Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
(ANDAL)
REKLAMASI PANTAI KAPUK NAGA INDAH
(Pulau 2A, 2B dan 1)
Di
Kawasan Pantai Utara Jakarta
Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan,
Kota Administrasi Jakarta Utara
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kebijakan, rencana dan program penataan kembali Kawasan Pantai Utara Jakarta yang telah
digagas sejak tahun 1990 terus mengalami penyempurnaan. Konsep penataan kembali Pantura
Jakarta yang mencakup konsep reklamasi pulau dan konsep revitalisasi pantai lama yang dimuat
di dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta
telah diakomodasi ke dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jabodetabekpunjur. Di dalam Rencana Tata Ruang tersebut, selain mengatur tata ruang
makro Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi,
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang serta Kota Depok, dimuat juga zonasi perlindungan
dan zonasi pemanfaatan kawasan Pantura. Mengacu ke zonasi tersebut dapat dipahami bahwa
penataan kembali kawasan Pantura Jakarta diarahkan kewujud reklamasi pulau, dimana jarak
antara garis pantai lama dengan pulau reklamasi 200 m. Arahan tata ruang di dalam peraturan
presiden tersebut dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 1 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030, yang memuat arahan rencana
struktur tata ruang, sistem infrastruktur dan rencana pola ruang kawasan Pantura Jakarta yang
terpisah dari daratan lama, yang pemnbangunannya melalui pendekatan reklamasi pulau.
Berkaitan dengan itu, dapat dikemukakan bahwa materi pengaturan penataan kembali kawasan
Pantura yang dimuat di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 8 tahun 1995
(sebagai Kawasan Andalan) sudah tidak sesuai dengan materi arahan tata ruang kawasan
reklamasi dan kawasan revitalisasi pantai lama sebagaimana dimuat di dalam Perda Provinsi DKI
Jakarta nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030 yang menggolongkan
kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis Provinsi di bidang ekonomi dan lingkungan hidup.
Bersamaan dengan proses finalisasi RTRW DKI Jakarta 2030, Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI
Jakarta bersama pemerintah Kerajaan Belanda melaksanakan kajian Jakarta Coastal Defence
Study yakni kajian penyelamatan ekosistem Jakarta akibat naiknya muka air laut dan turunnya
permukaan tanah di kawasan Pantura, dengan demikian dapat dikatakan bahwa reklamasi Pulaupulau di pantai Utara Jakarta yang mengakomodasi prinsip-prinsip perlindungan pantai merupakan
rangkaian program penyelamatan ekosistem Jakarta.
Untuk memperoleh gambaran utuh tentang dinamika konsep penataan kembali Kawasan Pantura
dapat dijelaskan beberapa hal penting tentang pemanfaatan dan resiko lingkungan kawasan pantai
ini. Dalam kurun waktu sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2010, yakni masa proses
penyusunan dan pemantapan konsep penataan kembali Kawasan Pantura Jakarta tidak banyak
dilakukan perbaikan sarana dan prasarana kawasan pantai, sementara itu proses pembebanan
lingkungan sebagai akibat pembangunan fisik bagian-bagian Kota Jakarta yang sangat pesat ke
[I 1]
Pendahuluan
segala arah sejak periode tahun 1975 sampai dengan tahun 1995 selain memberikan manfaat bagi
penduduk kota juga menimbulkan permasalahan lingkungan. Masalah utama yang dihadapi adalah
minimnya prasarana drainase, prasarana transportasi, prasarana sanitasi dan perumahan bagi
rakyat. Akumulasi dampak pembangunan fisik berlangsung di kawasan pantai yang fisiknya
merupakan dataran rendah yang sangat datar. Bahkan 40% dari luas wilayah Jakarta Utara
merupakan sub merged land, yakni dataran yang lebih rendah dari muka laut. Topografi kawasan
pantai yang lebih rendah dari muka laut menimbulkan masalah lingkungan tatkala berfungsi
sebagai ujung pembuangan (end of pipe) aliran air permukaan dan aliran limbah cair. Karena
terbatasnya jaringan sanitasi dan drainase kota, maka aktivitas perkotaan terutama di bagian kota
berkepadatan tinggi menimbulkan masalah lingkungan yang serius, sementara itu bahan-bahan
pencemar yang dibawa oleh aliran 13 sungai tersebar di perairan laut dangkal mulai dari pantai
Marunda di sebelah Timur hingga Kamal Muara di sebelah Barat.
Upaya untuk menanggulangi dan mencegah penurunan kualitas lingkungan hidup dan penyediaan
lokasi pembangunan baru di kawasan pantai dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
cara reklamasi yang parsial. Awal tahun 1990 muncul masalah lingkungan akibat konflik
penggunaan tanah di kawasan pantai, antara lain gangguan terhadap instalasi PLN di Muara
Karang. Upaya penyelesaian masalah dilakukan melalui rekayasa teknik dengan cara mengatur
aliran sirkulasi air out let air hasil pendinginan mesin, dan menjauhkannya dari lokasi in take air
pendingin. Sejak masa itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan
kajian penataan Pantai Utara Jakarta dan dilanjutkan dengan kajian-kajian sektoral oleh Dinas
Tata Ruang DKI Jakarta, Dinas Perikanan DKI Jakarta dan BAPPEDA.
Di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Reklamasi Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan batasan tentang Reklamasi
Pantai Utara dan Kawasan Pantai Utara Jakarta, yakni:
1. Reklamasi Pantai Utara adalah kegiatan penimbunan dan pengeringan laut di bagian perairan
laut Jakarta;
2. Kawasan Pantai Utara Jakarta adalah sebagian wilayah adiministrasi Kotamadya Jakarta
Utara yang meliputi areal daratan Pantai Utara Jakarta yang ada dan areal reklamasi Pantai
Utara Jakarta.
Di dalam Keputusan Presiden tersebut secara tegas dikemukakan juga bahwa wewenang dan
tanggung jawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. Dalam rangka mengendalikan Reklamasi Pantura, dibentuk sebuah Badan Pengendali
yang bertugas untuk:
1. Mengendalikan perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan Reklamasi Pantura;
2. Mengendalikan penataan Kawasan Pantura Jakarta.
Untuk menyelenggarakan Reklamasi Pantura, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
membentuk Badan Pelaksana (BP) Pantura sebagai perpanjangan tangan Pemda DKI Jakarta,
dimana dalam melaksanakan tugasnya Badan Pelaksana (BP) Pantura dapat melakukan
[I 2]
Pendahuluan
kerjasama usaha dengan pihak lain dengan tidak mengurangi wewenang dan tanggung jawab
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Masa tugas BP Pantura ini telah berakhir tahun
2009, sehingga tugas-tugas penanganan yang terkait dengan Pantura Jakarta ditangani oleh
instansi terkait melalui koordinasi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Atas dasar kajian-kajian tematis yang dilakukan oleh berbagai instansi, Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta menjabarkan Keppres Nomor 52 Tahun 1995 ke dalam format Peraturan Daerah,
yakni Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana
Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Kebijaksanaan penyelenggaraan reklamasi Kawasan
Pantura Jakarta ditujukan untuk mewujudkan lahan hasil reklamasi seluas 2.700 Ha dan
memanfaatkannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010, serta
dilaksanakan secara terpadu dengan penataan kembali (revitalisasi) daratan Pantura Jakarta
seluas 2.500 Ha untuk meningkatkan kualitas lingkungannya. Revitalisasi merupakan serangkaian
program perkuatan dan pemberdayaan fungsi kawasan melalui penataan kembali, perbaikan,
pemugaran, pembangunan, konservasi dan preservasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan
dan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat.
Di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2030, Kawasan Pantura Jakarta ditetapkan sebagai
Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Pada pasal 101
dimuat arahan Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai berikut:
1. Kawasan Strategis Pantura mencakup pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan
pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan
perencanaan.
2. Pelaksanaan reklamasi, harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan
pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap
banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang
ada di Kawasan Pantura.
Pada pasal 102 dinyatakan bahwa:
1. Penyelenggaraan reklamasi Pantura, diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap
bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan
kembali kawasan daratan Pantura.
2. Penataan kembali kawasan daratan Pantura, diarahkan bagi tercapainya penataan ruang
yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan,
pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan fungsi sistem
pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/sungai.
3. Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan kembali
kawasan daratan Pantura, dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama usaha yang
saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha.
[I 3]
Pendahuluan
[I 4]
Pendahuluan
14.
15.
16.
17.
Studi pengembangan CSR PT. Kapuk Naga Indah bersama Swisscontact tahun 2009;
Rangkaian konsultasi KNI dengan instansi terkait di lingkungan Pemda DKI Jakarta;
Presentasi Kapuk Naga Indah dihadapan Rapim Gubernur DKI Jakarta Tahun 2010;
Studi Pandang 4 (empat) Perguruan Tinggi (ITB, UGM, UNDIP, dan UNHAS) tentang
Implikasi Reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah.
Tujuan dan kegunaan pembangunan di areal Kapuk Naga Indah pada dasarnya identik dengan
tujuan dan penyelenggaraan Reklamasi Pantura sebagaimana dinyatakan di dalam Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang
Pantura Jakarta, yang sudah diakomodasikan ke dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, yakni:
1. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan Kota Jakarta sebagai
kota pelayanan yang strategis dan memiliki daya saing yang tinggi dalam perkembangan
kota-kota dunia,
2. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan keamanan,
3. Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan yang memperhatikan
pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya, dan
4. Mengurangi tekanan pertumbuhan kota ke arah Selatan.
Sedangkan pertimbangan peranserta PT. Kapuk Naga Indah dalam rangka pelaksanaan
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, antara lain:
1. Menyambut tawaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun Jakarta sebagai Ibu
Kota Negara Republik Indonesia yang berkualitas,
2. Mengembangkan sekaligus diversifikasi usaha di bidang jasa konstruksi dalam negeri,
3. Mengoptimalkan peluang pemanfaatan ruang Pantura yang relatif dekat dengan Bandara
Soekarno-Hatta,
4. Membangun kota pantai (waterfront city) yang memiliki faktor penarik bagi investasi asing,
5. Membangun prasarana yang handal untuk jangka panjang (infrastruktur jalan raya, rel KA
Ganda dan Light Train),
6. Menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, dan
7. Areal Kapuk Naga Indah menjadi salah satu Sistem Pusat Regional.
Di dalam Perjanjian Kerjasama Nomor 162 Tahun 1997 dan Nomor 094/KNI-SP/VII/97 tanggal 28
Juli 1997, dijelaskan bahwa kerjasama Pemda DKI Jakarta dengan PT. Kapuk Naga Indah adalah
mengembangkan proyek reklamasi pada areal seluas 674 Ha. Mengacu ke Adendum Perjanjian
Kerjasama dan hasil pengukuran dan pemetaan oleh Dinas Pertanahan dan Pemetaan Provinsi
DKI Jakarta (hingga kedalaman -8 m), maka luas areal kerja PT. Kapuk Naga Indah adalah 870
Ha terdiri dari Pulau 1 275 Ha, Pulau 2A 310 Ha, dan Pulau 2B 285 Ha. Pengukuran dan
pemetaan areal kerja dalam rangka pelaksanaan Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemakaian Peta Dasar Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta (Pemetaan TM30)
seluas 1.131 Ha.
[I 5]
Pendahuluan
Sebagaimana dijelaskan bahwa tahun 2007 PT. Kapuk Naga Indah telah memperoleh
rekomendasi AMDAL 1 pulau (pulau 2A). Untuk mengakomodasi penyesuaian-penyesuaian
rencana reklamasi dan arahan-arahan RTRW Jakarta 2030 tentang Kawasan Strategis Pantura
Jakarta, maka dilakukan penyusunan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (2012) sebagai
tindak lanjut dari KA-ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (2012).
Walaupun PT. Kapuk Naga Indah sudah memperoleh Izin Membangun Prasarana dan
Rekomendasi AMDAL, tetapi karena belum memperoleh izin/persetujuan melaksanakan reklamasi,
maka PT. Kapuk Naga Indah belum melakukan kegiatan fisik reklamasi tetapi lebih berorientasi
pada penyempurnaan berbagai konsep, melaksanakan kegiatan restorasi ekosistem mangrove
dan CSR bagi keluarga Nelayan di Kamal Muara.
Pasal 50 ayat (2) e, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
menyatakan bahwa keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
dinyatakan kadaluwarsa apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya Izin Lingkungan (ANDAL, RKL dan RPL). Selain
faktor legalitas evaluasi dan peninjauan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, perubahan rona
lingkungan sekitar rencana proyek, yakni peningkatan angka kepadatan vegetasi dan luasan
tutupan mangrove hasil restorasi yang dilaksanakan oleh PT. Kapuk Naga Indah menjadi bahan
pertimbangan dokumen ANDAL Reklamasi 3 Pulau Kapuk Naga Indah ini, sebagai tindak lanjut
dari dokumen KA-ANDAL Reklamasi 3 Pulau Kapuk Naga Indah yang telah disusun.
Selain itu, dokumen ANDAL Reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah ini juga akan mempertimbangkan
beberapa kajian yang diselenggarakan akhir-akhir ini, terutama: (a) Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Pantai Utara Jakarta yang dilakukan oleh BPLHD tahun 2009 dan Kajian Lingkungan
Hidup Teluk Jakarta Tiga Provinsi yang dilaksanakan oleh Bappeda Provinsi DKI Jakarta bersama
Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010 dan (c) Penyiapan data dan analisis dalam rangka
penyusunan Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura oleh Bappeda Provinsi DKI Jakarta tahun
2010.
Pada tanggal 6 Juli 2011 Kantor Lingkungan Hidup Kota Jakarta Utara telah melakukan fasilitasi
PT. Kapuk Naga Indah bersama Tim Penyusun Studi AMDAL menyelenggarakan Konsultasi
Publik berkaitan dengan Rencana Reklamasi 3 Pulau Kapuk Naga Indah. Kegiatan tersebut
dimaksud dipimpin oleh Walikota Jakarta Utara, dihadiri oleh sekitar 60 orang peserta (menurut
daftar absensi terlampir). Saran dan atau tanggapan atas diskripsi rencana kegiatan yang potensial
menimbulkan dampak akan menjadi bahan pertimbangan di dalam pelaksanaan pendugaan dan
evaluasi dampak serta bila relevan akan dikaji di dalam proses mitigasi dampak.
Dengan demikian perlu dijelaskan bahwa dokumen KA-ANDAL tahun 2012 telah selesai disusun,
maka laporan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah ini disusun sebagai pembaharuan
laporan ANDAL tahun 2007 dan pendekatan penyusunannya tetap Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL. Kondisi di lapangan saat ini
untuk kegiatan persiapan Reklamasi Pulau 2A seluas 310 Ha serta persiapan dilakukan
pembangunan jembatan penghubung.
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[I 6]
Pendahuluan
[I 7]
Pendahuluan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.3. PERATURAN
Penyusunan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (3 Pulau ) ini didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
1.3.1. Undang-Undang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
[I 8]
Pendahuluan
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
digunakan sebagai acuan kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
11. Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; sebagai
acuan penyampaian informasi kepada publik.
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
digunakan sebagai acuan pengelolaan gangguan alur pelayaran dan keselamatan
pelayaran.
13. Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; sebagai acuan
pengelolaan sampah.
14. Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan angkutan jalan; sebagai
acuan pengelolaan jalan dan transportasi darat.
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup; digunakan sebagai acuan kewajiban melakukan
pengelolaan lingkungan hidup.
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
digunakan sebagai acuan pengelolaan kesehatan kerja dan kesehatan lingkungan.
17. Undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus; sebagai
acuan pengelolaan kawasan ekonomi khusus.
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
digunakan sebagai acuan pengelolaan dampak perikanan.
19. Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya; sebagai acuan
pengelolaan kawasan cagar budaya.
1.3.2. Peraturan Pemerintah
1.
2.
3.
4.
5.
[I 9]
Pendahuluan
6.
7.
8.
9.
4.
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1994 tentang Kawasan Pantura adalah Kawasan
Andalan; digunakan sebagai acuan reklamasi.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional Dibidang Pertanahan; digunakan sebagai acuan pengelolaan tanah Pulau
Kapuk Naga Indah.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2005 tentang Pelayaran
Nasional; digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan di bidang pelayaran
nasional.
2.
3.
4.
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep03/MENKLH/VI/1987 tentang Prosedur Penanggulangan Kasus Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup; digunakan sebagai acuan penanggulangan kasus
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/XI/1996 tentang
Program Pantai Lestari; digunakan sebagai acuan pengelolaan dan penataan pantai
lestari.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/XI/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan; digunakan sebagai acuan baku tingkat kebisingan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/XI/1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan; digunakan sebagai acuan baku tingkat kebauan.
[I 10]
Pendahuluan
5.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang; digunakan sebagai acuan mengenai kriteria baku
kerusakan terumbu karang.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik; digunakan sebagai acuan baku mutu air limbah domestik.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-51 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air laut; digunakan sebagai acuan baku mutu kualitas air laut.
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL; digunakan sebagai acuan
implementasi RKL dan RPL.
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan AMDAL; digunakan sebagai acuan penyusunan dokumen Andal, RKL dan
RPL.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah.
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL; digunakan sebagai acuan
penyusunan dokumen Amdal.
2.
3.
4.
5.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor KEP056/BAPEDAL/03/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting;
digunakan sebagai acuan dalam penetapan dampak penting dalam penyusunan
AMDAL.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Nomor KEP299/BAPEDAL/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam
Penyusunan AMDAL; digunakan sebagai acuan pedoman teknis aspek sosial dalam
penyusunan AMDAL.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor KEP124/BAPEDAL/12/1997 tentang Panduan Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam
Penyusunan AMDAL; digunakan sebagai acuan pedoman teknis aspek kesehatan
masyarakat dalam penyusunan AMDAL.
Keputusan Kepala Bapedal Nomor Kep-08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL); digunakan sebagai acuan pelaksanaan konsultasi
publik.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 47 Tahun 2001
tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang; digunakan sebagai acuan
pengelolaan terumbu karang.
[I 11]
Pendahuluan
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan
Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair Di
Wilayah Provinsi DKI Jakarta; digunakan sebagai acuan baku mutu kualitas air
permukaan.
Keputusan Walikotamadya Jakarta Utara Nomor 13 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Tim Pengendalian Pemberian Dispensasi Penggunaan Kendaraan Angkutan
Berat/Angkutan Tanah Di Wilayah Kotamadya Jakarta Utara; digunakan sebagai acuan
pengangkutan tanah merah/tanah urug.
Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 01 Tahun 2001 tentang Bahan Galian
Golongan C; digunakan sebagai acuan penyediaan pasir, batu dan tanah merah/tanah
urug.
Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman
Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); digunakan sebagai acuan
pelaksanaan konsultasi publik.
Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku
Mutu Kualitas Udara Ambient dan Tingkat Kebisingan Dalam Wilayah Provinsi DKI
Jakarta; digunakan sebagai acuan baku mutu kualitas udara ambien dan kebisingan.
Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 2863 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL Di Wilayah Provinsi
DKI Jakarta; digunakan sebagai acuan penyusunan dokumen Amdal.
Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1954 Tahun 2003 tentang Pelaporan Data
dan Informasi Daya Dukung Tanah dan Struktur Tanah; digunakan sebagai acuan
pemantauan penurunan muka tanah.
Peraturan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta; digunakan sebagai acuan
pengelolaan air limbah domestik.
[I 12]
Pendahuluan
[I 13]
Rencana Kegiatan
BAB II
RENCANA KEGIATAN
2.1. IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN ANDAL
2.1.1. Pemrakarsa
Nama Pemrakarsa
Alamat Kantor
Telepon Nomor
Facsimile Nomor
Penanggung Jawab
Jabatan
Jenis Kegiatan
Luas Lahan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tim Penyusun dokumen AMDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah dapat dilihat pada
Tabel 2.1 berikut.
[II 1]
Rencana Kegiatan
Nama
Jabatan
1.
Ketua Tim
2.
Anggota
3.
Anggota
4.
5.
Santoso, AMD.
Ir. Merdeka Simbolon
Anggota
Anggota
6.
7.
Sawarendro
Dr. Malikusworo Hutomo
Anggota
Anggota
8.
Anggota
9.
10.
11.
12.
Tugiyo, SKM.
Ir. Mangara Siburian
Budi Dwi Handoko, ST.
Iswanto, S. Kom.
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Keahlian
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan (S2 & S3 Ilmu Lingkungan)
(Sertifikat Kompetensi No. 000249/SKPA/LSKINTAKINDO/VIII/2010)
Ahli Lingkungan dan Tata Ruang
(Sertifikat AMDAL A & B)
Ahli Kualitas Udara
(Sertifikat Penyusun AMDAL)
Ahli Oceanografi/Ahli Geologi
Ahli Teknik Lingkungan
(Sertifikat Kompetensi No. 000295/SKPA/LSKINTAKINDO/XI/2010)
Ahli Teknik Reklamasi dan Hidrologi
Ahli Biologi Laut dan Perikanan
(Sertifikat AMDAL B)
Ahli Sosekbud dan Perikanan
(Sertifikat Kompetensi No. 000273/SKPA/LSKINTAKINDO/X/2010)
Ahli Kesehatan Masyarakat
Ahli Hidrologi
Ahli Transportasi
Bidang Editing dan Komputer
Panjang (m)
105,72
241,00
153,40
335,76
456,43
374,97
766,03
2.433,31
Luas (Ha)
1.116
2.439
1.595
929
3.451
3.671
1.140
14.341
[II 2]
Rencana Kegiatan
[II 3]
Rencana Kegiatan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Menteri Kelautan dan Perikanan paralel dengan Gerakan Perempuan Tanam Dan
Pelihara 10 Juta Pohon, dalam rangkaian acara Konferensi PBB untuk Perubahan
Iklim,1 Desember 2007. Pembangunan di kawasan reklamasi Hutan Lindung ini
dilaksanakan sebagai bagian dari kontribusi dan kewajiban PT. Kapuk Naga Indah
dalam program Rehabilitasi Hutan Mangrove di kawasan Revitalisasi Pantura
Pada Februari 2008, Menteri Kehutanan/ MS Kaban beserta Ketua PWI/Persatuan
Wartawan Indonesia/ Bp Tarman Azam melaksanakan penanaman mangrove di
kawasan Restorasi Ekologis Hutan Mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk dalam
rangka peringatan Hari Pers Nasional dan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia.
Pada 1 Maret 2008, 3 bulan setelah penanaman1000 pohon mangrove tahap I, Bapak
dan Ibu Freddy Numberi kembali melakukan penanaman 700 buah pohon mangrove
tahap II, sekaligus dalam rangka memantau hasil penanaman 3 bulan sebelumnya.
Hasil monitoring menunjukkan ratio tumbuhnya pohon bakau mencapai 92%. Ratio
85% menunjukkan indikator sangat baik.
Gerakan Penanaman: Satu Murid Satu Pohon dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta,
tanggal 19 Juli 2008 di kawasan ekologis Pantai Indah Kapuk.
Pencanangan Komunitas Sahabat Bakau oleh Gubernur DKI Jakarta beserta para
Duta Besar Negara Sahabat (2 Agustus 2009).
Penanaman bakau oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup, di
Pantai Indah Kapuk, 21 November 2009 dalam acara Selamatkan Teluk Jakarta.
Penanaman bakau oleh NOAA Administrator (Dr. Jane Lubchenco), Kedutaan Besar
Amerika Serikat, dan STIKOM London School of Public Relation, Jakarta, di Pantai
Indah Kapuk, 5 Januari 2010 dalam acara One Tree at a Time.
Penanaman bakau oleh Walikota Jakarta Utara & GPSK (Gerakan Peduli Sekitar
Kita), 24 September 2010.
Penanaman bakau oleh Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon & Program
Penanaman Satu Milyar Pohon 17 Desember 2010.
Kegiatan di atas berlangsung pada Blok V dan VI; sedangkan Blok III dan IV belum
dilaksanakan karena akses menuju blok ini tidak dapat dilakukan dari darat, sehingga
memerlukan biaya yang cukup besar jika dilakukan akses dari laut dengan rintangan
yang berat. Pada Blok I dan II merupakan areal pengelolaan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (Pusat Kajian Kelautan dan Perikanan) sehingga masih diperlukan
penyesuaian rencana teknik restorasi tersebut dengan program-program yang disusun
oleh Pusat Kajian Kelautan dan Perikanan. Bersamaan dengan kegiatan reklamasi perlu
dilanjutkan konsultasi dan koordinasi kelanjutan restorasi ekosistem mangrove ini.
2. Pengendalian dan Pencegahan Endapan Sekitar Pulau dan Sungai
Pada dasarnya endapan di muara sungai diakibatkan oleh sampah dan endapan dari
sungai-sungai di Jakarta, sehingga untuk pengendalian dan pencegahannya harus
terintegrasi dengan program pemerintah untuk mendidik masyarakat di sekitar sungai.
Sedangkan untuk endapan di sekitar pulau secara alami akan terjadi, tetapi dengan
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[II 4]
Rencana Kegiatan
adanya pulau tersebut abrasi daratan yang selama ini terjadi dapat dihindari. Untuk itu
endapan yang terjadi secara periodik akan dikeruk, sehingga kondisi muara sungai tetap
bersih dan terjaga.
3. Partisipasi Pembangunan Rumah Susun Sesuai dengan Program Pemerintah
Sehubungan dengan lokasi proyek yang berdekatan dengan pantai maka keadaan sosial
dan kehidupan nelayan menjadi perhatian. Dengan ini pihak PT. Kapuk Naga Indah akan
membangun rumah susun dan program alih profesi yang disiapkan untuk meningkatkan
kualitas tingkat hidup mereka.
2.2.2. Partisipasi Tanggung Jawab Sosial PT. Kapuk Naga Indah Terhadap Masyarakat
Partisipasi tanggung jawab sosial PT. Kapuk Naga Indah terhadap masyarakat adalah
peningkatan taraf hidup masyarakat kampung nelayan kamal muara (Community Livelihood
Development-CLD). Kelurahan Kamal Muara terletak di wilayah Kota Jakarta Utara
berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara, perumahan Pantai Indah Kapuk di bagian
timur, Kabupaten Tangerang di bagian barat, dan jalan raya Kapuk Kamal di bagian selatan
dengan luas 10,53 km2, terdiri atas 4 RW dengan jumlah penduduk 7.916 orang (tahun
2008) dan kepadatan 752 orang/km.
Gambar II.2. Primary Target Area CLD PT. Kapuk Naga Indah
Strategi pelaksanaan adalah melibatkan masyarakat dalam kegiatan proyek agar timbul
kepemilikan proyek sejak awal; namun seleksi penerima manfaat langsung tetap harus
dilakukan (misalnya dengan kriteria ketekunan, disiplin, kepemimpinan) dan mereka yang
terseleksi akan menjadi contoh bagi dan memotivasi yang lain.
[II 5]
Rencana Kegiatan
Pendidikan keterampilan & usaha baru ini melibatkan sesejumlah mitra perusahaan (pelaku
pasar) dalam penyediaan beasiswa dan memfasilitasi penyerapan tenaga, antara lain:
1. Pendidikan keterampilan di IGTC (international garment training center).
2. Pendidikan Teknik Montir Sepeda Motor.
3. Kini sedang dipelajari skema budidaya jamur merang/kardus dalam rangka peningkatan
pendapatan penduduk Kamal Muara (2012).
2.2.3. Pemutakhiran Studi-studi Tematik (Studi Pandang Perguruan Tinggi)
Studi Pandang 4 (empat) Perguruan Tinggi (ITB, UGM, UNDIP, dan UNHAS) tentang
implikasi reklamasi pulau Kapuk Naga Indah telah dilakukan sejak tahun 2010, dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Kajian Tematik PT. Kapuk Naga Indah
No.
Institusi
Tahun
Judul Kajian
Januari
2010
Studi Pandangan
Sistem Tata Air Akibat
Pelaksanaan
Reklamasi PT. Kapuk
Naga Indah
1.
LAPI ITB
2.
Laboratorium
Hidraulika Jurusan
Teknik Sipil Dan
Lingkungan Fakultas
Teknik Universitas
Gadjah Mada
Program
Pascasarjana Ilmu
Lingkungan
Universitas
Diponegoro
Desember
2010
Studi Pandangan
Reklamasi Yang Akan
Dilaksanakan Oleh PT.
Kapuk Naga Indah
(Bidang Hidrodinamika)
Desember
2010
Kajian Lingkungan
Rencana Reklamasi
PT. Kapuk Naga Indah
Program
Pascasarjana Ilmu
Lingkungan
Universitas
Diponegoro
Lembaga Penelitian
Universitas
Hasanuddin
Desember
2010
Pandangan Umum
Reklamasi
3.
4.
5.
2011
Studi Pandangan
Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah Di
Kawasan Pantai Utara
Jakarta (Bidang Sosial,
Ekonomi, Budaya dan
Kesehatan
Masyarakat)
[II 6]
Rencana Kegiatan
[II 7]
Rencana Kegiatan
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JabodetabekPunjur, selain mengatur rencana struktur ruang dan pola ruang makro kawasan
Jabodetabek-Punjur, juga mengakomodasi skema pengaturan pemanfaatan ruang kawasan
pantai yang sebelumnya diatur dengan Keputusan Presiden, yakni:
1. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan BogorPuncak-Cianjur;
2. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan
Jonggol sebagai Kota Mandiri;
3. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta;
dan
4. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Tangerang
Penataan ruang Penataan ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur menggunakan pendekatan
zonasi. Salah satu zona yang terkait dengan Kaawasan Pantura adalah Zona Penyangga
(P), yakni zona pada kawasan budi daya di perairan laut yang karakteristik pemanfaatan
ruangnya ditetapkan untuk melindungi kawasan budi daya dan/atau kawasan lindung yang
berada di daratan dari kerawanan terhadap abrasi pantai dan instrusi air laut. Zona
Penyangga ini dikelompokkan sebagai berikut:
1. Zona Penyangga 1 yang selanjutnya disebut Zona P1;
2. Zona Penyangga 2 yang selanjutnya disebut Zona P2;
3. Zona Penyangga 3 yang selanjutnya disebut Zona P3;
4. Zona Penyangga 4 yang selanjutnya disebut Zona P4; dan
5. Zona Penyangga 5 yang selanjutnya disebut Zona P5.
Area kerja PT KNI sebagian berada pada zona P2 dan P5. Tentang penyelenggaraan
reklamasi zona P2 dan P5, dinyatakan sebagai berikut:
1. Pada Pasal 42 ayat 2 (b) ditetapkan bahwa pada Zona P2, penyelenggaraan reklamasi
dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau
konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya,
dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai
dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8
(delapan) meter, dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan.
2. Selanjutnya pada pasal 42 ayat 5 (b) ditetapkan bahwa pada Zona P5,
penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling
tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurangkurangnya 200 (dua ratus) meter sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar
yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan dengan mempertimbangkan
karakteristik lingkungan.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tata letak pulau-pulau reklamasi dan ketentuan
pemanfaatan ruangnya digambarkan pada peta skets berikut:
[II 8]
Rencana Kegiatan
[II 9]
Rencana Kegiatan
[II 10]
Rencana Kegiatan
Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL)
II.4
Pulau 2A
Pulau 2B
Pulau 1
: 310 Ha
: 285 Ha
: 275 Ha
[II 11]
Rencana Kegiatan
[II 12]
Rencana Kegiatan
[II 13]
Rencana Kegiatan
[II 14]
Rencana Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu
yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan.
Pelaksanaan reklamasi harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan
kepelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak
terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi
lain yang ada di kawasan Pantura.
Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi
siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan
penataan kembali kawasan daratan Pantura.
Penataan kembali kawasan daratan Pantura diarahkan bagi tercapainya penataan
ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan
perumahan, pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan
fungsi sistem pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/ sungai.
Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan
kembali kawasan daratan Pantura dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama
usaha yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia
usaha.
Pengembangan Kawasan Pantura harus menjamin:
a. Terpeliharanya ekosistem dan kelestarian kawasan hutan lindung, hutan bakau,
cagar alam dan biota laut;
b. Pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum;
c. Kepentingan perikehidupan nelayan;
d. Kelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah;
e. Kepentingan dan terselenggaranya kegiatan pertahanan keamanan negara;
f. Terselenggaranya pengembangan sistem prasarana sumber daya air secara
terpadu;
g. Tidak memberikan tambahan resiko banjir di daerah hulunya baik akibat rob,
kenaikan permukaan laut/sungai; dan
h. Terselenggara/berfungsinya objek/instalasi/fasilitas vital di kawasan Pantura dengan
memperhatikan aspek-aspek ekologis lingkungan.
Pengembangan kawasan Pantura harus memperhatikan aspek sebagai berikut:
a. Peningkatan fungsi pelabuhan;
b. Pengembangan kawasan ekonomi strategis;
c. Pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata,
d. Pusat perdagangan/jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas;
e. Dilaksanakan serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu;
f. Pemanfaatan ruang rekreasi dan wisata dengan memperhatikan konservasi nilai
budaya daerah dan bangsa serta kebutuhan wisata nasional dan internasional; dan
g. Didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu.
Pengembangan kawasan Pantura dibagi menjadi beberapa sub-kawasan dengan
memperhatikan kondisi kawasan daratan Pantura dan perairan di sekitarnya. Subkawasan dimaksud merupakan satu kesatuan perencanaan yang dikembangkan
dengan sistem infrastruktur terpadu.
[II 15]
Rencana Kegiatan
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Sistem prasarana sumber daya air di Kawasan Reklamasi Pantura merupakan bagian
dari sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan
sungai yang melalui kawasan daratan pantai.
Untuk mencegah banjir yang mungkin terjadi pengembangan kawasan Pantura harus
mengembangkan sistem jaringan drainase dan sistem pengendalian banjir yang
direncanakan secara teknis termasuk waduk penampungan air dengan rasio minimal
per pulaunya sebesar 5%.
Waduk penampungan air berfungsi sebagai ruang terbuka.
Penyediaan air bersih di kawasan Pantura dilakukan dengan cara-cara ramah
lingkungan dan berkelompok dengan memanfaatkan alternatif sumber air baku baru
dan dilengkapi dengan sistem jaringan perpipaan secara terpadu. Pengelolaan
penyediaan air bersih dapat dilaksanakan secara mandiri dengan mengembangkan
sistem penyediaan air bersih yang ada dan/atau membangun sistem pengolahan
teknologi yang baru.
Limbah cair rumah tangga dan/atau limbah cair yang bersumber dari kegiatan lain wajib
diolah agar memenuhi baku mutu limbah cair yang sistem pengelolaannya dilakukan
dengan sistem terpusat (perpipaan).
Limbah cair yang memenuhi baku mutu disalurkan ke saluran umum dan tidak
berakibat pada penurunan kualitas air laut, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengembangan kawasan Pantura harus diawali perencanaan reklamasi yang disusun
secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup:
a. Rencana teknik reklamasi;
b. Rencana pemanfaatan ruang hasil reklamasi;
c. Rencana rancang bangun;
d. Rencana penyediaan prasarana dan sarana;
e. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
f. Rencana kelola lingkungan;
g. Rencana pemantauan lingkungan;
h. Rencana lokasi pengambilan bahan material;
i. Rencana pembiayaan; dan
j. Rencana pengelolaan air bersih dan air limbah serta pengendalian banjir.
Pengembangan dan perencanaan reklamasi dilakukan berdasarkan arahan sebagai
berikut:
a. Pengendalian potensi kerusakan yang berwujud dalam fenomena kenaikan muka air
laut, penurunan air tanah dan muka tanah, perluasan daerah genangan, abrasi dan
erosi, sedimentasi, intrusi air laut, polusi air dan udara serta persoalan lain yang
berhubungan dengan pemanfatan lahan, air permukaan dan air tanah;
b. Reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau yang ditentukan berdasarkan studi yang
lebih rinci dengan memperhitungkan masa perancangan, keandalan tanggul dan
perlindungan pesisir, resiko banjir, dan tindakan mitigasi, perlindungan hutan bakau,
serta jalur lalu lintas laut, pelayaran dan pelabuhan;
[II 16]
Rencana Kegiatan
17.
18.
19.
20.
Dari uraian di atas dapatlah ditegaskan bahwa Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030
sudah mengakomodasi arahan-arahan penataan ruang kawasan Pantura, yang sebelumnya
dimuat di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 1999 2010.
[II 17]
Rencana Kegiatan
[II 18]
Rencana Kegiatan
[II 19]
Rencana Kegiatan
Berdasarkan hasil kajian tersebut PT. Kapuk Naga Indah menugaskan Witteveen Bos
Indonesia untuk melakukan kajian Hydraulic and Hydrodynamic Pulau 1, Pulau 2A dan
Pulau 2B, baik pemodelan pulau per pulau maupun pemodelan sekaligus 3 pulau. Kajian
hidrodinamika yang dilakukan oleh Witteveen Bos Indonesia mencakup:
1. Identifikasi area proyek dan area sekelilingnya meliputi:
a. Identifikasi integrasi lokasi terhadap rencana BP Pantura,
b. Pola drainase kota,
c. Identifikasi tipologi pesisir pantai, dan
d. Karakteristik lokasi proyek terutama keberadaan ekosistem mangrove, akumulasi
sampah dan bahan pencemar serta keanekaan ikan tangkap.
2.
3.
4.
5.
Dampak terhadap tinggi muka air sungai dan system drainase meliputi:
a. Cara pendekatan, dan
b. Dampak terhadap tinggi muka air di sepanjang garis pantai, Kali Angke,
Cengkareng Drain, Muara PU Drain, Kali Tanjungan, Kali Kamal dan Kali Dadap.
6.
[II 20]
Rencana Kegiatan
7.
Fokus Studi:
Pembangunan 3 pulau buatan menyebabkan suatu perubahan yang signifikan terhadap
garis pantai, hal ini akan mengubah suatu garis pantai baru pada kedalaman -8 m kontur di
depan garis pantai lama, dan akan mempengaruhi pergerakan air di daerah pantai lama,
lingkungan pantai dan debit air di muara sungai dan saluran-saluran (drain). Prosedur
AMDAL menginginkan inventarisasi pengaruh-pengaruh tersebut dan dampak terkait pada
morfologinya, seperti keinginan mengetahui prosedur suatu evaluasi, pengukuran investigasi
dalam hal dampak yang akan terjadi. Fokus laporan meliputi aspek-aspek berikut:
1. Pengaruh pembangunan pulau pada tinggi muka air di daerah saluran wilayah
permukiman. Kriteria, tinggi permukaan air dan kondisinya di saluran wilayah
permukiman di bagian selatan jalan tol disarankan tidak mangalami kenaikan mencapai
kondisi kritis, sebagai perbandingan adalah kondisi situasi saat ini.
2. Pengaruh pembangunan pulau tersebut pada siklus air di daerah pantai dan iklim
gelombang yang terjadi. Tujuannya adalah mengatur nilai-nilai yang ada dan
memperbaiki batasan-batasan kondisi lingkungan pantai dikemudian hari, dimana
kemungkinan bertanggung jawab terhadap perairan laut dan sungai terhadap
keberadaan hutan mangrove dan pengurangan dampak negative baik oleh bahan
terapung maupun sampah-sampah di wilayah ini.
Dampak terhadap pencegahan banjir:
Untuk pengembangan di wilayah DKI Jakarta baik ke Selatan maupun ke arah daratan lain
yang sangat terbatas, satu-satunya kemungkinan adalah ke arah laut, hal ini telah terjadi
seperti wilayah Pluit, Muara Karang, Pantai Indah Kapuk serta target pengembangan lainnya
bagi wilayah Kapuk dan Cengkareng. Proses pengembangan ini akan menghasilkan
penambahan wilayah tertutup oleh kegiatan manusia, hasilnya aliran air permukaan akan
bertambah kuat dan besar dan mengurangi wilayah genangan air. Adanya saluran-saluran
yang ada sudah tidak cukup untuk menampung urbanisasi yang ada, sehingga masalah
banjir menjadi perhatian utama warga dan politisi, yang menginginkan perbaikan boundary
aliran di daerah tersebut, tetapi tentu saja semuanya membutuhkan waktu untuk
memperbakinya. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan 3 (tiga) pulau buatan
adalah tidak akan menambah masalah saat ini. Bahkan akan menunjukkan bahwa adanya 3
(tiga) pulau buatan tersebut tidak akan menghalangi perbaikan-perbaikan di kemudian hari
dari kondisi pola alirannya.
[II 21]
Rencana Kegiatan
[II 22]
Rencana Kegiatan
surut serta debit sungainya). Berikut ini hidrodinamika model run dibuat untuk mendapatkan
objektifnya, dengan skenario sungai sebagai berikut:
1. Situasi yang ada (tanpa pengembangan pulau)
2. Pengembangan 3(tiga) pulau dan mitigasi sistem sungai
3. Saat pengembangan (hanya pulau 2A) termasuk mitigasi sistem sungainya
4. Saat pembangunan 3 pulau termasuk studi mitigasinya pada sistem sungai untuk
mengevaluasi tingkat dampaknya.
Skenario model run sungai untuk menentukan kondisi sungai saat ini, debit dan
kapasitasnya serta disain waktu yang menunjukkan pengaruh sungai sekarang dan masa
depan. Skenario daerah pantai:
1. Situasi yang ada (sebelum pulau dikembangkan),
2. Perkembangan penuh 3 (tiga) pulau buatan termasuk perhitungan mitigasi sistem
sungai,
3. Perkembangan sebagian pulau (2A) beserta mitigasi sistem sungai,
4. Pengembangan penuh ke-3 pulau termasuk mitigasi dalam sistem sungai untuk
keperluan analisis tingkat dampaknya.
Terjadinya debit yang ekstrem:
Modeling dilakukan dalam studi ini berdasarkan data sektor-sektor sungai dan debit yang
berbeda tinggi permukaannya, yakni:
1. Kapasitas debit sungai saat ini.
2. Kapasitas discharge yang mewakili discharge yang ada pada eron-section saluransaluran urban yang tanggulnya selalu hampir dibanjiri (penuh).
Deskripsi kajian hydraulik dan hydrodinamika dalam rangka pembangunan Kapuk Naga
Indah sebagaimana diihtisarkan di atas disajikan sebagai appendix. Proses diskusi di
lingkungan BP Pantura, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, BPPT, LAPI ITB, FT UGM, FT
UI, Balitbang SDA Departemen PU, Dinas PU, BBWSCC dan PT. Kapuk Naga Indah telah
dilakukan dengan intensif pada tanggal 24 Juli 2007. Hasil kesimpulan rapat pembahasan
tersebut dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Lebar garis pantai dengan pulau reklamasi 300 m (100 m mangrove dan 200 m alur
perairan/lateral kanal).
2. Lebar permukaan basah dan luas penampang basah pada low water spring vertikal
kanal lebih besar dari lebar permukaan basah dan luas penampang basah pada low
water spring muara sungai apabila pulai sebelah kiri kanan direklamasi.
3. Masih perlu dilakukan kalibrasi model dan validasi parameter model dengan melakukan
pemantauan dan evaluasi selama proses reklamasi berlangsung terhadap data
batimetri, water level, kecepatan aliran, sedimentasi dan perubahan garis pantai pada
sungai Banjir Kanal Barat, Cengkareng Drain, Kali Tanjungan, Kali Kamal dan sekitar
muara-muara sungai tersebut.
4. Hasil monitoring di atas digunakan untuk Update Model hidrodinamika, terutama untuk
memeriksa kembali pemodelan yang telah dilakukan.
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[II 23]
Rencana Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
[II 24]
Rencana Kegiatan
Salah satu syarat pemberian ijin usaha penambangan bahan galian golongan C pasir
laut adalah penyusunan dokumen AMDAL. Kajian dampak lingkungan dimaksud sudah
harus menelaah secara dalam dampak positif dan dampak negatif penambangan pasir
laut sesuai dengan jumlah cadangan, masa waktu penambangan dan cara
penambangan. Dampak lingkungan dimaksud mencakup dampak terhadap lingkungan
fisik alami, lingkungan hayati dan lingkungan sosial ekonomi, sosial budaya.
Dalam rangka penyediaan kebutuhan bahan reklamasi bagi PT. Kapuk Naga Indah maka
salah satu syarat utama peserta tender adalah Izin Operasional Penambangan Bahan
Galian Golongan C dan Rekomendasi AMDAL untuk lokasi quary. Proses pengangkutan
bahan-bahan reklamasi dari lokasi quary ke lokasi proyek akan menjadi bagian dari studi
AMDAL ini. Pengangkutan bahan material reklamasi (batu) dilakukan melalui transportasi
laut hingga menuju lokasi Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, dimana peralatan
angkutan akan disediakan oleh suplier (perusahaan pemasok bahan material reklamasi),
terutama kapal tongkang. Dengan demikian kajian AMDAL Kapuk Naga Indah tidak
mengkaji dampak penambangan batu terhadap lingkungan sekitar tambang tetapi
difokuskan pada dampak transportasi bahan-bahan reklamasi.
Bahan Material yang akan disediakan oleh PT. Kapuk Naga Indah dalam rangka
reklamasi pulau adalah:
a. Pengadaan Pasir Laut
1) Kebutuhan Pasir Laut
Kebutuhan material pasir urug untuk areal reklamasi Pulau 2A (luas 310 Ha)
dibutuhkan pasir sebesar 20.900.000 m3, pulau 2B (285 Ha) sebesar 18.663.055
m3 dan pulau 1 (275 Ha) sebesar 19.209.597 m3. Kebutuhan ini direncanakan
disuplai dari daerah Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
2) Lokasi Penambangan Pasir Laut
Pasir urug yang akan digunakan untuk kebutuhan reklamasi Kapuk Naga Indah
Pulau 2A akan disuplai dari supplier PT. Jetstar yang kuasa penambangan (KP)
berada diperairan laut lepas pantai utara Kabupaten Serang Provinsi Banten.
PT. Jetstar memiliki beberapa surat izin usaha pertambangan operasional
produksi (terlampir) seperti tertera pada tabel berikut:
[II 25]
Rencana Kegiatan
Lokasi Usaha
Luas
Area
Volume Yang
Dapat Digali
Ketebalan
Jangka
Waktu
Selain dari sumber di atas, kekurangan pasir urug/pasir laut akan didatangkan dari
daerah Provinsi Lampung dan Provinsi Bangka Belitung. Saat ini masih dalam
penjajakan, antara lain:
a) PT. Samudera Banten Jaya, lepas pantai Utara Kabupaten Serang
(mempunyai Dok. Andal, RKL dan RPL).
b) PT. Tobas Kaula Kencana, alur Sungai Wai Seputih, Kab. Lampung Tengah,
Kab. Lampung Timur dan Kab. Tulang Bawang (mempunyai Dok. Andal, RKL
dan RPL).
c) PT. Nusambada Pratama, Kramat Watu Kab. Serang (mempunyai Dok. Andal,
RKL dan RPL).
3) Proses Penambangan dan Pengangkutan
a) Pengadaan Kapal
Untuk kegiatan penambangan pasir laut di wilayah KP eksplorasi PT. Jetstar
akan dilakukan dengan kapal keruk hisap (cutter suction dredger, CSD)
sebanyak 1 unit. Jenis kapal ini memiliki kapasitas muat sebesar 500 m3/jam
yang disesuaikan dengan kedalaman laut.
b) Pemasangan Rambu-rambu
Pengadaan sarana penunjang di laut berupa pemasangan rambu-rambu di
lokasi penambangan berupa pelampung di setiap sudut areal layak tambang
dengan menggunakan instrumen kontrol (GPS).
c) Penambangan Pasir Laut
Sesuai dengan rencana kapasitas produksi PT. Jetstar direncanakan
penambangan dengan menggunakan 1 unit kapal keruk hisap (cutter suction
dredger, CSD) dengan kapasitas 500 m3/jam. Pasir laut beserta material lain
yang terdapat di pasir laut akan direncanakan/diberai dan dihisap sambil
[II 26]
Rencana Kegiatan
[II 27]
Rencana Kegiatan
barge) dengan kapasitas 500 m3 akan langsung ditarik oleh tug boat ke lokasi
proyek reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah. Jarak tempuh dari lokasi
penambangan sampai ke lokasi proyek reklamasi diperkirakan sejauh 40 Km.
b. Pengadaan Batu
Lokasi sumber pengadaan batu dalam rangka memenuhi kebutuhan material proyek
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah direncanakan dari kegiatan penambangan
bahan galian C (batu andesit) yang dilakukan oleh:
1) Koperasi Pegawai Maritim, PT Persero Pelindo II; Penambangan batu adesit di
desa Pulo Ampel Margasari dan Sumuranja, Kecamatan Pulo Ampel Kabupaten
Serang. UKL UPL tahun 2004.
2) PT. Batu Alam Makmur dengan luas lahan penambangan 25 Ha, berlokasi di
Blok Gunung Perahu, Desa Ukirsari, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten
Serang, dimana kegiatan penambangan batu tersebut dapat memasok
kebutuhan material proyek dan telah memiliki persetujuan UKL/UPL dari Tim
Penilai AMDAL Pemerintah Kabupaten Serang Nomor 666.1/1021/KLH, tanggal
31 Mei 2005.
3) PT. Batu Alam Sari, Penambangan batu andesit, desa Ukir Sari Kecamatan
Bojonegara, Kabupaten Serang. UKL-UPL tahun 2005.
4) PT. Anugerah Batu Gunung Geri Zim. Penambangan batu andesit di desa Ukir
Sari Kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang. UKL-UPL thn 2006.
Tabel 2.6. Kebutuhan Batu
Volume Material (m)
Quarry Run (0-10 kg) (m)
Rock 10 - 60 kg (m)
Rock 60 - 300 kg (m)
Rock 300 - 1000 kg (m)
Rock 1000 - 3000 kg (m)
TOTAL
Sumber: PT. Kapuk Naga Indah (2012)
Pulau 2A
Luas = 310 Ha
166.000
214.000
239.800
62.600
153.800
836.200
Pulau 1
Luas = 275 Ha
148.964
192.037
215.189
56.176
138.016
750.382
Pulau 2B
Luas = 285 Ha
164.026
211.455
236.948
61.856
151.971
826.256
[II 28]
Gambar II.6.
Lokasi Sumber Pengadaan
Batu dan Pasir
Keterangan:
: Lokasi Proyek
: Lokasi Pengadaan Batu
: Lokasi Pengadaan Pasir
PT. Jetstar
Pemrakarsa
PT. KAPUK NAGA INDAH
Sumber:
Atlas Indonesia & Dunia, 2011
[II 29]
Rencana Kegiatan
[II 30]
Rencana Kegiatan
2)
Definisi Elevasi
Definisi elevasi berikut perlu dibedakan:
a) Elevasi desain, yang berupa level permanen yang diperlukan setelah 50
tahun. Elevasi ini mencakupkan tambahan untuk kenaikan muka air laut masa
datang (tambahan 0,3 m untuk tanggul).
b) Elevasi pembangunan, yang berupa tinggi permukaan setelah penyelesaian
pembangunan. Elevasi pembangunan ini lebih tinggi daripada elevasi
desainnya. Untuk tanggul elevasi pembangunan ini mencakupkan tambahan
elevasi untuk mengimbangi penurunan muka-tanah sisa (penurunan mukatanah konsolidasi yang belum terjadi selama pembangunan) dan pengaruhpengaruh jangka panjang lainnya.
c) Elevasi pengurugan, yang merupakan level langsung setelah penempatan
urugan. Level urugan ini lebih tinggi daripada level pembangunan dengan
tambahan untuk mengimbangi penurunan muka-tanah konsolidasi.
3)
345 15
15 45
18
21
23
14
16
18
17
19
20
17
19
21
16
18
20
19
20
21
15
16
18
16
17
18
16
17
17
16
17
18
18
20
22
19
21
23
[II 31]
Rencana Kegiatan
b) Muka Air
Muka air laut rata-rata ialah pada +1.2 m PP*. Muka air laut pasang perbani
rata-rata (MHWS) ialah kira-kira pada +1.7 m PP*, mean low water spring
kira-kira pada +0.6 m PP*. Kenaikan muka air laut pada masa mendatang
diantisipasi setinggi 0.3 m.
c) Kondisi Gelombang
Kondisi-kondisi gelombang ekstrem (tinggi gelombang signifikan Hs dan
periode gelombang signifikan Ts) pada pertahanan laut telah disimulasi dan
ditentukan dengan model spektral generasi ketiga SWAN yang berupa
singkatan dari Simulating Waves Nearshore. Perhitungan-perhitungan SWAN
dilakukan untuk kondisi dengan keberadaan Pulau 1 dan 2B maupun tanpa
keberadaan Pulau 1 and 2B. Perhitungan-perhitungan ini dilakukan untuk tiga
arah angin:
(1) Utara (345 15);
(2) Timur (75 - 105);
(3) Utara-utara-barat (315 - 345).
Gelombang-1/10,000 di tempat pertahanan laut sisi utara memiliki tinggi
gelombang signifikan Hs setinggi 4.1 m, periode rata-rata TM02 selama 5.7 s
dan periode gelombang spektral TM-1.0 = 8.7 s.
b. Umur Konstruksi dan Aspek Keamanan
1)
Periode Ulang
Kejadian Badai
Periode t
Perhitungan Level
[yr]
Puncak
[yr -1]
0 50
1,000
Periode Ulang
Kejadian Badai
Bahan Pelindung
Lereng
[yr -1]
10,000
05
100
100
5 50
0 50
1,000
1,000
10,000
10,000
[II 32]
Rencana Kegiatan
2)
1/100
+1.68 m PP*
0.20 m
0.06 m
+1.9 m PP*
0.30 m
+2.2 m PP*
1/1,000
+1.68 m PP*
0.30 m
0.12 m
+2.1 m PP*
0.30 m
+2.4 m pp*
1/10,000
+1.68 m PP*
0.40 m
0.18 m
+2.3 m PP*
0.30 m
+2.6 m PP*
3)
4)
[II 33]
Rencana Kegiatan
b) Level desain puncak tanggul (level pembangunan dikurangi penurunan mukatanah sisa) harus dipenuhi setelah 50 tahun.
c) Penurunan muka tanah puncak harus dibatasi (hingga kira-kira 0,5 m) untuk
mencegah perlunya pemeliharaan akibat penurunan muka tanah.
d) Level pembangunan berm harus setinggi mungkin, tetapi tidak lebih tinggi
daripada MHWS (= +1.68 m PP*).
5)
Kondisi-kondisi Ekstrem
a) Tsunami
Tsunami ialah sederetan gelombang yang ditimbulkan apabila sekumpulan air
dipindahkan secara cepat dalam skala yang sangat besar. Gempa, longsor,
erupsi gunung berapi dan benturan meteorit besar semuanya memiliki potensi
untuk menimbulkan tsunami. Ketika gelombang tsunami ini mendekati
perairan dangkal di daerah pantai, periode waktunya tetap sama, tetapi
panjang-gelombangnya berkurang cepat, dengan demikian menyebabkan air
menumpuk dan membentuk puncak gelombang yang sangat tinggi. Sistem
polder dengan tanggul yang cukup tinggi ini memberikan pertahanan yang
lebih baik terhadap bahaya tsunami.
b) Gempa
Struktur geoteknis didesain pada percepatan permukaan selama terjadinya
gempa sebesar 0,30g sesuai dengan peta gempa Indonesia.
c. Rencana Reklamasi
1)
Fase pengembangan
Kegiatan Reklamasi akan diwali dengan Pulau 2A, yang diikuti oleh Pulau 1 dan
2B. Fase pertama akan berupa paruhan selatan Pulau 2A dengan kawasan
reklamasi kira-kira 100 ha. Pembangunan Pulau 2A dipertimbangkan sebagai
berikut:
a) Langkah 1, 100 ha pertama hingga 130 ha (Pulau 2A)
(1) Pekerjaan persiapan, yang terdiri atas pembangunan base camp dan
pembangunan lapangan pendukung di Pantai Indah Kapuk, Sektor Utara
Barat.
(2) Pekerjaan awal pembangunan di atas air dari kira-kira kontur kedalam 4m PP*.
(3) Pembangunan struktur cofferdam pancang-lembaran dan kawasan
reklamasi kira-kira pada kontur kedalaman -4m PP* sebagai dermaga
sementara untuk pembongkaran batu dan memasok batu ini ke kawasan
penyimpanan.
[II 34]
Rencana Kegiatan
[II 35]
Rencana Kegiatan
[II 36]
Rencana Kegiatan
(2) Kanal alur-keluar Cengkareng Drain, yang lewat di antara Pulau 1 dan
2B.
(3) Kanal alur-keluar Kali Tanjungan dan PU-Drain, yang lewat di antara
Pulau 2A and 2B.
(4) Kanal alur-keluar Kali Kamal/Dadap. Kanal ini sama-sama digunakan
bersama pulau Banten pertama di barat kawasan Kapuk Naga Indah.
Alur-keluar sungai-sungai ini perlu dipertahankan terbuka selama seluruh
fase pengembangan ini, untuk menyediakan pembuangan yang tidak
terhalang. Kanal alur-keluar dan muara kanal alur-keluar Kali Angke akhirnya
diperdalam hingga ke 4.1 m PP* dan untuk sungai-sungai lain hingga ke
3.35 m PP*. Kedua kedalaman ini belum mencakup tambahan pengerukanlebih untuk pengendapan. Pendalaman muara sungai tersebut dilakukan
serentak dengan implementasi pulau-pulaunya. Muara Cengkareng Drain
diperdalam hingga ke elevasi 1.3 m PP* (-2.5 m MSL), yang cukup untuk
pengendapan yang diharapkan setelah tahun-tahun pertama pembangunan.
3)
Bahan Pembangunan
Pengurugan kawasan dan tanggul batas akan dibangun sebagai urugan hidrolik,
dengan pasir yang dipasok dari kawasan galian-sumbang, yang terletak di
bagian barat Laut Jawa atau Selat Sunda. Tanggul-tanggul ini dilindungi dengan
batu, umumnya dipasok dari tempat galian-batu yang terletak di daerah Merak.
Batu-batu yang lebih besar (batu yang masing-masing beratnya lebih dari 1,000
kg) akan dipasok dari sumber-sumber yang lebih jauh. Blok beton dapat
digunakan sebagai pengganti batuan besar. (beratnya lebih dari 1,000 kg).
Bahan pembangunan utama untuk reklamasi lahan ialah:
a) Pasir untuk pengurugan di kawasan reklamasi dan untuk bahan tanggul/sea
defennce,
b) Batu untuk pelindung tanggul
(1) Unit armour primer (300 - 1,000 kg, 1,000 3,000 kg) untuk lereng di
bawah gempuran gelombang. Unit lainnya (misalnya, blok beton)
dipertimbangkan sebagai pilihan lain.
(2) Unit sekunder (10 60 kg, 60 300 kg), sebagai pelapis-bawah primer
dan pada lereng dengan gempuran gelombang dan arus sedang.
(3) Quarry run (suatu campuran kerikil berpasir peringkat halus dan
pecahan batu hingga kira-kira bongkahan 10 kg), untuk inti fase pertama
tanggul-tanggul.
c) Geomatras, suatu komposit yang terbuat dari geotekstil, yang diperkuat
dengan bambu belah, yang ditempatkan di dasar laut untuk mendistribusikan
berat tanggul ke seluruh tanah lapis-bawah yang lunak dan untuk
meningkatkan kestabilan tanggul tersebut.
[II 37]
Rencana Kegiatan
Pembangunan Tanggul
a) Desain Tanggul Pertahanan Laut
Tanggul pertahanan laut menghadap ke perairan yang lebih dalam, di mana
tanggul itu terbuka terhadap gelombang yang datang dari Laut Jawa.
Potongan penampang melintang tipikal tanggul ini disajikan dalam. Level
puncak desain ialah pada +6.1 m. PP* (disain level).
b) Desain Tanggul Batas
Tanggul batas menghadap ke kanal antara pulau-pulau dan menghadap
kanal batas antara pulau dan pantai. Tanggul-tanggul batas ini kurang
terbuka terhadap gelombang. Potongan penampang tanggul batas ini serupa
dengan tanggul pertahanan laut, tetapi level puncaknya lebih rendah.
c) Kondisi tanah lapis-bawah, penurunan muka-tanah dan kestabilan
Tanah lapis-bawah dalam kawasan proyek ini sangat lunak dan kompresibel.
Penurunan muka-tanah lapis-bawah akan terjadi akibat berat urugan pasir,
dalam besaran 15-35% tebal urugan. Tanah lapis-bawah yang lunak ini juga
mengharuskan kita untuk membangun lereng-lereng tanggul dalam beberapa
fase, untuk memastikan kestabilan selama fase pembangunannya.
d) Level Tanah dan Level Air Dalam Waduk Penahan Air
Level tanahnya ialah pada +0.6 m PP* (= -0.6 m MSL). Ini merupakan level
tanah setelah konsolidasi primer. Level air dalam waduk penahan air ialah
pada -1.3 m PP*.
e) Fase Pembangunan Tanggul Pertahanan Laut
(1) Pembangunan onggokan pasir di atas dasar laut lunak, hingga level
urugan kira-kira 1.0 m PP*. Lapisan pasir ini ditempatkan dengan
ponton semprot, untuk meminimumkan risiko ketakstabilan akibat
penumpukan pasir secara lokal. Pasirnya dipasok oleh suatu hopper
dredger melalui jaringan pipa. Lapisan pasir ini secara temporer dapat
dibiarkan tak berpelindung, sehingga gelombang dapat lewat di atas
urugan pasir tersebut.
(2) Pengurugan tanggul batas kecil (boundary dikes) di sepanjang keliling
kawasan, yang dilindungi dengan batu dan diurug dengan pasir. Bund ini
dapat dibangun dari quarry run (bahan sisa dari tempat-galian batu, yang
berisi batu berdimensi kecil) atau dari geo tube (tabung geotekstil). Geo
[II 38]
Rencana Kegiatan
tube (tabung geotekstil) ini berupa kantong besar yang terbuat dari
geotekstil yang diisi dengan pasir dengan bantuan pompa. Bund ini
dilindungi dengan batu di sisi yang menhadap laut. Bund ini diurug
dengan pasir hingga level urugan +2 m PP*, persis di atas muka air
tinggi. Pasir ini ditempatkan melalui sistem jaringan pipa di atas urugan
yang telah dicurahkan. Fungsi bund ini ialah untuk melindungi urugan
pasir dari erosi di garis-perairan.
(3) Penempatan vertikal drain (salir tegak) di atas urugan pasir dan
penempatan urugan untuk badan tanggul dalam dua atau tiga tahap.
Penyelesaian pelindung lereng terluar setelah sebagian besar
penurunan muka-tanah telah terjadi.
5)
6)
Desain Pulau 2A
a) Geometri
(1) Tipikal Penampang Melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal penampang
lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai beberapa
karakteristik (Gambar II.8):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm pada muka air rencana ( Design Water Level ) pada
ketinggian PP* + 2.40 m dan lebar 15 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3;
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak minimal PP* + 3.40
m.
Disekeliling pulau terdapat berm dengan lebar 15 m yang berfungsi
sebagai pantai publik. kecuali pada kawasan mangrove (bakau) pada
segmen dari CH5+900 sampai CH7+100. Pada segmen ini, tidak
terdapat berm (Gambar II.9).
[II 39]
Rencana Kegiatan
[II 40]
Rencana Kegiatan
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2A dibagi dalam 23 (sub-) segmen.
Transisi antara seksi utama (main sections) ditentukan oleh transisi
kebutuhan grading batuan armor, kemiringan talud tanggul bawah dan
keberadaan hutan bakau (mangrove). Pembagian segmen kedalam subsegmen dilakukan berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal
slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
Lokasi dari sub seksi ditunjukkan pada Gambar II.10.
dari
[m]
7+323
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
ke
[m]
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
panjang
[m]
486
559
406
315
248
199
169
129
394
456
584
501
264
225
145
140
[II 41]
Rencana Kegiatan
dari
[m]
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
seksi
J
J-1
K
K-1
L
M
N
ke
[m]
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
7+323
panjang
[m]
135
420
340
185
504
500
350
b) Desain Hidraulik
(1) Ketinggian Puncak (crest level);
Ketinggian puncak ditampilkan pada Tabel 2.11. Ketinggian puncak
rencana didefinisikan ketinggian puncak setelah 50 tahun. Ketinggian ini
lebih rendah sekitar 1.5 m dibandingkan ketinggian puncak sesaat
setelah penyerahan dari kontraktor ke pengembang. Sebagian besar
proses konsolidasi diharapkan terjadi pada waktu konstruksi. Amblesan
(landsubsidence) sekitar 1 m dan penurunan sisa (residual settlement)
0.5 m diperkirakan akan terjadi pada masa layanan selama 50 tahun.
Tabel 2.11. Ketinggian Puncak Rencana, Talud Tanggul dan Berm
seksi
dari
ke
kemiringan
bawah
lebar berm
ketinggian
berm
talud atas
A
B
B-1
C
C-1
C-2
C-3
C-4
D
E
F
G
H
I
I-1
I-2
J
J-1
K
K-1
L
M
N
[km]
7+323
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
[km]
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
7+323
[-]
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:3
1:3
1:3
[m]
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
no berm
no berm
no berm
[m + PP*]
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
2.40
no berm
no berm
no berm
[-]
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
ketinggian
puncak
rencana
[m + PP*]
3.40
3.40
3.40
3.40
3.50
3.80
4.20
4.70
5.20
5.50
5.50
5.50
5.10
5.10
5.00
5.00
4.90
4.80
4.60
4.40
3.90
3.40
3.40
[II 42]
Rencana Kegiatan
dari
[km]
ke
[km]
A
B
B-1
C
C-1
C-2
C-3
C-4
D
E
F
G
H
I
I-1
I-2
J
J-1
K
K-1
L
M
N
7+323
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
7+323
proteksi armor
grading
ketebalan
[-]
[m]
10-60
0.45
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
300-1000
1.25
1000-3000
1.8
1000-3000
1.8
1000-3000
1.8
300-1000
1.25
300-1000
1.25
300-1000
1.25
300-1000
1.25
300-1000
1.25
300-1000
1.25
300-1000
1.25
60-300
0.8
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
lapisan filter 1
grading ketebalan
[-]
[m]
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
60-300
10-60
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.45
lapisan filter 2
grading ketebalan
[-]
[m]
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
10.-60
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
dari
[km]
ke
[km]
A
B
B-1
C
C-1
C-2
C-3
C-4
D
E
F
G
H
I
I-1
I-2
J
J-1
K
K-1
L
M
N
7+323
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
7+323
armour protection
grading
ketebalan
[-]
[m]
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
60-300
0.8
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
10-60
0.45
lapisan filter
grading
ketebalan
[-]
[m]
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
[II 43]
Rencana Kegiatan
7)
seksi
dari
[km]
ke
[km]
A
B
B-1
C
C-1
C-2
C-3
C-4
D
E
F
G
H
I
I-1
I-2
J
J-1
K
K-1
L
M
N
7+323
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
0+155
0+714
1+120
1+435
1+683
1+882
2+051
2+180
2+574
3+030
3+614
4+115
4+379
4+604
4+749
4+889
5+024
5+444
5+784
5+969
6+473
6+973
7+323
struktur toe
ketinggian
dasar
grading ketebalan
[m + PP*]
[-]
[m]
-2.00
10-60
0.45
-3.50
10-60
0.45
-4.60
10-60
0.45
-5.70
10-60
0.45
-6.40
10-60
0.45
-7.20
10-60
0.45
-7.60
10-60
0.45
-7.70
10-60
0.45
-7.70
60-300
0.8
-8.80
300-1000
1.25
-8.80
300-1000
1.25
-8.10
60-300
0.8
-7.00
60-300
0.8
-6.30
60-300
0.8
-5.60
60-300
0.8
-5.40
60-300
0.8
-4.00
60-300
0.8
-2.80
60-300
0.8
-1.50
60-300
0.8
-0.40
10-60
0.45
-0.40
10-60
0.45
-1.30
10-60
0.45
-1.40
10-60
0.45
grading
[m + PP*]
10-60
60-300
60-300
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
10-60
filter
ketebalan
[-]
0.45
0.8
0.8
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
Desain Pulau 2B
a) Geometri
(1) Tipikal penampang melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal penampang
lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai beberapa
karakteristik (lihat Gambar II.11.):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm pada muka air rencana (Design Water Level) pada ketinggian
PP* + 2.40 m) dan lebar 15 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3;
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak min PP* +3.40 m.
Disekeliling pulau terdapat berm dengan lebar 15 m yang berfungsi
sebagai pantai publik. Kecuali pada kawasan mangrove (bakau) pada
segmen dari CH5+900 sampai CH7+100. Pada segmen ini, tidak
terdapat berm (lihat Gambar II.12).
[II 44]
Rencana Kegiatan
[II 45]
Rencana Kegiatan
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2B dibagi dalam 12 (sub-) segmen.
Transisi antara seksi utama (main sections) ditentukan oleh transisi
kebutuhan grading batuan armor, kemiringan talud tanggul bawah dan
keberadaan hutan bakau (mangrove). Pembagian segmen kedalam subsegmen dilakukan berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal
slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
Lokasi dari sub seksi ditunjukkan pada Gambar II.13.
Dari
[m]
Ke
[m]
Panjang
[m]
A-1
A-2
B-1
B-2
C
D
E
F
G
H
I-1
I-2
7+400
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
7+400
558
400
1,200
400
100
600
100
700
300
1,700
1,200
300
Ketinggian dasar
laut
[m + PP*]
-0.65 to -3.00
-3.00 to -4.07
-4.07 to -6.62
-6.62 to -7.50
-7.50 to -7.52
-7.52 to -7.46
-7.46 to -7.24
-7.24 to -6.40
-6.40 to -5.63
-5.63 to -1.06
-1.06 to -0.33
-0.33 to -0.65
[II 46]
Rencana Kegiatan
b) Desain Hidraulik
(1) Ketinggian puncak
Ketinggian puncak ditampilkan pada Tabel 2.16 Ketinggian puncak
rencana didefinisikan ketinggian puncak setelah 50 tahun. Ketinggian ini
lebih rendah sekitar 1.5 m dibandingkan ketinggian puncak sesaat
setelah penyerahan dari kontraktor ke pengembang. Sebagian besar
proses konsolidasi diharapkan terjadi pada waktu konstruksi. Amblesan
(landsubsidence) sekitar 1 m dan penurunan sisa (residual settlement)
0.5 m diperkirakan akan terjadi pada masa layanan selama 50 tahun.
Tabel 2.16. Ketinggian Puncak Rencana, Talud Tanggul dan Berm
A-1
A-2
B-1
B-2
C
D
E
F
G
H
I-1
I-2
7+400
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
7+400
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:6
1:3
1:3
1:3
0.02%
ketinggian
berm
[m + PP*]
talud
atas
[-]
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
15
2.4
no berm (mangrove section)
no berm (mangrove section)
horiz. 0.15%
0.25%
0.06%
lebar
berm
[m]
horizontal
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
ketinggian
puncak
rencana
[m + PP*]
4.15 to 4.48
4.48 to 4.56
4.56 to 5.04
4.04 to 5.20
5.20
5.20
5.20
5.20 to 4.15
4.15 to 3.40
3.40
3.40
3.40 to 4.15
horizontal
kemiringan
puncak
[-]
0.06%
0.02%
0.04%
0.04%
horizontal
horizontal
horizontal
0.15%
0.25%
horizontal
horizontal
0.25%
0.06%
kemiringan
bawah
[-]
0.25%
ke
[km]
0.02%
seksi
dari
[km]
[m + PP*]
4
2
Crest
Berm
Bottom
-2
-4
-6
-8
0
Chainage [m]
[II 47]
Rencana Kegiatan
dari
[km]
ke
[km]
A-1
A-2
B-1
B-2
C
D
E
F
G
H
I-1
I-2
7+400
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
7+400
proteksi armor
lapisan filter 1
gradasi
ketebalan Gradasi ketebalan
[-]
[m]
[-]
[m]
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
300 - 1000 kg
1.3
10 - 60 kg
0.5
1000 - 3000 kg
1.9
60 - 300 kg
0.9
300 - 1000 kg
1.3
10 - 60 kg
0.5
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
lapisan filter 2
gradasi ketebalan
[-]
[m]
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
dari
[km]
ke
[km]
A-1
A-2
B-1
B-2
C
D
E
F
G
H
I-1
I-2
7+400
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
7+400
armour protection
grading
ketebalan
[-]
[m]
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
60 - 300 kg
0.9
60 - 300 kg
0.9
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
lapisan filter
grading ketebalan
[-]
[m]
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
transisi
level
[m + PP*]
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
3.8
3.8
3.8
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
[II 48]
Rencana Kegiatan
8)
ketinggian
dasar
[m + PP*]
seksi
dari
[km]
ke
[km]
A-1
A-2
B-1
B-2
C
D
E
F
G
H
I-1
I-2
7+400
0+400
0+800
2+000
2+400
2+500
3+100
3+200
3+900
4+200
5+900
7+100
struktur toe
filter
ketinggian
ujung
grading ketebalan grading ketebalan
(toe)
[-]
[m]
[m + PP*]
[-]
[m + PP*]
bottom
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
bottom
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
bottom
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
-6.7
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
-6.7
300 - 1000 kg
1.3
10 - 60 kg
0.5
-6.7
300 - 1000 kg
1.8
60 - 300 kg1
0.9
-6.7
300 - 1000 kg
1.3
10 - 60 kg
0.5
-6.7
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
bottom
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
bottom
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
bottom
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
bottom
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
Desain Pulau 1
a) Geometri
(1) Tipikal Penampang Melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal penampang
lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai beberapa
karakteristik (lihat Gambar II.15):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm pada muka air rencana (Design Water Level) pada ketinggian
PP* + 2.40 m) dan lebar 15 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3;
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak minimal PP* + 3.40
m.
Disekeliling pulau terdapat berm dengan lebar 15 m yang berfungsi
sebagai pantai publik. kecuali pada kawasan mangrove (bakau) pada
segmen dari CH5+200 sampai CH6+890. Pada segmen ini, tidak
terdapat berm (Gambar II.16).
[II 49]
Rencana Kegiatan
[II 50]
Rencana Kegiatan
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2B dibagi dalam 12 (sub-) segmen.
Transisi antara seksi utama (main sections) ditentukan oleh transisi
kebutuhan grading batuan armor, kemiringan talud tanggul bawah dan
keberadaan hutan bakau (mangrove). Pembagian segmen kedalam subsegmen dilakukan berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal
slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
[II 51]
Rencana Kegiatan
seksi
A
B
C
D
E
F
G
H-1
H-2
H-3
ke
[m]
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
6+890
panjang
[m]
1,100
1,100
100
700
500
1,100
600
200
700
290
b) Desain Hidraulik
(1) Ketinggian Puncak
Ketinggian puncak ditampilkan pada Tabel 2.21 Ketinggian puncak
rencana didefinisikan ketinggian puncak setelah 50 tahun. Ketinggian ini
lebih rendah sekitar 1.5 m dibandingkan ketinggian puncak sesaat
setelah penyerahan dari kontraktor ke pengembang. Sebagian besar
proses konsolidasi diharapkan terjadi pada waktu konstruksi. Amblesan
(landsubsidence) sekitar 1 m dan penurunan sisa (residual settlement)
0.5 m diperkirakan akan terjadi pada masa layanan selama 50 tahun.
Tabel 2.21. Ketinggian Puncak Rencana, Kemiringan Talud dan Layout
Berm
ke
[km]
A
B
C
D
E
F
G
H-1
H-2
H-3
0+000
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
6+890
8.00
0.075%
talud
lebar
ketinggian
bawah
berm
berm
[-]
[m]
[m + PP*]
1:6
15
2.4
1:6
15
2.4
1:6
15
2.4
1:6
15
2.4
1:6
15
2.4
1:6
15
2.4
1:6
15
2.4
1:3
no berm (mangrove section)
1:3
no berm (mangrove section)
1:3
no berm (mangrove section)
0.06%
horizontal
0.04%
ketinggian
rencana
[m + PP*]
4.00 to 4.83
4.83 to 5.50
5.50
5.50
5.50
5.20 to 5.06
5.06 to 4.10
4.10 to 3.40
3.40
3.40 to 4.00
talud atas
[-]
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
1:3
0.16%
6.00
horizontal
kemiringan
puncak
[-]
0.075%
0.06%
horizontal
horizontal
horizontal
0.04%
0.16%
0.35%
horizontal
0.20%
0.20%
dari
[km]
0.35%
seksi
Level [m + PP*]
4.00
2.00
Crest
0.00
-2.00
Berm
Toe
Bottom
-4.00
-6.00
-8.00
-10.00
Chainage [km]
[II 52]
Rencana Kegiatan
dari
[km]
ke
[km]
A
B
C
D
E
F
G
H-1
H-2
H-3
0+000
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
6+890
prteksi armour
lapisan filter 1
grading
ketebalan grading ketebalan
[-]
[m]
[-]
[m]
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
300 - 1000 kg
1.3
10 - 60 kg
0.5
1000 - 3000 kg
1.9
60 - 300 kg
0.9
300 - 1000 kg
1.3
10 - 60 kg
0.5
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
lapisan filter 2
grading ketebalan
[-]
[m]
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
dari
[km]
ke
[km]
A
B
C
D
E
F
G
H-1
H-2
H-3
0+000
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
6+890
proteksi armor
grading
ketebalan
[-]
[m]
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
60 - 300 kg
0.9
300 - 1,000 kg
1.3
60 - 300 kg
0.9
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
10 - 60 kg
0.5
lapisan filter
transisi
grading
ketebalan ketinggian
[m + PP*]
[-]
[m]
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
10 - 60 kg
0.5
3.9
10 - 60 kg
0.5
3.9
10 - 60 kg
0.5
3.9
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
[II 53]
Rencana Kegiatan
9)
seksi
dari
[km]
ke
[km]
A
B
C
D
E
F
G
H-1
H-2
H-3
0+000
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
1+100
2+200
2+300
3+000
3+500
4+600
5+200
5+400
6+600
6+890
Spesifikasi
a) Sifat-sifat Batu
Gradasi berikut digunakan dalam desain rinci ini:
10 60 kg;
60 300 kg;
300 1000 kg;
1000 3000 kg.
Tabel 2.25 memberikan tinjauan atas persyaratan-persyaratan untuk setiap
gradasi.
Tabel 2.25. Persyaratan Gradasi
penunjukan
kelas
gradasi
[kg]
10 60
60 300
300 1000
1000 - 3000
bawah
(LCL)
0% < y < 10%
atas
(UCL)
70% < y < 100%
10
60
300
1000
60
300
1000
3000
paling
atas
(EUCL)
97% < y
120
450
1500
4500
Wem
min.
max.
20
130
540
1700
35
190
690
2100
[II 54]
Rencana Kegiatan
b) Geotekstil
Lereng pertahanan laut akan ditutupi dengan geotekstil agar urugan pasir
tidak hanyut (di sepanjang garis-air). Dua jenis geotekstil akan digunakan
pada lereng bawah dan berm akan ditutupi dengan geomatras. Lereng atas
akan ditutupi oleh geotekstil. Bahan yang direklamasi merupakan pasir
median dengan ukuran butiran median D50 dari 300 m dan permeabilitas k
sebesar 1 x 10-5 m/s. Geotekstil ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan
berikut:
(1) Permeabilitas
Permeabilitas geotekstil tergantung pada permeabilitas tanah yang
direklamasi: koefisien permeabilitas harus sama dengan 10 hingga 100
kali lebih besar daripada permeabilitas pasir yang direklamasi.
Permeabilitas pasir 1 x 10-5 m/s membutuhkan permeabilitas geotekstil
yang sedikitnya 1 x 10-4 m/s. Penting agar geotekstil mempertahankan
atau melebihi indeks permeabilitasnya selama dibebani.
(2) Penyaringan
Ukuran pori karakteristik geotekstil tergantung pada ukuran butiran tanah
yang direklamasi. Rumus berikut berlaku untuk tanah non-kohesif:
O 90
1
D50
D50 dari 300 m bersesuaian dengan O90 dari geotekstil maksimum 300
m.
(3) Daya Tahan Tusuk
Geoteksitl ini ditutupi dengan selapis batu 1060 kg yang tebalnya 0,45
meter. Geotekstil ini harus dapat menahan beban tusuk yang timbul
selama pemasangan dan penyervisannya (dengan memperhitungkan
tinggi jatuh batunya).
(4) Kekuatan Tarik
Berkenaan dengan kekuatan tariknya, disimpulkan bahwa F maks untuk
geomatras = 275 kN dan geotekstil = 135 kN.
Perhatian khusus harus diberikan pada pemasangan geotekstil pada bingkai
bambu (geomatras). Kekuatan tarik geotekstil ini tidak boleh menurun.
c) Jalan Pada Berm
Jalan servis diperlukan pada berm. Dalam desain khusus ini tidak diberikan
rincian tentang jenis jalan dan perkerasan jalannya. Untuk keperluan servis,
diantisipasi ada jalan dengan lebar 4 m. Desain jalan ini merupakan masalah
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[II 55]
Rencana Kegiatan
lansekap dan oleh sebab itu harus sesuai dengan rencana induknya.
Sambungan jalan antara jalan di atas tanggul dan jalan servis masa datang
ditunjukkan pada DWG 21. Sambungan seperti itu harus dibuat dalam setiap
500 panjang tanggul.
d) Urutan pembangunan tanggul
Tanggul (perlawanan laut) akan dibangun sebagai berikut:
Tahap 1.1 Menempatkan sedikitnya 1.5 m lapisan pasir semprot dalam
lapis-bawah yang maksimum 0.5 m. Pemasangan vertical drain
(salir tegak) di bawah hingga berm dari ponton.
Tahap 1.2 Menempatkan urugan pasir bawah-air hingga 1 m PP*, lereng
samping kira-kira 1:6.
Tahap 1.3 Menempatkan geomatras pada lereng bawah.
Tahap 1.4 Menempatkan dinding bund (quarry run) dengan lereng 1:3.
Tahap 2.1 Menempatkan geotekstil di lereng dalam dinding bund dan
mengurug pasir hingga +2.9 m PP*.
Tahap 2.2 Menempatkan vertical drain (salir tegak) di belakang dinding
bund, di daratan.
Tahap 2.3 Menempatkan perpanjangan dinding bund sisi luar.
Tahap 2.4 Menempatkan batu pertama, 10-60 kg pada lereng bawah.
Tahap 2.5 Menempatkan batu kedua, 60-300 kg pada lereng bawah.
Tahap 3.1 Menempatkan urugan pasir (letak puncak) hingga + 6.78 m PP*,
1 bulan setelah penyelesaian tahap 2.5.
Tahap 3.2 Menempatkan lapisan (1000-3000 kg) di lereng bawah.
Tahap 3.3 Menempatkan batu (300-1000 kg) di kaki lereng.
Tahap 3.4 Menempatkan geotekstil di berm dan lereng atas.
Tahap 3.5 Menempatkan batu pertama, 10-60 kg di berm dan lereng atas.
Tahap 4.1 Menempatkan urugan pasir (letak puncak) hingga + 7.85 m PP*.
Tahap 4.2 Menempatkan batu kedua, 60-300 kg di berm.
Tahap 5.1 Menempatkan batu kedua. 60-300 kg di lereng atas.
Tahap 5.2 Menempatkan lapisan lempung untuk vegetasi.
Penahapan pembangunan untuk seksi-seksi tanggul di kedalaman perairan
yang lebih dangkal akan berbeda akibat lapisan yang berkurang dan level
puncak yang lebih rendah. Badan urugan pasir tanggul dan zona perumahan
yang di dekatnya telah ditinggikan ke level hingga sama dengan level puncak.
Muka air tanah di polder akan diturunkan ke 2.2 m PP* dan 1.3 m PP*,
yang tergantung pada level tanahnya. Penurunan muka air-tanah ini juga
telah diperhitungkan untuk penurunan muka-tanah seolah air-tanah ini
merupakan beban tambahan.
[II 56]
Rencana Kegiatan
Dasar vertical
drain
M PP*
-13
-14
-12
-10
-15
-17
Kawasan
m2
Jejaring
(segitiga)
428,600
476,700
259,500
72,000
115,200
48,800
1,400,800
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
Rantai-ukur
A
B
B1
C
C1
C2
C3
C4
D
E
F
G
H
H1
H2
I
I1
J
J1
K
L
M
0-300
300-850
850-1250
1250-1550
1550-1790
1790-1990
1990-2160
2160-2290
2290-2500
2500-2940
2940-3340
3340-3760
3760-4000
4000-4190
4190-4330
4330-4530
4530-4780
4780-5060
5060-5290
5290-5780
5780-6290
6290-6590
Jejaring
(segitiga)
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
1.5 m
[II 57]
Rencana Kegiatan
[II 58]
Rencana Kegiatan
[II 59]
Rencana Kegiatan
[II 60]
Rencana Kegiatan
[II 61]
Rencana Kegiatan
1:20
1:1.5
-1 / -2
[II 62]
Rencana Kegiatan
[II 63]
Rencana Kegiatan
Dalam hal digunakan TSHD yang besar, jaringan pipanya perlu dicabangkan
dari yang berdiameter besar menjadi dua jaringan pipa dengan diameter yang
lebih kecil dan dengan demikian bekerja dengan dua muka urugan pasir yang
terpisah secara serempak. Di samping itu sebuah jejaring dapat ditempatkan
di ujung jaringan pipanya untuk memecah aliran sebelum aliran tersebut
menyentuh dasar laut atau lapisan pasir tipis di bawahnya dan dengan
demikian akan mengurangi erosi.
g) Penahapan Pembangunan Tanggul, Persyaratan Demi Kestabilan
Kestabilan tanggul selama dan segera setelah pembangunan merupakan
suatu aspek penting, khususnya pada seksi-seksi yang lebih dalam. Untuk
penghitungan kestabilan diperlukan selang-waktu pembangunan (minimum)
tertentu di antara beberapa tahapan pembangunan untuk memastikan
kestabilan badan pasir (yang dibangun sebagian demi sebagian). Kontraktor
haruslah mematuhi selang minimum sebagaimana yang diberikan. Pada
seksi-seksi yang lebih dalam ini terdapat juga waktu-waktu tunggu yang
diketahui untuk memungkinkan pengembangan proses konsolidasinya.
h) Pembangunan Per Seksi
Setelah pengurugan kawasan tertentu diselesaikan muka air (tanah) perlu
diturunkan. Pengurugan dan yang diikuti oleh penurunan muka air dapat
dilakukan seksi demi seksi yang setiap seksinya sedikitnya 25 ha. Seksi-seksi
ini perlu ditutup dengan bund temporer untuk menjaganya bebas dari muka
air laut yang tinggi. Bund temporer akan dibongkar pada tahapan akhir.
Kontraktor harus memilih seksi yang lebih luas untuk meminimumkan panjang
bund temporer, asalkan kontraktor bersangkutan menggunakan kapasitas
pompa yang sesuai.
i) Pengendalian Muka Air Tanah
Muka air terbuka harus dipertahankan pada level kira-kira 1.3m PP* (2.2m
PP* untuk polder lapangan golf) setelah kawasan polder dibangun. Level ini
merupakan muka air-tanah dalam kondisi dikembangkan. Muka air laut ratarata ialah +1.2m PP*. Penurunan muka air ini dibutuhkan untuk mengimbas
penurunan muka-tanah konsolidasi terkait dari tanah-bawahnya. Penurunan
muka air tanah membutuhkan sistem drainase permukaan dan bawahpermukaan yang cukup yang terdiri atas saluran mendatar dan tegak dan
saluran terbuka yang dihubungkan dengan pompa. Pasal ini memberikan
petunjuk desain untuk sistem drainase ini. Kontraktor pembangunan harus
menyediakan suatu desain rinci untuk sistem temporer ini yang menyertakan
metode kerjanya yang dipersiapkan, yang menahapi, menentukan ukuran
kompartemen dan mempertimbangkan sifat-sifat pasir sesungguhnya
(konduktivitas hidrolik).
[II 64]
Rencana Kegiatan
Oleh sebab itu pasal ini dibatasi hanya pada penilaian pendahuluan atas
kriteria desain dan suatu perumusan seperangkat persyaratan fungsional
yang benar-benar layak berdasarkan data yang tersedia saat ini. Anggapananggapan ini perlu dikonfirmasi atau diperbaharui oleh kontraktor
pembangunan, yang didasarkan pada pernyataan metodenya dan pengujianpengujian bahannya.
4. Pembuatan Jembatan Penghubung
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan dengan pulau yakni Pulau
2A yang akan dilakukan antara lain:
a. Pekerjaan Galian dan Fondasi: pekerjaan galian ini dilakukan untuk kepala fondasi
pada masing-masing pilar, sedangkan pekerjaan pondasi adalah fondasi tiang
pancang dilakukan untuk masing-masing pilar.
b. Pekerjaan Bekisting, Penulangan dan Pengecoran Pile Cap: pekerjaan bekisting,
penulangan dan pengecoran pile cap (kepala tiang) yang dilakukan pada masingmasing pilar disesuaikan dengan perencanaan.
c. Pekerjaan Bekisting, Penulangan dan Pengecoran Pier Leg: pekerjaan bekisting,
penulangan dan pengecoran pier leg (kolom) yang dilakukan pada masing-masing
pilar disesuaikan dengan perencanaan.
d. Pekerjaan Bekisting, Penulangan dan Pengecoran Pier Head: pekerjaan bekisting,
penulangan dan pengecoran pier head (kepala kolom) yang dilakukan pada pilar
jembatan disesuaikan dengan perencanaan.
e. Erection PCI Girder: sebelum erection, PCI girder sebelumnya ditempatkan pada
masing-masing posisi sesuai rencana, kemudian PCI girder di erection atau diangkat
menggunakan crane sesuai kebutuhan dan kapasitasnya.
f. Pekerjaan Finishing: pekerjaan finishing dilakukan setelah pekerjaan PCI girder
selesai. Pekerjaan ini meliputi pekerjaan barrier, asphalt, garis marka dan
pembangunan gardu serta pekerjaan finishing lainnya.
Rencana jembatan yang akan dibangun dapat dilihat pada Gambar II.22 berikut
[II 65]
Rencana Kegiatan
[II 66]
Rencana Kegiatan
[II 67]
Rencana Kegiatan
[II 68]
Rencana Kegiatan
[II 69]
Rencana Kegiatan
Gambar II.24. Diagram Penggunaan Air Bersih Tahap Konstruksi (Kondisi Maksimal)
Prediksi timbulan sampah padat dari aktivitas buruh konstruksi sebesar 1.000 x 3 L/orang
= 3 m3/hari yang akan dikelola dengan menyediakan tempat penampungan sementara
(TPS) sampah terpisah (anorganik dan organik). Pengangkutan ke tempat penampungan
akhir (TPA) sampah akan bekerjasama dengan Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara
dan/atau swasta yang memiliki ijin dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
2.3.3. Tahap Pasca Konstruksi
Kegiatan tahap pasca konstruksi yang dapat menimbulkan dampak lingkungan adalah:
1. Keberadaan Tanggul Pantai/Breakwater
Keberadaan tanggul pantai/breakwater yang terdapat di Pulau 2A, Pulau 2B dan Pulau 1
adalah pada +6.1 m PP* (level puncak desain) dengan bahan material pasir urug dan
batu.
2. Keberadaan Lahan Reklamasi
Lahan reklamasi yang telah selasai dibangun adalah seluas 870 Ha yang terdiri dari
Pulau 2A 310 Ha, Pulau 2B 285 Ha dan Pulau 1 275 Ha.
3. Demobilisasi Peralatan
Kegiatan demobilisasi peralatan konstruksi reklamasi sebagian besar dilakukan melalui
laut dan sebagian kecil dilakukan melalui darat, misalnya hopper barger (tongkang),
kapal pengangkut pasir urug (pasir laut) jenis TSHD, dan peralatan lain yang digunakan
untuk kegiatan reklamasi.
Kegiatan yang termasuk dalam tahap pascakonstruksi adalah penanganan settlement,
pembangunan jalan dan jembatan ke pulau 2A dari area Pantai Indah Kapuk, pemeliharaan
dikes, pencegahan dan penanggulangan kebersihan laut sekitar Pulau 2A. Pada tahap
pascakonstruksi pemrakarsa akan melaksanakan pengelolaan lingkungan areal hasil
reklamasi tersebut untuk menjaga kondisi lingkungan agar sesuai dengan peruntukannya.
[II 70]
Rencana Kegiatan
Diantaranya adalah memelihara dikes dan pengelolaan drainase agar tidak terjadi banjir di
sekitarnya. PT. Kapuk Naga Indah akan membangun sarana dan prasarana (Jalan dan
Jembatan Akses ke Pulau 2A, 2B dan 1) yang bisa mendukung pulau-pulau yang akan
direklamasi sesuai peraturan yang ada. Jembatan akan dibuat untuk menghubungkan
daratan dengan pulau 2A, selain itu jembatan penghubung antar pulau 2B dan pulau 1 juga
akan dibangun. Rencana pencegahan dan penanggulangan kebersihan laut juga dilakukan
oleh PT. Kapuk Naga Indah dengan sistem polder yang menggunakan pompa banjir untuk
membuang air hujan dan resapan ke laut, maka sampah-sampah dari kawasan reklamasi
tidak akan dibuang ke laut. Sampah-sampah yang mengotori laut adalah berasal dari
sampah-sampah yang dibawa aliran sungai. Penanggulangan dan pencegahan kebersihan
laut harus diintegrasikan dengan program-program pemerintah untuk kebersihan sungaisungai di DKI Jakarta.
[II 71]
Rencana Kegiatan
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Tahap Prakonstruksi
1 Penetapan Lokasi Proyek
II.
1
2
3
4
5
6
7
III.
Uraian
Tahap Konstruksi
Rekrutmen T enaga Kerja
Mobilisasi Alat dan Bahan
Pengurugan/Reklamasi
Pulau 2A
Pulau 2B
Pulau 1
Pembangunan Tanggul/Breakwater
Pembuatan Jembatan Penghubung
Pengerukan Muara Sungai
Aktivitas Buruh Konstruksi
Tahap Pascakonstruksi
1 Keberadaan T anggul Pantai/Breakwater
2 Keberadaan Lahan Reklamasi
3 Demobilisasi
[II 72]
BAB III
RONA LINGKUNGAN HIDUP
3.1. KOMPONEN GEO-FISIK KIMIA
Komponen lingkungan fisik kimia di daerah rencana kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
Jakarta Utara yang ditelaah meliputi data iklim, kualitas udara dan kebisingan, kualitas air laut
(kekeruhan), kualitas sedimen, kualitas air sungai, fisiografi, geomorfologi dan geologi serta
oseanografi.
3.1.1. Iklim
Data klimatologi di lokasi kegiatan diperoleh dari stasiun meteorologi Cengkareng.
Parameter iklim yang dianalisis meliputi curah hujan, suhu, arah dan kecepatan angin.
a. Curah Hujan
Data curah hujan selama tahun 2001 2010 disajikan pada Tabel 3.1 dan Gambar III.1.
Terlihat bahwa curah hujan rata-rata bulanan berkisar dari 33 mm/bulan yang dijumpai
pada bulan September sampai dengan 378 mm/bulan pada bulan Februari.
Nisbah bulan kering terhadap bulan basah memberikan angka 33,33 %. Menurut
klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, di daerah lokasi proyek termasuk iklim
tipe C atau termasuk iklim agak basah.
Tabel 3.1.
Tahun
MEI
80
28
79
160
227
36
52
25
98
31
82
BULAN
JUN JUL
91
74
38
115
6
0
13
57
162
46
98
13
42
57
57
17
69
41
281 239
86
66
AGST
15
7
20
0
157
1
14
57
12
145
43
SEPT
39
4
30
5
61
0
23
5
33
127
33
OKT
106
1
108
15
114
11
50
98
80
344
93
NOP
133
10
55
99
121
94
58
134
129
164
100
DES
198
21
363
163
156
118
467
143
71
96
180
[III 1]
JAN
31.3
30.4
32.9
31.2
30.7
30.5
32.5
31.6
29.8
30.8
31.2
PEB
30.4
30.1
30.8
30.5
31.4
31.3
30.7
29.5
30.0
31.5
30.6
MAR
31.7
32.0
31.6
32.2
32.0
31.3
31.7
31.1
32.0
32.3
31.8
APR
32.4
32.3
32.9
32.6
32.7
31.9
32.0
31.8
32.3
33.6
32.5
MEI
32.3
32.7
32.7
32.7
32.3
32.1
31.9
32.1
32.2
33.4
32.4
JUN
31.9
33.1
32.3
32.0
31.9
31.7
32.0
31.8
32.4
31.6
32.1
JUL
31.8
32.0
32.8
31.6
31.7
31.5
32.0
31.7
32.0
31.6
31.9
AGST
32.4
32.3
32.7
32.4
31.9
32.0
32.3
31.9
32.3
32.0
32.2
SEPT
33.0
33.2
33.1
33.0
32.6
32.6
33.1
32.9
33.5
31.8
32.9
OKT
32.4
34.3
32.8
33.9
32.9
33.2
33.2
33.1
33.4
32.1
33.1
NOP
32.1
33.9
32.6
33.3
32.4
33.1
33.2
31.6
32.4
32.0
32.7
DES
31.9
33.2
31.2
31.5
31.6
32.2
30.9
31.0
31.7
31.1
31.6
[III 2]
Tabel 3.3.
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Average
JAN
23.3
23.8
24.0
24.4
23.9
23.7
24.1
24.1
23.8
24.3
24.0
PEB
23.6
23.7
24.2
24.1
24.2
23.9
23.9
23.3
23.8
24.6
23.9
MAR
24.0
23.9
24.2
24.3
24.5
23.8
24.3
23.7
24.0
24.8
24.1
APR
23.8
24.2
24.5
24.5
24.6
24.0
24.3
23.8
24.4
25.0
24.3
MEI
24.2
24.3
24.4
24.4
24.8
23.8
24.4
23.6
24.2
24.5
24.3
JUN
23.3
23.7
23.7
23.2
24.0
23.1
24.0
23.5
24.1
24.3
23.7
JUL
22.9
23.8
22.9
23.4
23.4
23.3
23.4
23.4
23.0
24.1
23.4
AGST
23.4
22.7
23.3
23.0
23.4
22.4
23.2
23.4
23.5
24.1
23.2
SEPT
23.4
23.2
23.4
23.7
23.9
22.5
23.6
23.6
23.8
23.8
23.5
OKT
23.8
23.5
24.1
24.0
23.9
23.5
23.9
24.0
24.1
24.0
23.9
NOP
23.9
24.2
24.4
24.2
23.9
24.2
24.0
24.1
24.2
24.6
24.2
DES
23.1
24.2
24.0
24.2
23.8
24.4
24.1
24.0
24.2
24.0
24.0
SEPT
27.8
27.6
27.8
27.9
27.9
26.8
28.0
27.7
28.2
27.1
27.7
OKT
27.3
28.4
28.0
28.7
28.0
28.1
28.0
28.1
28.4
27.3
28.0
NOP
27.4
28.4
28.1
28.6
27.9
28.5
28.3
27.5
27.8
27.6
28.0
DES
27.3
28.2
27.1
27.7
27.2
27.8
27.2
27.0
27.6
27.1
27.4
Tabel 3.4.
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Average
JAN
25.9
26.7
28.0
27.3
27.1
26.6
27.8
27.8
26.5
26.9
27.1
PEB
26.4
26.5
26.8
27.1
27.5
27.0
26.8
25.8
26.5
27.6
26.8
MAR
27.2
27.3
27.4
27.7
27.9
27.0
27.3
26.5
27.3
27.9
27.3
APR
27.5
27.5
28.2
28.1
28.3
27.3
27.5
27.1
27.7
28.8
27.8
MEI
27.8
28.0
28.0
27.9
28.2
27.4
27.7
27.4
27.7
28.5
27.9
JUN
27.0
27.7
27.6
27.2
27.4
26.8
27.6
27.0
27.6
27.5
27.3
JUL
26.8
27.2
27.1
27.0
27.0
26.9
27.4
26.9
27.0
27.3
27.1
AGST
27.3
26.9
27.3
27.2
27.1
26.4
27.4
27.0
27.2
27.7
27.1
Gambar III.2. Suhu Udara Maksimum, Minimum dan Rata-rata (2001 2010)
[III 3]
Berdasarkan data diatas suhu udara maksimum terlihat bahwa suhu rata-rata bulanan
tertinggi dijumpai pada bulan September (32.9 0C) dan terendah pada bulan Februari
(30.6 0C), suhu udara minimum terlihat bahwa suhu rata-rata bulanan tertinggi dijumpai
pada bulan April dan Mei (24.3 0C) dan terendah pada bulan Agustus (23.2 0C),
sedangkan suhu udara rata-rata terlihat bahwa suhu rata-rata bulanan tertinggi dijumpai
pada bulan Oktober dan November (28 0C) dan terendah pada bulan Februari (26.8 0C).
c. Kelembaban
Data kelembaban udara diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Stasiun Cengkareng dapat dilihat pada Tabel 3.5. Sedangkan variasi
kelembaban udara disajikan pada Gambar III.3.
Tabel 3.5.
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Average
JAN
88
91
76
85
86
83
80
80
85
83
84
PEB
89
90
85
85
87
83
87
88
86
83
86
MAR
88
92
84
82
85
82
84
85
82
80
84
APR
88
88
82
83
83
82
87
85
82
76
84
MEI
87
85
82
83
83
84
83
80
82
78
83
JUN
87
83
80
82
85
83
80
81
81
82
82
JUL
85
84
75
82
80
82
77
81
78
79
80
AGST
82
80
76
78
81
80
74
79
77
77
79
SEPT
84
78
76
79
79
77
71
77
73
81
77
OKT
87
73
80
77
79
76
76
78
73
78
78
NOP
88
75
82
81
79
80
74
83
77
79
80
DES
84
77
84
84
80
84
83
84
80
78
82
[III 4]
Berdasarkan tabel diatas data kelembaban udara rata-rata terlihat bahwa kelembaban
rata-rata bulanan tertinggi dijumpai pada bulan Februari (86%) dan terendah pada bulan
September (77%).
d. Arah dan Kecepatan Angin
Arah dan kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 3.6, sedangkan gambar windrose
dapat dilihat pada Gambar III.4. Terlihat angin dominan berasal dari Utara dengan
kecepatan 2 12 knot dan kelas distribusi frekuensi angin 38,7%. Arah angin terbanyak
terjadi pada bulan Februari (2870).
Tabel 3.6.
Data Kecepatan Angin Max (knot) dan Arah Angin Terbanyak (O) Periode
2001-2010
DATA
KecAnginMax
ArahAnginTerbanyak
BULAN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGST
SEPT
OKT
NOP
DES
21
275
20
287
19
264
18
238
17
208
18
198
18
183
19
183
19
214
19
231
20
240
20
261
[III 5]
[III 6]
Tabel 3.7.
No
Parameter
Waktu
Pengukuran
Baku *)
Mutu
Satuan
Dekat Hutan
Lindung
Sebelah
Barat
900
0,34
26.000
23
400
0,2
200
0,1
160
0,24
230
2
2 **)
0,02 **)
g/Nm3
ppm
g/Nm3
ppm
g/Nm3
ppm
g/Nm3
ppm
g/Nm3
ppm
g/Nm3
g/Nm3
ppm
ppm
6,67
0,00253
1.143
1,0
11,04
0,00585
77,48
0,03951
131
0,20
185
< 0,03
0,11363
< 0,00072
Pemukiman
Penduduk
(Utara
Timur)
Dekat Jalan
Tol (Outer
Ringroad)
6,45
0,00245
1.029
0,9
9,00
0,00477
72,12
0,03675
124
0,19
96
< 0,03
0,15193
< 0,00072
13,35
0,00507
2.514
2,2
22,08
0,01170
96,85
0,04939
196
0,30
212
0,16
0,04533
< 0,00072
1 jam
1 jam
1 jam
1 jam
Hidrokarbon (HC)
3 jam
6
7
8
9
Debu (TSP)
24 jam
Timbal (Pb)
24 jam
Amonia (NH3) ***)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Sumber : PT. Unilab Perdana
Ket :
*) = Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 551 tahun 2001
**) = KEP. 50/MENLH/XI/1996 Baku Tingkat Kebauan
***) = Parameter terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
N = Satuan Volume Hisap Udara Kering dikoreksi pada Kondisi Normal (25C, 76 cmHg)
< = Lebih kecil
HASIL
Imp. RKL & RPL (September
2010)
Depan
Jl.
Kawasan
Jembatan
Dekat Fresh
Hutan
Tiga (Sektor Market (Sisi
Lindung
Selatan
Utara)
Angke
PIK)
Kapuk
14,30
8,19
< 5,91
0,00543
0,00311
0,00224
2.629
1.023
833
2,3
0,893
0,727
26,34
5,53
3,79
0,01396
0,00293
0,00201
100,97
10,13
6,88
0,05149
0,00517
0,00351
209
65
65
0,32
0,10
0,10
390
20
54
0,19
< 0,03
< 0,03
0,034302
0,01040
0,01113
< 0,00072
< 0,00390
< 0,00390
Belakang
Fresh
Market
Muara
Cengkareng
Drain/Hutan
Lindung
Lokasi 1
S 06o0623,48
E 106o4548,10
Lokasi 2
S 06o0615,86
E 106o4435,42
Lokasi 3
S 06o0526,40
E 106o4334,86
23,44
0,0089
2.646
2,31
21,49
0,0114
40,30
0,0206
85
0,13
51
<0,02
0,0438
<0,0004
22,10
0,0084
2.864
2,50
27,89
0,0148
35,80
0,0183
92
0,14
65
<0,02
0,0342
0,0008
11,35
0,0043
2.282
1,992
12,25
0,0065
38,76
0,0147
65
0,10
14
< 0,02
0,0589
< 0,0004
5,48
0,0021
1.718
1,500
8,68
0,0046
15,02
0,0077
59
0,09
19
< 0,02
0,0452
< 0,0004
13,00
0,0049
1.704
1,487
4,93
0,0026
14,85
0,0076
59
0,09
7
< 0,02
0,0486
< 0,0004
[III 7]
b. Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar wilayah studi untuk mengetahui
kondisi intensitas bising sebelum kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
berlangsung.
Hasil pengukuran pada dokumen AMDAL (2007) terlihat bahwa tingkat kebisingan
berkisar antara 49,2 74,6 dBA. Tingkat intensitas bising di beberapa titik wilayah studi
tergolong masih memenuhi nilai ambang batas tingkat kebisingan, kecuali di Jl.
Jembatan Tiga (Sektor Selatan PIK) sedikit melebihi tingkat kebisingan (74,6 dBA),
dimana sumber bising berasal dari pengaruh aktivitas kendaraan bermotor yang berlalu
lintas di sekitar jalan tersebut. Hasil pengukuran tingkat kebisingan pada Implementasi
RKL dan RPL (September 2010) berkisar antara 47,9 50,0 dBA. Hasil pengukuran
tingkat kebisingan pada Implementasi RKL dan RPL (Februari 2012) berkisar antara 55,9
56,1 dBA.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar lokasi proyek dapat dilihat pada Tabel 3.8
berikut.
Tabel 3.8.
NO.
LOKASI
HASIL *)
dB(A)
49,2
57,9
61,6
74,6
50,0
47,9
55,9
56,1
68,2
64,6
66,3
22-3/IK/UA-0
*) = Nilai kebisingan adalah Nilai Equivalen selama waktu pengukuran 10 menit dengan interval 5 detik.
**) = Parameter terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
SK. GUB. KDKI No. 551 Tahun 2001, Lampiran II:
Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Permukiman = 55 dB(A)
2. Perdagangan dan Jasa = 70 dB(A)
3. Kawasan Niaga terpadu = 65 dB(A)
4. Perkantoran = 65 dB(A)
5. Ruang terbuka Hijau = 60 dB(A)
6. Kawasan Industri = 70 dB(A)
7. Pemerintahan dan Fasilitas Umum = 60 dB(A)
8. Rekreasi = 70 db(A)
[III 8]
3.2. GEOLOGI
3.2.1. Geomorfologi dan Geologi Regional
Panekoek (1949) di dalam bukunya, outline of Geomorphology of Java menyebut dataran
rendah Jakarta sebagai paneplain (bentang alam yang sangat datar). Van bemmelen (1949)
menegaskan bahwa pada beberapa tempat di Kawasan Pantai Jakarta terdapat lokasilokasi yang tergolong sebagai sub merged land, yakni lokasi-lokasi yang tinggi muka
tanahnya lebih rendah dari permukaan laut. Hal inilah yang menyebabkan air permukaan di
dataran rendah Jakarta tidak dapat mengalir secara gravitasi. Pada gambar berikut terlihat
kawasan yang tergolong sebagai paneplain yang disebut oleh Siswoko (banjir, masalah
banjir dan upaya mengatasinya, 2002) sebagai dataran banjir.
: Dataran Banjir
Sumber : Siswoko, 2002
[III 9]
[III 10]
80.00
70.00
60.00
% Luas
50.00
40.00
Industri
Jasa Perdagangan
30.00
20.00
10.00
er
Su
nt
at
Kr
uk
ut
M
am
pa
Pe
ng
sa
ng
gr
ah
an
Se
kr
et
ar
is
ra
m
ro
go
G
Ja
tik
Bu
ar
an
C
ak
un
C
ak
g
un
g
Ti
m
C
ur
en
gk
ar
en
g
C
iliw
un
g
C
ip
in
an
g
An
gk
e
0.00
DAS
50.00
40.00
% Luas
30.00
Industri
Jasa Perdagangan
20.00
10.00
er
Su
nt
G
ro
go
l
Ja
tik
ra
m
at
Kr
uk
ut
M
am
pa
Pe
ng
sa
ng
gr
ah
an
Se
kr
et
ar
is
Bu
ar
an
C
ak
un
C
ak
g
un
g
Ti
m
ur
C
en
gk
ar
en
g
C
il iw
un
g
C
ip
in
an
g
An
gk
e
0.00
DAS
[III 11]
70.00
60.00
50.00
Tnh Pertanian & RTH
% Luas
40.00
30.00
Jasa Perdagangan
20.00
10.00
r
te
Su
n
ta
ris
re
Se
k
ha
n
ng
g
ra
pa
n
am
Pe
sa
at
Kr
uk
u
ol
Ja
tik
ra
m
ro
g
G
un
g
ip
in
an
g
il iw
ar
en
g
en
gk
ak
u
C
ng
Ti
m
ur
ng
ra
n
ak
u
C
Bu
a
An
g
ke
0.00
DAS
80.00
70.00
60.00
% Luas
40.00
Industri
Jasa Perdagangan
30.00
20.00
10.00
er
Su
nt
G
ro
go
l
Ja
tik
ra
m
at
Kr
uk
ut
M
am
pa
Pe
ng
sa
ng
gr
ah
an
Se
kr
et
ar
is
C
ak
un
C
ak
g
un
g
Ti
m
ur
C
en
gk
ar
en
g
C
il iw
un
g
C
ip
in
an
g
Bu
ar
an
An
gk
e
0.00
DAS
[III 12]
[III 13]
terbentuk endapan sungai tua Formasi Serpong. Pengangkatan ini diikuti kegiatan
gunungapi, yang menghasilkan Tuf Banten yang terdiri dari batuan gunungapi yang berumur
Plio-Plistosen. Pada Plistosen Awal terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan
Gunungapi Muda dan terjadi gunungapi parasit, yang menghasilkan Andesit Sudamanik,
sedangkan di tempat lain terjadi genang laut (atau mungkin penurunan) sehingga
memungkinkan tumbuhnya batu gamping koral yang terus tumbuh sampai sekarang. Hasil
kegiatan gunung api di bagian selatan Lembar membentuk morfologi tinggi, akan tetapi
akibat proses erosi dan gerakan tanah maka terbentuk endapan kipas alluvium. Proses
pengangkatan dan erosi ini berlangsung terus, sehingga membentuk sungai-sungai tua yang
menghasilkan endapan sungai tua. Selain itu dipantai tersebut gumuk-gumuk pasir dan
sand dune yang memanjang sejajar pantai. Sampai saat ini proses-proses erosi,
pelapukan dan pengendapan masih berlangsung terus, menghasilkan endapan alluvium.
a. Struktur Dangkal (Shallow Structure)
Secara stratigrafi di Jakarta ini, tanah paling atas terdiri dari alluvial yang membentuk
dataran yang biasa disebut alluvial plain dan terbentuk 5.000 tahun yang lalu, tepat
pada kaki dari endapan fluviovokanik kipas Bogor atau fluviovolkanik fan. Endapan
sungai ber-ulang/selang seling dengan endapan kasar sungai, formasi delta dan disisipi
oleh endapan pematang pasir. Lokasi teluk Jakarta saat ini, dapat diterangkan dari
bentuk radial drainage pattern (divergent) dari bentuk kipas tersebut yang terdiri dari
endapan sungai yang menyebar dari Barat ke Timur. Hal ini pula yang mempengaruhi
pola air dari Bogor langsung mengisi tiap alur yang ada di badan kipas, sehingga
terbentuk menjadi flood plain di wilayah DKI dan sekitarnya. Sedangkan di bagian Utara,
tersebar beach ridge structure yang terbentuk pada masa Miosen terutama di bagian
Barat, sedang bagian Timur pantai Jakarta terbentuk delta yang amat besar dari sungai
Citarum yang tidak terpengaruh oleh bentuk kipas (fan). Terdapat beberapa sesar
terutama di bagian Barat Jakarta, tepatnya daerah Banten dan di Kepulauan Seribu, dan
kurang berpengaruh terhadap DKI, kecuali terjadi goncangan hebat yang lebih besar dari
gempa yang pernah terjadi. Meskipun demikian perlu dilakukan pengamatan, apabila
terjadi gempa besar, sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap wilayah DKI.
[III 14]
Keterangan :
[III 15]
b. Kondisi Geoteknik
Secara umum, pelapisan yang akan terpengaruh terhadap aktifitas technik adalah :
Lapisan pertama merupakan lapisan paling atas (top layer) terdiri dari lapisan amat
lunak yang berasal dari endapan laut dengan ketebalan bervariasi antara 5 hingga 15
meter.
Lapisan kedua terdiri dari lapisan lempung liat (medium) dan endapan pasir serta
endapan campuran antara endapan laut dan endapan volkanik yang sudah
terkonsolidasi.
Lapisan ketiga terdiri endapan lempung dan pasir yang sudah terkonsolidasi.
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa lapisan-lapisan ini cukup kuat untuk menahan
beban yang cukup besar dan tidak akan menimbulkan deformasi apabila terkena beban
reklamasi, karena telah terkonsolidasi sempurna.
3.3. HIDRO-OSEANOGRAFI
3.3.1. Kondisi Bathimetri
Data bathimetri diperoleh dari Dishidros TNI-AL revisi tahun 2009. Batimetri diperoleh
dalam bentuk hardcopy, selanjutnya diolah dalam bentuk digital yang hasilnya disajikan
dalam Gambar 3-18. Berdasarkan hasil analisis batimetri terlihat bahwa lokasi reklamasi 3
pulau (2A, 2B, 1) akan mencapai kedalman 8 m.
[III 16]
Gambar III.13. Peta Bathimetri Rencana Reklamasi PT. Kapuk Naga Indah
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[III 17]
S2
N2
29
13
10
78
78
223
240
223
K2
K1
O1
P1
M4
MS4
Z0
60
212
151
Dengan menggunakan amplitudo komponen pasang surut K1, O1, M2 dan S2 seperti
tampak pada tabel di atas, dapat ditentukan tipe pasang surut di sekitar Teluk Jakarta
sebagai berikut:
A(K1 ) A(O1 )
29 13
FN
A(M 2 ) A(S2 ) = 5 47 4,67
Dengan nilai FN = 4,67, maka tipe pasang surut di di sekitar Teluk Jakarta adalah masuk
dalam kriteria 4 dengan syarat FN > 3,00 dengan tipe pasang surut harian tunggal (Diurnal
Tide), berarti dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Posisi muka air laut
rata-rata (MSL) = 60 cm dan elevasi titik referensi (bench mark) yakni Peil Priok (P*) z MSL
= 120 cm, dimana kedalaman dasar laut dalam peta bathimetri yang digunakan dalam
studi ini adalah disurutkan terhadap PP*. Selain ditentukan tipe pasang surut
menggunakan bilangan Formzahl juga digambarkan grafik pasang surut yang di ramal dari
9 komponen pasut dari Tabel 3.9. Dari gambar grafik pasut tersebut dapat ditentukan
elevasi-elevasi penting p.asang surut. Gambar garafik pasang surut hasil ramalan
disajikan dalam Gambar III.14. Dari gambar tersebut terlihat pasang tertinggi di stasiun
pasut tanjung priok sebesar 112.14 cm dan surut terendah sebesar 10.84 cm, sedangkan
tidal range yang merupakan selesih antara pasang tertinggi dan surut terendah sebesar
101.3 cm.
[III 18]
Gambar III.14. Pasang Surut Hasil Ramalan Dari Komponen Pasut Dishidros-TNI AL 2011
3.3.3. Kondisi Gelombang
Gelombang yang digunakan dalam studi ini merupakan gelombang hasil penelitian PT.
Kapuk Naga Indah yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010.
Gelombang dihitung berdasarkan peramalan gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan
angin dipermukaan laut baik kecepatan, arah dan durasinya. Dimana data angin yang
digunakan dalam peramalan gelombang adalah data angin harian jam-jaman dari Stasiun
Meteorologi Klas I Cengkareng tahun 2005-2009. Metode yang digunakan untuk
menghitung tinggi dan periode gelombang adalah CERC. Hasil perhitungan tinggi dan
periode gelombang disajikan dalam bentuk tabel presentase gelombang (Tabel 3.10) dan
mawar gelombang (Gambar III.15) sebagai berikut:
Tabel 3.10. Jumlah dan Persentase Kejadian Gelombang Harian Tahun 2005-2009
Jumlah dan Persentase Kejadian Gelombang Harian (Jam-Jaman)
Diramal Berdasarkan Data Angin Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng- Tanggerang
> 3.0
Jumlah
> 3.0
Jumlah
Utara
416
651
298
1365
2.84
4.45
2.04
9.32
Timur Laut
324
550
422
216
88
1600
2.21
3.76
2.88
1.48
0.60
10.93
Timur
5.98
852
23
875
5.82
0.16
Tenggara
Selatan
Barat Daya
Barat
608
680
4.15
4.64
0.03
Barat Laut
Jumlah Gelombang
1292
5132
35.05
64.95
9510
Total
14642
Total
8.82
Persentase Gelombang
100
[III 19]
H0
max
(meter)
TP
max
(detik)
2005
3.83
10.30
2006
3.39
9.70
2007
2.98
9.09
2008
3.60
9.99
2009
3.79
10.25
[III 20]
Transformasi Gelombang
Selain meramal tinggi dan periode gelombang PT. Kapuk Naga Indah yang bekerja sama
dengan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 juga melakukan pemodelan matematik
untuk melihat transformasi gelombang yang merambat dari laut dalam ke peraiaran
dangkal terutama lokasi rencana reklamasi 3 pulau. Model yang digunakan merupakan
model gelombang STWAVE dari Waterways Experiment Station yang terdapat pada
Software CEDAS-NEMOS.
Sekenario pemodelan meliputi dua keadaan musim yakni musim Timur dan musim Barat
dengan tiga arah mata angin dominan yaitu Timur Laut, Utara, dan Barat Laut. Data input
yang digunakan dalam model ini adalah tinggi dan periode gelombang hasil peramalan
yang dilakukan sebelumnya. Hasil pemodelan disajikan dalam kontur tinggi gelombang
dan arah transformasi gelombang. Gambar transformasi hasil pemodelan disajikkan dalam
Gambar III.16 hingga Gambar III.18. Informasi dari setiap gambar terdiri dari kontur tinggi
gelombang yang digambarkan warna coklat (panel kiri), arah penjalaran tinggi gelombang
(panel kanan), daratan digambarkan dalam warna hijau.
Gambar III.16 (a) dan III.16 (b) merupakan hasil model transformasi gelombang dari arah
datang gelombang timur laut (45o) dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penjalaran
gelombang dari arah Timur Laut di lokasi perencanaan reklamasi mengalami refraksi
gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Timur Laut lokasi perencanaan
yaitu Pulau Damar Besar, Talak dan Ayer. Tinggi gelombang di laut dalam memiliki tinggi
gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter. Refraksi gelombang terjadi pada Tanjung
Krawang dan Tanjung Gembong di sebelah Barat Teluk Jakarta dengan arah pembelokan
gelombang ke arah Selatan sampai dengan Tenggara. Tinggi gelombang pada daerah
tersebut berkisar antara 1,2 m sampai dengan 1,8 m. Tinggi gelombang di lokasi
perencanaan berkisar antara 2,20 m sampai dengan 2,60 m. Tinggi gelombang pecah
berdasarkan hasil pemodelan adalah 3,91 m yang terjadi pada daerah sebelah Utara
Tanjung Karawang, sedangkan tinggi gelombang pecah di daerah perencanaan mencapai
2,40 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Damar Besar, Talak dan
Ayer berkisar antara 1,00 m sampai dengan 1,40 m.
Gambar III.17 (a) dan III.17 (b) merupakan hasil model transformasi gelombang dari arah
datang gelombang Utara (dir : 0o) dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penjalaran
gelombang dari arah Utara di lokasi perencanaan reklamasi mengalami refraksi
gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Utara lokasi perencanaan yaitu
Pulau Bidadari, Pulau Kayangan, Pulau Kapal dan Pulau Ayer. Tinggi gelombang di laut
dalam memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter. Tinggi gelombang di lokasi
perencanaan berkisar antara 2,40 m sampai dengan 2,80 m. Tinggi gelombang pecah
berdasarkan hasil pemodelan adalah 4,28 m yang terjadi pada daerah sebelah Utara
Pulau-pulau terluar dan Tanjung Krawang, sedangkan tinggi gelombang pecah di daerah
perencanaan mencapai 2,80 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau
[III 21]
Damar Besar, Pulau Talak dan Pulau Ayer berkisar antara 1,40 m sampai dengan 1,80 m.
sedangkan tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh pulau Bidadari, Pulau Kapal
dan Pulau Kayangan berkisar antara 1,00 m sampai dengan 1,40 m. tampak bahwa
gelombang mengalami pemusatan (konvergen) arah gelombang pada daerah tanjung dan
mengalami penyebaran arah gelombang (divergen) pada daerah teluk.
Pada Gambar III.18 (a) dan Gambar III.18 (b) terlihat bahwa penjalaran gelombang dari
arah Barat Laut pada kondisi existing di lokasi perencanaan reklamasi mengalami refraksi
gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Utara lokasi perencanaan yaitu
Pulau Untungjawa, Pulau Rambut, Pulau Bidadari, Pulau Kayangan, dan Pulau Kapal.
Tinggi gelombang di laut dalam memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter.
Tinggi gelombang di lokasi perencanaan berkisar antara 1,40 m sampai dnegan 2,00 m.
Tinggi gelombang pecah berdasarkan hasil pemodelan adalah 4,18 m yang terjadi pada
daerah sebelah Barat Laut Pulau Rambut dan Pulau Untungjawa, sedangkan tinggi
gelombang pecah di daerah perencanaan mencapai 1,80 m. Tinggi gelombang di daerah
yang terlindung oleh Pulau Rambut dan Pulau Untungjawa berkisar antara 0,80 m sampai
dengan 1,20 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Talak dan Pulau
Ayer berkisar antara 1,40 m sampai dengan 1,80 m. sedangkan tinggi gelombang di
daerah yang terlindung oleh Pulau Bidadari, Pulau Kapal dan Pulau Kayangan berkisar
antara 0,40 m sampai dengan 1,00 m. Dari hasil model gelombang tampak bahwa daerah
perencanaan reklamasi terlindung oleh keberadaan Pulau Bidadari, Pulau Untungjawa,
Pulau Bidadari, Pulau Kapal dan terlindung oleh Tanjung Pasir di sebelah Barat Laut lokasi
perencanaan reklamasi.
[III 22]
Gambar III.16. Hasil Pemodelan Tinggi Gelombang (a) dan Pola Penjalaran (b) dengan Arah Gelombang Dominan Timur Laut (dir: 45o)
[III 23]
Gambar III.17. Hasil Pemodelan Tinggi Gelombang (a) dan Pola Penjalaran Gelombang (b) dengan Arah Gelombang Dominan Utara (dir: 0o)
[III 24]
Gambar III.18. Hasil Pemodelan Tinggi Gelombang (a) dan Pola Penjalaran Gelombang (b) dengan Arah Gelombang Dominan Barat Laut (dir : 315o)
[III 25]
Gambar III.19. Aliran yang Dirata-ratakan Pasang Di Teluk Jakarta Untuk Situasi Acuan
Pada Angin Musim Timur
[III 26]
Gambar III.20. Aliran yang Dirata-ratakan Pasang Di Teluk Jakarta Untuk Situasi Acuan
Selama Angin Musim Barat
3.3.5. Morfologi Pantai
a. Morfologi setempat, situasi saat ini/perkembangan historis
Kawasan proyek ini, dari Kali Muara Angke sampai Kali Kamal dibentuk oleh delta
Cengkareng Drain dan Kali Muara Angke. Menurut Verstappen (1953), seluruh
kawasan di barat Sunda Kelapa sedang menjorok ke arah laut akibat sedimen yang
dipasok oleh sungai. Akan tetapi dalam data dari dua puluh lima tahun terakhir ini
keadaan ini tidak jelas terlihat.
Angkutan sedimen secara kualitatif dijelaskan oleh WL Delft Hydraulics (1996) (Gambar
III.21). Melihat kawasan proyek saat ini terlihat bahwa bagian terbesar garis-pantainya
stabil dan sedikit bertambah akibat sedimen yang dipasok oleh sungai. Di sebelah barat
Dadap terjadi sedikit erosi, kemungkinan akibat kenyataan bahwa gelombang pada
angin musim timur maupun angin musim barat me-nyumbang angkutan sedimen ke
selatan.
[III 27]
Gambar III.21.
Perpindahan Sedimen Sebelah Timur Teluk Jakarta (WL Delft Hydraulics, 1996)
Serangkaian foto udara kronologis, yang mencakup periode dari 1980 sampai 2001,
telah dianalisis juga. Pada 1980 Cengkareng Drain belum dibangun. Tata-letak tambak
ikan yang takberubah di sebe-lah barat memungkinkan untuk menyebariskan ketiga
foto udara ini. Garis-pantai 1980 dan 2001 dilukis pada foto-foto lain untuk
menunjukkan perkembangannya (Gambar III.22). Sejak tahun 1980, situasi perubahan
garis pantai mulai berbalik arah dengan kecenderungan abrasi pantai. Tahun 1980,
pada tepi Barat muara Sungai Angke dibangun break water dengan panjang sekitar
200 m dengan maksud untuk menjaga kedalaman perairan muara tersebut agar masih
tetap dapat dilayari. Akibat pembangunan jetti tersebut pada tepi Barat Sungai itu
mengalami abrasi dengan laju sekitar 25 m per tahun antara 1980 1983. Kondisi
pantai di sebelah Barat di sekitar Desa Kamal mengalami erosi berat dengan laju
pernah mencapai 19.3 m per tahun antara 1980 1983. Hal ini disebabkan aliran arus
sepanjang pantai (longshore current) membawa sedimen tersebut ke arah Timur dan
mengendapkannya di sebelah Barat jetti tersebut. Bahkan tumbuhan mangrove dan
sebagian rumah penduduk yang ada di Desa Kamal maupun sebelah Timur Sungai
Kamal juga musnah tererosi. Erosi juga telah mengenai sebagian tambak di tempat
tersebut dan tetap berlangsung sampai sekarang. Pola erosi tersebut secara garis
besar dapat dilihat pada Gambar III.22.
[III 28]
[III 29]
depan sebelum reklamasi dengan menggunakan MS. Excel ditunjukkan pada III.24
serta selisih perubahan posisi garis pantai hasil simulasi 5 tahun ke depan dan garis
pantai terukur 2009 tampak pada Gambar III.25.
Erosi
Stabil
Gambar III.23.
Hasil Running Program GENESIS untuk Skenario 1 (Tanpa Adanya Reklamasi)
[III 30]
5000
4500
4000
PosisiGarisPantai, Y(m)
3500
3000
2500
2000
1500
1000
GarisPantaiTerukur(06/06/2009)
GarisPantaiPrediksi2012tanpaReklamasi
500
GarisPantaiPrediksi2014tanpaReklamasi
0
0
450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 4950 5400 5850 6300 6750 7200 7650 8100 8550 9000 9450
Gambar III.24.
Perbandingan Perubahan Garis Pantai Prediksi Tanpa Adanya Reklamasi
140
130
120
110
100
SelisihPosisiGarisPantai, Y(m)
90
80
70
60
50
40
30
Akresi
20
10
Akresi
Stabil
Erosi
10
20
30
40
0
450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 4950 5400 5850 6300 6750 7200 7650 8100 8550 9000 9450
Gambar III.25. Selisih Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Skenario 1 untuk 5 Tahun Ke
Depan Tanpa Adanya Reklamasi
Berdasarkan gambar di atas, menunjukan bahwa pantai di lokasi rencana reklamasi
PT. Kapuk Naga Indah mengalami erosi dan akresi. Pada boundary condition (BC)
sebelah kiri terjadi akresi 132.61 m sedangkan pada BC sebelah kanan terjadi akresi
sejauh 103,51. Pantai yang mengalami erosi yakni dimulai dari sel grid 7650 m 9000
m dengan erosi maksimum sejauh -12,31 m. Untuk kondisi pantai pada sel grid 1350 m
7650 m cenderung stabil.
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[III 31]
Dari hasil simulasi selama kurun waktu 5 tahun tanpa adanya reklamasi diketahui
bahwa laju transpor sedimen rerata ke arah kanan (Qrtr) adalah sebesar +21.092,06
m3/tahun sedangkan ke arah kiri (Qltr) sebesar -48.984,66 m3/tahun, ini menunjukkan
bahwa arah transpor sedimen pantai di sekitar lokasi rencana reklamasi lebih dominan
ke arah kiri (ke arah barat) hal ini disebabkan gelombang menuju pantai domiman dari
arah timur laut. Laju transpor sedimen bersih rerata (mean net annual transport, Qnr)
sebesar -27.892,60 m3/tahun. Dan berdasarkan hasil perhitungan (output) model
GENESIS diketahui bahwa perubahan volume transpor sedimen selama 5 tahun tanpa
adanya reklamasi adalah +456.142,83 m3, dimana tanda minus (+) menunjukkan
bahwa kondisi pantai tanpa adanya reklamasi lebih dominan mengalami akresi.
3.3.6. Kondisi Hidrologi
Simulasi hidrologi bersumber dari Studi Pandangan Proyek Reklamasi yang dilakukan oleh
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM pada Desember 2010, dalam kondisi
eksisting atau tanpa reklamasi.
a. Daerah Aliran Sungai (Catchment Area)
Analisis hidrologi selalu dikaitkan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Mengetahui
parameter DAS penting untuk analisis selanjutnya. DAS yang sungai-sungainya
bermuara pada daerah reklamasi PT. Kapuk Naga Indah meliputi: Sungai Dadap,
Sungai Kamal, Sungai Tanjungan, Cengkareng Drain dan Sungai Angke. Untuk analisis
ini menggunakan peta kontur digital dengan skala 1:25.000. Peta kontur ini untuk
menentukan topographic divide dari masing-masing DAS. Topografic divide ini menjadi
penting saat menganalisis hidrograf satuan, yaitu untuk menentukan morfometri DAS,
seperti panjang sungai utama, luas DAS, dan kemiringan DAS. Selain itu peta kontur ini
penting untuk mengetahui parameter DAS yang berpengaruh terhadap proses
pengalihragaman hujan menjadi aliran, seperti time of concentration (tc) dan
skematisasi model pembagian sub DAS. Berdasarkan peta RBI digital DKI Jakarta
dengan skala 1:25.000 diperoleh luasan DAS Dadap 4058.755 Ha, DAS Kamal
4752.415 Ha, DAS Tanjungan 98.755 Ha, DAS Cengkareng Drain 38650.56 Ha, DAS
Angke 37564.649 Ha. Adapun hasil digitasi DAS Kamal dan DAS Angke dapat dilihat
pada Gambar III.26 dan Gambar III.27. Pada Tabel 3.12 tersaji data morfometri
masing-masing DAS yang bermuara pada lokasi proyek reklamasi.
Tabel 3.12. Data Morfometri Masing-masing DAS yang Bermuara di PIK
Nama DAS
DAS Angke
DAS Cengkareng drain
DAS Kamal
DAS Dadap
DAS Tanjungan
Luas
(Ha)
37564.649
38650.560
4752.415
4058.755
98.755
(km2)
375.646
386.506
47.524
40.588
0.988
Slope (m)
185
189
12
5
2
Panjang Sungai
(m)
(km)
77001.897
77.00
78021.326
78.02
18227.37
18.23
17263.568
17.26
2563.568
2.56
[III 32]
[III 33]
[III 34]
Debit (m3/det)
500
400
Q2
Q5
Q10
300
Q25
Q50
Q100
200
100
0
0
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu,T (jam)
500
400
Q2
Q5
Q10
300
Q25
Q50
Q100
200
100
0
0
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu,T (jam)
[III 35]
16
14
Debit (m3/det)
12
Q2
10
Q5
Q10
Q25
Q50
6
Q100
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.2
1.4
1.6
1.8
2.2
2.4
2.6
2.8
3.2
3.4
3.6
3.8
Waktu,T (jam)
200
180
160
140
Q2
120
Q5
Q10
100
Q25
Q50
80
Q100
60
40
20
0
0
10
12
14
16
18
20
22
24
Waktu,T (jam)
[III 36]
180
160
Debit (m3/det)
140
120
Q2
Q5
100
Q10
Q25
80
Q50
Q100
60
40
20
0
0
10
12
14
16
18
20
22
24
Waktu,T (jam)
[III 37]
DAS
Berdasarkan hasil analisis kualitas air sungai di sekitar wilayah studi (Kali Angke,
Cengkareng Drain dan Kali Kamal) menunjukkan bahwa parameter fisik (TDS) di beberapa
titik telah melebihi baku mutu, sedangkan parameter kimia telah tercemar (telah melebihi
baku mutu). Sedangkan hasil pengukuran kualitas perairan dan muara Teluk Jakarta yang
dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.14. berikut.
Tabel 3.14. Rata-rata Kualitas Fisik Kimia Perairan dan Muara Teluk Jakarta
Kualitas Fisik Kimia
Salinitas
pH
Amonia
Fenol
Phosphat Detergen
(0/00)
1.
Muara Angke
32,8
<7
0,21
0,0075
0,065
0,16
( D 3, C 3 )
32,1
0,07
0,0095
0,10
0,14
2.
Cengkareng Drain
30,5
7,8
0,52
0,0095
0,12
0,28
( C 2, B 3 )
32,1
0,04
0,008
0,04
0,12
3.
Muara Kamal
30,1
7,6
0,27
0,0085
0,15
0,23
( B 1, B 2 )
30,6
0,11
0,0095
0,05
0,15
Sumber : Laporan Pemantauan Kualitas Teluk Jakarta, BPLHD Prop. DKI Jakarta, 2005
No.
Perairan
(Lokasi)
BOD
41
41
30
32
55
62
Hasil analisis kualitas fisik kimia perairan dan muara Teluk Jakarta menunjukkan bahwa
parameter fisik masih dalam kondisi normal. Sedangkan parameter kimia pada perairan
teluk tercatat BOD, Fenol dan Phosphat telah melebihi baku mutu, Detergen dan Amonia
relatif kecil. Untuk zona muara teluk kondisinya sangat berbeda yaitu BOD, Fenol, Amonia
dan Phosphat konsentrasinya melebihi baku mutu biota air laut. Sedangkan hasil
pengukuran kualitas air sungai pada saat studi ini dilakukan dapat disajikan pada Tabel 3.15
berikut.
Tabel 3.15. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai di Sekitar Lokasi Proyek
No
A.
1.
2.
3.
4.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Parameter
FISIKA
Suhu (insitu)
Zat Padat Terlarut (TDS)
Zat Padat Tersuspensi (TSS)
Daya Hantar Listrik
KIMIA
Air Raksa (Hg)
Arsen (As)
Boron (B)
Kadmium (Cd)
Kobait (Co)
Khromium VI (Cr6+)
Mangan (Mn)
Garam Alkali (Na)
Hasil Analisis
AS-2
AS-3
Satuan
Baku
Mutu *)
AS-1
oC
mg/L
mg/L
Umhos/cm
Normal
200
< 80
1.000
29,9
7.580
49
13.500
30,0
24.800
10
46.200
30,9
4.960
27
8.930
31,3
576
17
1.040
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
%
0,0005
0,050
1,0
0,010
0,020
0,050
1,0
50,0
< 0,0005
< 0,005
< 0,01
< 0,003
< 0,02
< 0,01
0,17
80,5
< 0,0005
< 0,005
< 0,01
< 0,003
< 0,02
< 0,01
0,08
80,5
< 0,0005
< 0,005
< 0,01
< 0,003
< 0,02
< 0,01
0,61
77,7
< 0,0005
< 0,005
< 0,01
< 0,003
< 0,02
< 0,01
0,51
64,5
AS-4
[III 38]
No
Parameter
Satuan
Baku
Mutu *)
3,0
6,0-9,0
0,50
1,0
0,10
100
1.25-2.50
0,10
0,10
10.0-18.0
Nihil
0,50
25,0
20
30
AS-1
4,0
7,5
< 0,002
0,59
< 0,02
1213,7
0
< 0,02
< 0,01
49,0
< 0,2
0,59
4,44
2,7
16,5
Hasil Analisis
AS-2
AS-3
4,0
3,6
7,5
7,3
< 0,002
< 0,002
0,43
0,48
< 0,02
< 0,02
1.419,3
287,3
0
0
< 0,02
< 0,02
< 0,01
< 0,01
43,3
17,9
< 0,2
< 0,2
0,66
0,97
4,3
8,7
2,7
5,4
16,5
33,0
2,300
2.300
AS-4
3,6
7,5
< 0,002
0,26
< 0,02
35,1
0
< 0,02
< 0,01
4,4
< 0,2
2,27
10,8
6,7
41,3
2,4 x 104
2,4 x 104
4,3 x 103
4,3 x 103
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kualitas air sungai pada titik AS-1, AS-2, AS-3 dan
AS-4 sebagian besar telah melebihi baku mutu yang ditetapkan (SK. Gub. 582/1995),
seperti unsur TDS, Garam Alkali, SO4, Minyak & Lemak, SAR, MBAS dan Phosfat serta
COD. Tingginya kandungan parameter di atas diperkirakan dipengaruhi oleh pasang surut
yang terjadi di wilayah studi, sedangkan tingginya unsur minyak & lemak, MBAS, COD dan
mikro biologi pada AS-3 dan AS-4 bersumber dari limbah domestik yang terdapat di hulu
sungai. Buruknya kualitas air sungai tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan
Mangrove dan Biota laut di sekitar lokasi proyek.
3.4.2. Kualitas Air Laut
Hasil penelitian kondisi kualitas fisik kimia lingkungan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya
yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oceanografi LIPI Tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel
3.16 berikut.
Tabel 3.16. Kualitas Fisik Kimia Perairan Teluk Jakarta (Barat, Tengah dan Timur)
No.
Parameter
Barat
1
pH
7,91
2
DO
4,28
3
PO4 (Phosphat)
0,84
4
NO3 (Nitrat)
1,44
5
NO2 (Nitrit)
1,11
6
NH3 (Amonia)
3,97
7
SiO3 (Silika)
16,54
Sumber : Pusat Penelitian Oceanografi LIPI, Oktober 2004
Hasil Analisis
Tengah
Timur
7,98
8,07
4,24
3,97
0,63
1,15
1,54
1,39
1,20
1,06
4,21
4,50
14,48
16,16
Rata-rata
8,07
4,16
0,84
1,48
1,14
4,18
16,28
[III 39]
Berdasarkan data di atas, kualitas fisik kimia perairan Teluk Jakarta (Barat, Tengah dan
Timur) menunjukkan bahwa parameter yang diukur telah melebihi baku mutu kualitas
perairan bagi peruntukkan biota air laut. Kandungan parameter terukur di atas juga
menunjukkan pada bagian Barat Teluk Jakarta tercatat konsentrasi PO4, NO3, NO2 dan SiO3
cukup besar dan hal ini seiring dengan keberadaan Kali Angke, Cengkareng Drain dan Kali
Kamal yang konsentrasi airnya telah tercemar.
Hasil pengukuran kualitas air laut pada saat studi AMDAL (2007) dapat disajikan pada Tabel
3.17 berikut.
Tabel 3.17. Hasil Pengukuran Kualitas Air Laut Pada Studi AMDAL Tahun 2007
No.
A.
Parameter
Satuan
Baku
Mutu *)
Hasil
AL-1
AL-2
AL-3
AL-4
AL-5
AL-6
0,4
0,5
0,3
0,6
0,7
0,5
Alami
14
Alami
30
Berbau
19
Berbau
4
Berbau
5
Berbau
5
13
30
19
31,6
32,2
31,0
31,0
31,6
31,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Positif
7,9
7,7
7,5
8,1
7,9
7,9
31,0
31,1
24,0
30,8
29,6
29,7
FISIKA
1.
Kecerahan (insitu)
Meter
2.
3.
Kebauan (insitu)
Kekeruhan
NTU
4.
mg/L
5.
Suhu (insitu)
6.
7.
1.
2.
Salinitas
B.
0 00
coral >5
mangrove: lamun: >3
Alami
<5
coral: 20
mangrove: 80
lamun: 20
Alami
coral: 28 30
mangrove:.d 28-32
Lamun: 28-30
Nihil
Nihil
7 8,5
Alami
coral: 33-34
mangrove: s/d 34
lamun: 33-34
>5
20
0,3
0,015
0,008
0,5
0,01
0,002
1,0
1,0
0,001
0,005
0,012
0,001
0,008
0,008
0,05
0,05
4,8
2,0
0,19
< 0,01
< 0,008
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,09
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0294
< 0,002
0
0
[III 40]
Berdasarkan tabel di atas hasil analisis kualitas fisik kimia air laut (AL-1 s/d. AL-6)
menunjukkan bahwa secara umum seluruh parameter masih memenuhi baku mutu air laut
untuk biota laut, kecuali unsur kekeruhan di 3 (tiga) titik lokasi (AL-1, AL-2 dan AL-3) dan
amonia total (NH3-N) di lokasi AL-3 telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Hal ini
disebabkan oleh limbah padat (sampah), sedimen dan bahan organik yang dihasilkan dari
kegiatan di daratan (hulu dan tengah) yang masuk ke perairan pantai melalui aliran sungai
yang ada (Cengkareng Drain dan Kali Angke).
Berdasarkan hasil analisis kualitas fisik kimia air laut (AL-1 dan AL-2) baik pada bulan
September 2010, Januari 2011 maupun Februari 2012 menunjukkan bahwa secara umum
seluruh parameter masih memenuhi baku mutu air laut untuk biota laut, kecuali unsur
kekeruhan, ammonia, fosfat dan nitrat telah melebihi baku mutu kualitas air laut (Tabel
3.18). Hal ini disebabkan oleh limbah padat (sampah), sedimen dan bahan organik yang
dihasilkan dari kegiatan di daratan (hulu dan tengah) yang masuk ke perairan pantai melalui
aliran sungai yang ada (Cengkareng Drain dan Tanjungan).
[III 41]
PARAMETER
SATUAN
BAKU*)
MUTU
A.
FISIKA
1. Kecerahan (insitu)
Meter
coral: > 5; mangrove: -; lamun: >3
2. Kebauan (insitu)
Alami
3. Kekeruhan
NTU
<5
4. Zat padat tersuspensi (TSS)
mg/L
coral: 20; mangrove: 80; lamun: 20
OC
5. Suhu (insitu) **)
Alami; coral: 28-30; mangrove:d 28 -32; lamun: 28-30
6. Lapisan minyak (insitu)
Nihil
7. Sampah (insitu)
Nihil
B.
KIMIA
1 pH (insitu) **)
7 - 8.5
0/00
2 Salinitas
Alami
3 Oksigen terlarut (DO)
mg/L
>5
4 BOD5
mg/L
20
5 Amonia total (NH3-N)
mg/L
0,3
6 Fosfat (PO4-P)
mg/L
0,015
7 Nitrat (NO3-N)
mg/L
0,008
8 Sianida (CN)
mg/L
0,5
9 Sulfida (H2S)
mg/L
0,01
10 Fenol
mg/L
0,002
11 Surfactan anion (MBAS)
mg/L
1,0
12 Minyak & Lemak
mg/L
1,0
13 Air Raksa (Hg)
mg/L
0,001
14 Khromium VI (Cr 6+)
mg/L
0,005
15 Arsen (As)
mg/L
0,012
16 Kadmium (Cd)
mg/L
0,001
17 Tembaga (Cu)
mg/L
0,008
18 Timbal (Pb)
mg/L
0,008
19 Seng (Zn)
mg/L
0,05
20 Nikel (Ni)
mg/L
0,05
C.
MIKROBIOLOGI
1 Coliform (total)
MPN/100ml
Nihil
2 Bakteri Patogen
Sel/100ml
Nihil
Sumber : PT. Unilab Perdana
Keterangan :
*)
= KEP. 51/MENLH/2004 Lampiran III. Untuk Biota Laut
**)
= Parameter terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
September 2010
500 meter
500 meter
dari Muara
dari Muara
Cengkareng
Tanjungan
Drain
Januari 2011
500 meter
500 meter
dari Muara
dari Muara
Cengkareng
Tanjungan
Drain
Februari 2012
200 meter
dari Muara
Cengkareng
Drain
200 meter
dari Muara
Angke
200 meter
dari Muara
Kamal
0,2
Berbau
56
56
27,7
Positif
Positif
0,2
Berbau
53
53
27,4
Positif
Positif
0,5
Berbau
20
21
28,6
Negatif
Negatif
0,6
Berbau
2
5
29,6
Negatif
Negatif
1,0
Tdk. Berbau
17
9
31,1
Negatif
Positif
1,5
Tdk. Berbau
6
2
30,8
Negatif
Positif
1,5
Tdk. Berbau
2
<2
29,9
Negatif
Positif
6,79
0,2
4,8
11
3,54
0,15
0,8
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,19
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0206
< 0,002
6,83
22,0
5,0
8
2,30
0,15
0,8
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,12
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0192
< 0,002
7,87
0,1
3,5
7
2,73
0,04
1,0
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,16
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0267
< 0,002
8,06
0,3
3,1
11
0,31
0,11
1,0
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,18
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0226
< 0,002
7,80
32,7
4,4
7
0,21
0,04
0,6
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,02
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0147
< 0,002
8,35
29,4
4,3
8
0,57
0,12
0,6
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,02
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0138
< 0,002
8,32
33,3
4,0
6
0,12
0,03
0,5
< 0,005
< 0,002
< 0,001
0,02
< 0,2
< 0,0005
< 0,005
< 0,002
< 0,0005
< 0,0005
< 0,005
0,0139
< 0,002
2.400
Positif
1.100
Positif
23
9
43
15
0
0
0
0
0
0
[III 42]
[III 43]
Hasil Kajian Lingkungan Rencana Reklamasi PT KNI oleh Program Pascasarjana Ilmu
Lingkungan Universitas Dipenegoro (2010) mengenai kondisi fisika dan kimia air di daerah
kajian diperlihatkan pada Tabel 3.20.
Adanya beberapa parameter yang tidak memenuhi nilai baku mutu kualitas air untuk
keperluan biota, konservasi dan wisata air. Parameter fisika dan kimia air yang tidak
memenuhi baku mutu adalah:
1. Zat padat terlarut (di atas 2000 mg/l) untuk lokasi 1 (M-1: muara sungai Cengkareng
Drain), 4 (P2A-2: perairan calon lahan reklamasi Pulau 2A di depan Cengkareng Drain),
12 (P1-3: perairan calon lahan reklamasi Pulau 1 depan Muara Angke), 13 (M-3: perairan
sungai Cengkareng Drain di dekat muara), dan 14 (M-4: perairan Muara Angke ujung
barat);
2. Kekeruhan (di atas 5 NTU) untuk lokasi: 1 (M-1: muara sungai Cengkareng Drain), 4
(P2A-2: perairan calon lahan reklamasi Pulau 2A di depan Cengkareng Drain), 12 (p1-3:
perairan calon lahan reklamasi Pulau 1 depan Muara Angke), 13 (M-3: perairan sungai
Cengkareng Drain di dekat muara), dan 14 (M-4: perairan Muara Angke ujung barat);
3. pH (di luar rentang 6.5-8.5) untuk lokasi: 1 (M-1: muara sungai Cengkareng Drain), dan 8
(M-2: muara sungai Kamal)
4. oksigen terlarut (DO) dengan kadar di bawah 3.5 mg/l untuk lokasi: 1(M-1: muara sungai
Cengkareng Drain), 2 (P1-1: perairan calon lokasi Pulau 1 depan Muara Angke), 4 (P2A2: perairan calon lahan reklamasi Pulau 2A di depan Cengkareng Drain), 8 (M-2: muara
sungai Kamal), 9 (P2A-4) : Perairan laut calon lokasi Pulau 2A di depan Cengkareng
Drain/rencana jembatan), dan 11 (P1-2): Perairan laut rencana Pulau 1 di bagian tengah.
Kandungan oksigen terlarut yang rata-rata di bawah 3 mg/l pada lokasi-lokasi tersebut
sangat kritis bagi kehidupan biota air, karena bagi hewan air non labirinthici
membutuhkan kadar oksigen terlarut minimal sebesar 3.50 mg/l untuk keperluan
respirasinya.
5. kandungan bahan organik (BOD 20 mg/l dan COD45 mg/l) untuk sebagian besar
lokasi, kecuali: 5 (P2B-1 : perairan laut rencana Pulau 2B bagian tengah di dekat Bagan
Tancap), 6 (P2B-2: perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir di depan S. Dadap)
dan 7 (P2B-3: Perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir/ujung barat di depan Muara
Kamal);
6. Kandungan Ammonia (di atas 0.3 mg/l) pada sebagian besar lokasi lokasi, kecuali : 3
(P2A-1 : Perairan laut rencana Pulau 2A bagian tengah-barat laut), 5 (P2B-1 : perairan
laut rencana Pulau 2B bagian tengah di dekat Bagan Tancap), 6 (P2B-2: perairan laut
rencana Pulau 2B bagian pinggir di depan S. Dadap) dan 7 (P2B-3 : Perairan laut
rencana Pulau 2B bagian pinggir/ujung barat di depan Muara Kamal);
7. kandungan sulfida (0.01 mg/l) pada sebagian besar lokasi, kecuali: Perairan laut
rencana Pulau 2A bagian tengah-barat laut), 5 (P2B-1 : perairan laut rencana Pulau 2B
bagian tengah di dekat Bagan Tancap), 6 (P2B-2: perairan laut rencana Pulau 2B bagian
pinggir di depan S. Dadap) dan 7 (P2B-3 : perairan laut rencana Pulau 2B bagian
pinggir/ujung barat di depan Muara Kamal);
[III 44]
8. Salinitas, Osmolaritas dan kandungan elektrolit: umumnya rendah pada lokasi muara
sungai serta lokasi yang berdekatan atau banyak mendapatkan pengaruh air sungai.
Kandungan osmolaritas dan elektrolit nampaknya berhubungan erat dengan salinitas.
Makin rendah salinitas maka osmolaritas dan kandungan elektrolit (terutama Cl, Na, Mg
dan Ca) makin kecil. Karena osmolaritas dan kandungan elektrolit berpengaruh besar
terhadap proses osmoregulasi organisme air, maka perubahan parameter tersebut
menjauhi kondisi isosmotik akan mempengaruhi kehidupan dan biota akuatik (baik yang
bertipe osmoregulator maupun osmokonformer). Tingginya salinitas dan osmolaritas di
perain Muara Kamal dan calon lokasi Pulau 2B nampaknya banyak dipengaruhi oleh
masukan air tambak. Sedangkan rendahnya salinitas dan osmolaritas di perairan calon
lokasi Pulau 1 dan 2A dikarenakan adanya pengaruh masukan air tawar dari sungai
Cengkareng Drain dan Sungai Angke.
Kandungan logam berat (Tabel 3.10) dalam perairan kadarnya bervariasi. Jenis logam berat
yang mendominasi di seluruh lokasi penelitian adalah besi (Fe). Jenis logam berat lainnya,
seperti: Tembaga (Cu), Chrom (Cr), Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), dan Nikel
(Ni) kadarnya tidak setinggi Besi (Fe). Nilai besaran kandungan logam berat di dalam air di
daerah tapak dampak tidak sepenuhnya memberikan gambaran kondisi riil cemaran logam
berat. Hal ini dikarenakan tingginya kelimpahan mikroba pencemar tipe polisaprobik yang
berpotensi sebagai penyerap logam berat sehingga dapat menurunkan kadar logam berat di
dalam perairan (Tabel 3.19).
Tabel 3.19. Hasil Pemeriksaan Logam Berat Air Laut Dan Muara Sungai Di Lingkungan
Perairan Calon Lahan Reklamasi KNI Jakarta
PARAMETER
1. Besi (Fe)
2. Tembaga (Cu)
3. Chrom (Cr)
4. Mercuri (Hg)
5. Cadmium (Cd)
6. Timbal (Pb)
7. Nikel (Ni)
Satuan
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
1. Besi (Fe)
mg/L
2. Tembaga (Cu)
mg/L
3. Chrom (Cr)
mg/L
4. Mercuri (Hg)
mg/L
5. Cadmium (Cd)
mg/L
6. Timbal (Pb)
mg/L
7. Nikel (Ni)
mg/L
(Sumber : Hasil Pengukuran Bulan Nopember 2010)
Keterangan :
1 : air muara Kamal
2 : air muara sungai Cengkareng Drain
3 : air calon Pulau 1 Ujung
4 : air calon Pulau 1 Tengah
5 : air Pulau 2B ujung
6 : air calon Pulau 2A Tengah
7 : air calon Pulau 2A ujung
8 : air calon Pulau 2A Pinggir
9 : air calon Pulau 1Ujung- depan Muara Angke
Lokasi
3
0.239
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
6
0.227
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
0.038
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
7
0.150
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
0.165
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
8
0.289
0.010
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
0.195
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
9
0.225
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
0.193
<0.005
<0.030
<0.001
<0.014
<0.030
<0.055
[III 45]
Tabel 3.20. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Laut & Muara Sungai Di Lingkungan Perairan Calon Lahan Reklamasi KNI Jakarta
No
Parameter
Satuan
FISIKA
mg/l
Zat padat terlarut
2880
1900
1800
2460
860
900
Kekeruhan
NTU
10.20
4.20
4.20
10.5
3.22
3.30
2
KIMIA
pH
5.7
7.1
7.5
7.4
7.6
7.2
Salinitas
Ppt
2
12
11
5
5
11
Oksigen Terlarut (DO)
mg/l
2.76
2.84
3.08
2.48
3.54
4.58
BOD
mg/l
28.33
22.15
19.87
24.42
18.16
18.11
COD
mg/l
49.16
47.38
42.18
50.14
33.20
36.81
Amonia Total (NH3-N)
mg/l
0.48
0.32
0.25
0.49
0.22
0.22
Fosfat (PO4-P)
mg/l
0.02
0.02
0.02
0.03
0.03
0.03
Nitrat (NO3-N)
mg/l
0.18
0.18
0.16
0.16
0.04
0.06
Nitrit (NO2-N)
mg/l
0.03
0.02
0.01
0.03
0.01
0.02
Sulfida (H2S)
mg/l
0.03
0.02
0.02
0.00
0.01
0.01
Minyak & Lemak
mg/l
0.75
0.58
0.11
0.15
0.28
0.35
OSMOLARITAS & KANDUNGAN ELEKTROLIT:
o
Osmolaritas
mOsm/l H20
58.38 350.25 321.06 145.94 145.94 321.08
o
DHL
Umho/cm
54.29 325.77 298.62 135.74 135.74 298.66
o
Clg/l
1.05
6.28
5.76
2.62
2.62
5.76
o
Na+
g/l
0.54
3.25
2.98
0.42
0.42
2.98
o
Ca++
g/l
0.02
0.13
0.12
0.06
0.06
0.12
o
Mg++
g/l
0.07
0.43
0.40
0.05
0.05
0.40
o
K+
g/l
0.02
0.13
0.11
0.03
0.03
0.11
(Sumber : Hasil Pengukuran Bulan Oktober 2010)
Keterangan :
1 (M-1)
: Air Muara Sungai Cengkareng Drain (060 06 01 ; 1060 44 58)
2 (P1-1)
: Perairan di depan Muara Angke, rencana Pulau 1 (0600447; 1060 45 56)
3 (P2A-1)
: Perairan laut rencana Pulau 2A bagian tengah-barat laut, (0600542; 1060 4509)
4 (P2A-2)
: Perairan laut rencana Pulau 2A di depan Cengkareng Drain, (0600445; 1060 4539)
5 (P2B-1)
: Perairan laut rencana Pulau 2B bagian tengah di dekat Bagan Tancap,( 0600418; 1060 4450)
6 (P2B-2)
: Perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir di depan S. Dadap,( 0600454; 1060 4402)
7 (P2B-3)
: Perairan laut rencana Pulau 2B bagian pinggir/ujung barat di depan Muara Kamal0600507; 1060 4348 )
8 (M-2)
: Air Muara Sungai Kamal (060 05 29 ; 1060 43 30)
9 (P2A-4)
: Perairan laut rencana Pulau 2A di depan Cengkareng Drain/rencana jembatan, 0600433; 1060 4598)
10 (P2A-5) : Perairan laut rencana Pulau 2A bagian tengah-timur, 0600533; 1060 4555)
11 (P1-2)
: Perairan laut rencana Pulau 1 di bagian tengah, 0600507; 1060 4556)
12 (P1-3)
: Perairan laut rencana Pulau 1 bagian tenggara di depan Muara Angke, 0600545; 1060 4553)
13 ( M-3)
: Perairan Muara Sungai Cengkareng Drain, 0600601; 1060 4458)
14 (M-4)
: Muara Sungai Angke saat surut, 0600545; 1060 4553)
NAB
: Nilai ambang batas kualitas air yang disyaratkan untuk keperluan perikanan, konservasi dan pariwisata bahari
Lokasi
8
10
11
12
13
14
900
3.30
1860
4.83
2680
6.28
1860
5.24
1840
3.58
2100
5.38
2400
6.10
2220
5.18
<2000
<5
7.6
29
3.27
18.30
36.92
0.28
0.02
0.04
0.03
0.01
0.35
5.7
27
2.76
28.33
49.16
0.48
0.02
0.18
0.03
0.05
0.75
7.1
23
2.84
32.15
54.38
0.32
0.00
0.01
0.00
0.05
0.00
7.5
15
3.08
29.87
52.18
0.15
0.01
0.06
0.01
0.00
0.11
7.4
14
2.48
24.42
50.14
0.49
0.03
0.16
0.03
0.00
0.15
7.3
5
3.04
28.96
43.20
0.22
0.03
1.14
0.04
0.01
0.78
7.2
0
4.58
32.11
56.81
0.22
0.03
0.06
0.03
0.00
0.65
7.6
2
3.27
20.30
46.02
0.38
0.02
0.04
0.03
0.00
0.75
6.5 8.5
Isosmotik 5 ppt
>3.5
20
45
0.3
0.015
0.08
0.05
0.01
1
846.44
787.28
15.17
7.86
0.32
1.04
0.31
788.06
732.98
14.12
7.32
0.30
0.97
0.29
671.31
624.39
12.03
6.23
0.25
0.83
0.24
437.81
407.21
7.85
4.07
0.17
0.54
0.16
408.62
380.07
7.33
3.79
0.15
0.51
0.14
145.96
135.75
2.61
4.14
0.06
0.18
0.05
3.66
12.06
0.02
0.01
0.00
0.01
0.00
58.38
54.30
1.05
0.54
0.02
0.07
0.02
NBM
[III 46]
Ni
18,75
8,18
9,13
6,94
8,32
6,94
7,64
4,58
8,62
4,58
18,75
4,58 18,75
Berdasarkan data di atas kadar logam berat (Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni) yang terdapat dalam
sedimen di wilayah perairan Teluk Jakarta cukup tinggi. Kadar logam berat tercatat lebih
tinggi pada muara-muara sungai dan wilayah yang berhubungan dengan aktivitas kapalkapal yang sedang tambat. Dengan demikian, tingginya kadar logam berat di dalam
sedimen bersumber dari aktivitas kapal dan kegiatan darat. Sedangkan hasil pengukuran
kualitas sedimen pada saat studi ini dilakukan dapat disajikan pada Tabel 3.20 berikut.
Tabel 3.22. Hasil Pengukuran Kualitas Sedimen Di Sekitar Wilayah Studi
No.
Parameter
Satuan
Sed-1
< 0,5
< 0,5
64
15
< 0,01
< 0,5
34
55
<5
<5
1.
Arsen (As)
mg/kg
2.
Kadmium (Cd)
mg/kg
3.
Khromium total (Cr)
mg/kg
4.
Nikel (Ni)
mg/kg
5.
Raksa (Hg)
mg/kg
6.
Selenium (Se)
mg/kg
7.
Seng (Zn)
mg/kg
8.
Tembaga (Cu)
mg/kg
9.
Timbal (Pb)
mg/kg
10. Kobalt (Co)
mg/kg
Sumber : PT. Unilab Perdana, Juli 2006
Keterangan : Sed-1 : Sedimen Muara Kali Kamal
Sed-2 : Sedimen Muara Kali Tunjungan
Sed-3 : Sedimen Muara Cengkareng Drain
Sed-4 : Sedimen Muara Kali Angke
Hasil Analisis
Sed-2
Sed-3
< 0,5
< 0,5
< 0,5
< 0,5
13
16
11
14
< 0,01
< 0,01
< 0,5
< 0,5
38
38
24
24
<5
<5
<5
<5
Sed-4
< 0,5
< 0,5
12
12
< 0,01
< 0,5
20
20
<5
<5
[III 47]
Berdasarkan hasil analisis kadar logam berat (As, Cd, Cr, Ni, Hg, Se, Zn, Cu, Pb dan Co)
pada sedimen air laut di beberapa muara sungai (Sed-1 s/d. Sed-4) sekitar wilayah studi
menunjukkan bahwa seluruh parameter yang dianalisis sangat bervariasi, kadar logam berat
yang dominan tinggi adalah Cr, Zn dan Cu pada titik Sed-1. Sedangkan pada titik Sed-2 dan
Sed-3 kadar yang paling tinggi adalah unsur Zn dan Cu. Tingginya unsur logam berat pada
muara sungai ini diduga berasal dari aktivitas di darat yang sedimennya terbawa arus sungai
ke pesisir pantai. Kandungan logam berat yang cukup tinggi ini akan berpengaruh terhadap
kehidupan mangrove dan biota air di sekitarnya.
Gambar III.34. Peta Sebaran Endapan Sedimen Permukaan Dasar Laut di Teluk Jakarta
Dari analisis laboratorium sampel sedimen di muara sungai di lingkungan Coastal Cell Teluk
Jakarta yang dilakukan oleh Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas
Dipenogero (2012) dapat disimpulkan bahwa jumlah sedimen di daerah tersebut sedikit
karena diameter butiran sedimen di daerah tersebut sangat kecil sekitar 0.0625 mm
kebawah (dominasi lempung atau clay) Selain itu, sebagian besar DAS yang sungainya
bermuara di Coastal cell Teluk Jakarta didominasi oleh hunian padat sehingga sedimen
yang terjadi tidak begitu besar akan tetapi banjir yang terjadi besar dengan potensi sampah
yang cukup tinggi.
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[III 48]
d50 (mm)
1.2993
1.3074
1.5146
0.022
0.027
0.072
Muara Kamal
Muara Cengkareng
Muara Angke
Taksa
CYANOPHYTA
Oscillatoria sp.1
Aphanocapsa sp.
CHRYSOPHYTA
Amphiprora sp.
Bacillaria paradoxa
Bacteriastrum sp.
Biddulphia sp.
Chaetoceros curvisetum
Chaetoceros sp.1
Chaetoceros sp.2
Chaetoceros sp.3
Coscinodiscus asteromphalus
Coscinodiscus sp.
Guinardia flaccida
Hemiaulus sp.
Lauderia borealis
Navicula sp.1
Navicula sp.2
Nitzschia longissima
Nitzschia sigma
Nitzschia sp.
Pleurosigma sp.1
Pleurosigma sp.2
Pleurosigma sp.3
Rhizosolenia alata
Rhizosolenia acuminata
Rhizosolenia calcar-avis
Rhizosolenia styliformis
CHLOROPHYTA
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
495
495
495
3465
495
1980
990
495
990
1485
495
990
1980
1980
990
1485
495
495
495
990
495
990
495
3960
990
495
990
2475
495
1485
990
990
1980
1485
1980
495
3960
3465
1980
1485
2475
1980
1485
495
990
990
990
495
990
495
495
495
495
3465
990
495
1980
495
2475
1485
1980
495
1485
990
990
495
990
495
990
495
990
495
495
990
2970
1980
2475
1485
495
495
495
495
495
495
495
990
495
495
2475
495
495
990
990
990
495
495
990
2475
990
495
1980
990
495
495
990
495
990
495
495
495
[III 49]
No.
Taksa
28
29
30
Pediastrum sp.
Scenedesmus dimorphus
Scenedesmus quadricauda
EUGLENOPHYTA
31
Phacus longicauda
Jumlah individu / m3
Jumlah Taxa
Indeks diversitas H' = - E pi log2 pi
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2S
Equitailitas (E) = H'/H-max
P1
P2
P3
P4
P5
990
1485
495
21780
16
19800
16
P6
P7
15840
15
14850
15
495
495
990
14850
18
21285
18
21285
18
3,97
3,92
3,87
3,60
3,49
2,93
2,83
4,17
0,95
4,17
0,94
4,17
0,93
4,00
0,90
4,00
0,87
3,91
0,75
3,91
0,72
Hasil Kajian Lingkungan Rencana Reklamasi PT. KNI oleh Program Pascasarjana Ilmu
Lingkungan Universitas Dipenegoro (2010) menunjukkan bahwa jenis-jenis plankton
yang menghuni perairan di daerah tapak dampak didominasi oleh kelompok polisaprobik,
yaitu: Noctiluca sp, Microcystis sp, Botriococcus sp, Chaetoceros sp, Conyaulax sp,
Peridinium sp dan Sphaerotillus sp. Keseluruhannya merupakan jenis plankton beracun
(toksik) yang dapat membahayakan kehidupan biota air. Dari berbagai jenis plankton
tersebut, jenis Microcystis sp, Botriococcus sp dan Sphaerotillus sp hanya dijumpai di
muara sungai serta perairan pinggiran yang bersalinitas rendah. Sedangkan jenis
Rhizosolenia sp (b-mesosaprobik) hanya dijumpai pada perairan dengan salinitas tinggi
(di atas 10 ppt) dan tidak ditemukan pada perairan bersalinitas rendah (di bawah 10 ppt).
Adapun jenis-jenis plankton pendukung rantai makanan alami biota (terutama kelompok
b-mesosaprobik), yang terdiri dari: Rhizosolenia sp, Nitszchia sp, Pleurosigma sp,
Cyclotella sp, Ceratium sp dan Prorocentrum sp, meskipun jumlah jenisnya hampir sama
dengan kelompok polisaprobik namun kemelimpahannya relatif tidak besar.
Dari analisis trofik-saprobitas dengan cara menghitun Saprobic Index dan Trophic Index
sebagaimana terlihat pada Tabel 3.25 dapat diketahui status pencemaran mikrobia di
badan air sebagai berikut:
a. perairan dengan status pencemaran berat (polisaprobik) dengan nilai SI (Saprobic
Index) 0.50 meliputi: semua muara sungai (Cengkareng Drain, Muara Angke dan
Muara Kamal) serta perairan di pinggiran (calon pulau 1 dan 2A). Tingkat cemaran
mikroba yang tinggi di perairan tersebut dikarenakan besarnya kelimpahan mikroba
polisaprobik beracun, antara lain : Noctiluca sp, Microcystis sp, Botriococcus sp,
Chaetoceros sp, Conyaulax sp, Peridinium sp.
b. perairan dengan status pencemaran sedang (mesosaprobik) dengan nilai SI
(Saprobic Index) >0.50 meliputi perairan di tengah (jarak > 2 km dari garis pantai),
terutama calon lokasi pulau 2B ujung barat laut dan 2A ujung utara/barat laut.
Tinggi dan rendahnya saprobitas di perairan ternyata ada hubungannya dengan
kandungan bahan organik dalam air (BOD) dan Bakteri, sebagaimana terlihat pada tabel
3.25. Nilai saprobitas yang rendah (<0.50) dengan dominasi mikroba polisaprobik
(indikator pencemaran berat) yang tinggi ternyata berada pada perairan dengan kadar
bahan organik (BOD) tinggi (>20 mg/l) dan kandungan bakteri tinggi (>10.000 MPN/100
[III 50]
ml). Pada perairan dengan kandungan bahan organik rendah (BOD <20 mg/l) nilai indeks
saprobiknya (SI) tinggi (>0.50) dan didominasi oleh mikroba mesosaprobik (indikator
pencemaran ringan sampai sedang). Dilihat dari nilai SI dan TI dapat dinyatakan bahwa
perairan di daerah tapak dampak kegiatan reklamasi KNI termasuk kategori mesopolisaprobik (derajat pencemaran mikroba tingkat sedang sampai berat) dengan tingkat
produkstivitas/kesuburan tipe Meso-Eutrof (Meso-politrofik). Atau dengan kata lain,
perairan tersebut berada pada status pencemaran mikroba tingkat berat dan didominasi
oleh mikroba yang tidak sepenuhnya bermanfaat bagi kehidupan nekton.
Dengan adanya reklamasi KNI diprakirakan akan menyebabkan peningkatan saprobitas
perairan akibat semakin besarnya cemaran bahan organik pada tahap konstruksi dan
operasi. Beban cemaran sampah dan bahan organik dari sungai sungai yang bermuara
ke Teluk Jakarta (S. Cengkareng Drain, S. Angke dan lain-lain) cenderung akan memicu
perkembangan mikroba polisaprobik dan menurunkan nilai saprobic index dan trophic
index (SI dan TI) perairan.
Tingkat keanekaragaman hayati fitoplankton dari hasil survey singkat adalah sebagai
berikut Dalam tabel tersebut terlihat nilai dari masing-masing indeks keanekaragaman
hayati genera fitoplankton yang terdapat di perairan pada waktu musim penghujan
(November 2010). Hal yang mendapat perhatian adalah perairan muara dan perairan
sekitar sungai Angke (stasion 14 dan 12) yang menunjukkan perbedaan nilai indeks dari
stasion-stasion lainnya. Akan tetapi apabila diadakan analisis lanjut menggunakan
Cluster Analysis komunitas fitoplankton berdasarkan similaritas Simpson, dapat diketahui
bahwa komunitas fitoplankton mengikuti tipe muara sungai. Perairan bakal kegiatan
reklamasi P1 memiliki tipe komunitas fitoplankton yang merupakan gambaran penagruh
dari sungai Angke. Perairan bakal kegiatan reklamasi P2B memiliki komunitas
fitoplankton yang merupakan gambaran pengaruh dari sungai Kamal dan Dadap,
sedangkan komunitas fitoplankton di wilayah bakal kegiatan reklamasi P2A memiliki
komunitas antara dari perairan bakal P1 dan P2B. Hasil analisis ini dapat dilihat dalam
Gambar III.35.
Tabel 3.25. Nilai keanekaragaman hayati fitoplankton di masing-masing stasion
pengamatan di perairan laut dan muara sungai calon lokasi kegiatan
reklamasi KNI di teluk Jakarta
Taxa_S
Individuals
Dominance_D
Shannon_H
Simpson_1-D
Evenness_e^H/S
Menhinick
Margalef
Equitability_J
Fisher_alpha
Berger-Parker
1
9
1130
0,1963
1,884
0,8037
0,7309
0,2677
1,138
0,8573
1,335
0,354
2
9
930
0,2015
1,794
0,7985
0,6681
0,2951
1,17
0,8165
1,382
0,3226
3
8
620
0,2086
1,757
0,7914
0,7246
0,3213
1,089
0,8451
1,296
0,3226
4
9
960
0,1678
1,986
0,8322
0,8097
0,2905
1,165
0,9039
1,374
0,3125
5
8
460
0,2013
1,774
0,7987
0,7368
0,373
1,142
0,8531
1,376
0,3261
6
9
500
0,1992
1,865
0,8008
0,7171
0,4025
1,287
0,8486
1,559
0,36
Stasion
7
8
8
9
450
300
0,2178 0,1756
1,801 1,969
0,7822 0,8244
0,7573 0,7962
0,3771 0,5196
1,146 1,403
0,8663 0,8963
1,382 1,747
0,4 0,3333
9
11
820
0,1794
2,077
0,8206
0,7256
0,3841
1,49
0,8662
1,796
0,3659
10
9
580
0,2319
1,817
0,7681
0,6835
0,3737
1,257
0,8268
1,512
0,431
11
8
590
0,1543
1,97
0,8457
0,8962
0,3294
1,097
0,9473
1,309
0,2542
12
7
420
0,1587
1,895
0,8413
0,9503
0,3416
0,9933
0,9738
1,193
0,2381
13
14
12
14
810
770
0,1239 0,09799
2,278 2,462
0,8761 0,902
0,8132 0,838
0,4216 0,5045
1,643 1,956
0,9168 0,933
1,997
2,43
0,2469 0,1558
[III 51]
Gambar III.35.
Hasil Cluster Analysis Komunitas Fitoplankton Di Wilayah Calon Kegiatan Reklamasi KNI
Dengan Menggunakan Pengukuran Similaritas Simpson
2. Zooplankton
Hasil analisis contoh zooplankton tercantum pada Tabel 3.26. Komunitas zooplankton
didmonasi oleh Crustacea dan Ciliata. Jumlah spesies yang teridentifikasi relatif rendah
yaitu 15 dan pada masing stasiun berkisar antara 6 dan 8 taksa. Kelimpahan masingmasing taksa relatif merata dan genus Acartia spp merupakan spesies yang relatif
dominan. Kelimpahan erbentos tertinggi terdapat pada stasiun P2 dan terendah pada P6.
Indeks keragaman cukup baik, berkisar antara 2,50 dan 3,08. Demikian juga dengan
ekuitabilitasnya cukup tinggi, mendekati 1.
Tabel 3.26. Keragaman dan kelimpahan zooplankton di wilayah studi
No.
Taksa
ARTHROPODA
CRUSTACEA
1
Acartia sp.
2
Acartia sp. (nauplius)
3
Microstella sp.
4
Oithona sp.
5
COPEPODA (sp. Nauplius)
6
COPEPODA (sp.)
PROTOZOA
CILIATA
7
Codonellopsis sp.
8
Favella campanula
9
Favella sp.
10
Leptotintinnus nordqvisti
11
Tintinnopsis gracilis
12
Tintinnopsis radix
13
Tintinnus lusus-undae
RHIZOPODA
14
Centropyxis acureata
SARCODINA
15
Globigerina sp.
Jumlah individu / m3
Jumlah Taxa
Indeks diversitas H' = - E pi log2 pi
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2S
Equitailitas (E) = H'/H-max
P1
P2
495
1485
1485
990
495
495
990
495
1485
495
P3
495
990
P4
495
990
495
495
495
495
495
495
990
495
P6
P7
495
990
495
495
990
495
990
495
495
495
495
495
990
495
495
495
990
495
497
990
495
495
990
495
P5
990
495
495
495
4950
7
2,65
990
7922
9
3,03
4455
7
2,73
4455
6
2,50
4950
8
3,08
3960
7
2,60
4455
7
2,73
2,81
0,94
3,17
0,96
2,81
0,97
2,58
0,97
3,00
1,03
2,81
0,92
2,81
0,97
[III 52]
3. Bentos
Kondisi komunitas bentos sangat miskin, baik keragaman maupun kelimpahannya (Tabel
3.27). Spesies bentos yang teridentifikasi ada 15, dan di masing-masing stasiun berkisar
antara 2 dan 7 spesies. Nematoda merupakan kelompok bentos yang dominan. Nilai
indeks keanekaragaman rendah, berkisar antara 0,92 dan 2,42. Tetapi ekuitabilitasnya
cukup baik, berkisar antara 0,57 dan 1,00.
Tabel 3.27. Keragaman dan kelimpahan bentos di lokasi penelitian
No.
Taksa
MOLUSCA
BIVALVIA
1
BIVALVIA (sp.1)
2
BIVALVIA (sp.2)
GASTROPODA
3
Volvulella sp.
4
GASTROPODA (sp.1)
5
GASTROPODA (sp.2)
ARTHROPHODA
CRUSTACEA
6
CRUSTACEA (sp.1)
INSECTA
DIPTERA
Chironomidae
7
DIPTERA (sp.1)
8
DIPTERA (sp.2)
9
DIPTERA (sp.4)
PLECOPTERA
10
PLECOPTERA (sp.1)
ANNELIDA
OLYGOCHAETA
11
OLYGOCHAETA (sp.3)
POLYCHAETA
12
POLYCHAETA (sp.1)
13
POLYCHAETA (sp.2)
NEMATHELMINTHES
14
NEMATODA (sp.1)
Jumlah individu / sampel
Jumlah Taxa
Indeks diversitas H' = - E pi log2 p
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2S
Equitailitas (E) = H'/H-max
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
1
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
3
1
13
6
4
22
29
4
2
2
2
3
2
5
20
7
1
8
5
3
20
4
1,92
1,13
1,00
0,92
2,42
2,16
1,44
2,00
0,96
2,00
0,57
1,00
1,00
1,00
0,92
2,81
0,86
2,32
0,93
2,00
0,72
4. Nekton
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan oleh Program Pascasarjana
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro dan informasi dari nelayan serta Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Administrasi Jakarta Utara, diperoleh data
tentang keberadaan nekton (ikan dan biota lainnya) di perairan pesisir Teluk Jakarta
sebagaimana terlihat pada Tabel 3.28 berikut.
[III 53]
Jenis Nekton/Ikan
Kepiting (Scylla sp dan Sesarmid)
Kerang Kepah/Totok (Polymesoda erosa)
Mujahir (Tilapia mossambica, Oriochromis mossambicus)
Belanak (Mugil sp)
Bandeng (Chanos chanos)
Udang (Penaeus monodon, P. vannamei)
Kerang Hijau (Mytilus viridis)
Kerang Darah (Anadara sp)
Kerang Bulu (Verna sp)
Teri (Stolephorus indicus)
Belanak (Mugil sp, Valamugil sp)
Kembung (Rastrelliger sp)
Keterangan
Habitat di mintakad Litoral (perairan di
kawasan Mangrove dan Muara Sungai)
Habitat Tambak
Habitat Tambak
Menempel di bagan tancap/Sedentary
Habitat dasar sublitoral bersifat sedentary
Habitat/Fishing Ground, perairan neritik dui
sekitar bagan/rumpon (pelagis kecil)
Data dan informasi nekton perairan pesisir Teluk Jakarta diperoleh dari hasil pengamatan
Fahmi, M.Sc peneliti Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI selama tahun 2011 di desa Kali
Adem. Contoh ikan yang diamanati berasal dari hasil tangkapan nelayan tradisional di
sekitar perairan pantai Teluk Jakarta. Tabel 3.29 mempelihatakan bahwa paling tidak ada
46 spesies ikan bertulang keras (Kelas Teleostei) dan 6 spesies ikan bertulang rawan
(Kelas Chondroichthyes) terdapat di prairan Teluk Jakarta.
Sebagian besar ikan-ikan tersebut adalah penghuni dasar perairan (demersal). Hampir
semua spesies merupakan ikan niaga penting. Famili Sciaenidae mempunyai spesies
paling banyak, karena famili ini mengadung banyak spesies yang hidup di perairan
muara dan sekitarnya. Jenis yang paling diminati dan rasanya enak apabila diolah
menjadi ikan asin adalah ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum). Jenis-jenis
lainnya umumnya dnamakan ikan Gulamah yang terdiri dari beberapa marga ( Nibea,
Dendrophysa, Otholites, Johnius dan Penhania). Ikan Petek, termasuk Famili
Leiognathidae (Leiognathus spp) juga mengandung spesies yang banyak. Ikan biasanya
tertangkap dengan alat bagan dan jaring dalam kelompok yang cukup besar.
Kenyataan yang patut dicatat adalah keberadaan ikan Ketang-ketang, Scatophagus
argus dan Drepane punctata, yang cukup dominan dalam tangkapan nelayan. Kedua
spesies ini memang penghuni perairan dangkal dan sekitar muara sungai dengan
perairan keruh. Meningkatnya populasi kedua jenis ikan ini mengundang beberapa
pertanyaan menarik: (i) Apakah ada spesies pesaingnya yang hilang dari perairan ini,
karena pencemaran yang berat, sehingga memberi kesempatan kedua spesis ini
meningkat populasinya; (ii) Melimpangnya ketersediaan makanan yang melimpah akibat
eutrofikasi. Kelompok ikan pelagis didominasi oleh Famili Clupeidae, yaitu Lemuru
(Sardinella lemuru) dan ikan Lompa (Thryssa baelama). Ikan-ikan niaga lainnya yang
[III 54]
Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
A
1
Kelas: Teleostei
Chanos chanos
Chanidae
Bawal hitam
Pampus niger
Stromateidae
Bibir tebal
Plectorhinchus sp
Plectorhinchydae
Biji nagka
Mullidae
Biji nagka
Upeneus
quadrilineatus
Upeneus sundaicus
Gebel
Platax orbicularis
Platacidae
Gebel
Platax batavianus
Platacidae
Gerot-gerot
Pomadasys
maculatum
Pomadasydae
Gerot-gerot
Pomadasys hasta
Pomadasydae
10
Gerot-gerot
Pomadasys
kaakanmersa
Pomadasydae
11
Gulamah
Nibea soldado
Sciaenidae
12
Gulamah
Dendrophysa ruselli
Sciaenidae
13
Gulamah
Johnius carouna
Sciaenidae
14
Gulamah
Johnius carouna
Sciaenidae
15
Gulamah
Pennahia anea
Sciaenidae
16
Hayam
Monacanthus
chinensis
Monacanthidae
Mullidae
Catatan
Merupakan jenis yang dibudidayakan di
tambak
Demersal, hidup di perairan pantai dan
merupakan jenis komersial penting
Demersal. Hdup diperairan yang berbatu
atesarau dekat dengan terumbu karang
Demersal, dasar perairan berpasir, kadangkadang tertangkap dalam jumlah besar .
Demersal, dasar perairan berpasir, kadangkadang tertangkap dalam jumlah besar
Demersal, hidup di perairan pantai mulai dari
muara sungai, dasar perairan berbatu samapai
di sekitar terumbu karang
Demersal, hidup di perairan pantai mulai dari
muara sungai, dasar perairan berbatu samapai
di sekitar terumbu karang
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, perairan pantai samapai dengan
muara sungai dengan dasar perairan
berlumpur. Merupakan kelompok dominan
dalam hasil tangkapan
Demersal, dasar perairan berpasir dan bukan
merupakan ikan niaga
[III 55]
Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
17
Ikan lidah
Cynoglossus sp.
Cynoglossidae
18
Ikan lidah
Cynoglossus sp.
Cynoglossidae
19
Ikan sebelah
Psettodes erumei
Psettodidae
20
Jenaha
Lutjanidae
21
Kerapu
22
Kerapu lumpur
Lutjanus
monostigma
Epinephelus
quoyanus
Epinephelus tauvina
23
Kerong-kerong
Therapon theraps
Theraponidae
24
Ketang-ketang
Scathopagus argus
Scathopagidae
25
Ketang-ketang
Drepane punctata
Drepanidae
26
Kurisi
Nemipterus sp.
Nemipteridae
27
Kuwe
Caranx sp.
Carangidae
28
Kuwe rombeh
Alectis sp.
Carangidae
29
30
Kuwe rombeh
Lemuru
Alectis indicus
Sardinella lemuru
Carangidae
Clupeidae
31
Lencam
Lethrinus harak
Lethrinidae
32
Lompa
Thryssa baelama
Clupeideae
33
Lowang
Trachinotus blochii
Carangidae
34
Mayung
Arius thalassinus
Ariidae
35
Mujahir laut
Pagridae
36
Pasir-pasir
Acanthopagrus
berda
Scolopsis
taeniopterus
37
Petek
Gerres decacanthus
Gerridae
38
Petek
Gerres filamentosus
Gerridae
39
Petek
Leiognathus
decorus
Leiognatgidae
40
Petek
Leiognathus
equulus
Leiognatgidae
Serranidae
Serranidae
Scolopsidae
Catatan
Ikan yang sebagian besar hidupnya berada di
dasar perairan
Ikan yang sebagian besar hidupnya berada di
dasar perairan
Ikan yang sebagian besar hidupnya berada di
dasar perairan
Salah satu ikan niaga yang penting di
peraiaran Laut Jawa
Salah satu spesies kerapu yang menghuni
perairan pesisir dan muara sungai
Salah satu spesies kerapu yang menghuni
perairan pesisir dan muara sungai yang dapat
mencapai ukuran sangat besar.
Spesies ikan penguni perairan pantai yang
dangkal, berukuran kecil dan menjadi bahan
untuk ikan asin
Spesies penghuni perairan pantai sampai
muara sungai. Seringkali terdapat di sekitar
dermaga pelabuhan. Hal yang menarik adlah
jenis ini meupakan jenis domina dalam hasil
tangkapan nelayan
Sama dengan S. argus, tetapi menghuni
perairan agak ke tengah. Hidup
bergerombol,Juga merupakan spesies
dominan dalam hasil tangkapan nelayan.
Penghuni perairanyang berbatu-batu. Hidup
dalam gerombolan
Bersifat pelagis dan merupakan s pesies
bernilai niaga, hidup di perairan pantai.
Seringkali terdapat di sekitar perairan berbatu
atau sekitar terumbu karang
Ikan niaga penting di wilayah pesisir dan
kadang-kadang terdapat dalam gerombolan.
Sama dengan spesies di atasnya
Pelagis, hidup bergerombol dan biasa
dijadikan bahan untuk ikan asin
Demersal, hidup di perairan pantai dengan
dasar perairan yang berbatu atau sekitar
terumbu karang.
Pelagis, hidup bergerombol di perairan pantai,
seringkali dijadikan sebagai iakn asin
Pelagis di perairN pantai, seringkali
tertangkapa denagan alat pancil. Ikan niaga
yang cukup bernilai ekonomi tinggi>
Demersal, uara sungai.cenderung hidup di
sekitar muara sungai. Kalau diasin
diperdagangkan dengan nama jambal roti.
Demersal, dan jarang tertangkapa oleh
nelayan.
Sesuai dengan namanya, ikan ini umumnya
hidup di perairan dengan dasar pasir. Bukan
merupakan tangkapan yang dominan.
Demersal, perairan pantai dan hidup
bergerombol. Seringkali tertangkap dengan
alat bagan dan jaring. Umumnya dijual dalam
bentuk ikan asin. Dalam tangkapan biasanya
terdiri beberapa spesies
Demersal, perairan pantai dan hidup
bergerombol. Seringkali tertangkap dengan
alat bagan dan jaring. Umumnya dijual dalam
bentuk ikan asin. Dalam tangkapan biasanya
terdiri beberapa spesies
Demersal, perairan pantai dan hidup
bergerombol. Seringkali tertangkap dengan
alat bagan dan jaring. Umumnya dijual dalam
bentuk ikan asin. Dalam tangkapan biasanya
terdiri beberapa spesies
Demersal, perairan pantai dan hidup
bergerombol. Seringkali tertangkap dengan
alat bagan dan jaring. Umumnya dijual dalam
[III 56]
Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
41
Petek
Leiognathus sp.1
Leiognatgidae
42
Samgeh
Otholites ruber
Scaenidae
43
Sembilang karang
Plotossus anguillaris
Plotosidae
44
Senangin
Eleutheronema
tetradactylum
Sciaenidae
45
Tanda-tanda
Lutjanus johni
Litjanidae
46
Wrejung
Sillago sihama
Sillaginidae
B
1
Kelas: Chondroichthyes
Himantura
Dasyatidae
pastinacoides
Pari Kembang
Himantura jenkinsii
Dasyatidae
Pari
Himantura
uarnacoides
Dasyatidae
Pari
Himantura uarnak
Dasyatidae
Pari
Himantura walgasia
Dasyatidae
Pari
Neotrygon kuhlii
Dasyatidae
Catatan
bentuk ikan asin. Dalam tangkapan biasanya
terdiri beberapa spesies
Demersal, perairan pantai dan hidup
bergerombol. Seringkali tertangkap dengan
alat bagan dan jaring. Umumnya dijual dalam
bentuk ikan asin. Dalam tangkapan biasanya
terdiri beberapa spesies
Demersal, hidup di pantai dan muara sungai.
Merupakan hasil tangkapan yang lazim
diperoleh nelayan setempat.
Demersal, tidak lazim tertangkap, umumnya
hidup di perairan sekitar terumbu karang
Salah satu spesies ikan niaga yang bernilai
ekonomi tinggi. Hidup di sekitar muara sungai
dan perairan sekitarnya
Demersal, salah satu ikan niaga penting di
wilayah pesisir. Biasanya hidup di perairan
yang agak dalam dengan dasar perairan
berpasir
Ikan berukuran kecil, demersal. Perairan pantai
dengan dasar perairan dominal pasir.
Hidup di dasar perairan, tetapi tidaerombolk
hidup bergerombol. Makanannya terutama
hewan-hewan bentik. Merupakan tangkapan
lazin oleh nelayan setempat
Hidup di dasar perairan, tetapi tidaerombolk
hidup bergerombol. Makanannya terutama
hewan-hewan bentik. Merupakan tangkapan
lazin oleh nelayan setempat
Hidup di dasar perairan, tetapi tidaerombolk
hidup bergerombol. Makanannya terutama
hewan-hewan bentik. Merupakan tangkapan
lazin oleh nelayan setempat
Hidup di dasar perairan, tetapi tidaerombolk
hidup bergerombol. Makanannya terutama
hewan-hewan bentik. Merupakan tangkapan
lazin oleh nelayan setempat
Hidup di dasar perairan, tetapi tidaerombolk
hidup bergerombol. Makanannya terutama
hewan-hewan bentik. Merupakan tangkapan
lazin oleh nelayan setempat
Hidup di dasar perairan, tetapi tidaerombolk
hidup bergerombol. Makanannya terutama
hewan-hewan bentik. Merupakan tangkapan
lazin oleh nelayan setempat
3.5.2. Mangrove
1. Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil pengamatan vegetasi Di Hutan Lindung Angke-Kapuk Muara Angke
yang letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang + 1 km dengan lebar 50 meter
tercatat total tumbuhan sebanyak 36 jenis, 32 marga dan 27 suku (Gambar III.36.). Jenisjenis tersebut terdiri dari 9 jenis mangrove sejati dan 27 jenis mangrove ikutan.
[III 57]
marga
suku
[III 58]
Tabel 3.30. Nilai Indeks kesamaan jenis (IS) antar tegakan pertumbuhan
Tegakan
Pohon
Anakan
Semai
Pohon
Anakan
Semai
31,57
*
27,66
34,04
*
Tabel 3.31. Nilai Indeks kesamaan jenis (IS) antar petak lokasi (IS > 50 %)
IS (%)
88,96104
80,12422
69,5652
63,83467
58,91213
56,37329
55,65217
Pohon
petak I
1
1
5
2
3
7
2
petak II
5
6
6
3
4
8
6
IS (%)
75,60976
73,30827
70,23411
66,01942
Anakan
petak I
1
3
2
1
petak II
5
4
3
4
IS (%)
73,47585
68,51675
57,44186
56,0579
54,0717
52,9161
Semai
petak I
3
1
2
3
2
1
petak II
4
4
4
1
3
2
Rendahnya nilai IS ini juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi
di masing-masing petak contoh. Pengaruh lingkungan di Hutan Lindung Angke-Kapuk
Muara Angke memberikan pengaruh yang berbeda pada jenis-jenis tumbuhan di masingmasing petak contoh. Lack (1971), menyatakan bahwa karakteristik suatu habitat akan
mempengaruhi jumlah jenis individu di suatu habitat tersebut, apabila dua habitat yang
berbeda jarak namun memiliki karakteristik habitat yang sama maka individu yang ada
tidak akan berbeda jauh. Seleksi jenis diduga terdapat atau terjadi hal ini ditunjukan oleh
jenis-jenis yang berbeda pada tiap petak contoh dan seleksi individu juga terjadi hal ini
ditunjukkan dengan adanya individu yang mendominasi area Hutan Lindung AngkeKapuk Muara Angke.
2. Struktur Komunitas
a. Tingkat Kehadiran
Tingkat kehadiran suatu jenis dapat dilihat dari nilai frekuensi dari masing -masing
jenis yang ditemukan di dalam suatu kawasan. Penyebaran kelas frekuensi
menunjukkan bahwa 11,11 % dari jenis yang ada mempunyai kelas frekuensi 10,1
20 % yaitu jenis Avicenia alba dan Rhizopora stylosa dengan frekuensi 11,11 % dan
12,96 % untuk tingkat pohon, jenis Morinda citrifolia dan Rhizopora stylosa dengan
frekuensi 12 % dan 14 % untuk tingkat anakan serta jenis Acrostichum aureum
dengan frekuensi 10,29 % untuk tingkat semai sedangkan sisanya yakni 88,89 %
jenis yang memiliki nilai frekuensi kurang dari 10 %. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kehadiran dari masing-masing jenis yang ada relatif kecil.Rendahnya tingkat
kehadiran jenis ini menunjukkan telah terjadinya kerusakan/gangguan terhadap
habitat mangrove sehingga jenis yang ada umumnya tidak mampu menyebar secara
merata dan cenderung mengelompok di habitat tertentu.
[III 59]
b. Tingkat Kerapatan
Jumlah individu pada masing-masing tingkat pertumbuhan di daerah penelitian
tercatat 3 tegakan, meliputi 2.472 individu tingkat pohon, 1.262 individu tingkat
anakan dan 3.767 individu tingkat semai atau kerapatan masing-masing adalah
1.105,33 ind/ha pohon, 14.022,22 ind/ha anakan dan 1.163.055,56 ind/ha semai.
Jenis vegetasi mangrove yang memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi adalah jenis
Avicenia alba untuk tingkat pohon, jenis Avicenia alba untuk tingkat anakan dan jenis
Rhizopora stylosa dan Avicenia alba untuk tingkat semai. Jenis tumbuhan yang
memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi memiliki pola kesesuaian yang besar terhadap
berbagai faktor lingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut
Yunianto, dkk (2005) nilai kerapatan relatif yang tinggi menunjukkan bahwa suatu
jenis tumbuhan memiliki regenerasi yang berjalan baik sehingga untuk beberapa
waktu yang akan datang memungkinkan kondisi habitat menjadi lebih baik akibat
banyaknya jumlah tumbuhan perintis yang tumbuh dan berkembang. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa secara umum, kerapatan jenis pohon mangrove di
hutan lindung Angke-Kapuk tergolong rendah, sehingga regenerasi semai dan
anakan perlu diperhatikan.
c. Urutan Dominansi Pada Masing-Masing Tingkat Pertumbuhan
Nilai dominasi menunjukkan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh oleh
suatu jenis pada suatu tipe komunitas. Jenis mangrove yang mendominasi dapat
diketahui dengan indeks nilai penting (INP), yaitu besaran yang menunjukkan
kedudukan suatu jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lain di dalam suatu
komunitas. Pada tingkat pohon indeks nilai penting yang paling tinggi adalah jenis
Avicenia alba, pada tingkat anakan yang memiliki indeks nilai penting tertinggi adalah
jenis Avicenia alba dan pada tingkat semai jenis yang memiliki indeks nilai penting
tertinggi adalah Rhizopora stylosa. Jenis Avicenia alba dan Rhizopora stylosa
merupakan jenis mangrove yang telah diketahui memiliki adaptasi dan toleransi yang
tinggi terhadap kondisi lingkungan habitatnya.
d. Penyebaran Tinggi dan Diameter
Untuk menggambarkan suksesi komunitas, dapat dilihat dari distribusi kelas diameter
dan kelas tinggi pohon (Soedjito, 1988). Pada penyebaran kelas diameter batang di
hutan mangrove ini menunjukkan bahwa 56,22% merupakan pohon kecil (0 - < 10
cm), 37,94% merupakan pohon sedang (10 < 30 cm), sedangkan pohon besar
5,84%. Analisis tinggi pohon menunjukkan pohon kecil sebanyak 63,58% dengan
ketinggian pohon < 5 m, cukup tinggi (5 - 20 m) sebanyak 15,46% dan tinggi (>20 m)
sebesar 20,96% (Gambar III.37).
[III 60]
6000
jumlah individu
5000
4768
4000
tinggi
3000
diameter
1664
1159
2000
1000
1572
1138
434
0
0-< 5
5 - < 10
10 - < 20
278
20 - < 30
218
> 30
Gambar III.37. Sebaran Tinggi dan Diameter Tumbuhan yang Menyusun Hutan
Lindung Angke Kapuk
Tumbuhan dengan ketinggian 0 hingga kurang dari 20 meter didominasi oleh jenis
Avicenia alba dengan jumlah nilai penting relatif 27,91 % sedangkan tumbuhan
dengan ketinggian lebih dari 20 meter tidak dijumpai. Tumbuhan dengan diameter 0
hingga kurang dari 30 cm didominasi oleh jenis Avicenia alba namun untuk tumbuhan
dengan diameter lebih dari 30 cm didominasi oleh jenis Avicenia marina dengan
jumlah nilai penting relatif 15,43 %. Berdasarkan jumlah individunya, tumbuhan di
Hutan Lindung Angke-Kapuk ini lebih dikuasai oleh tumbuhan tingkat bawah, hal ini
dapat dilihat dari Gambar III.37 yang menunjukkan jumlah individu yang menyusun
Hutan Lindung Angke-Kapuk tiap stratifikasinya. Zonasi mangrove di Hutan Lindung
Angke Kapuk telah mengalami kerusakan, hal ini ditunjukkan dengan tidak terlihat
lagi zonasi-zonasi mangrove pada lokasi ini atau beberapa jenis mangrove yang ada
tersebar secara acak, hanya jenis Avicenia sp. masih mendominasi area tepi pantai
dan membentuk suatu zonasi.
3. Keanekaragaman Jenis
Komunitas mangrove yang menyusun Hutan Lindung Angke Kapuk hanya tediri dari
beberapa jenis. Nilai indeks keanekaragaman (H) jenis tumbuhan mangrove di Hutan
Lindung Angke-Kapuk Muara Angke tergolong rendah yakni sebesar 1,753 sedangkan
untuk tiap tingkatan pertumbuhannya juga relatif rendah yakni, untuk tegakan pohon
memiliki H sebesar 1,193, anakan 1,989 dan untuk tingkat tegakan semai sebesar 1,693
(Gambar III.38). Hal ini sesuai dengan pendapat Magurran (1987) yang menyatakan
kisaran nilai indeks keanekaragaman (H) antara 0 2,302 tergolong rendah, H : 2,302
6,907 tergolong sedang, jika nilai H lebih dari 6,907 tergolong tinggi.
[III 61]
2,5
2
1,5
1
0,5
0
pohon
anakan
semai
Gambar III.38. Indeks Keanekaragaman Jenis (H) Total Pada Tiap Tingkat Tegakan
Jika dilihat dari kisaran indeks keanekaragaman tiap lokasi petak maka keanekaragaman
jenis mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk juga tergolong rendah, yaitu nilainya
berkisar antara 0,012 sampai 1,008 (Gambar III.39).
Indeks Keanekaragaman (H')
1,2
1
0,8
pohon
0,6
anakan
0,4
semai
0,2
0
plot 1
plot 2
plot 3
plot 4
plot 5
plot 6
plot 7
plot 8
plot 9
plot
Gambar III.39. Indeks Keanekaragaman Jenis (H) Pada Tiap Petak Contoh (Plot)
Rendahnya keanekaragaman jenis mangrove di hutan lindung Angke-Kapuk tersebut
saat ini terutama disebabkan oleh kerusakan/gangguan habitat mangrove akibat
timbunan sampah yang saat ini mencapai kedalaman 2 m (IPB, Bogor 2007), dan
sampah yang ada tersebar sepanjang garis pantai ( 2 km) dengan lebar antara 15
hingga 50 m (Fakultas Biologi Unas, 2006). Timbunan sampah di hutan lindung AngkeKapuk mengakibatkan gangguan/ tidak dapat tumbuhnya semai dan anakan mangrove
yang membutuhkan substrat/sedimen untuk tempat tumbuhnya, terganggunya
respirasi/pernafasan, berkurangnya unsure hara/nutrient yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya dan kemungkinan adanya senyawa toksik yang dapat mengganggu
[III 62]
kehidupan mangrove. Selain itu, buruknya kualitas perairan estuary akibat limbah cair
yang terbawa aliran sungai, gangguan akibat aktivitas manusia dan proses abrasi ikut
berperan dalam penurunan keanekaragaman jenis mangrove di hutan lindung AngkeKapuk.
4. Fungsi Mangrove Angke Kapuk
Menurut Bengen (2000), beberapa fungsi hutan mangrove adalah sebagai berikut:
a. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur
dan perangkap sedimen. Berkaitan dengan hal ini, kondisi mangrove di hutan lindung
Angke Kapuk saat ini, dengan tegakan pohon yang kurang rapat, maka fungsi
peredam gelombang (tsunami) dan angin badai serta pelindung abrasi kurang
dominan. Sedangkan fungsi penahan lumpur dan perangkap sedimen masih cukup
dominan. Hanya saat ini, material sampah padat yang berasal dari daratan seperti
plastik, logam, kaca, karet dan terbawa melalui aliran sungai banyak terperangkap di
perakaran mangrove yang berdampak negatif terhadap kehidupan mangrove tersebut
akibat kurangnya oksigen, berkurangnya substrat sedimen, berkurangnya nutrien dan
efek senyawa toksik.
b. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove.Saat ini,
peranan mangrove di hutan lindung Angke Kapuk sebagai penghasil detritus masih
cukup besar, namun karena telah tercemar oleh limbah padat dan limbah cair dari
perairan sekitarnya, maka kontribusinya terhadap kesuburan di sekitanya menjadi
tidak signifikan.
c. Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds), dan
daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut.
Menurut Bengen (2007), fauna yang ada saat ini di hutan lindung Angke Kapuk
didominasi oleh fauna daratan seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis),
beberapa jenis ular, burung Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kowak Maling
(Nytocorax nyctocorax), Kuntul Putih (Egretta spp), Cangak Abu (Ardea cinierea),
Blekok (Ardeola speciosa), Biawak (Varanus salvator) dan lain-lain. Dengan kondisi
habitat mangrove yang telah tercemar oleh limbah/sampah padat maupun cair, maka
mangrove di hutan lindung Kapuk Angke bukan daerah asuhan, daerah mencari
makanan maupun daerah pemijahan.
d. Pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya. Sebagaimana dijelaskan di atas,
maka peranan mangrove di hutan lindung Angke Kapuk saat ini sebagai pemasok
larva ikan, udang dan biota laut sangat kecil karena kualitas lingkungan perairan di
hutan lindung Angke Kapuk yang sangat buruk akibat pencemaran limbah padat dan
limbah cair.
e. Sebagai tempat pariwisata. Dengan kondisi lingkungan yang buruk saat ini di hutan
mangrove Angke Kapuk, maka fungsi peranan hutan mangrove Angke Kapuk dari
aspek pariwisata kurang optimal.
[III 63]
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Lindung Angke Kapuk, Muara
Angke, Jakarta Utara. Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis pada tiap tingkat pertumbuhan dan
petak lokasi yang diamati.
b. Komposisi jenis vegetasi mangrove tercatat 36 jenis, 32 marga dan 27 suku yang
terdiri dari 9 jenis mangrove sejati dan 27 jenis mangrove ikutan.
c. Berdasarkan tingkat tegakan pertumbuhannya tercatat 19 jenis tegakan pohon, 19
jenis tegakan anakan dan 28 jenis tegakan semai.
d. Jumlah jenis tertinggi terdapat pada petak lokasi 2 (21 jenis) diikuti oleh petak lokasi 4
(18 jenis), petak lokasi 3 dan 8 (16 jenis), petak lokasi 7 ( 8 jenis), petak lokasi 5 dan
9 (7 jenis), petak lokasi 1 (6 jenis) dan petak lokasi 6 (4 jenis).
e. Keanekaragaman jenis (H) mangrove di Hutan Lindung Angke-Kapuk Muara Angke
tergolong rendah (1,753). Pada tiap tingkat pertumbuhan tergolong rendah, yaitu
Hpohon (1,193), Hanakan (1,989), Hsemai (1,693). Sedangkan H pada tiap petak
lokasi (n:9) tergolong rendah, nilainya berkisar antara 0,012 1,008.
f. Vegetasi mangrove yang memiliki tingkat tegakan pertumbuhan (pohon, anakan,
semai) lengkap lebih sedikit dibandingkan dengan vegetasi mangrove yang tingkat
tegakan pertumbuhannya tidak lengkap, hal ini menunjukkan bahwa regenerasi dan
zonasi mangrove kurang baik.
g. Hutan mangrove di hutan lindung Angke Kapuk saat ini mempunyai peranan yang
sangat kecil sebagai peredam gelombang (tsunami) dan angin badai, dan bukan
sebagai daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding
grounds) maupun daerah pemijahan (spawning grounds) ikan, udang dan biota laut,
namun masih berperan sebagai pelindung abrasi dan suplai detritus.
Hasil kajian Mangrove yang dilakukan oleh Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan
Universitas Dipenegoro (2010) adalah jenis mangrove sejati > 10 jenis. Berdasarkan tingkat
kerapatan tingkat anakan dan semai, maka hutan mangrove akan berkembang menjadi
hutan yang didominasi oleh Avicennia alba dan Rhyzophora stylosa. Salah satu contoh yang
nyata adalah semai dan anakan A. alba yang lebih menguasai lahan tempat penanaman
kembali yang tadinya didominasi oleh R. Stylosa. Pertumbuhan alami dari A. alba
masuk/menyusup atau menginvasi lahan diantara seedling dan semak R. Stylosa yang
ditanam. Benih A. alba adalah berasal dari pohon-pohon tua yang tumbuh dan berkembang
di daerah sekitar wilayah penghijauan. Benih ini terbawa oleh air laut pada waktu
pasang/surut dan terdampar memasuki lahan penghijauan yang berarus tenang dan
sedimen yang stabil. Apabila kondisi kestabilan dapat terpelihara, maka perkembangan dari
A. Alba dapat progresif sehingga akan dapat menambah lebar daratan ke arah laut lebih
cepat. Hal ini dapat terjadi karena dominannya material padatan termasuk partikel tanah
yang dibawa oleh aliran sungai sangat tinggi. Dalam hal zonasi, dari quick survey diketahui
bahwa zonasi hutan mangrove nampaknya hanya ada 2 (dua) zona. Zona yang berbatasan
dengan laut didominasi oleh Avicennia dan di belakangnya terdapat zona yang terdiri dari
multi spesies.
[III 64]
[III 65]
Tabel 3.32. Jenis-jenis Burung Yang Terdapat Di Kawasan PIK Tahun 1987 2004
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
34
33
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Jenis Burung
Nama latin
Nama lokal
Phalacrocoracidae
Phalacrocorax niger
Pecuk padi kecil
Phalacrocorax sulcirostris
Pecuk padi hitam
Anhingidae
Anhinga melanogaster
Pecuk ular
Ardeidae
Ardea sumatrana
Cangak laut
Ardea cinerea
Cangak abu
Ardea purpurea
Cangak merah
Ardeola speciosa
Blekok
Ibis cinereus
Kuntul
Butorides striatus
Kokokan laut
Bubulcus ibis/Ardeola ibis
Kuntul kerbau
Egretta alba
Kuntul besar
Egretta intermedia
Kuntul perak
Egretta garzetta
Kuntul kecil
Egretta sacra
Kuntul karang
Nycticorax nycticorax
Kowak malam kelabu
Ixobrycus eurythmus
Bambangan coklat
Ixobrycus sinensis
Bambangan kuning
Ixobrycus cinnamomeus
Bambangan merah
Ciconia episcopus
Bangau sendang lawe
Fregatidae
Fregata andrewsi
Cikalang Christmas
Ciconiidae
Mycteria cinerea
Bangau bluwok
Leptotilus javanicus
Bangau tongtong
Threskiornithidae
Threskiornis melanocephalus
Ibis cucuk besi
Plegadis falcinellus
Ibis roko-roko
Anatidae
Anas gibberifons
Itik benjut
Dendrocygna arcuata
Belibis kembang
Accipitridae
Accipiter virgatus
Elang alap besar
Elanus caeruleus
Elang tikus
Turnicidae
Coturnix chinensis
Puyuh batu
Turnix suscitator
Gemak loreng
Turnix sylvatica
Gemak tegalan
Rallidae
Amaurornis phoenicurus
Kareo padi
Porzana cinerea
Tikusan alis putih
Porzana fusca
Tikusan merah
Porphyrio porphyrio
Mandar besar
Gallicrex cinerea
Mandar bontot
Gallinula chloropus
Mandar batu
Charadriidae
Charadrius dubius
Cerek kalung kecil
Charadrius alexandrinus
Cerek tilil
Charadrius javanicus
Cerek jawa
Scolopacidae
Numenius sp.
Numenius madagascarensis
Tringa totanus
Trinil kaki merah
Tringa stagnatilis
Trinil rawa
Tringa hypoleucos
Trinil pantai
Sternidae
Chlidonias hibridus
Dara laut kumis
Sterna sumatrana
Camar topi hitam
Columbidae
Trerons vernans
Punai gading
Columba livia
Merpati
Macropygia sp.
Streptopelia chinensis
Tekukur
Status Konservasi
Tahun
Cites IUCN RI 1987 1994 2000 2001 2003 2004
+
+
NT
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
x
x
x
x
+
+
+
+
+
+
+
+
+
x
CR
VU
VU
NT
+
+
+
x
x
+
+
+
II
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
NT
+
+
+
x
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
[III 66]
Jenis Burung
Nama latin
Nama lokal
Streptopelia bitorquata
Dederuk jawa
Geopelia striata
Perkutut jawa
Psittacidae
Psittacula alexandri
Betet
Cucullidae
Clamator coromandus
Bubut jambul
Cocomantis merulinus
Wiwik kelabu
Cocomantis sepulcralis
Wiwik uncuing
Chrysococcyx basalis
Kedasi Australia
Centropus nigrorufus
Bubut jawa
Centropus bengalensis
Bubut alang-alang
Centropus sp.
Bubut
Caprimulgidae
Caprimulgus affinis
Cabak kota
Apodidae
Callocalia linchi
Walet linchi
Alcedinidae
Alcedo coerulescens
Raja udang biru
Todirhompus chloris
Cekakak sungai
Todirhompus sanctus
Cekakak suci
Pelargopsis capensis
Pekaka emas
Meropidae
Merops sp.
Merops viridis
Kirik-kirik biru
Picidae
Dendrocopus macei
Caladi ulam
Picoides moluccensis
Caladi tilik
Alaudidae
Mirafra javanica
Branjangan
Hirundinidae
Hirundo rustica
Layang-layang api
Hirundo tahitica
Layang-layang batu
Campephagidae
Lalage sueurii
Kapasan sayap putih
Lalage nigra
Kapasan kemiri
Pericrocotus cinnamomeus
Sepah kecil
Chloropseidae
Aegithina tiphia
Cipoh kacat
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak kutilang
Pycnonotus goiavier
Merbah cerukcuk
Dicruridae
Dicrurus macrocercus
Srigunting hitam
Oriolidae
Oriolus chinensis
Kepudang kuduk hitam
Corvidae
Crypsirina temia
Tangkar cetrong
Corvus enca
Gagak hutan
Paridae
Parus major
Gelatik batu kelabu
Turdidae
Copsychus saularis
Kucica kampung
Sylviidae
Gerygone sulphurea
Remetuk laut
Phylloscopus sp.
Cikrak
Acrocephalus stentoreus
Kerak basi ramai
Acrocephalus orientalis
Kerak basi besar
Locustella certhiola
Kecici belalang
Cisticola juncindis
Cici padi
Orthotomus sutorius
Cinenen pisang
Orthotomus ruficeps
Cinenen kelabu
Orthotomus sepium
Cinenen Jawa
Prinia inornata
Perenjak padi
Prinia flaviventris
Perenjak rawa
Prinia familiaris
Perenjak sayap garis
Prinia polychroa
Perenjak coklat
Muscicapidae
Status Konservasi
Tahun
Cites IUCN RI 1987 1994 2000 2001 2003 2004
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
II
VU
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
[III 67]
Jenis Burung
Nama latin
Nama lokal
Muscicapa dauurica
Sikatan bubik
Rhipidura javanica
Kipasan belang
Artamidae
Artamus leucorhynchus
Kekep
Laniidae
Lanius schach
Bentet kelabu
Lanius tigrinus
Bentet loreng
Sturnidae
Sturnus contra
Jalak suren
Sturnus melanopterus
Jalak putih
Acridotheres javanicus
Kerak kerbau
Nectariniidae
Anthreptes malacensis
Burung madu kelapa
Nectarinia jugularis
Burung madu sriganti
Dicaediae
Dicaeum trochileum
Cabai jawa
Zosteropidae
Zosterops palpebrosus
Kacamata biasa
Ploceidae
Passer montanus
Burung gereja
Lonchura leucogasteroides
Bondol jawa
Lonchura punctulata
Bondol sisik/peking
Lonchura maja
Bondol haji
Jumlah Jenis ditemukan
Jumlah Suku ditemukan
Jumlah Jenis dilindungi
Status Konservasi
Tahun
Cites IUCN RI 1987 1994 2000 2001 2003 2004
+
+
+
+
+
+
+
+
EN
+
+
+
+
+
+
+
2
2
8
7
12
6
+
48
27
6
+
+
+
58
34
6
43
25
3
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
58
28
3
65
29
7
+
+
+
+
70
33
5
Tabel 3.33. Jenis Burung Air, Burung Pantai, dan Burung Khas Mangrove Yang Terdapat
Di Kawasan PIK dan Sekitarnya Tahun 1987 2004
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Jenis burung
Nama latin
Phalacrocoracidae
Phalacrocorax niger
Phalacrocorax sulcirostris
Anhingidae
Anhinga melanogaster
Ardeidae
Ardea sumatrana
Ardea cinerea
Ardea purpurea
Ardeola speciosa
Ibis cinereus
Butorides striatus
Bubulcus ibis/Ardeola ibis
Egretta alba
Egretta intermedia
Egretta garzetta
Egretta sacra
Nycticorax nycticorax
Ixobrycus eurythmus
Ixobrycus sinensis
Ixobrycus cinnamomeus
Ciconia episcopus
Fregatidae
Fregata andrewsi
Ciconiidae
Mycteria cinerea
Leptotilus javanicus
Threskiornithidae
Threskiornis melanocephalus
Plegadis falcinellus
Anatidae
Anas gibberifons
Dendrocygna arcuata
Rallidae
Nama lokal
1987
1994
Pecuk ular
Cangak laut
Cangak abu
Cangak merah
Blekok
?
Kokokan laut
Kuntul kerbau
Kuntul besar
Kuntul perak
Kuntul kecil
Kuntul karang
Kowak malam kelabu
Bambangan coklat
Bambangan kuning
Bambangan merah
Bangau sendang lawe
+
+
+
+
+
+
+
+
2004
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
2003
Cikalang Christmas
Bangau bluwok
Bangau tongtong
Tahun
2000 2001
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
[III 68]
No.
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Jenis burung
Nama latin
Amaurornis phoenicurus
Porzana fusca
Porzana cinerea
Porphyrio porphyrio
Gallicrex cinerea
Gallinula chloropus
Charadriidae
Charadrius dubius
Charadrius alexandrinus
Charadrius javanicus
Scolopacidae
Numenius sp.
Numenius madagascarensis
Tringa totanus
Tringa stagnatilis
Tringa hypoleucos/Actitis hypoleucos
Sternidae
Chlidonias hibridus
Sterna sumatrana
Cucullidae
Centropus nigrorufus
Alcedinidae
Alcedo coerulescens
Todirhompus chloris
Todirhompus sanctus
Pelargopsis capensis
Corvidae
Crypsirina temia
Turdidae
Copsychus saularis
Sylviidae
Gerygone sulphurea
Prinia flaviventris
Muscicapidae
Rhipidura javanica
Nama lokal
Kareo padi
Tikusan merah
Tikusan alis putih
Mandar besar
Mandar bontot
Mandar batu
1987
1994
+
+
+
Tahun
2000 2001
+
+
+
2003
+
+
+
2004
+
+
+
+
+
+
+
+
Trinil kaki merah
Trinil rawa
Trinil pantai
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Bubut jawa
Raja udang biru
Cekakak sungai
Cekakak suci
Pekaka emas
+
+
+
Tangkar cetrong
Kucica kampung
Remetuk laut
Perenjak rawa
Kipasan belang
+
21
jenis
10
famili
+
+
+
+
+
+
+
29
jenis
15
famili
+
22
jenis
12
famili
+
29
jenis
13
famili
+
26
jenis
11
famili
+
31
jenis
12
famili
Tabel 3.34. Perbandingan Jumlah Jenis dan Famili Burung Pantai/Air/Khas Terhadap
Burung Non Pantai/Air/Khas Mangrove.
Total jumlah jenis
Jumlah jenis burung pantai/air/mangrove
Jumlah jenis non burung pantai/air/mangrove
Total jumlah famili
Jumlah famili burung pantai/air/mangrove
Jumlah famili non burung pantai/air/mangrove
1987
48
21
27
27
10
17
1994
58
29
29
34
15
19
2000
43
22
21
25
12
13
2001
70
29
41
33
13
20
2003
58
26
28
28
11
17
2004
66
32
34
29
12
17
[III 69]
80
Dilindungi
70
60
Jum lah jenis
Tdk dilindungi
6
50
40
65
30
52
42
20
55
58
03
04
40
10
0
87
94
00
01
Tahun
Gambar III.40. Diagram Batang Jumlah Jenis Dilindungi dan Tidak Dilindungi Di Kawasan
Pantai Indah Kapuk Tahun 1997-2004
50
Ju m lah Je n is B u ru n g
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1
10
11
12
13
Titik Pengamatan
: 2000
: 2001
: 2003
: 2004
[III 70]
70
Jumlah Jenis/Famili
60
50
40
30
20
10
0
1987
1994
2000
2001
2003
2004
Tahun Pengamatan
: Total jumlah jenis
Gambar III.42. Perbandingan Jumlah Jenis dan Jumlah Famili Burung Pantai/Air/Khas
Mangrove Terhadap Burung Non Pantai/Air/Khas Mangrove
3.5.4. Fauna Lain
Berdasarkan hasil pengamatan sampai dengan tahun 2005, terlihat bahwa jenis fauna lain
selain burung seperti mamalia (monyet, bajing), reptilia (biawak, ular) masih ditemukan di
sekitar lokasi proyek (Kawasan Pantai Indah Kapuk). Jenis fauna lain selain burung yang
tercatat, antara lain:
Tabel 3.35. Jenis Fauna Lain (Selain Burung)
No
Jenis Fauna
Habitat
MAMALIA
Monyet (Macaca Fasciculoris)
Suaka Margasatwa
Bajing (Sciurus notatus)
Suaka Margasatwa & Hutan Lindung
REPTILIA
3.
Biawak (Varanus Salvador)
Suaka Margasatwa & Cengkarang Drain
4.
Kadal (Mabouya multifasciata)
Suaka Margasatwa & Hutan Lindung
Ular Hijau (Dryophis prasinus)
Suaka Margasatwa & Hutan Lindung
5.
6.
Ular Cincin Mas (Boiga dendrophila)
Suaka Margasatwa & Hutan Lindung
AMPIBIA
7.
Katak (Rhacophous sp.)
Suaka Margasatwa
AVERTEBRATA
8.
Udang
Bekas Tambak
9.
Nyamuk
Tersebar
10. Keong Mas
Cengkareng Drain
Sumber : Laporan Implementasi RKL/RPL Kawasan PIK, 2005
Ketarangan = +) : Masih ditemukan
1.
2.
Tahun
2005
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
[III 71]
Hasil Kajian Lingkungan Rencana Reklamasi PT KNI oleh Program Pascasarjana Ilmu
Lingkungan Universitas Dipenegoro (2010) menunjukkan bahwa fauna dasar di sedimen
Hutan Mangrove memang tidak banyak variasinya bahkan kalah dengan hutan mangrove
sejenis di Wilayah Semarang-Demak. Fauna dasar yang merupakan ciri khas hutan
mangrove seperti jenis-jenis kepiting Sesarmine (famili Grapsidae, Portunidae, Ocypodidae)
sangat langka. Hal ini dikarenakan tebalnya timbunan sampah terutama plastik di dalam
hutan mangrove Angke. Dengan demikian fungsi hutan mangrove Angke sebagai habitat
fauna dasar tidak baik. Selain itu dikaitkan dengan ketidak mampuan perairan laut untuk
menampung larva dan anakan biota laut, maka tidak banyak biota laut yang mampu
mencapai hutan mangrove untuk membesarkan diri. Hal ini ditambah pula dengan tingginya
tingkat pencemaran di dalam hutan mangrove.
Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tahun 2011 menunjukkan
bahwa Kawasan hutan lindung Angke Kapuk yang mempunyai luas pada tahun 2010
sebesar 44,76 Ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang 5 Km dengan lebar 100
meter dari garis pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke
arah timur hingga suaka margasatwa Muara Angke. Dibandingkan tahun sebelumnya, tidak
terdapat perubahan yang berarti sampai tahun 2011. Di dalamnya terdapat areal
permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof.
Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Keberadaan flora ditampilkan oleh flora khas pesisir,
bakau atau mangrove, hingga keberadaannya menjadi spesifik jika dibandingkan dengan
kawasan permukiman. Tabel 3.36.
Tabel 3.36. Fauna yang dilindungi di suaka margasatwa muara angke, Tahun 2011
NO
KELOMPOK
NAMA DAERAH
1.
Mamalia
Monyet
2.
Reptilia
Biawak
3.
Reptilia
Ular cincin mas
4.
Reptilia
Ular piton
5.
Burung
Pecuk padi
6.
Burung
Pecuk ular
7.
Burung
Kowak maling
8.
Burung
Pelatuk besi
9.
Burung
Raja udang
10.
Burung
Blekok
11.
Burung
Kuntul
12.
Burung
Kuntul kecil
13.
Burung
Cangak abu
14.
Burung
Cangak merah
Sumber : Suaka Margasatwa Muara Angke, 2011
SPESIES
Macaca fascicularis
Varanus salvator
Boiga dendrophila
Phyton sp
Phalacocorax pygmaeus
Anhinga anhinga
Nyticorax nyticorax
Thereskiomia
Halcyon chloris
Ardeola speciosa
Egretta intermedia
Egretta gazeta
Arde cinerea
Ardea
[III 72]
Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan bawah
jarang terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat
pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter.
Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi Api-api (Avicennia
sp), sedangkan Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit
sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada pada tingkat pohon
adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris,
Thespesia popoulne; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada
tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinalis, A.
alba, Rhizopora mucronata, Acasia auliculiformis dan Delonix regia.
Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh
gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa
bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi
tersebut mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar.
Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung
pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu
Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul putih
(Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerea), Blekok (Ardeola
speciosa), Belibis (Anas gibberrfrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp)
dan Bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah Biawak (Varanus
salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.
[III 73]
[III 74]
[III 75]
Sedangkan penduduk Kelurahan Kapuk Muara sebanyak 21.949 jiwa dengan jumlah KK
adalah 9.451. Kepadatan penduduk 2.183 jiwa/km2, dengan perincian penduduk laki-laki
11.243 jiwa atau 51,22 persen dan penduduk perempuan 10.706 jiwa atau 48,78 persen
(Tabel 3.36). Jumlah penduduk Kelurahan Kapuk Muara pada tahun 2009, jika dirinci
menurut kewarganegaraannya, terdapat sebanyak 21.935 jiwa Warga Negara Indonesia
dan 14 jiwa Warga Negara Asing (Tabel 3.38).
Tabel 3.37. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk, 2009
Penduduk/Population
Luas
(Km2)
Laki-laki Perempuan Jumlah
1.
Kamal Muara
10,5340
3.899
3.541
7.440
2.
Kapuk Muara
10,0550
11.243
10.706
21.949
Sumber: BPS, Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2010
No.
Kepadatan
Penduduk
706
2.183
Kelurahan
Rasio
Sex
110,11
105,02
Kelurahan
WNI
1.
Kamal Muara
7.440
2.
Kapuk Muara
21.935
Sumber: BPS, Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2010
WNA
14
Cina
Jumlah
14
7.440
21.949
3.6.2. Agama
Di Indonesia, sesuai dengan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
terdapat 5 agama yang diakui keberadaannya oleh pemerintah yaitu: Islam, Khatolik,
Kristen, Hindu dan Budha.
Penduduk Kelurahan Kamal Muara yang beragama Islam berjumlah 6.452 jiwa atau 86,72
persen dan non Islam berjumlah 988 jiwa atau 13,28 persen, sedangkan Penduduk
Kelurahan Kapuk Muara yang beragama Islam berjumlah 12.591 jiwa atau 57,36 persen
dan non Islam berjumlah 9.358 jiwa atau 42,64 persen (Tabel 3.39).
Tabel 3.39. Jumlah Penduduk Menurut Agama, 2009
No.
Kelurahan
Islam
Katholik
1.
Kamal Muara
6.452
277
2.
Kapuk Muara
12.591
2.336
Sumber: BPS, Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2010
Krisren
368
2.349
Hindu
58
120
Budha
285
4.553
Jumlah
7.440
2.1949
[III 76]
Kelurahan
Pertanian
Industri
Bangunan
1.
Kamal Muara
429
459
2.
Kapuk Muara
232
4.723
Sumber: BPS, Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2010
169
974
Perdagangan
311
1532
Transportasi
dan Komunikasi
146
254
Mata Pencaharian
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kapuk
Muara pada umumnya didominasi oleh buruh 36,99%, karyawan swasta 29,86%, PNS
15,59% dan pedagang 8,30%. Sedangkan di Kelurahan Kamal Muara mata pencaharian
didominasi oleh nelayan 25,00%, karyawan swasta 19,41%, pedagang 17,50% dan buruh
16,68%.
Sebagai perbandingan Berdasar hasil survei studi Amdal tahun 2007 dan Studi
Pandangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah Di Kawasan Pantai Utara Jakarta
(Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat, 2011) diperoleh Komposisi
responden berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3.42.
[III 77]
Mata Pencaharian
Tani
Nelayan
Buruh
Pedagang
Karyawan Swasta
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
ABRI
Pensiunan
Petukangan
Swasta Lainnya
Jumlah
Sumber : Rekapitulasi Survei Responden, 2007
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan pada dua wilayah Kelurahan lokasi rencana
reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, menunjukkan bahwa sebahagian besar penduduk
mata pencaharian utamanya adalah sebagai nelayan dengan berbagai alat tangkap.
Tabel 3.43. Jenis Mata pencaharian Utama Penduduk (Responden) Pada Wilayah
Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan,
Jakarta Utara
No.
Mata Pencaharian
Jumlah
Nelayan sero
Nelayan ternak Kerang Ijo
Nelayan bagang
Nelayan pancing
Pedagang
Buruh Industri
Buruh Nelayan
Tukang (Kayu/batu)
Bubu rajungan
Jumlah
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2010
15
11
11
12
0
0
0
0
1
50
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Persentase
(%)
30,00
22,00
22,00
24,00
0
0
0
0
2,00
100,00
Pada Tabel 3.43, menunjukkan bahwa 30,00 % dari responden adalah berprofesi sebagai
nelayan sero, 24,00 % sebagai nelayan pancing, 22,00 % nelayan bagang dan 22,00 %
sebagai nelayan atau peternak kerang ijo, siasanya 2,00 % adalah nelayan bubu rajungan.
Kondisi ini menggambarkan, bahwa masyarakat yang bekerja sebagai nelayan memiliki
juga berbagai macam alat tangkap yang digunakan dalam menjalankan kegiatan
penangkapan ikan.
Mata pencaharian utama penduduk di wilayah rencana kegiatan reklamasi pantai Kapuk
Naga Indah Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Pluit (Muara Angke) Kecamatan l
Penjaringan Jakarta Utara pada umumnya adalah Nelayan, peternak kerang ijo, buruh,
karyawan pabrik dan sebahagian kecil adalah pegawai swasta dan Pegawai negeri Sipil.
Penduduk yang memiliki pekerjaan utama sebagai Nelayan sangat ditunjang oleh kondisi
[III 78]
lingkungan diwilayah ini yang berada didaerah pesisir pantai Jakarta Utara, sehingga
warga rata-rata memilih bekerja sebagai nelayan dibanding bekerja di bidang yang lain.
Selain mata pencaharian sebagai nelayan, penduduk diwilayah rencana kegiatan
reklamasi juga ada yang bekerja sebagai tukang, sopir, buruh pabrik, pedagang (warung
sembako), usaha rumah tangga pembuatan ikan kering dan usaha rumah tangga lainnya
yang dikelolah ibu-ibu.
3.6.5. Perikanan Tangkap
1. Nelayan
Nelayan yang yang ada di Kecamatan Penjaringan dibedakan antara nelayan penetap
dan nelayan pendatang. Nelayan penetap adalah nelayan yang berdomisili di wilayah
Muara Angke dan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah
Muara angke. Klasifikasi nelayan tersebut terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan
nelayan pemilik unit penangkapan ikan.
Nelayan di wilayah Kecamatan Penjaringan masih didominasi oleh nelayan tadisional,
dan hanya sebagian kecil yang diusahakan secara modern oleh investor besar.
Sebagian besar nelayan tradisional adalah pendatang dari Bugis, Jawa Timur, Jawa
Barat, Madura disamping warga asli Jakarta sendiri. Berdasarkan data terlihat bahwa
jumlah nelayan di wilayah wilayah Kecamatan Penjaringan berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Perkembangan jumlah nelayan di wilayah wilayah Kecamatan Penjaringan dari
tahun 2006 hingga 2011 terlihat pada Tabel 3.44. Jumlah nelayan sampai tahun 2011
tercatat sebanyak 9.892 orang yang terdiri atas nelayan pemilik 1/037 orang dan 8.855
orang sebagai nelayan pekerja. Berdasarkan status kependudukannya dari 21.534
orang nelayan ini terdiri dari 5.590 orang nelayan menetap dan 4.302 orang nelayan
pendatang.
Tabel 3.44. Perkembangan Perkembangan Jumlah Nelayan Penetap Dan Pendatang
di Kecamatan Penjaringan Tahun 2006 - 2011
Nelayan Penetap (Orang)
Nelayan Pendatang (Orang)
Jumlah Nelayan (Orang)
Pemilik Pekerja Jumlah Pemilik Pekerja Jumlah Pemilik Pekerja Jumlah
2006
824
6.650
7.474
655
4.895
5.550
1.479
11.545 13.024
2007
595
4.639
5.234
645
4.855
5.500
1.240
9.494
10.734
2008
610
4.965
5.575
720
5.420
6.140
1.330
10.385 11.715
2009
635
5.290
5.925
520
4.000
4.520
1.155
9.292
10.447
2010
615
5.085
5.700
510
4.030
4.540
1.125
9.115
10.240
2011
559
5.031
5.590
478
3.824
4.302
1.037
8.855
9.892
Sumber : Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kodya Jakarta Utara Tahun 2012
Tahun
[III 79]
volume kapal menjadi 6 kelompok yakni 0- 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT, 30-50
GT dan diatas 50 GT. Saat ini armada kapal perikanan yang ada di Kecamatan
Penjaringan didominasi oleh kapal motor yang berukuran 5-10 GT dan di atas 50 GT.
Armada perikanan di PPI Muara Angke juga dibagi menjadi dua jenis yakni kapal
penangkap ikan dan kapal pengangkut. Kapal-kapal ikan yang melakukan tambat labuh
di PPI Muara Angke antara lain adalah: kapal gillnet, jaring cumi (bukoami), purse
seine, jaring insang dasar, bubu dan pancing.
Berbagai alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Jakarta Utara untuk kegiatan
usaha penangkapan terdiri dari jaring payang, purse seine, rampus, gill net, bagan,
bubu dan pancing. Dalam melakukan usaha penangkapan nelayan Muara Angke
umumnya menggunakan alat tangkap berupa jaring payang, purse seine, rampus, gill
net, bagan, bubu dan pancing. Nelayan 1 Cilincing mengoperasikan alat tangkap
berupa jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol dan trawl. Alat tangkap trawl dalam
prakteknya selalu menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian habitat maupun
spesies biota laut yang ada, sehingga sering menimbulkan konflik dengan nelayan
lainnya. Nelayan di Kamal Muara umumnya menggunakan alat tangkap yang terdiri dari
jaring kejer, payang, bagan dan sero, sedangkan nelayan di Muara Baru menggunakan
alat tangkap gill net dan pancing tuna long line.
Jumlah armada Perikanan Tangkap berdasarkan tonage di Kecamatan Penjaringan
dari tahun 2006 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.45.
Tabel 3.45. Jumlah Armada Perikanan Tangkap di Kecamatan Penjaringan Tahun
2006 2011
Kapal Motor (GT) (Unit)
Jumlah armada
(Unit)
0 -5
5 -10
10 -20
20 -30
30 -50
>30
2006
206
609
354
279
24
353
1.825
2007
230
675
459
254
17
460
2.096
2008
260
1258
230
496
36
264
2.544
2009
235
827
110
385
73
250
1.880
2010
210
1043
122
275
68
310
2.028
2011
197
990
120
268
65
300
1.940
Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara, 2012
Tahun
Dari tabel tersebut nampak bahwa armada perikanan jumlahnya berfluktuasi dari tahun
ke tahun dan berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sampai tahun
2011 terbanyak kapal berukuran 5 10 GT sebanyak 990 unit. Nelayan pantai
mengoperasikan alat tangkapnya pada daerah pesisir pantai dengan kedalaman tidak
lebih dari 15 meter dengan jarak waktu tempuh dari dan ke lokasi penangkapan (fishing
ground) mencapai 1-2 jam perjalanan.
[III 80]
Daerah penangkapan ikan bagi nelayan di Muara Angke adalah Perairan Bangka
Belitung, Perairan Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Kalimantan Barat,
Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta dan Karawang, serta Laut Karimun Jawa. Bagi
nelayan-nelayan kecil yang bersifat pulang hari (one day fishing) seperti payang, bubu
dan pancing kebanyakan memilih daerah penangkapan di sekitar Teluk Jakarta dan
Karawang karena jarak yang ditempuh lebih dekat dan tidak memakan biaya terlalu
besar. Nelayan-nelayan besar yang memakan waktu melaut bermingu-minggu dan
bahkan berbulan-bulan seperti Purse Seine, Buko Ami, dan Jaring Cumi lebih memilih
daerah penangkapan di daerah Perairan Bangka Belitung, Perairan Sumatera, Selat
Karimata, serta Kepulauan Natuna.
3. Perikanan Budidaya Kerang Hijau
Budidaya kerang hijau (Perna viridis) cukup banyak tersebar di wilayah Teluk Jakarta.
Ada beberapa tahap dalam pembuatan rakit kerang hijau dari mulai membuat alat ini
sampai dengan tahap akhir pemanenan, yaitu pembuatan rawai (pengumpul spat),
pembuatan bambu dongkrak, persiapan bambu rakit, pemasangan bambu rakit,
pemasangan tali rawai, pembesaran dan pemanenan. Pertumbuhan kerang hijau
sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter fisika dan kimia yang terdapat pada suatu
perairan seperti suhu, salinitas, kedalaman, kecerahan, substrat, serta beberapa
parameter lainnya. Kerang hijau banyak ditemukan pada wilayah perairan yang
memiliki suhu sekitar 26 34 0C, sedangkan untuk kedalamannya biota ini hidup
secara optimal pada wilayah perairan dengan kedalaman berkisar antara 2,6 4,0
meter. Kerang hijau ini dapat tumbuh dengan baik pada wilayah perairan yang memiliki
kisaran salinitas 27 35 0/00. Rawai kerang hijau dipasang pada kerangka bambu rakit
yang posisi pemasangannya dapat secara vertikal ataupun horizontal. Setelah semua
rawai sudah siap terpasang pada posisinya masing-masing, benih kerang hijau yang
berada pada perairan bebas dengan sendirinya akan menempel pada rawai-rawai
tersebut.
Proses pemanenan pada perikanan budidaya kerang hijau ini adalah dilakukan kurang
lebih sekitar 6 7 bulan terhitung mulai dari terkumpulnya benih pada rawai di rakit
kerang hijau tersebut. Selama menunggu masa panen, aktivitas para nelayan rakit
kerang hijau hanya menjaga kondisi rakit supaya tetap kokoh, salah satunya yaitu
dengan cara melakukan pergantian pada bambu-bambu yang mengalami kerusakan.
Untuk komoditas kerang hijaunya sendiri tidak diperlukan perlakuan khusus. Para
nelayan hanyalah membersihkan sampah-sampah yang datang. Di perairan Kamal
Muara jumlah rakit kerang hijau ini semuanya telah dibebaskan oleh pemrakarsa dan
rakit ini pindah lokasi.
[III 81]
Kelurahan Pluit
(N = 20)
Jumlah
( N = 50 )
(%)
4
9
5
2
0
0
20
9
22
10
6
2
1
50
18,00
44,00
20,00
12,00
4,00
2,00
100,00
Kisaran rata-rata pendapatan per bulan responden di wilayah studi bervariasi, responden
dengan tingkat pendapatan rata-rata per bulan dibawah atau sama dengan Rp. 500.000
sebanyak 9 orang (18,00 %), dan tingkat pendapatan antara Rp. 500.000 Rp. 1.000.000
per bulan sebanyak 22 orang (44,00 %), antara Rp. 1.000.000,- Rp. 1.500.000,- perbulan
sebanyak 10 orang (20,00 %), antara Rp. 1.500.000 2.000.000 sebanyak 6 orang (12,00
%), Sedangkan tingkat pendapatan tertinggi di wilayah studi antara Rp. 2.000.000,- Rp.
2.500.000,- hanya 3 orang (6,00 %). Jika tingkat pendapatan rata-rata responden diukur
dengan tingkat kesejahteraan menurut Sajogyo (1986) untuk daerah pedesaan, di mana
dinyatakan bahwa keluarga digolongkan sangat miskin bilamana tingkat pendapatan
setara beras < 240 kg/kapita/tahun. Sedangkan tergolong miskin jika pendapatan setara
beras > 240 - < 460 kg/kapita/tahun dan tergolong sejahtera atau tidak miskin jika tingkat
pendapatan setara beras mencapai > 640 kg/kapita/tahun.
Tingkat pendapatan Rp. 500.000 per bulan ekuivalen dengan Rp. 6.000.000.- per tahun,
jika dikonversi dalam setara beras, di mana harga beras rata-rata adalah Rp. 4.500 per kg
(medium price), maka jumlah pendapatan setara beras adalah 1.333 kg/tahun. Bilamana
tanggungan anggota keluarga rata-rata 5 orang/KK, maka pendapatan setara beras tiap
anggota keluarga adalah 266,7 kg/kapita/tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebanyak
(81,00 %) responden di wilayah studi masih tergolong miskin, sehingga yang tergolong
sejahtera baru sekitar 19,00 %.
3.6.7. Pendidikan
Prasarana dan Sarana sangat penting keberadaannya sebagai faktor penunjang untuk
menggerakkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Secara umum
Prasarana dan Sarana di Kecamatan Penjaringan cukup memadai, baik prasarana dan
sarana pendidikan, kesehatan, perekonomian, perhubungan dan keagamaan.
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[III 82]
Pendidikan
-Taman Kanak-Kanak
-Sekolah Dasar Negeri
-Sekolah Dasar Inpres
-Sekolah Dasar Swasta
-SMP Negeri
-SMP Swasta
-SMA Negeri
-SMA Swasta
2
Perekonomian/Perdagangan
-Pasar Inpres
-Pusat Lingkungan
-Lokasi Pdg K-5
-Swalayan
-Mall dan -Waserda
-Bank Pemerintah
-Bank Swasta
-Koperasi Konsumsi
-Koperasi Produksi
3
Keagamaan/Tempat Ibadah
-Mesjid
-Surau
-Gereja
-Pura
-Lainnya
Sumber Data: BPS (2009)
Jumlah (unit)
52
40
0
46
7
35
2
24
5
6
9
17
6
5
23
1
1
52
111
33
33
16
[III 83]
Interaksi sosial dan komunikasi yang terjalin antar warga disekitar lokasi rencana kegiatan,
telah terwujud dalam bentuk integrasi sosial. Proses sosial yang telah terjadi di Kelurahan
Kamal Muara dan Kelurahan Pluit, khususnya antara penduduk asli Betawi dan pendatang
dari berbagai daerah seperti bugis Makassar dan Indramayu sudah berlangsung sejak
lama ditandai dengan terjadinya kawin mawin antar sub-etnis tersebut, dan diikuti dengan
terjadinya proses akomodasi, asimilasi dan akhirnya tercipta akulturasi dalam system
sosial masyarakat.
Gambaran proses sosial yang terjadi pada masyarakat berupa kejadian-kejadian
dilingkungan sekitar lokasi rencana kegiatan reklamasi disajikan dalam Tabel 3.48.
Tabel 3.48. Pendapat Masyarakat (responden) mengenai Kejadian yang Biasa Terjadi Di
lokasi Rencana Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah Kelurahan
Kamal Muara dan Pluit, Kecamatan l Penjaringan, Jakarta Utara
No.
Pertanyaan
Jumlah Tanggapan
Jika terjadi konflik antar kelompok masyarakat, tentang kasus apa saja?
a. Kasus mengenai tanah, bangunan dan rumah
1
b. Kasus perkawinan
6
1.
c. Kasus kriminal (perkelahian,pencurian, mabuk12
mabukan)
31
d. Tidak ada kasus
Jika terjadi Pertikaian, melibatkan antara?
a. Konflik antara warga masyarakat
16
2.
b. Konflik antara kelompok pemuda/ masyarakat
2
c. Konflik antar Kelurahan atau antar lingkungan
1
Jika terjadi konflik antar kelompok masyarakat,cara penyelesaiannya adalah melalui:
a. Diselesaiakan oleh kepala Kelurahan /tokoh
12
masyarakat/agama/tokoh adat
3.
b. Diselesaikan oleh aparat keamanan (koramil/
5
polsekta)
c. Diselesaikan sendiri oleh kelompok yang bertikai
2
Tokoh-tokoh masyarakat atau pemimpin informal atau formal yang paling berpengaruh
dalam menyelesaikan masalah-masalah konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat
adalah:
a. Tokoh Adat
0
4.
b. Tokoh agama
9
c. Aparat pemerintah (lurah, camat)
33
d. Tokoh masyarakat
8
Lembaga-lembaga yang paling berperanan dalam berbagai aktivitas masyarakat di
Kelurahan ini:
a. LPM, Koperasi
19
5.
b. Karang Taruna
3
c. Lembaga penyuluhan perikanan
5
d. Lainnya (Kelurahan )
23
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2010
Terciptanya akomodasi antar warga di kelurahan ini dilakukan melalui berbagai kegiatan
yang dilakukan secara gotong royong dan berbagai pertemuan-pertemuan yang dilakukan
antar warga. Berbagai kegiatan seperti membersihkan lingkungan, perbaikan jalan
[III 84]
Pertanyaan
Jawaban
Ya
%
Jawaban
Tidak
%
Jumlah
47
94,00
6,00
50
48
96,00
4,00
50
46
92,00
8,00
50
10,26
35
89,74
39
13,79
25
86,21
29
[III 85]
Sekitar 89,74 % responden menyatakan bahwa tindakan kriminal diwilayah ini sangat
jarang terjadi seperti perkelahian antar warga, mabuk-mabukan dan pencurian, hal ini
menggambarkan bahwa diwilayah ini kehidupan masyarakat masih aman dan tentram dari
berbagai macam gangguan atau masalah, walaupun latar belakang penduduk sangat
beragam dari berbagai suku, akan tetapi hal ini tidak menimbulkan masalah, bahkan latar
belakang suku yang berbeda telah menjadi perekat diantara mereka untuk menjaga
persatuan dan ketenraman penduduk diwilayah ini.
Kondisi ini tidak terlepas dari keberadaan forum masyarakat yang telah lama dibentuk dan
disepakati bersama oleh masyarakat pada wilayah studi. Forum masyarakat ini mengatur
aturan-aturan tatakehidupan dan tata pergaulan warga masyarakat dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan dan sangksi terhadap setiap pelanggaran dalam
kehidupan bermasyarakat menjadi pembelajaran bagi setiap warga untuk tidak melanggar
aturan yang telah ditetapkan.
3.6.9. Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan data urutan jenis penyakit terbanyak yang diperoleh dari Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Penjaringan, tercatat bahwa sampai dengan bulan
Desember 2005 terdapat 10 jenis penyakit dominan yang banyak diderita, antara lain ISPA
(23,25%), Penyakit rematik (6,97%), Darah Tinggi (9,30%), Diare (13,95%),Penyakit kulit
(4,65%), Pencernaan (11,62%), TBC (4,65%), Mastoid/kuping (6,97%),Tuata (16,27%) dan
Saluran kencing (2,32%).
Tabel 3.50. Jenis Penyakit Terbanyak di Kecamatan Penjaringan
No
Jenis Penyakit
Persentase
(%)
23,25
9,30
6,97
11,62
4,65
13,95
16,27
6,97
4,65
2,32
100
Jumlah Penderita
750
525
450
375
300
225
225
150
150
75
3.225
Fasilitas sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di Wilayah Kelurahan Kapuk Muara
terdiri dari 1 buah rumah sakit, Poliklinik 1 buah dan Puskesmas 1 buah. Sedangkan
fasilitas sarana pelayanan kesehatan di Kelurahan Kamal Muara terdiri dari Puskesmas 1
buah, Balai Pengobatan 1 buah dan Posyandu 7 buah.
[III 86]
Tabel 3.51. Jenis penyakit yang diderita anggota keluarga responden di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara tahun 2010
Jenis penyakit
N = 88
Persentase
1.
2.
3.
44
10
1
50.0
11.4
1.1
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
2
11
22
1
22
1
3
24
2.3
12.5
25.0
1.1
25.0
1.1
3.4
27.3
2.3
12. Katarak
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2010
Tanggapan
Setuju
Tidak Setuju
Abstain
Kapuk Muara
Kamal Muara
24
1
10
58
2
5
[III 87]
Mata Pencaharian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8
9.
10.
Tani
Nelayan
Buruh
Pedagang
Karyawan Swasta
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
ABRI
Pensiunan
Petukangan
Swasta Lainnya
Jumlah
[III 88]
Setuju
Tdk. Setuju
Abstain
Setuju
Tdk. Setuju
Abstain
8
3
6
5
2
24
0
0
0
1
0
1
2
2
3
2
1
10
11
17
11
3
6
58
0
1
0
0
1
2
1
1
0
1
2
5
[III 89]
[III 90]
[III 91]
b) Perubahan Sosial
Dengan banyaknya program-program pemerintah dan adanya kelakukan
yang kurang baik dari perusahaan swasta terhadap masyarakat Kapuk Muara
mengakibatnya munculnya sikap resisten, mudah curiga dan emosional jika
berhadapan dengan kelompok-kelompok tersebut. Hal ini menjadi hal yang
wajar karena mereka merasa sering menjadi korban dari perilaku pemerintah
dan perusahaan swasta yang umumnya pabrik.
c) Perubahan Budaya
Perubahan budaya yang ada pada masyarakat Kapuk Muara adalah
pergeseran dari budaya pekerja menuju ke arah budaya pengangguran.
Kebanyakan masyarakat Kapuk Muara sangat mudah mengabil keputusan
untuk berhenti dari pekerjaannya. Perubahan budaya masyarakat ini bisa
dipengaruhi oleh minimnya SDM mereka dan ditambah dengan adanya
program-program yang bersifat bantuan atau charity.
d) Perubahan Sosial Yang Akan Terjadi
(1) Dalam bidang ekonomi, keberadaan toko atau warung makan akan
semakin merebak karena kebutuhan masyarakat atau karyawan
perusahaan akan membutuhkan keberadaan warung dan toko tersebut.
Hal ini dapat menimbulkan iklim kompetisi dalam usaha sehingga
keberadaannya menjadi positif. Selain keberadaan toko dan warung,
perubahan sosial yang akan terjadi adalah bagi mereka yang tidak
memiliki kemampuan modal dan SDM akan semakin tertinggal dari
penduduk lainnya.
(2) Dengan adanya solidaritas masyarakat yang kuat dan didukung oleh
adanya rasa persaudaraan, senasib dan sepenanggungan maka akan
meningkatkan resistensi masyarakat terhadap pihak-pihak yang akan
mengancam keberadaan Kelurahan Kapuk Muara. Bentuk dari resistensi
masyarakat ini bisa bervariasi seperti membentuk kelompok kepentingan
atau kelompok penekan yang akan menaikan posisi tawar mereka
terhadap kelompok yang lebih tinggi.
(3) Semakin banyak keberadaan pengangguran di Kapuk Muara akan
menaikkan tingkat kriminalitas. Perubahan pola pikir dari pola pekerja
menjadi pola instan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan masyarakat
bersaing dengan yang lain memberi pengaruh yang cukup signifikan
bagi tingkat kriminalitas.
(4) Perubahan sosial yang akan menjadi sorotan adalah adanya potensi
konflik yang besar antara masyarakat Kapuk Muara dan perusahaan.
Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan konflik vertikal.
Jika hal tersebut terjadi, kondisi perekonomian masyarakat setempat
akan kehilangan sumber ekonomi karena investor atau perusahaan akan
meninggalkan daerah Kapuk Muara.
[III 92]
Pertanyaan
Tanggapan
Tidak
%
Ya
Jumlah
12
24,00
38
76,00
50
14,00
43
86,00
50
Pendapat yang muncul dalam bentuk tanggapan negatif dengan rencana kegiatan
reklamasi ini adalah 1) kekuatiran masyarakat akan terjadinya penggusuran, 2)
hilangnya sumber matapencaharian dan 3) akses warga nelayan untuk melaut akan
terganggu akibat adanya kegiatan reklamasi di Kelurahan Kamal Muara dan Pluit,
terutama yang berdekatan dengan lokasi rencana kegiatan reklamasi Pantai Kapuk
Naga Indah.
[III 93]
[III 94]
[III 95]
III.50.
Gambar III.10.
Lokasi Sampling Sosekbud
[III 96]
3.
2.
3.
4.
5.
6.
Di bagian Tenggara, Selatan dan Barat Daya lokasi rencana reklamasi terdapat
ekosistem mangrove yang kewenangan pengelolaannya ada pada Departemen
Kehutanan.
Di bagian Selatan, yakni di Kawasan Pantai Indah Kapuk berlangsung proses
pembangunan perumahan beserta fasilitasnya oleh PT. Mandara Permai.
Di sebelah Tenggara berlangsung aktivitas nelayan Muara Kali Angke.
Di perairan laut mulai dari muara Kali Angke hingga muara Kali Kamal tersebar bagan
untuk pengrajin budi daya kerang hijau.
Bagian Timur Perairan Muara Angke terdapat PLTGU Muara Karang.
Permukiman terdekat adalah perkampungan nelayan di Muara Angke serta Perumahan
Pantai Indah Kapuk.
[III 97]
3.7.3. Kamtibmas
Kondisi kamtibmas di Kelurahan Kapuk Muara selama Tahun 2010 tergolong cukup baik.
Beberapa kejadian gangguan kamtibmas yang tercatat selama tahun 2010 adalah
perampokan dan pembunuhan terhadap pengemudi sopir taksi (3 kasus), kebakaran (3
kasus), banjir (2 kasus) dan unjuk rasa (2 kasus). Sedangkan sarana pendukung kamtibmas
yang ada berupa pos polisi 6 unit, pos hansip 30 unit dan DPK 4 unit.
3.7.4. Sanitasi Lingkungan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan (tahun 2010) terlihat bahwa pada umumnya
masyarakat sekitar yang bermukim di sebelah Selatan lokasi proyek telah menggunakan
septic tank sebagai sarana pembuangan limbah domestik. Pengelolaan sampah domestik
masyarakat dilakukan dengan menggunakan jasa petugas kebersihan dari Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara dengan membayar sejumlah iuran yang ditetapkan dan dikoordinir
oleh Ketua RT masing-masing. Potret penggunaan air bersih untuk kebutuhan masyarakat
sekitar hanya bersumber dari PDAM.
3.7.5. Lalu Lintas Darat
Kegiatan reklamasi Kapuk Naga Indah akan berpengaruh terhadap kelancaran lalu lintas di
sekitar lokasi proyek (Kawasan Pantai Indah Kapuk) saat berlangsungnya mobilisasi alat
berat dan pengangkutan bahan material. Berdasarkan hasil pemantauan dilapangan pada 5
koridor jalan utama yang menghubungkan antara Kawasan Pantai Indah Kapuk dengan
daerah sekitar, menunjukkan arus lalu lintas yang padat dan bervariatif sejalan dengan
waktu pengamatan. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung volume kendaraan yang melewati ruas jalan
tersebut kemudian dilakukan perhitungan arus kecepatan rata-rata kendaraanya. Hasil
pengamatan pada 5 koridor jalan utama tersebut secara umum menujukkan kesamaan
waktu terjadinya kemacetan. Pada waktu pagi hari volume kendaraan relatif cukup lengang
dan meningkat pada siang hari menunjukkan kemacetan yang cukup panjang pada
beberapa titik. Salah satu titik yang menyebabkan terjadinya kemacetan adalah bundaran
dan perempatan. Pada waktu sore hari tingkat kemacetan berangsur menurun. Hasil
pengamatan volume lalu lintas dapat dilihat pada tabel berikut.
[III 98]
Tabel 3.57. Volume Arus Lalu Untas Dari Pintu Utama Kawasan PIK/JI. Mandara Permai
Menuju Ke Arah Barat (Koridor 1)
Tabel 3.58. Volume Arus Lalu Lintas Dari Pintu Utama Kawasan PIK/JI. Mandara Permai
Menuju Ke Arah Muara Angke (Koridor 2)
Tabel 3.59. Volume Arus Lalu Lintas Dari Jl. Pantai Indah Selatan/Pintu Keluar Tol Menuju
Ke Arah Kawasan PIK (Koridor 3)
[III 99]
Tabel 3.60. Volume Arus Lalu Lintas Dari Kawasan PIK Menuju Ke Arah Jl. Mandara Utara
(Koridor 4)
Tabel 3.61. Volume Arus Lalu Lintas Dari Kawasan PIK Menuju Ke Arah Pintu Tol A dan
Pintu Keluar B/Ring Road PIK (Koridor 5)
[III 100]
Gambar III.51. Kemacetan Lalu Lintas di Koridor Jalan Utama Kawasan Pantai Indah Kapuk
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[III 101]
BAB IV
RUANG LINGKUP STUDI
Pelingkupan dilakukan untuk membatasi penelaahan sehingga komponen rencana kegiatan dan
komponen lingkungan dapat difokuskan pada hal-hal yang penting. Proses pelingkupan dilakukan
melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
Identifikasi dampak potensial;
Evaluasi dampak potensial menuju dampak penting hipotetik; dan
Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik.
2.
3.
[IV 1]
Heru Budi Hartono (Kepala Bagian Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kota
Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar memastikan terlebih dahulu, rencana kegiatan ini nantinya berlokasi di
wilayah hukum mana, apakah Kota Administrasi Jakarta Utara, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu atau Provinsi DKI Jakarta sehingga jelas dan tidak
terjadi tumpang tindih kewenangan apabila terjadi sengketa di kemudian hari.
3.
[IV 2]
5.
6.
[IV 3]
8.
9.
[IV 4]
[IV 5]
15. Fini Amrani (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta)
a. Agar menyiapkan ruangan untuk menampung limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena adanya kegiatan kapal keruk yang memungkinkan terjadinya
ceceran bahan bakar minyak (solar), pelumas bekas dan sebagainya.
b. Sampah-sampah yang dihasilkan pada saat pelaksanaan reklamasi harus
dikumpulkan di satu tempat, dibuatkan pemilahan sampah organik dan non
organik, serta dikondisikan sehingga tidak menjadi sumber penyakit.
16. Nurhasan (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar menyediakan rambu / marka laut di sekitar lokasi kegiatan karena frekuensi
transportasi laut cukup tinggi di daerah ini dan meningkatkan peluang terjadinya
kecelakaan laut.
b. Agar melakukan kajian transportasi darat yang mendalam berkaitan dengan
mobilisasi alat berat dan kendaraan pengangkut material di daratan sekitar lokasi
kegiatan.
17. Supartono (Kelurahan Kapuk Muara Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar memberikan informasi rencana reklamasi pantai dengan menggunakan
pamflet atau media massa kepada masyarakat di Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara sebagai bentuk sosialisasi langsung kepada masyarakat terkena
dampak.
18. Erna Yuni K. (Sudin Perhubungan Kota Administrasi Jakarta Utara)
a. Agar selalu berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian
Negara Lingkungan Hidup mengenai rencana reklamasi pantai sehingga dapat
mengurangi dampak yang akan timbul.
b. Agar mempertimbangkan efek positif dan negatif rencana kegiatan reklamasi
pantai ini, sehingga apabila dampak negatifnya melebihi dampak positif, maka
sepatutnya tidak perlu memaksakan kehendak untuk meneruskan rencana
reklamasi ini.
c. Bentuk kepedulian terhadap masyarakat terkena dampak, sebaiknya tidak hanya
bersifat sementara dengan pemberian bantuan keuangan atau sembako, namun
lebih bersifat jangka panjang seperti dengan menyediakan lapangan kerja dan
melakukan perbaikan lingkungan di sekitar lokasi kegiatan.
19. Sri Wahyuni S. (Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Administrasi Jakarta
Utara)
a. Agar melakukan kajian mengenai peningkatan biaya operasional nelayan yang
harus ditanggung akibat semakin jauhnya lokasi nelayan untuk mendapatkan ikan.
b. Agar menjelaskan lokasi pendaratan ikan.
c. Agar menjelaskan lokasi penambatan kapal kapal nelayan.
d. Harus dibuat green belt atau hutan mangrove di setiap pulau yang akan dibuat.
[IV 6]
[IV 7]
[IV 8]
2. Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
b. Peningkatan Kebisingan
c. Penurunan Kualitas Air Laut
d. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
e. Perubahan Pola Arus
f. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
g. Perubahan Morfologi Pantai
h. Peningkatan Volume Sampah Padat
i. Gangguan Mangrove
j. Gangguan Fauna
k. Gangguan Biota Laut
l. Terbukanya Kesempatan Kerja
m. Terbukanya Kesempatan Berusaha
n. Gangguan Estetika Lingkungan
o. Gangguan Sanitasi Lingkungan
p. Gangguan Aktivitas Nelayan
q. Gangguan Kamtibmas
r. Perubahan Persepsi Masyarakat
s. Gangguan Tranportasi Darat
t. Gangguan Transportasi Laut
3. Tahap Pascakonstruksi
a. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
b. Perubahan Pola Arus
c. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
d. Perubahan Morfologi Pantai
e. Gangguan Kamtibmas
f. Perubahan Persepsi Masyarakat
g. Gangguan Tranportasi Darat
h. Gangguan Transportasi Laut
[IV 9]
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
Demobilisasi Peralatan
Tahap
Pasca Konstruksi
X
X
X
Tahap
Konstruksi
Pembangunan Tanggul/Breakwater
Pengurugan/Reklamasi
X
X
FISIK KIMIA
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Penurunan Kualitas Air Laut
Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
Perubahan Pola Arus
Perubahan Abrasi & Sedimentasi
Perubahan Morfologi Pantai
Peningkatan Volume Sampah Padat
BIOLOGI
Gangguan Mangrove
Gangguan Fauna
Gangguan Biota Laut
SOSEKBUD KESEHATAN MASYARAKAT
Terbukanya Kesempatan Kerja
Terbukanya Kesempatan Berusaha
Gangguan Estetika Lingkungan
Gangguan Sanitasi Lingkungan
Gangguan Aktivitas Nelayan
Gangguan Kamtibmas
Perubahan Persepsi Masyarakat
TATA RUANG
Gangguan Transportasi Darat
Gangguan Transportasi Laut
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Komponen Lingkungan
No.
Komponen Kegiatan
Tahap
Pra Konstruksi
Tabel 4.1. Matriks Interaksi Antara Komponen Kegiatan dan Komponen Lingkungan Kegiatan
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
[IV 10]
[IV 11]
Dampak potensial yang timbul berdasarkan hasil identifikasi dampak potensial adalah:
1. Tahap Prakonstruksi
a. Perubahan Persepsi Masyarakat
Kegiatan penetapan lokasi pada tahap prakonstruksi akan berdampak terhadap persepsi
masyarakat akibat kekhawatiran masyarakat terkena dampak negatif proyek.
2. Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi akan berdampak terhadap kualitas udara
akibat emisi gas kendaraan dan debu yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
b. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan pembangunan jembatan penghubung akan
berdampak terhadap kebisingan akibat aktivitas kendaraan pengangkut alat dan bahan
konstruksi serta proses pemancangan konstruksi jembatan penghubung.
c. Penurunan Kualitas Air Laut
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembuatan tanggul/breakwater, pengerukan muara sungai
dan aktivitas buruh konstruksi akan berdampak terhadap kualitas air laut.
d. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
Kegiatan pengurugan/reklamasi dan pengerukan muara sungai pada tahap konstruksi akan
berdampak terhadap kuantitas air permukaan (banjir).
e. Perubahan Pola Arus
Kegiatan pengurugan/reklamasi dan pembuatan tanggul/breakwater pada tahap konstruksi
akan berdampak terhadap pola arus.
f. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater pada tahap konstruksi
akan berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi.
g. Perubahan Morfologi Pantai
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater pada tahap konstruksi
akan berdampak terhadap morfologi pantai.
h. Peningkatan Volume Sampah Padat
Aktivitas buruh konstruksi proyek sebanyak 500 1.000 orang akan menghasilkan
sampah padat berupa sisa-sisa makanan dan kemasan minuman dan kebutuhan buruh
sehari-hari.
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[IV 12]
i. Gangguan Mangrove
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater dan aktivitas buruh
konstruksi akan berdampak terhadap kehidupan mangrove di hutan lindung Kapuk akibat
perubahan kualitas air laut dan gangguan vegetasi mangrove akibat aktivitas buruh
konstruksi.
j. Gangguan Fauna
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan aktivitas buruh konstruksi berdampak terhadap
kehidupan fauna di hutan mangrove akibat penurunan kualitas udara, meningkatnya
kebisingan dan terganggunya kehidupan fauna akibat aktivitas buruh konstruksi proyek.
k. Gangguan Biota Laut
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater dan aktivitas buruh
konstruksi akan berdampak terhadap biota laut (plankton, bentos dan nekton) akibat
penurunan kualitas air laut dan hilangnya habitat biota laut akibat kegiatan tersebut.
l. Terbukanya Kesempatan Kerja
Kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi proyek sebanyak 500 1.000 orang akan
berdampak terhadap kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar (Kelurahan Kapuk Muara
dan Kamal Muara).
m. Terbukanya Kesempatan Berusaha
Kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi proyek sebanyak 500 1.000 orang,
berdampak terhadap kesempatan berusaha bagi masyarakat sekitar (Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara) seperti penyediaan kebutuhan sehari-hari buruh konstruksi
(makanan, minuman dan lain-lain).
n. Gangguan Estetika Lingkungan
Aktivitas buruh konstruksi sebanyak 500 1.000 orang akan berdampak terhadap estetika
lingkungan akibat sampah padat yang dihasilkan dari kegiatan/aktivitas buruh konstruksi.
o. Gangguan Sanitasi Lingkungan
Kegiatan aktivitas buruh konstruksi sebanyak 500 1.000 orang akan berdampak
terhadap sanitasi lingkungan akibat air limbah dan limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan tersebut.
p. Gangguan Aktivitas Nelayan
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembuatan jembatan penghubung dan pengerukan muara
sungai pada tahap konstruksi akan berdampak terhadap aktivitas nelayan.
q. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan, pengurugan/reklamasi, pengerukan muara sungai dan
aktivitas buruh konstruksi pada tahap konstruksi proyek sebanyak 500 1.000 orang akan
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[IV 13]
[IV 14]
Keseriusan Dampak
1
2
3
4
5
Tidak serius
Kurang serius
Sedang, dapat dipulihkan
Serius, sulit dipulihkan
Sangat Serius/Katastrofik
Peluang Dampak
Terdeteksi
10 %
11 30 %
31 69 %
70 89 %
90 %
Frekuensi Dampak
Jarang, 1x per 6 bulan
Kadang-kadang, 1x per 3 bulan
Berulang, 1x per bulan
Sering, 1x per minggu
Kontinu, > 1x per minggu
Penilaian sifat penting menggunakan hasil perkalian skor ketiga kriteria tersebut, dengan median
kemungkinan nilai perkalian sebagai batasan suatu dampak potensial dikatakan dampak penting
hipotetik atau tidak. Tiga kriteria yang dipakai masing-masing mempunyai 5 (lima) kemungkinan
nilai, dengan demikian ada 30 nilai perkalian yang mungkin dengan median 24,5. Dengan demikian
suatu dampak potensial dikatakan termasuk dampak penting hipotetik bila nilai hasil perkalian
ketiga kriteria tersebut 25.
Matriks hasil evaluasi dampak potensial tahap prakonstruksi, konstruksi dan Pascakonstruksi
masing-masing disajikan pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
[IV 15]
Nilai
Keseriusan
Dampak
Nilai Peluang
Dampak
Terdeteksi
Nilai
Frekuensi
Dampak
Nilai
Hasil
Perkalian
36
Termasuk
Dampak
Penting
Hipotetik
Ya
Nilai
Keseriusan
Dampak
Nilai Peluang
Dampak
Terdeteksi
Nilai
Frekuensi
Dampak
Nilai
Hasil
Perkalian
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
3
3
3
2
3
4
3
3
3
3
4
3
1
3
2
4
2
2
2
2
5
5
2
2
5
5
3
4
4
4
4
4
1
5
5
4
3
4
3
3
2
1
3
3
5
2
4
4
4
36
48
36
3
60
40
48
24
32
24
24
30
15
18
12
75
40
36
48
48
Termasuk
Dampak
Penting
Hipotetik
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Nilai
Keseriusan
Dampak
Nilai Peluang
Dampak
Terdeteksi
Nilai
Frekuensi
Dampak
Nilai
Hasil
Perkalian
3
4
4
4
2
3
3
3
1
3
2
2
3
3
2
2
1
5
5
3
2
3
3
3
3
60
40
24
12
27
18
18
Termasuk
Dampak
Penting
Hipotetik
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
[IV 16]
Dampak penting hipotetik berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial adalah sebagai berikut:
1. Tahap Prakonstruksi
a. Perubahan Persepsi Masyarakat
Kegiatan penetapan lokasi pada tahap prakonstruksi akan berdampak terhadap persepsi
masyarakat akibat kekhawatiran masyarakat terkena dampak negatif proyek.
2. Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi akan berdampak terhadap kualitas udara
akibat emisi gas kendaraan dan debu yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
b. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan pembangunan jembatan penghubung akan
berdampak terhadap kebisingan akibat aktivitas kendaraan pengangkut alat dan bahan
konstruksi serta proses pemancangan konstruksi jembatan penghubung.
c. Penurunan Kualitas Air Laut
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembuatan tanggul/breakwater, pengerukan muara sungai
dan aktivitas buruh konstruksi akan berdampak terhadap kualitas air laut.
d. Penurunan Perubahan Pola Arus
Kegiatan pengurugan/reklamasi dan pembuatan tanggul/breakwater pada tahap konstruksi
akan berdampak terhadap pola arus.
e. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater pada tahap konstruksi
akan berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi.
f. Peningkatan Volume Sampah Padat
Aktivitas buruh konstruksi proyek sebanyak 500 1.000 orang akan menghasilkan
sampah padat berupa sisa-sisa makanan dan kemasan minuman dan kebutuhan buruh
sehari-hari.
g. Gangguan Mangrove
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater dan aktivitas buruh
konstruksi akan berdampak terhadap kehidupan mangrove di hutan lindung Kapuk akibat
perubahan kualitas air laut dan gangguan vegetasi mangrove akibat aktivitas buruh
konstruksi.
[IV 17]
[IV 18]
Untuk tahap konstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah sebagai
berikut (Tabel 4.7).
Tabel 4.7. Prioritas Dampak Penting Hipotetik Tahap Konstruksi
Dampak Potensial
Gangguan Aktivitas Nelayan
Perubahan Pola Arus
Peningkatan Kebisingan
Peningkatan Volume Sampah Padat
Gangguan Transportasi Laut
Gangguan Transportasi Darat
Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Gangguan Kamtibmas
Penurunan Kualitas udara
Penurunan Kualitas Air Laut
Perubahan Persepsi Masyarakat
Gangguan Mangrove
Terbukanya Kesempatan kerja
Untuk tahap pascakonstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah
sebagai berikut (Tabel 4.8).
Tabel 4.8. Prioritas Dampak Penting Hipotetik Tahap Pascakonstruksi
Dampak Potensial
Perubahan Pola Arus
Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Perubahan Persepsi Masyarakat
[IV 19]
1.
2.
TATA RUANG
Gangguan Transportasi Darat
Gangguan Transportasi Laut
X
X
X
X
Demobilisasi Peralatan
Tahap
Pasca Konstruksi
Pembuatan Jembatan Penghubung
Tahap
Konstruksi
1.
2.
3.
4.
X
X
X
BIOLOGI
Gangguan Mangrove
X
X
X
X
X
1.
Pembangunan Tanggul/Breakwater
FISIK KIMIA
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Penurunan Kualitas Air Laut
Perubahan Pola Arus
Perubahan Abrasi & Sedimentasi
Peningkatan Volume Sampah Padat
Pengurugan/Reklamasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komponen Lingkungan
No.
Komponen Kegiatan
Tahap
Pra Konstruksi
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
[IV 20]
[IV 21]
Prakonstruksi
Perubahan Persepsi Masyarakat
Konstruksi
1.
2.
3.
4.
Identifikasi
dampak
potensial
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Prakonstruksi
Komponen Lingkungan:
1. Fisik kimia
2. Biologi
3. Sosial ekonomi budaya
4. Tata ruang
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Prakonstruksi
Evaluasi
dampak
potensial
Konstruksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
1.
2.
3.
Pascakonstruksi
1.
Konstruksi
Klasifikasi
dan
Penentuan
Prioritas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
1.
2.
3.
Pascakonstruksi
Pascakonstruksi
[IV 22]
[IV 23]
IV.4
[IV 24]
Batas
Waktu
Prakonstruksi
Perubahan Persepsi Masyarakat
6 bulan
1
2
3
Konstruksi
Gangguan Aktivitas Nelayan
Perubahan Pola Arus
Peningkatan Kebisingan
5 tahun
5 tahun
1 tahun
5 tahun
5
6
7
8
9
10
11
12
13
5 tahun
1 tahun
5 tahun
6 bulan
6 bulan
5 tahun
5 tahun
1 tahun
6 bulan
1
2
3
Pascakonstruksi
Perubahan Pola Arus
Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Perubahan Persepsi Masyarakat
5 tahun
5 tahun
5 tahun
Keterangan
[IV 25]
BAB V
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Berdasarkan urian kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) sebagaimana
diuraikan pada Bab IV, maka dapat diidentifikasi dan diprakirakan komponen kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting serta komponen lingkungan yang diprakirakan akan terkena dampak
penting. Dalam memprakirakan dampak penting digunakan matriks prakiraan dampak sebagaimana
terlihat pada Tabel 5.4.
[V 1]
2.
[V 2]
Dampak yang terjadi berlangsung sementara sepanjang masa mobilisasi alat dan bahan,
namun telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari baik menjadi sedang. Selain itu
peningkatan debu juga merupakan hal yang menganggu penglihatan dan kenyamanan.
Dengan demikian dampak peningkatan debu saat mobilisasi alat dan bahan merupakan
dampak negatif penting.
Penilaian
Keterangan
1.
2.
3.
P
P
TP
4.
5.
Intensitas dampak
Banyaknya komponen lingkungan lain terkena
dampak
6.
Sifat kumulatif
7.
Berbalik atau tidaknya dampak
Kesimpulan
3.
TP
P
TP
TP
Tidak akumulatif
Dampak dapat berbalik
Dampak Negatif Penting
Peningkatan Kebisingan
Kegiatan pemancangan saat pembangunan jembatan penghubung dari perumahan Pantai
Indah Kapuk ke Pulau Reklamasi merupakan sumber bising yang cukup tinggi. Tingkat
kebisingan pada jarak 10 m dari sumber dapat mencapai 85 dBA. Di sekitar lokasi pada jarak
30 m terdapat pasar Fresh Market, sedangkan perumahan terletak relatif jauh, lebih dari
500 m. Pemodelan rambatan bising menunjukkan pada jarak 30 m tingkat kebisingan akan
mencapai 52 dBA Gambar V.2). Hasil pemantauan menunjukkan tingkat kebisingan di sekitar
Fresh Market adalah 50 dBA. Dengan demikan saat kegiatan pemancangan jembatan
[V 3]
penghubung tingkat kebisingan di sekitar Fresh Market akan mencapai 54,1 dBA. Tingkat
kebisingan ini memenuhi baku tingkat kebisingan sesuai KepMenLH No. 48 Tahun 1996
sebesar 70 dBA bagi peruntukkan perdagangan dan jasa.
1.
2.
3.
4.
5.
4.
Penilaian
Keterangan
TP
TP
TP
TP
TP
TP
TP
Tidak akumulatif
Dampak dapat berbalik
Dampak Negatif Tidak Penting
[V 4]
radius sejauh 100 m. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa nilai kekeruhan saat
studi dilakukan masih berada di bawah baku mutu yang berlaku. Berdasarkan pengalaman
reklamasi di beberapa tempat, nilai kekeruhan dan TSS akan meningkat sampai lebih dari 5
kali lipat dari kondisi biasa tanpa kegiatan. Dengan adanya tanggul, maka dampak yang akan
terjadi tidak meluas keperairan di luar batas proyek. Air laut yang keruh dengan nilai TSS
tinggi yang keluar dari tanggul tidak akan berarti karena akan dinetralisir oleh arus dan
gelombang laut diperairan sekitarnya. Meskipun demikian, hal ini perlu mendapat perhatian.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat selama
kegiatan reklamasi, persebarannya terbatas di sekitar kegiatan, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak dan dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif
penting.
Kegiatan pembangunan breakwater 3 pulau (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan juga akan
berdampak terhadap kualitas air laut. Kegiatan pemasangan sheet pile beton dan pekerjaan
pembuatan breakwater akan mengakibatkan penurunan kualitas air laut terutama kekeruhan
dan total suspended solid (TSS).
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat selama
pembangunan breakwater berlangsung, persebarannya terbatas di sekitar lokasi kegiatan dan
dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak
1.000 orang berpotensi menghasilkan limbah cair domestik dari kegiatan Mandi Cuci Kakus
(MCK). Limbah cair domestik tersebut apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan
menurunnya kualitas air laut dengan parameter utama pH, Total Suspended Solid (TSS),
Ammonia (NH3), fosfat (PO4) dan BOD.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek ( 62 bulan), komponen lingkungan yang terkena
dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan bersifat kumulatif
dengan kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap kualitas air di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Kegfiatan pengerukan akan mengakibatkan meningkatnya
kekeruhan perairan muara sungai akibat turbulensi yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya rendah dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek ( 3 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia yang
terkena dampak sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik,
sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
[V 5]
5.
[V 6]
[V 7]
Pada Gambar V.5 diperlihatkan pola sirkulasi arus di sekitar pulau reklamasi. Pendalaman
kanal batas ini menghasilkan suatu sirkulasi yang berbeda di sekeliling pulau-pulau ini.
Dengan demikian, pendalaman kanal batas ini berpengaruh pada mutu kawasan bakau dan
sirkulasi reruntuk di sekeliling pulau-pulau ini. Dalam hal saluran batas tidak diperdalam, air
dari Cengkareng Drain hampir seluruhnya dibuang me-lalui kanal Cengkareng dan tidak
dibelokkan ke dalam kanal batas. Dan lagi, hampir tidak terjadi aliran kontinu dari timur ke
barat (angin musim timur) atau dari barat ke timur (angin musim barat) melaui kanal batas ini.
Dalam hal kanal batas yang diperdalam, terjadi aliran rata-rata sekitar 20m3/detik (kira-kira
0.1m/detik).
[V 8]
disebabkan oleh pembangunan konstruksi di lepas pantai. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh reklamasi terhadap perubahan garis pantai, Universitas Gadjah Mada tahun 2010
telah melakukan kajian pemodelan perubahan garis pantai dengan menggunakan program
Genesis. Pemodelan garis pantai selanjutnya akan digunakan sebagai landasan untuk
memperkirakan dampak. Simulasi skenario pemodelan dianggap bahwa reklamasi PT KNI
dimulai pada 2009, sehingga prediksi perubahan garis pantai dimulai dari tanggal 6 juni 2009
sampai dengan 5 tahun ke depan yakni tanggal 6 juni 2014.
Hasil pemodelan dengan program Genesis untuk 5 tahun ke depan dapat dilihat pada
Gambar V.6, Gambar V.7. merupakan Perbandingan perubahan garis pantai prediksi dengan
adanya reklamasi 1+2A+2B, sedangkan Gambar V.8. adalah perubahan posisi garis pantai
hasil simulasi 5 tahun ke depan dan garis pantai terukur 2009 setelah adanya reklamasi
2B
2A
Stabil
Gambar V.6. Hasil Running Program GENESIS untuk Skenario 4 (Dengan Adanya
Reklamasi 1+2A+2B)
[V 9]
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 4950 5400 5850 6300 6750 7200 7650 8100 8550 9000 9450
Gambar V.7. Perbandingan Perubahan Garis Pantai Prediksi Dengan Adanya Reklamasi
1+2A+2B
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
Akresi
40
Akresi
30
20
10
Stabil
Stabil
Akresi
Stabil
10
20
Erosi
30
Erosi
40
50
0
450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 4950 5400 5850 6300 6750 7200 7650 8100 8550 9000 9450
Gambar V.8. Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Untuk 5 Tahun Ke Depan Setelah Adanya
Reklamasi
[V 10]
Berdasarkan gambar di atas, menunjukan bahwa pantai di lokasi rencana reklamasi pulau
1+2A+2B mengalami erosi dan akresi. Pada boundary condition (BC) sebelah kiri terjadi
akresi 131,55 m sedangkan pada BC sebelah kanan terjadi akresi sejauh 102,32. Pantai
yang mengalami erosi yakni dimulai dari sel grid 3150 m 4275 m dengan erosi maksimum
sejauh -36,41 m dan dibelakang jetty reklamasi pulau 1 terjadi akresi maksimum sebesar
78,02 m pada sel grid 6500. Untuk kondisi pantai pada sel grid (950 m 1800 m) dan (3000 m
5650 m) cenderung stabil.
Dari hasil simulasi selama kurun waktu 5 tahun dengan adanya reklamasi pulau 1+ 2A+2B
diketahui bahwa laju transpor sedimen rerata ke arah kanan (Qrtr) adalah sebesar +12.111,53
m3/tahunsedangkan ke arah kiri (Qltr) sebesar -27.244,84 m3/tahun, ini menunjukkan bahwa
arah transpor sedimen pantai di sekitar lokasi rencana reklamasi pulau 1+2A+2B lebih
dominan ke arah kiri (ke arah barat) hal ini disebabkan gelombang yang menuju pantai
domiman dari arah timur laut. Laju transpor sedimen bersih rerata (mean net annual transport,
Qnr) sebesar -15.133,31 m3/tahun. Dan berdasarkan hasil perhitungan (output) model
GENESIS diketahui bahwa perubahan volume transpor sedimen selama 5 tahun dengan
adanya reklamasi pulau 1+2A+2B adalah +453.107,85 m3, dimana tanda minus (+)
menunjukkan bahwa kondisi pantai di sekitar rencana reklamasi pulau 1+2A+2B lebih
dominan mengalami akresi.
Berikut ini adalah tabel resume perbandingan hasil simulasi/prediksi tahun 2014 tanpa adanya
reklamasi dan dengan adanya reklamasi PT KNI.
Tabel 5.3. Perbandingan Hasil Simulasi Tahun 2014 Tanpa Adanya Reklamasi dan Dengan
Adanya Reklamasi Pulau 1+2A+2B
Uraian
Satuan
Tanpa Adanya
Reklamasi
(Skenario 1)
Dengan Adanya
Reklamasi 1+2A+2B
(Skenario 4)
Keterangan
132.60
131.39
akresi maksimum
0.01
0.42
akresi minimum
-12.31
-41.43
erosi maksimum
erosi minimum
(m)
-0.01
-0.26
(m /tahun)
-48,984.66
-27,244.84
(m3/tahun)
21,092.06
12,111.53
Qltr
Qrtr
Qgr
(m3/tahun)
70,076.72
39,356.37
Qnr
(m3/tahun)
-27,892.60
-15,133.31
VT
(m3)
456,142.83
453,107.85
Berdasarkan uraian dan tabel di atas, menunjukkan bahwa rencana pembangunan reklamasi
PT KNI yang terdiri dari 3 pulau yakni pulau 1, 2A, dan 2B memberikan pengaruh terhadap
kondisi pantai di sekitarnya yakni terjadinya erosi diujung sebelah kiri pulau dan terjadi akresi
di ujung sebelah kanan pulau, namun jika tinjaunnya adalah hasil dari perubahan volume
transpor sedimen (VT) dan laju transport sedimen bersih rerata (Qnr), maka pengaruhnya
[V 11]
tidak begitu signifikan bahkan relatif kecil/berkurang karena dari hasil simulasi tanpa adanya
reklamasi (skenario 1), VT = +456.142,83 m3 dan dengan adanya reklamasi untuk skenario
4 (reklamasi pulau 1+2A+2B), VT = +453.107,85 m3, dan laju transpor sedimen bersih
rerata tahunan (Qnr) tanpa adanya reklamasi adalah -27.244,84 m3/tahun dan dengan adanya
reklamasi untuk skenario 4 adalah -15.133,31 m3/tahun. Hasil simulasi keempat skenario di
atas belum mempertimbangkan suplai sedimen dari beberapa sungai yang bermuara di lokasi
rencana reklamasi PT KNI.
Sedimentasi Muara Sungai
Model perubahan garis pantai di atas tanpa memperhitungkan pengaruh pasukan sedimen
dari sungai-sungai yang bermuara di sekitar lokasi proyek. Untuk memperkirakan sedimentasi
di muara sungai, PT. KNI telah bekerja sama dengan Witteveen Bos Indonesia(2006) untuk
menghitung laju sedimentasi di muara sungai setelah adanya reklamasi. Pendugaan
sedimentasi menggunakan model matematis, yakni Satu model yang disederhanakan telah
digunakan untuk memperkirakan orde besaran sedimentasi (angkutan beban tersuspensi dan
beban dasar untuk lanau dan kotoran). Model ini merupakan model satu-dimensi. Analisis ini
berlaku untuk buangan sungai puncak karena buangan puncak inilah yang diharapkan
memasok sedimen ke kanal lepas-pantai. Model ini pertama-tama telah dikalibrasi secara
kasar untuk profil kedalaman yang diamati saat ini di Cengkareng Drain kemudian telah
dijalankan untuk menduga sedimentasi dimasa mendatang. Hasil model disajikan dalam
Gambar V.9, dari gambar tersebut terlihat sedimentasi bergeser ke arah laut jika
dibandingkan dengan situasi sebelum ada reklamasi, akibat kenaikan kecepatan aliran di
kawasan dekat-pesisir. Volume menyeluruh dalam orde 3,000 m3/tahun diendapkan kira-kira
di atas kontur kedalaman 4 m, yang akhirnya harus dikeruk. Dari gambar tersebut juga terlihat
pendangkalan di muara sungai akan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu.
0,0
assumed coast 1982
simulated present situation
2,0
KNI after 5y
KNI after 10y
4,0
6,0
8,0
10,0
-500
500
1000
1500
2000
[V 12]
7.
8.
9.
[V 13]
(HPL), responden umumnya terharap agar kegiatan proyek dapat menyerap tenaga kerja
setempat (Kel. Kapuk Muara dan Kamal Muara/Kec. Penjaringan) dan memberikan
kesempatan berusaha bagi warga sekitar sehingga masyarakat sekitar khususnya warga
Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara dapat merasakan manfaat dari keberadaan
proyek.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung lama hingga
tahap pasca konstruksi, jumlah manusia dan komponen lingkungan yang terkena dampak
cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara), sehingga tergolong dampak positif penting.
Mobilisasi Alat dan Bahan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi/pengangkutan tanah urug 551.058,9 m3 dan
pasir urug 58.770.652 m3 proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B)
diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat. Dampak yang akan terjadi juga
merupakan dampak turunan (sekunder) akibat penurunan kualitas udara, kebisingan
pengotoran badan jalan dan gangguan kelancaran lalu lintas darat maupun laut di sekitar
lokasi proyek yang timbul dari kegiatan tersebut.
Dampak yang akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat selama tahap
konstruksi proyek, komponen lingkungan yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya
terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif
penting.
Pengurugan/Reklamasi
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B))
diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat. Dampak yang akan terjadi
merupakan dampak turunan (sekunder) akibat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari
kegiatan tersebut seperti banjir, abrasi dan sedimentasi dan gangguan terhadap aktivitas
nelayan dan alur pelayaran di sekitar lokasi proyek yang pada akhirnya berdampak terhadap
persepsi negatif masyarakat.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung lama hingga
tahap pasca konstruksi, jumlah manusia dan komponen lingkungan yang terkena dampak
banyak dan bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan tanggul/breakwater 3 pulau (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan
berdampak terhadap persepsi masyarakat. Dampak yang akan terjadi merupakan dampak
turunan (sekunder) akibat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut
seperti banjir, abrasi & sedimentasi dan gangguan terhadap aktivitas nelayan dan alur
pelayaran di sekitar lokasi proyek yang pada akhirnya berdampak terhadap persepsi negatif
masyarakat.
[V 14]
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung lama
hingga tahap pasca konstruksi, jumlah manusia dan komponen lingkungan yang terkena
dampak banyak dan bersifat kumulatif, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak
1.000 orang akan berdampak terhadap persepsi masyarakat di sekitarnya. Secara langsung
aktivitas buruh konstruksi proyek yang kurang sesuai dengan budaya masyarakat sekitar akan
mengakibatkan persepsi masyarakat menjadi negatif. Secara tidak langsung, aktivitas buruh
konstruksi tersebut juga dapat menghasilkan limbah cair domestik, sampah padat, dan
menurunkan estetika dan sanitasi lingkungan yang pada akhirnya akan mengakibatkan
persepsi negatif masyarakat di sekitarnya (Kel. Kapuk Muara dan Kamal Muara).
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek ( 62 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek,
sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan dan di daerah Pantai Indah
Kapuk dengan Pulau 2A diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat akibat
meningkatnya kebisingan dan menurunnya kualitas udara ambien di sekitarnya akibat
penggunaan peralatan berat dalam pekerjaan pemancangan pondasi. Mengingat di sekitar
lokasi proyek saat ini terdapat berbagai kegiatan yang membutuhkan privacy, ketenangan dan
kenyamanan yang tinggi seperti Kawasan Pantai Indah Kapuk, maka hal ini perlu diperhatikan
dan diantisipasi sejak dini.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek ( 20 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan
dapat berbalik, sehingga tergolong dampak negatif penting
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap persepsi masyarakat di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Di satu sisi kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng
Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan sekitarnya, di sisi lain dengan adanya kegiatan pengerukan tersebut akan
menurunkan muka air sungai di bagian hulunya.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, komponen lingkungan dan
manusia yang terkena dampak cukup banyak, persebarannya cukup luas, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
[V 15]
[V 16]
lokasi proyek saat ini terdapat berbagai kegiatan yang membutuhkan privacy, ketenangan dan
kenyamanan yang tinggi seperti Kawasan Pantai Indah Kapuk, maka hal ini perlu diperhatikan
dan diantisipasi sejak dini.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek ( 20 bulan), komponen lingkungan dan jumlah manusia
yang terkena dampak sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat
berbalik, sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas di sekitarnya akibat pelaksanaan
pekerjaan pengerukan tersebut. Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan
Tanjungan serta Lateral Kanal berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
sekitarnya seperti gangguan terhadap aktivitas nelayan, transportasi laut dan lain-lain.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang dan berlangsung singkat selama
kegiatan pengerukan berlangsung ( 1 bulan), komponen lingkungan dan manusia yang
terkena dampak sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik,
sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
11. Gangguan Transportasi Darat
Kegiatan molilisasi alat dan bahan/pasir urug 551.058,9 m3 pada tahap konstruksi proyek
diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi darat pada badan jalan yang dilalui
kendaraan pengangkut alat dan bahan konstruksi/tanah urug tersebut. Pengangkutan alat dan
bahan konstruksi sebagian dilakukan melalui jalan darat terutama Jl. Kapuk Raya, Jl. Kamal
Muara dan jalan lingkungan Kawasan PIK. Pengangkutan alat dan bahan konstruksi/tanah
urug melalui jalan darat akan mengakibatkan meningkatnya arus lalu lintas, pengotoran badan
jalan dan dapat menyebabkan kerusakan badan jalan bila melampaui daya dukung badan
jalan yang dilalui.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, berlangsung singkat
selama tahap konstruksi ( 36 bulan), persebarannya cukup luas, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak dan bersifat kumulatif dengan kegiatan lain di sekitarnya,
sehingga tergolong dampak negatif penting.
12. Gangguan Transportasi Laut
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi/pasir urug 58.770.652 m3 diprakirakan juga
akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya. Sebagian besar pengangkutan alat
dan bahan proyek dilakukan melalui jalur transportasi laut sehingga akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan arus transportasi laut di sekitar lokasi proyek. Kebutuhan pasir urug
[V 17]
sebanyak 58.770.652 m3 direncanakan akan disuplai dari daerah Banten yang berjarak
75 Km dari lokasi proyek dan diangkut dengan menggunakan Grab Dredge-Barge. Barge
mengangkut material dari Banten hingga ke lokasi proyek dengan ditarik oleh tugboat.
Mengingat lokasi proyek berada di dekat Muara Baru, Muara Angke, Muara Dadap,
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok, Pantai Mutiara serta alur transportasi laut yang
cukup padat di sekitar lokasi proyek, maka hal ini perlu mendapat perhatian.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya tinggi dan berlangsung singkat, yaitu
selama tahap konstruksi proyek, persebarannya cukup luas, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak dan bersifat kumulatif dengan kegiatan lain di sekitarnya,
maka dampaknya tergolong negatif penting.
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas 870 Ha (3 pulau) diprakirakan akan
berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya. Kegiatan pengurugan/reklamasi akan
mengakibatkan terganggunya arus transportasi laut dan kelancaran lalu lintas kapal di
sekitarnya.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi, berlangsung singkat
selama Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah berlangsung, komponen lingkungan yang
terkena dampak cukup banyak, bersifat kumulatif dan dapat berbalik, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
Kegiatan pembuatan tanggul/breakwater 3 pulau (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan
berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya. Kegiatan tersebut dapat mengakibatkan
terganggunya arus transportasi laut dan kelancaran lalu lintas kapal di sekitarnya.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya sedang, berlangsung singkat selama
pembuatan breakwater berlangsung, komponen lingkungan yang terkena dampak cukup
banyak, sehingga tergolong dampak negatif penting.
Kegiatan pembangunan jembatan penghubung antara daratan di daerah Pantai Indah Kapuk
dengan Pulau 2A diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya akibat
pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya rendah dan berlangsung singkat yaitu
selama pembangunan jembatan penghubung antara daratan di daerah Pantai Indah Kapuk
dengan Pulau 2A ( 20 bulan), persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat
berbalik, sehingga tergolong dampak negatif tidak penting.
Kegiatan pengerukan Muara Sungai Cengkareng Drain dan Tanjungan serta Lateral Kanal
diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi laut di sekitarnya akibat penggunaan
peralatan berat dalam pekerjaan pengerukan tersebut.
[V 18]
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya rendah dan berlangsung singkat yaitu
selama tahap konstruksi proyek ( 3 bulan), komponen lingkungan yang terkena dampak
sedikit, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan dapat berbalik, sehingga
tergolong dampak negatif tidak penting.
13. Peningkatan Volume Sampah Padat
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak
1.000 orang juga berpotensi menghasilkan sampah padat berupa sisa-sisa makanan,
minuman dan lain-lain yang apabila tidak dikelola dengan baik juga akan mengakibatkan
menurunnya kualitas air laut di sekitarnya.
Laporan kajian UNDIP tahun 2010 menyimpulkan prakiraan akan terjadi penumpukan sampah
di dalam kanal utama dan kanal antar pulau akibat terhambatnya aliran air sungai yang
membawa sampah dari daratan induk (upland). Potensi sampah yang besar dan terbawa
aliran sungai Cengkareng Drain, Sungai Angke, Sungai Dadap dan Sungai Kamal akan
mengancam fungsi dan kelestarian kanal utama dan kanal antar pulau reklamasi. Pada saat
pulau reklamasi selesai dibangun, maka sampah yang terbawa aliran sungai Dadap dan
sungai Kamal serta S. Tanjungan/PU Drain akan memasuki kanal utama ujung barat dan
kanal antara Pulau 2B dan Pulau 2A. Sampah yang terbawa aliran sungai Cengkareng Drain
(potensinya paling besar) akan memasuki kanal utama di bagian tengah dan kanal antara
Pulau 1 dan Pulau 2A .Sampah yang terbawa aliran sungai Angke akan memasuki kanal
utama di ujung Timur dan kanal antara Pulau 1 dan daratan pantai Mutiara. Sampah yang
menumpuk di kanal akan mempercepat pendangkalan kanal sehingga umur fungsinya makin
pendek, dampak ikutannya adalah terjadi hambatan aliran sungai yang menuju laut serta
perubahan pola arus dan sedimen yang menyusur garis pantai.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek ( 62 bulan), komponen lingkungan yang terkena
dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan bersifat kumulatif
dengan kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
14. Gangguan Mangrove
Reklamasi
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan
berdampak terhadap komunitas mangrove di Hutan Lindung Angke. Kegiatan reklamasi
dikhawatirkan akan mengakibatkan berubahnya pola sirkulasi air laut di sekitar proyek
sehingga akan mengakibatkan berubahnya pH di sekitar perairan Hutan Lindung Angke yang
akan berdampak terhadap kehidupan mangrove. Selain itu, dampak kegiatan reklamasi
terhadap mangrove juga dapat diakibatkan oleh terjadinya abrasi dan sedimentasi yang dapat
berpengaruh terhadap keberadaan mangrove (dampak sekunder).
[V 19]
Dampak yang akan terjadi intensitasnya besar dan berlangsung lama, komponen lingkungan
yang terkena dampak banyak, bersifat kumulatif dan tidak berbalik, sehingga tergolong
dampak negatif penting.
Aktivitas Buruh Konstruksi
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah sebanyak
1.000 orang diprakirakan akan berdampak terhadap komunitas mangrove di Hutan Lindung
Angke. Secara langsung keberadaan/aktivitas buruh konstruksi proyek sebanyak 1.000
orang dapat menimbulkan gangguan terhadap komunitas mangrove di Hutan Lindung Angke.
Secara tidak langsung kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek tersebut akan menghasilkan
limbah padat (sampah) berupa sisa-sisa makanan dan minuman, dan limbah cair domestik
yang dapat berdampak terhadap kehidupan mangrove.
Dampak yang diprakirakan akan terjadi intensitasnya cukup tinggi dan berlangsung singkat
yaitu selama tahap konstruksi proyek ( 62 bulan), komponen lingkungan yang terkena
dampak cukup banyak, persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek dan bersifat kumulatif
dengan kegiatan lain di sekitarnya, sehingga tergolong dampak negatif penting.
[V 20]
3.
[V 21]
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
FISIK KIMIA
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Penurunan Kualitas Air Laut
Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
Perubahan Pola Arus
Perubahan Abrasi & Sedimentasi
Perubahan Morfologi Pantai
Peningkatan Volume Sampah Padat
BIOLOGI
Gangguan Mangrove
Gangguan Fauna Darat
Gangguan Biota Laut
SOSEKBUD KESEHATAN MASYARAKAT
Terbukanya Kesempatan Kerja
Terbukanya Kesempatan Berusaha
Gangguan Estetika Lingkungan
Gangguan Lingkungan
Gangguan Aktivitas Nelayan
Gangguan Kamtibmas
Perubahan Persepsi Masyarakat
TATA RUANG
Gangguan Transportasi Darat
Gangguan Transportasi Laut
Demobilisasi Peralatan
Tahap
Pasca Konstruksi
Keberadaan Lahan Reklamasi
-P
-P
Komponen Lingkungan
Tahap
Konstruksi
Pengurugan/ Reklamasi
No.
Komponen Kegiatan
Tahap
Pra Konstruksi
Tabel 5.4. Tabel Prakiraan Dampak Penting Reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah
-P
TP
-P
-P
-P
-P
+P
+P
-P
-P
-P
-P
-P
+P
+P
-P
+P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
-P
[V 22]
BAB VI
EVALUASI DAMPAK PENTING
6.1. TELAAHAN TERHADAP DAMPAK PENTING
Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan
mengalami perubahan mendasar sebagaimana dikaji dalam Bab V, dilakukan dengan
menggunakan bagan alir dampak (flow chart) untuk melihat keterkaitan antara dampak penting
yang satu (dampak primer) dan dampak penting lainnya/turunannya (dampak sekunder/tersier).
Dengan demikian, memudahkan kita untuk memprioritaskan pengelolaan yang akan dilakukan
(terutama terhadap dampak primer). Telaahan terhadap dampak penting ini juga mengacu kepada
urutan prioritas dampak penting hasil pelingkupan.
Dampak-dampak penting yang dihasilkan dari evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak penting
yang akan dikelola dan dipantau, yaitu sebagai berikut:
Tahap Prakonstruksi :
(1) Perubahan Persepsi Masyarakat
Tahap Konstruksi :
(1) Gangguan Aktivitas Nelayan
(2) Perubahan Pola Arus
(3) Peningkatan Kebisingan
(4) Peningkatan Volume Sampah Padat
(5) Gangguan Transportasi Laut
(6) Gangguan Transportasi Darat
(7) Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
(8) Gangguan Kamtibmas
(9) Penurunan Kualitas Udara
(10) Penurunan Kualitas Air Laut
(11) Perubahan Persepsi Masyarakat
(12) Gangguan Mangrove
(13) Terbukanya Kesempatan Kerja
Tahap Pasca Konstruksi :
(1) Perubahan Pola Arus
(2) Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
(3) Perubahan Persepsi Masyarakat
[VI 1]
[VI 2]
2.
[VI 3]
Peningkatan Kebisingan
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
yang berdampak penting terhadap kebisingan adalah kegiatan mobilisasi alat dan
bahan, pengurugan/reklamasi serta pembangunan tanggul/breakwater. Kegiatankegiatan tersebut akan menimbulkan kebisingan ke lingkungan sekitarnya akibat
penggunaan peralatan, mobilisasi kendaraan pengangkut bahan dan peralatan
konstruksi serta teknis pekerjaan/pelaksanaan reklamasi dan breakwater. Dampak
terhadap kebisingan merupakan dampak langsung (primer).
Meningkatnya kebisingan di sekitar lokasi proyek akan berdampak lebih lanjut (dampak
turunan/sekunder) terhadap kehidupan fauna darat (terutama jenis-jenis burung),
kesehatan karyawan dan kesehatan masyarakat, persepsi masyarakat dan gangguan
kamtibmas (dampak tersier).
4.
5.
[VI 4]
[VI 5]
Dampak terhadap transportasi darat ini merupakan dampak primer yang akan
berdampak lebih lanjut terhadap kualitas udara, estetika lingkungan, persepsi
masyarakat dan kamtibmas (dampak sekunder dan tersier).
7.
[VI 6]
Hasil perhitungan dengan model genesis atau SMS yang dilakukan oleh LPM-ITB
(2001) menunjukkan bahwa perubahan terbesar terjadi pada masa kegiatan reklamasi,
oleh karena garis pantai belum mengikuti alinyemen garis pantai yang stabil.
Perubahan juga terjadi pada bagian pantai yang tidak mengikuti garis pantai yang
stabil. Namun secara keseluruhan net sedimen yang terbentuk adalah kecil, sedangkan
kerusakan yang terjadi akibat erosi dapat ditanggulangi oleh bangunan pelindung
pantai dan suplai sedimen yang dibawa oleh sungai. Model perubahan garis pantai
yang diaplikasikan untuk sub kawasan Timur dan Tengah Pantura Jakarta dengan
asumsi reklamasi untuk setiap bagian dilaksanakan dalam jangka waktu 2 tahun
memperlihatkan prakiraan perubahan garis pantai untuk tahun ke 6, ke 8 dan ke 10
masing-masing erosi adalah sebesar 53,87 m, 45,49 m dan antara 39,89 m sampai
59,85 m di empat lokasi (di bagian Barat 2 lokasi, Tengah 1 lokasi dan Timur 1 lokasi).
8.
Gangguan Kamtibmas
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap
kamtibmas adalah mobilisasi alat dan bahan konstruksi serta aktivitas buruh konstruksi.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi proyek akan berdampak terhadap
kamtibmas baik secara langsung (dampak primer) maupun secara tidak langsung
(dampak turunan/sekunder). Dampak langsung (primer) terjadi akibat penurunan
kualitas udara, kebisingan, pengotoran dan kerusakan badan jalan akibat kendaraan
pengangkut alat dan bahan serta tanah urug, dan gangguan kelancaran lalu lintas darat
maupun laut di sekitar lokasi proyek yang pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan
kamtibmas.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai KNI
sebanyak 500-1.000 orang diprakirakan juga akan berdampak terhadap kamtibmas.
Aktivitas buruh konstuksi proyek yang kurang sesuai dengan budaya masyarakat
sekitar serta adanya dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas buruh
konstruksi tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan kamtibmas.
Mengingat di sekitar lokasi proyek saat ini terdapat berbagai kegiatan yang
membutuhkan privaci, ketenangan dan kenyamanan yang tinggi seperti Hutan Lindung
dan Suaka Margasatwa serta Hutan Wisata Angke dan Kawasan PIK, maka hal ini
perlu diperhatikan dan diantisipasi sejak dini. Dampak terhadap kamtibmas ini pada
akhirnya akan berdampak terhadap persepsi masyarakat.
9.
[VI 7]
menimbulkan debu dan emisi gas seperti CO, NO2, SO2 dan HC ke lingkungan
sekitarnya akibat penggunaan alat, mobilisasi kendaraan pengangkut bahan dan
peralatan konstruksi serta teknis pekerjaan/pelaksanaan reklamasi dan breakwater.
Menurunnya kualitas udara di sekitar lokasi proyek Pengembangan Rreklamasi KNI
akan berdampak lebih lanjut terhadap kesehatan pekerja dan kesehatan masyarakat,
persepsi masyarakat dan gangguan kamtibmas.
10. Penurunan Kualitas Air Laut
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
(Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap kualitas air laut adalah
kegiatan pengurugan/reklamasi dan aktivitas buruh konstruksi. Kegiatan pengurugan
Pengembangan Reklamasi di lahan proyek (Pulau 1, 2A dan 2B) seluas 870 Ha akan
mengakibatkan meningkatnya kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) di perairan
sekitarnya. Berdasarkan pengalaman reklamasi di beberapa tempat, nilai kekeruhan
dan Total Suspended Solid (TSS) akan meningkat hingga lebih dari 5 kali lipat dari
kondisi biasa tanpa kegiatan. Peningkatan kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS)
ini telah diantisipasi dengan teknik reklamasi system polder, dimana sebelum dilakukan
pengurugan terlebih dahulu akan dibuat tanggul/dike di sekeliling lahan reklamasi,
sehingga kemungkinan tercecernya pasir/bahan urug ke perairan laut dapat
dihindari/diperkecil. Meningkatnya Kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) ini,
akan mengakibatkan berkurangnya penetrasi sinar matahari ke dalam perairan serta
terhambatnya difusi oksigen dari udara ke dalam perairan, sehingga kandungan
oksigen terlarut dalam perairan laut akan berkurang. Hal ini pada akhirnya akan
berdampak terhadap kehidupan biota laut (plankton, benthos dan nekton).
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek sebanyak 1.000 orang berpotensi
menghasilkan limbah cair domestik dari kegiatan Mandi Cuci Kakus (MCK). Limbah cair
domestik tersebut apabila tidak dikelola dengan baik pada akhirnya akan
mengakibatkan menurunnya kualitas air laut di sekitarnya dengan parameter utama pH,
Total Suspended Solid (TSS), Ammonia (NH3), Phospat (PO4) dan BOD. Dampak
terhadap penurunan kualitas air laut merupakan dampak langsung (primer) yang akan
berdampak terhadap kehidupan biota laut dan persepsi masyarakat (dampak sekunder
dan tersier).
Tingginya zat amonia, phospat dan nitrat ini memberikan indikasi bahwa kegiatan
proyek agar lebih berhati-hati dalam penanganan limbah domestik dari pekerja.
Kandungan hara yang tinggi tersebut dapat memacu terjadinya ledakan populasi
alga/plankton, dan apabila populasi fitoplankton yang mati dan mengendap di dasar
perairan akan didekomposisi oleh bakteri. Proses dekomposisi ini banyak
membutuhkan oksigen sehingga kandungan oksigen di dasar perairan dapat menurun
drastis yang berakibat mematikan ikan-ikan yang hidup di dasar laut. Peristiwa ini
sudah beberapa kali terjadi di Teluk Jakarta.
[VI 8]
[VI 9]
Dampak terhadap persepsi masyarakat ini pada akhirnya akan berdampak negatif
terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
12. Gangguan Mangrove
Kegiatan tahap konstruksi proyek reklamasi Pengembangan Pantai Kapuk Naga Indah
seluas 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap komunitas
mangrove adalah kegiatan pengurugan/reklamasi dan aktivitas buruh konstruksi.
Kegiatan Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B)
diprakirakan akan berdampak terhadap komunitas mangrove di Hutan Lindung Angke.
Kegiatan reklamasi dikhawatirkan akan mengakibatkan berubahnya pola sirkulasi air
laut, penurunan kualitas air laut dan sedimentasi (dampak primer dan sekunder) di
sekitar proyek sehingga akan mengakibatkan berubahnya pH, salinitas dan kekeruhan
di sekitar perairan Hutan Lindung Angke yang akan berdampak terhadap kehidupan
mangrove (dampak tersier). Hasil simulasi pemodelan hidrodinamika yang dilakukan
oleh witteveen+Bos Indonesia menunjukkan bahwa reklamasi di lokasi proyek secara
umum akan mengakibatkan penurunan salinitas di perairan boundary drain hingga
mencapai 25 ppt pada musim Barat dan 10 ppt pada musim Timur. Mengingat jenisjenis tanaman mangrove memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas (eury haline),
maka penurunan salinitas sebesar 10 ppt hingga 25 ppt tersebut masih dapat ditolerir
oleh jenis-jenis mangrove yang ada di hutan lindung Angke. Hal ini mengingat pada
kondisi air laut surut, pengaruh air tawar/sungai sangat dominan di estuary (habitat
mangrove) sehingga kadar salinitas di estuary sangat rendah (mencapai sekitar 2
ppm). Sebaliknya, pada saat pasang, air laut sangat dominan di perairan estuary
sehingga salinitas di habitat mangrove dapat mencapai sekitar 35 ppt 38 ppt.
Penurunan salinitas tersebut tidak signifikan sejauh tidak terjadi penurunan secara
drastis. Mengingat kegiatan Pengembangan Reklamasi pantai KNI (Pulau 1, 2A dan
2B) akan berlangsung 6 tahun, maka penurunan salinitas yang terjadi tidak akan
secara drastis sehingga komunitas mangrove di hutan lindung Angke Kapuk mampu
beradaptasi/mentolerir terhadap perubahan yang akan terjadi sehingga dampaknya
tidak signifikan. Berkaitan dengan keberadaan dan kelestarian hutan mangrove Angke
Kapuk, faktor penting utama adalah tetap terjaminnya percampuran (flushing) antara air
laut dan air tawar. Mengingat reklamasi yang akan dilakukan berbentuk pulau dengan
boundary canal dan lateral canal, maka proses percampuran (flushing) antara air laut
dan air tawar akan tetap terjaga.
Selain itu, dampak kegiatan reklamasi terhadap mangrove juga dapat diakibatkan oleh
terjadinya sedimentasi terutama di sekitar muara sungai. Dengan adanya pulau
reklamasi (pulau 1, 2A dan 2B) di depan hutan mangrove Angke Kapuk, maka
sedimentasi di boundary canal akan meningkat dan hal ini akan berdampak positif
terhadap kehidupan mangrove, karena mangrove sendiri sangat membutuhkan
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[VI 10]
[VI 11]
2.
3.
[VI 12]
Gambar VI.1. Bagan Alir Evaluasi Dampak Penting Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
[VI 13]
[VI 14]
[VI 15]
[VI 16]
[VI 17]
[VI 18]
8. Gangguan Kamtibmas
Gangguan kamtibmas terjadi akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi serta
aktivitas buruh konstruksi pengembangan reklamasi Pulau 1, Pulau 2A dan Pulau 2B.
Dampak yang akan terjadi persebarannya terbatas di sekitar lokasi proyek. Masyarakat
yang akan terkena dampak adalah masyarakat yang bermukim di sekitar proyek
(Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan) dan sekitarnya.
Dampak berlangsung hanya selama tahap konstruksi reklamasi.
Arahan pengelolaan lingkungan :
a. Mengelola berbagai dampak negatif yang akan muncul akibat kegiatan konstruksi
Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seperti penurunan kualitas air
laut, peningkatan kuantitas air permukaan, perubahan pola arus, abrasi dan
sedimentasi dan gangguan transportasi darat dan laut.
b. Menempatkan satuan petugas pengaman di sekitar lokasi proyek untuk memantau
kondisi kamtibmas setiap hari.
c. Mewajibkan penggunaan tanda pengenal (ID card) bagi yang keluar masuk ke lokasi
proyek.
d. Mewajibkan kepada pekerja/buruh konstruksi proyek untuk mematuhi peraturan dan
menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan proyek selama tahap konstruksi
berlangsung.
9. Penurunan Kualitas Udara
Penurunan kualitas udara akibat kegiatan pengurugan/reklamasi Pulau 1, 2A dan 2B
seluas 870 Ha dan mobilisasi alat dan bahan/tanah urug. Persebaran dampak terbatas
di sekitar proyek/lokal (radius 100 m). Masyarakat yang terkena dampak negatif
penting adalah masyarakat nelayan di sekitar proyek. Dampak berlangsung selama
kegiatan pengurugan dan mobilisasi peralatan dan bahan/tanah urug (sesaat dan tidak
kontinyu).
Arahan pengelolaan lingkungan:
a. Penggunaan kendaraan dan mesin/peralatan konstruksi yang sangat baik sehingga
emisi berkurang.
b. Teknik reklamasi dengan system polder dan hydraulik fill sehingga penyebaran pasir
urug terbatas.
c. Pengangkutan tanah urug tidak berlebihan dan ditutup terpal sehingga tidak tercecer.
d. Membersihkan badan jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bila ada ceceran
tanah urug.
10. Penurunan Kualitas Air Laut
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
seluas 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap kualitas air laut
adalah kegiatan pengurugan/reklamasi dan aktivitas buruh konstruksi. Persebaran
[VI 19]
dampak terbatas di sekitar proyek/lokal (radius 500 m2). Masyarakat yang terkena
dampak negatif penting adalah masyarakat nelayan di sekitar lokasi proyek. Dampak
berlangsung selama kegiatan konstruksi (sesaat dan tidak kontinyu).
Arahan pengelolaan lingkungan :
a. Pekerjaan pengurugan Pengembangan Reklamasi Pantai KNI akan dilakukan dengan
teknik polder, dimana terlebih dahulu akan dibangun tanggul di sekeliling lahan yang
direklamasi sebelum memompakan bahan urugan ke dalamnya.
b. Pengeluaran lapisan dasar yang merupakan alas bahan urugan selanjutnya dilakukan
dengan cara mengatur penurunan pasir ke dasar laut pada kecepatan rendah dalam
volume yang relatif kecil, tersebar dan merata.
c. Melapisi dasar area reklamasi dengan geo textile.
d. Menjaga dan mengontrol sambungan pipa penyemprot pasir setiap hari selama
pekerjaan pengurugan/reklamasi berlangsung.
e. Pengurugan tanah merah (top soil) pada lokasi-lokasi ruang terbuka hijau/taman
dilakukan setelah penanggulan sehingga tidak tercecer ke perairan di sekitarnya.
f. Menyediakan tempat sampah (basah dan kering) di lokasi proyek untuk menampung
sampah dari aktivitas buruh konstruksi dan mengangkutnya setiap hari ke lokasi
pembuangan akhir bekerjasama dengan Sudin Kebersihan Kota Administrasi Jakarta
Utara/pihak swasta.
g. Menyediakan sarana MCK di sekitar lokasi proyek selama tahap konstruksi proyek
dan bila sudah penuh disedot/diangkut dengan Mobil Air Kotor Sudin Kebersihan Kota
Administrasi Jakarta Utara.
h. Menghentikan pekerjaan sementara apabila terjadi kekeruhan secara ekstrim.
i. Menerapkan ketentuan/peraturan larangan (tata tertib) bagi buruh konstruksi untuk
tidak membuang sampah padat dan limbah cair ke perairan laut dan pantai sekitar
lokasi proyek.
11. Perubahan Persepsi Masyarakat
Dampak terhadap persepsi masyarakat diakibatkan oleh kegiatan rekrutmen tenaga kerja
konstruksi Reklamasi Pulau 1, 2A dan 2B sebanyak 500 1.000 orang,
pengurugan/reklamasi Pulau 1, Pulau 2A dan Pulau 2B seluas 870 Ha, pembangunan
tanggul pantai/breakwater, pengangkutan alat dan bahan dan aktivitas buruh konstruksi
proyek. Dampak yang akan terjadi persebarannya di sekitar lokasi proyek. Masyarakat
yang akan terkena dampak adalah masyarakat yang bermukim di sekitar proyek
(Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan) dan sekitarnya.
Dampak berlangsung sejak tahap konstruksi reklamasi hingga tahap pasca konstruksi
reklamasi.
[VI 20]
[VI 21]
g. Pengurugan tanah merah (top soil) dilakukan setelah penanggulan sehingga tidak
tercecer ke perairan sekitarnya.
h. Menyediakan sarana MCK untuk buruh konstruksi di lokasi sekitar proyek.
i. Menyediakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah terpisah untuk
sampah organik dan anorganik di sekitar proyek selama tahap konstruksi proyek.
j. Membersihkan sampah-sampah yang terdapat di perairan pantai sekitar proyek
(Pulau 1, 2A dan 2B) setiap hari selama tahap konstruksi proyek yang dilakukan oleh
petugas kebersihan khusus.
k. Melarang buruh konstruksi merusak komunitas mangrove.
13. Terbukanya Kesempatan Kerja
Terbukanya Kesempatan Kerja akibat kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi
pengembangan reklamasi pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1, Pulau 2A dan Pulau 2B)
sebanyak 500 1.000 orang. Persebaran dampak di sekitar lokasi proyek/lokal.
Masyarakat yang terkena dampak positif penting adalah masyarakat yang bermukim di
sekitar lokasi proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Kecamatan
Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara).Dampak berlangsung selama kegiatan
konstruksi dan kontinyu berlanjut hingga tahap operasi.
Arahan Pengelolaan lingkungan:
a. Merumuskan strategi pendayagunaan padat karya selama masa konstruksi
Pengembangan Reklamasi Pantai KNI.
b. Bekerjasama dengan unsur Kelurahan Kamal Muara dan Kapuk Muara untuk mengisi
peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Mengutamakan/
memprioritaskan kepada penduduk sekitar proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara dan sekitarnya/Kecamatan Penjaringan) untuk mengisi lowongan
pekerjaan yang ada sepanjang memasuki persyaratan yang berlaku dan sesuai
kualifikasi yang dibutuhkan.
c. Mewajibkan kepada Kontraktor Pelaksana Pengembangan Reklamasi Pantai KNI
untuk menggunakan tenaga kerja sekitar proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal
Muara dan sekitarnya/Kecamatan Penjaringan) sepanjang memenuhi persyaratan
yang berlaku dan sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
d. Membuka peluang bagi keluarga nelayan yang akan alih profesi.
e. Menginformasikan lowongan kerja yang dibutuhkan ke Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara dan Kecamatan Penjaringan.
6.3.3. Tahap Pasca Konstruksi
Pada tahap pasca konstruksi pengembangan reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, dampak
penting yang akan dikelola adalah:
[VI 22]
[VI 23]
[VI 24]