Sie sind auf Seite 1von 6

BAB 5.

DISKUSI

5.1

Pembahasan Wawancara
Penulis mengutip, menggabungkan, serta menyimpulkan jawaban para

responden selama wawancara. Daftar pertanyaan dicetak tebal, disertai bahasan


jawaban para responden di bawah tiap pertanyaan.

Apakah anda pernah mendapat pasien preeklampsia inpartu selama shift


jaga di VK dalam enam bulan terakhir (November 2015 April 2016)?
Dari 5 responden yang dipilih secara acak, 2 di antaranya yang merupakan bidan
jaga shift saat pasien preeklampsia datang ke ruang bersalin (VK) Puskesmas
Kaliwates dalam jangka waktu tersebut.

Bagaimana anda menegakkan diagnosis preeklampsia pada pasien tersebut?


Baik bidan yang menerima pasien preeklampsia dalam 6 bulan terakhir di
Puskesmas

Kaliwates

atau

bukan,

rata-rata

mendiagnosis

preeklampsia

berdasarkan ada darah tinggi, kaki bengkak, dan cek protein urin. Biasanya pasien
diketahui menderita preeklampsia sebelum masa persalinan (inpartu), sehingga
sudah tercatat di buku KIA sehingga saat mereka datang ke VK Puskesmas
Kaliwates untuk bersalin sudah bisa langsung diketahui dari catatan tersebut.

Bagaimana tata laksana awal yang diberikan untuk pasien preeklampsia di


Ruang Bersalin Puskesmas Kaliwates?
Tiga responden abstain karena tidak menangani pasien preeklampsia di
Puskesmas Kaliwates dalam 6 bulan terakhir. Sementara dua responden lainnya
menyatakan bahwa mereka memasang infus lalu bersiap untuk merujuk pasien ke
Rumah Sakit.

Apakah ada panduan penatalaksanaan preeklampsia, preeklampsia berat,


dan eklampsia di Ruang Bersalin Puskesmas Kaliwates?

Para responden menyatakan ada panduan tata laksana preeklampsia di Ruang


Bersalin, namun keberadaannya belum jelas, belum sempat dicarikan. Semua
responden menyatakan ada protap pemberian MgSO4 yang terpasang di dinding
Ruang Bersalin.

Berdasarkan observasi dan tinjauan penulis, pasien preeklampsia berat


(PEB) di Puskesmas Kaliwates dirujuk tanpa pemberian MgSO4, apakah hal
tersebut benar adanya?
Benar adanya bahwa pasien preeklampsia dirujuk tanpa pemberian MgSO4.

Apa ada alasan khusus untuk menunda pemberian MgSO4, atau indikasi
kontra pada kasus-kasus yang ada di Puskesmas Kaliwates?
Mayoritas alasan para bidan tidak memberikan MgSO4:
1. Kebiasaan dari dulu tidak ada yang memberikan MgSO4 kepada pasien.
2. Merasa pemberian MgSO4 banyak syaratnya
3. Khawatir efek samping pemberian MgSO4
4. Tidak punya antidotum (Ca gluconas)
5. Ingin segera merujuk ke Rumah Sakit

Apakah di Ruang Bersalin Puskesmas Kaliwates tersedia MgSO4 sekaligus


antidotumnya (Ca gluconas)? Apakah alat standar lain seperti tensimeter,
kateter, urine bag, hammer reflek ada?
Mayoritas bidan menyatakan di Ruang Bersalin tidak tersedia Ca gluconas.
Sementara alat-alat standar lain ada, meliputi tensimeter, kateter, urin bag,
hammer reflek.

Apakah ada sarana penunjang untuk memastikan proteinuria (mini lab)?


Sek proteinuri bisa dilakukan di laboratorium Puskesmas Kaliwates hanya saat
shift pagi saja. Jika laboratorium tutup, maka tidak bisa dilakukan. Tidak ada
dipstick protein celup maupun alat lab sederhana seperti tabung reaksi kaca dan
bunsen.

27

Ada harapan/ saran tentang penatalaksanaan preeklampsia, atau secara


umum harapan/ saran untuk VK ke depannya?
Para bidan berharap agar pasien preeklampsia bisa dipantau sejak awal, mendapat
penanganan yang tepat, tidak mengalami komplikasi. Lebih baik lagi apabila tidak
ada pasien yang menderita preeklampsia.

5.2

Diskusi Keadaan Lapangan


Berdasarkan PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran) tentang

Preeklampsia yang diterbitkan oleh POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia), diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan
proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal. Sementara keadaan di Puskesmas Kaliwates, pemeriksaan
proteinuria hanya bisa dilakukan saat laboratorium buka (shift pagi). Bila ada
kemungkinan pasien datang sore atau malam hari, tidak bisa diperiksa proteinuria.
Diagnosis preeklampsia jadi sulit ditegakkan karena hanya ada data tekanan
darah. Kaki bengkak sudah bukan acuan lagi.
Berdasarkan rekomendasi POGI, pemberian magnesium sulfat (MgSO4)
pada preeklampsia berat berguna untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia
atau kejang berulang. Rute administrasi magnesium sulfat yang dianjurkan adalah
intravena untuk mengurangi nyeri pada lokasi suntikan. Magnesium sulfat
merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat dibandingkan diazepam
atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang.

28

Di Ruang Bersalin Puskesmas Kaliwates, pasien preeklampsia berat tidak


diberi suntikan MgSO4, melainkan dipasang infus dan dirujuk secepat mungkin.
Penulis menyimpulkan beberapa alasan yang dirangkum dari hasil wawancara:
1.

Kebiasaan dari dulu tidak ada yang memberikan MgSO4 kepada pasien.
Dari hasil wawancara, Puskesmas Kaliwates tidak mempunyai banyak

kasus preeklampsia dalam setahun terakhir. Dari hasil penelusuran penulis


terhadap kunjungan pasien di Ruang Bersalin memang dalam 1 tahun terakhir ini,
pasien preeklampsia baru ada sejak bulan Februari 2016. Kasus preeklampsia
seolah menjadi kasus baru setelah sekian lama tidak ada pasien preeklampsia
selama kurun waktu beberapa tahun terakhir. Para bidan berlum terbiasa untuk
memberikan MgSO4 sebagai salah satu langkah awal tata laksana preeklampsia
berat. Hal ini disayangkan karena di dinding ruangan itu sendiri terpasang protap
pemberian MgSO4.

Gambar 5.1 Dokumentasi penulis: protap pemberian MgSO4 di Ruang Bersalin

29

2.

Khawatir efek samping pemberian MgSO4


Menurut POGI, pemberian magnesium sulfat tidak mempengaruhi

morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. Efek samping minor kadang
dijumpai pada penggunaan magnesium sulfat, dimana yang terbanyak ditemukan
adalah flushing. Efek samping minor tersebut memang sering dijumpai, dan
menjadi keluhan para ibu preeklampsia yang mendapat terapi MgSO4. Hal ini
dapat dibantu dengan pemberian edukasi sebelum penyuntikan.
3.

Merasa pemberian MgSO4 banyak syaratnya


Sesuai rekomendasi POGI, pemberian MgSO4 harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:
-

Frekuensi napas 16x/menit

Refleks patella +

Produksi urin 30 ml dalam 4 jam terakhir

Tersedia antidotum

Keempat kriteria ini memang harus dipenuhi, namun pemeriksaan untuk kriteria
tersebut cukup mudah dilakukan. Frekuensi napas dapat dihitung sambil melihat
jam. Refleks patella menggunakan hammer refleks, sudah tersedia di Ruang
Bersalin. Produksi urin dapat dicek dengan pemasangan kateter, lalu diukur
dengan urine bag. Peralatan ini ada di Ruang Bersalin. Antidotum akan dibahas
pada poin selanjutnya.
4.

Tidak punya antidotum (Ca gluconas)


Berdasarkan wawancara, 4 dari 5 responden menyatakan tidak adanya

antidotum sebagai alasan tidak memberikan MgSO4. Berdasarkan tinjauan


langsung penulis ke Ruang Bersalin, ditemukan Ca gluconas di rak kaca Ruang
Bersalin, jumlahnya 1 ampul, belum habis masa kadaluarsanya. Penulis tidak
meninjau lebih jauh apakah ada ampul lainnya.

30

Gambar 5.2 Dokumentasi penulis: MgSO4 dan Ca gluconas di lemari kaca


Ruang Bersalin

5.

Ingin segera merujuk ke Rumah Sakit


Hal ini benar adanya, bahwa pasien butuh penanganan lanjutan sesegera

mungkin. Namun dalam perjalanan resiko kejang selalu ada, dan MgSO4 sebagai
obat anti kejang perlu diberikan sebelum proses merujuk pasien (berdasarkan
tabel tata laksana preeklampsia berat POGI).

31

Das könnte Ihnen auch gefallen