. Hnley: : Perdarahan Intraserebral Spontan. NEJM, Volume
344:1450-1460.
6. Kim JE, Ko SB, Kang HS. Clinical Practice Guidelines for the Medical and
Surgical Management of Primary Intracerebral Hemmorhage in Korea. J
Korean Neurosurg Soc: 2014 (3): 175-187.
7. Caplan LR. CAPLANS STROKE a Clinical Approach. Edition-4.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h44-5.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak. Jason Martin. 2013. Clinical Review
Intracerebral Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis and Management vol
10 no 1. MUMJ.
9. Magistris, Fabio., Stephanie Bazak., Jason Martin. 2013. Intracerebral
Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis, and Management in McMaster
University Medical Journal Volume 10 No. 1.
10. Caplan LR. CAPLANS STROKE a Clinical Approach. Edition-4.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h64-84.
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia . Guideline Stroke. BAGIAN
ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UR : PERDOSI; 2011.

15

Das könnte Ihnen auch gefallen