Sie sind auf Seite 1von 26

LAPORAN KASUS

Radices Gigi dengan Riwayat Abses Periapikal


Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi( PPPDG )
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang

Dosen Pembimbing
drg. Agustinus Purnawan Handoko Sp, BM

Oleh :
Ken Sekar Langit
112110205

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Radices Gigi dengan Riwayat Abses Periapikal

Studi Kasus di Poli Bagian Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang
Oleh :
Ken Sekar Langit
112110205
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi (PPPDG)
Fakultas Kedokteran Gigi Islam Sultan Agung Semarang

Tanggal : 30 Juni 2016

Mengetahui,
Ketua KSM Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
RSUD Tugurejo Semarang

(drg. Evalina)

Dosen Pembimbing

(drg. Agustinus Purnawan Handoko,Sp. BM)

DAFTAR ISI
Halaman Judul ..............................................................................................................i
Halaman Pengesahan ...................................................................................................ii
Daftar Isi .....................................................................................................................iii
Bab I. Deskripsi Kasus ................................................................................................1
Bab II. Tinjauan Pustaka .............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................23

BAB I
DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Mr. J

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 33 th

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Semarang

No.CM

: 506381

Tanggal diperiksa : 10 Juni 2016

II. KELUHAN SUBJEKTIF ANAMNESA


Keluhan Utama

: Gigi belakang atas sering bengkak

Anamnesa

: Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Juni 2016

a) Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan ingin dicabut giginya yang
sisa akar. 3 hari yang sebelumnya datang dengan keluhan yang sama namun
gusi pada area gigi tersebut bengkak sehingga diberikan obat terlebih dahulu.
Sekarang sudah tidak sakit dan tidak bengkak.

b) Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat Gigi & Mulut: Geraham belakang sering bengkak, OH buruk
c) Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini.
d) Riwayat sosial ekonomi :
Pasien melakukan perawatan memakai BPJS

III.PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan Gizi

: Baik

2. Status present
TD

: 126 / 80 mmHg

RR

: 24x / menit

: 75x / menit

: 37o C

BB

: 70 g/Kg

TB

: 172 cm

3. Extra oral
Asimetris muka

: (-)

Fluktuasi

: (-)

Tanda tanda radang : Calor - , Rubor - , Dolor - , Tumor - , Fungsiolesa 4. Intra oral
a) Gigi

: sisa akar (27); karies (47 dan 48)

b) Gingiva

: bengkak regio 27

c) Mukosa

: tidak ada kelainan

d) Lidah

: tidak ada kelainan

e) Palatum

: tidak ada kelainan

5. Status lokalis
Odontogram
8 7

8 7

5 6

IV. ORAL HYGIENE


OHI : DI + CI = 2,3 + 4,3 = 6,6 (Buruk)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Panoramic

Interpretasi:

sisa akar pada gigi 27

Karies pada gigi 47 dan 48

VI. DIAGNOSA KELUHAN UTAMA


Radices gigi 27

VII.

DIAGNOSA PENYAKIT GIGI DAN MULUT LAINNYA

Abses Periapikal pada gigi 27

Karies pada gigi 47 dan 48

VIII. TERAPI
13 Juni 2016
a) Pasien diperiksa

b) Pasien melakukan rontgen panoramik


c) Pasien diberikan resep obat Clindamycin
15 Juni 2016
a) Pasien diperiksa
b) Pasien dilakukan pencabutan sederhana pada sisa akarnya
c) Pasien diberikan resep obat Clindamycin dan Antalgin

IX. KOMPLIKASI
Perforasi sinus maksilaris

X. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

XI. SUMMARY
Pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan bengkak pada bagian gusi
geraham belakang atas sudah sejak 1 bulan yang lalu. Sudah diberi obat dari
puskesmas kempes namun bengkak lagi. Menurut pasien sebelumnya pasien
sering sakit gigi namun hanya diminumi obat dari warung. Saat pemeriksaan
awal kunjungan diberikan obat lalu sudah kempes sehari sebelum kembali ke RS
Tugurejo. Pemeriksaan terakhir didapatkan tekanan darah 126/80 mmHg dan
Nadi 77 x/menit dan pemeriksaan fisik inspeksi ekstra oral terlihat
pembengkakan sudah kempes, palpasi(+) dan CE (-). Pada pemeriksaan
penunjang dengan foto rontgen panoramic terlihat sisa akar dan area radiolusen
pada periapikal gigi 27.

XII.

RUJUKAN
Pasien dirujuk ke dokter gigi spesialis Bedah mulut untuk dilakukan pencabutan
sisa akar gigi 27 dan ke dokter gigi spesialis Periodonsi untuk dilakukan
pembersihan karang gigi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari
gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi
pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik tersebut dapat
menyebabkan terjadinya abses.
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan mikroorganisme. Nanah merupakan campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati, yang dicairkan oleh
enzim autolitik. Pada saat tekanan di dalam rongga meningkat, maka nanah
mengambil jalur pada daya tahan terendah dan dapat keluar melalui kulit.
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Jumlah dan
penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta virulensi
organisme.
Pencabutan gigi dengan riwayat infeksi juga harus memperhatikan beberapa
hal yang bisa mengakibatkan tersebarnya infeksi lebih luas. Ekstraksi gigi adalah
proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat
dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan.

II.

ETIOLOGI
Abses pada umumnya disebabkan karena patologi, trauma atau perawatan
gigi dan jaringan pendukungnya. Infeksi odontogenik ini dimulai dengan terjadinya
kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal.
Terjadinya peradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari
virulensi kuman dan efektivitas pertahanan hospes

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu

jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke
jaringan periapikal

jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;
dan

jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah


operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat
tumbuh sempuna.
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan

limfogen, namun yang paling sering adalah melalui perkontinuatum atau kontinuitas
jaringan.
III.

MACAM-MACAM ABSES ODONTOGEN

Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan
eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau
setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala
inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya
berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

Gambar ilustrasi abses periapikal

Abses Subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna
kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang
hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila
berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi
sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif
pada sentuhan atau tekanan.

Gambar ilustrasi abses subperiosteal

Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa
setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan
pembengkakan

bertambah

besar.

Gejala

lain

yaitu

masih

terdapat

pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam, lipatan mukobukal


terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi
insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan
kadang-kadang

pembengkakan

pelupuk

mata

bawah.

submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

Gambar ilustrasi abses submukosa

Kelenjar

limfe

Abses fosa kanina


Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada
muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit
yang tegang berwarna merah.

Gambar ilustrasi abses fosa kanina

Abses spasium bukal


Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses
dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam
spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal dan menonjol ke arah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif
dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke
spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan
difus, tidak jelas pada perabaan.

Gambar ilustrasi abses spasium bukal

Abses spasium infratemporal


Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah
dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi
oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan
n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus
venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

Gambar ilustrasi abses spasium infratemporal

Abses spasium submasseter


Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah
sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian
tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter
bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis
oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari
gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke
atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan
cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah
tegangan besar dan sakit pada penekanan.

Gambar ilustrasi abses submasseter

Abses spasium submandibula


Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang
mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior
oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas
ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada
bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri
submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.

Gambar ilustrasi abses submandibula

Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , terletak diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol

karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami


kesulitan menelan dan terasa sakit.

Gambar ilustrasi abses sublingual

Abses spasium submental


Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima, di depannya
melintang m.digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau
premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra
oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi
penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat
menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

Gambar ilustrasi abses submental

Abses spasium parafaringeal


Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus
pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor, sebelah
belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus

serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini
merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur
saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak,
meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui
selubung karotis sampai mediastinuim.

IV.

PATOGENESIS
Proses terjadinya abses adalah proses yang panjang, berawal dari
kematian pulpa, menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum
akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan
periapikal.
Infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial
infection, karena tidak hanya melibatkan bakteri Streptococcus Mutan. Kondisi
abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak
terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah
periapikal

adalah

pembentukan

rongga

patologis

abses

disertai

pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan. Adanya bakteri dalam jaringan


periapikal, mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang
terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan
virulensi bakteri cukup tinggi, sehingga tercipta kondisi abses yang merupakan
hasil sinergi dari bakteri Streptoccocus Mutans dan Streptococcus Aureus.

Streptoccocus Mutans yang bersifat destruktif, mampu merusak jaringan


yang ada di daerah periapikal, sedangkan Streptococcus Aureus dengan
enzim koagulasenya

mampu

mendeposisi

fibrin

di

sekitar

wilayah

kerja Streptoccocus Mutans untuk membentuk sebuah pseudomembran yang


terbuat dari jaringan ikat, yang disebut sebagai membran abses. Membran abses
ini yang menyebabkan adanya gambaran radiolusen dengan batas yang tidak
tegas pada foto rontgen. Selain itu terdapat pembentukan pus oleh bakteri
pyogenik, salah satunya juga adalah Streptococcus Aureus. Pus yang terdiri dari
leukosit yang mati, jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar tersebut
akan mengisi rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi.
Pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari
jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali menimbulkan gejalagejala yang seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena pus dalam rongga
patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar
secara alami dengan membentuk sebuah fistula.
Sebelum

membentuk

fistula,

pus

bergerak

dari

dalam

tulang

melalui cancelous bone, menuju ke lapisan tulang terluar yang kita disebut
korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh
lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik yang disebut periosteum.
Sehingga akan terjadi respon keradangan ketika pus sudah mencapai korteks dan
melepas komponen peradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal. Reaksi
ini menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, timbul
pembengkakan. Peristiwa ini disebut periostitis dan dapat berlangsung selama 23 hari, tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi
yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang
sama namun dalam kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus, proses infeksi ini akan
menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan

lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat
terjadi fascial abscess. Fascial abscess terdiri dari:

Maksila
o Canine spaces
o Buccal spaces
o Infratemporal spaces

Mandibula
o Submental spaces
o Buccal spaces
o Sublingual spaces
o Submandibular spaces
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling

sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama


komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal
abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke
jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi yang terkena
periapikal abses kemudian akan menentukan jenis dari fascial spaces yang
terkena infeksi.

Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini
disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya
yaitu

pembengkakan

pipi

bagian

depan

dan

hilangnya

lekukan

nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang


daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n.
facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya
berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah
perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi
dan trismus ringan.

Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior
dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan
pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi
berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.

Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa
bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial
dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung
akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar
mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi
berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m.
mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan

pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula,


perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.
V.

TANDA DAN GEJALA


1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada
keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan
perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat
disimpulkan dalam beberapa tanda :
A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan
peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah
pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi
dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi
leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding
lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik
2. Adanya gejala infeksi
Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada
daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau
edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas
merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih
dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme.

Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang
di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor
bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada
akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau
kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah
inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan
otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada
infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung
derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di
sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe
merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika
organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar
menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi
secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.
VI.

DIAGNOSIS
Abses periodontal dan perikoronal sering disertai dengan purulensi yang
biasa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila
abses memiliki dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi
periapikal maka palpasi digital yang dilakukan perlahan terhadap lesi yang
teranastesi bisa menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya
purulensi. Untuk menegakkan diagnosis abses, perlu dilakukan kultur dan
pengecatan bakteri serta foto ronsen berupa ronsen periapikal dan jika infeksi
sudah menyebar luas dibutuhkan ronsen CT Scan.
Daerah yang mengalami fluktuasi diaspirasi untuk diambil purulensinya. Hal
tersebut dilakukan dengan memasukkan jarum besar 18 atau 20 gauge yang

dicekatkan pada spuit disposibel yang berukuran 3 ml atau lebih kedalam lesi.
Biasanya didapatkan eksudat yang bercampur darah dengan warna kuning atau
seperti krim. Apabila tidak didapatkan bahan purulensi maka infeksinya bersifat
difus. Sedangkan pada ronsen foto terlihat adanya gambaran radiolusen dengan
batas tepi yang tidak tegas pada daerah apical gigi.
VII.

PENATALAKSANAAN
Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik.
Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan
perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit,
terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien
memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila
diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
(perawatan) yang dilakukan.
Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan
pembedahan drainase dan menghilangkan penyebab dari infeksi. Tujuan
utamanya adalah menghilangkan pulpa nekrotik dan poket periodontal yang
dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus dan nekrotik debris.
Ketika pasien memiliki infeksi odontogenik yang biasanya terlihat abses
vestibular yang kecil. Dokter gigi memiliki 3 pilihan untuk perawatannya,
diantaranya adalah perawatan endodontik, extraksi, dan insisi drainase (I&D).
Ekstraksi memberikan baik menghilangkan penyebab dari infeksi dan drainase
dari akumulasi pus dna debris. Ekstraksi dilakukan apabila memenuhi kriteria
indikasi, diantaranya adalah :
a) Karies yang parah
b) Nekrosis pulpa
c) Penyakit periodontal yang parah

d) Alasan orthodontik
e) Gigi yang mengalami malposisi
f) Gigi yang retak
g) Pra-prostetik ekstraksi
h) Gigi impaksi
i) Supernumary gigi
j) Gigi yang terkait lesi patologis
k) Terapi pra radiasi
l) Gigi yang mengalami fraktur rahang
m) Estetik
n) Ekonomis
Ekstraksi tidak dapat dilakukan apabila terdapat kontraindikasi,baik lokal maupun
sistemik, dapat relatif atau mutlak bergantung pada kondisi umum pasien.
1. Kontraindikasi relatif
a) Lokal adanya infeksi, perikoronitis, penyakit ganas, dan iradiasi
b) Sistemik diabetes tidak terkontrol, penyakit jantung, kelainan
darah, medically compromised, terapi steroid, kehamilan
2. Kontaindikasi mutlak
a) Lokal gigi dengan malformasi pembuluh darah, adanya
kemungkinan kematian
b) Sistemik leukimia, gagal ginjal, sirosis hati, gagal jantung

Oleh karena itu, dokter harus sangat memperhatikan penatalaksanaan pencabutan


yang akan dilaksanakan. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika ekstraksi gigi antara
lain :
a) Posisi saat ekstraksi
b) Peran non-working hand
c) Teknik pencabutan
Teknik pencabutan pada gigi molar rahang atas
Pencabutan gigi molar rahang atas. Forceps no 53R dan 53L biasanya
digunakan untuk ekstraksi gigi molar rahang atas. Paruh pada forceps ini memiliki
bentuk yang pas pada bifurkasi buccal. Beberapa dokter gigi memilih

untuk

menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut upper cowhorn
forceps. Kedua forceps tersebut biasa digunakan untuk gigi molar yang memiliki
karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga
yang surah erupsi, biasanya menggunakan forceps no. 210S yang bisa digunakan
untuk sebelah kiri atau sebelah kanan. Gigi Molar rahang atas biasanya memiliki
tiga akar yang berbentuk divergen; akar palatal yang paling besar dan paling
divergen, dan dua akar bukal yang biasanya membengkok sedikit ke arah distal.
Selain itu gigi ini juga tertanam sangat kuat pada tulang alveolar dan permukaan
bukalnya diperkuat dengan ekstensi dari prosesus zigomatikum. Karenanya gigi ini
memerlukan pemberian gaya yang kuat pada saat ekstraksi, tetapi harus berhati-hati
karena dapat menyebabkan fraktur dari mahkota atau akar dari gigi.

Untuk

menghindarinya, saat memulai ekstraksi mulailah dengan perlahan, dengan arah


buccopalatal dan berikan lebih tekanan pada arah buccal, dimana resistensinya lebih
rendah. Gerakan ekstraksi finalnya kearah buccal.
DAFTAR PUSTAKA
1

Morison, MJ., 2004. Manajemen Luka: EGC: Jakarta

Septiyas, KD., 2014. Physiotherapy Management At Trismus Post Operation Case


Abses Submandibular In Rsud Salatiga: UMS: Surakarta

Pedersen, GW., 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut: EGC: Jakarta

Fragiskos D. 2007. Oral Surgery: Springer: Greece

Lopez-Piriz, et all. 2007. Management of odontogenic infection of pulpal and


periodontal origin. E154: Med Oral Patol Oral Cir Bucal 12:E 154-9

Das könnte Ihnen auch gefallen