Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Dosen Pembimbing
drg. Agustinus Purnawan Handoko Sp, BM
Oleh :
Ken Sekar Langit
112110205
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Radices Gigi dengan Riwayat Abses Periapikal
Studi Kasus di Poli Bagian Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang
Oleh :
Ken Sekar Langit
112110205
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi (PPPDG)
Fakultas Kedokteran Gigi Islam Sultan Agung Semarang
Mengetahui,
Ketua KSM Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
RSUD Tugurejo Semarang
(drg. Evalina)
Dosen Pembimbing
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..............................................................................................................i
Halaman Pengesahan ...................................................................................................ii
Daftar Isi .....................................................................................................................iii
Bab I. Deskripsi Kasus ................................................................................................1
Bab II. Tinjauan Pustaka .............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................23
BAB I
DESKRIPSI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Mr. J
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 33 th
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Semarang
No.CM
: 506381
Anamnesa
III.PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan Gizi
: Baik
2. Status present
TD
: 126 / 80 mmHg
RR
: 24x / menit
: 75x / menit
: 37o C
BB
: 70 g/Kg
TB
: 172 cm
3. Extra oral
Asimetris muka
: (-)
Fluktuasi
: (-)
Tanda tanda radang : Calor - , Rubor - , Dolor - , Tumor - , Fungsiolesa 4. Intra oral
a) Gigi
b) Gingiva
: bengkak regio 27
c) Mukosa
d) Lidah
e) Palatum
5. Status lokalis
Odontogram
8 7
8 7
5 6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Panoramic
Interpretasi:
VII.
VIII. TERAPI
13 Juni 2016
a) Pasien diperiksa
IX. KOMPLIKASI
Perforasi sinus maksilaris
X. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
XI. SUMMARY
Pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan bengkak pada bagian gusi
geraham belakang atas sudah sejak 1 bulan yang lalu. Sudah diberi obat dari
puskesmas kempes namun bengkak lagi. Menurut pasien sebelumnya pasien
sering sakit gigi namun hanya diminumi obat dari warung. Saat pemeriksaan
awal kunjungan diberikan obat lalu sudah kempes sehari sebelum kembali ke RS
Tugurejo. Pemeriksaan terakhir didapatkan tekanan darah 126/80 mmHg dan
Nadi 77 x/menit dan pemeriksaan fisik inspeksi ekstra oral terlihat
pembengkakan sudah kempes, palpasi(+) dan CE (-). Pada pemeriksaan
penunjang dengan foto rontgen panoramic terlihat sisa akar dan area radiolusen
pada periapikal gigi 27.
XII.
RUJUKAN
Pasien dirujuk ke dokter gigi spesialis Bedah mulut untuk dilakukan pencabutan
sisa akar gigi 27 dan ke dokter gigi spesialis Periodonsi untuk dilakukan
pembersihan karang gigi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari
gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi
pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik tersebut dapat
menyebabkan terjadinya abses.
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan mikroorganisme. Nanah merupakan campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati, yang dicairkan oleh
enzim autolitik. Pada saat tekanan di dalam rongga meningkat, maka nanah
mengambil jalur pada daya tahan terendah dan dapat keluar melalui kulit.
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Jumlah dan
penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta virulensi
organisme.
Pencabutan gigi dengan riwayat infeksi juga harus memperhatikan beberapa
hal yang bisa mengakibatkan tersebarnya infeksi lebih luas. Ekstraksi gigi adalah
proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat
dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan.
II.
ETIOLOGI
Abses pada umumnya disebabkan karena patologi, trauma atau perawatan
gigi dan jaringan pendukungnya. Infeksi odontogenik ini dimulai dengan terjadinya
kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal.
Terjadinya peradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari
virulensi kuman dan efektivitas pertahanan hospes
jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke
jaringan periapikal
jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;
dan
limfogen, namun yang paling sering adalah melalui perkontinuatum atau kontinuitas
jaringan.
III.
Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan
eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau
setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala
inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya
berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).
Abses Subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna
kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang
hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila
berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi
sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif
pada sentuhan atau tekanan.
Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa
setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan
pembengkakan
bertambah
besar.
Gejala
lain
yaitu
masih
terdapat
pembengkakan
pelupuk
mata
bawah.
Kelenjar
limfe
Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , terletak diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol
serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini
merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur
saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak,
meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui
selubung karotis sampai mediastinuim.
IV.
PATOGENESIS
Proses terjadinya abses adalah proses yang panjang, berawal dari
kematian pulpa, menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum
akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan
periapikal.
Infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial
infection, karena tidak hanya melibatkan bakteri Streptococcus Mutan. Kondisi
abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak
terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah
periapikal
adalah
pembentukan
rongga
patologis
abses
disertai
mampu
mendeposisi
fibrin
di
sekitar
wilayah
membentuk
fistula,
pus
bergerak
dari
dalam
tulang
melalui cancelous bone, menuju ke lapisan tulang terluar yang kita disebut
korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh
lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik yang disebut periosteum.
Sehingga akan terjadi respon keradangan ketika pus sudah mencapai korteks dan
melepas komponen peradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal. Reaksi
ini menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, timbul
pembengkakan. Peristiwa ini disebut periostitis dan dapat berlangsung selama 23 hari, tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi
yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang
sama namun dalam kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus, proses infeksi ini akan
menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan
lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat
terjadi fascial abscess. Fascial abscess terdiri dari:
Maksila
o Canine spaces
o Buccal spaces
o Infratemporal spaces
Mandibula
o Submental spaces
o Buccal spaces
o Sublingual spaces
o Submandibular spaces
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling
Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini
disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya
yaitu
pembengkakan
pipi
bagian
depan
dan
hilangnya
lekukan
Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n.
facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya
berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah
perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi
dan trismus ringan.
Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior
dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan
pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi
berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.
Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa
bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.
Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial
dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung
akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar
mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.
Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi
berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m.
mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan
Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang
di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor
bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada
akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau
kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah
inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan
otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada
infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung
derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di
sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe
merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika
organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar
menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi
secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.
VI.
DIAGNOSIS
Abses periodontal dan perikoronal sering disertai dengan purulensi yang
biasa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila
abses memiliki dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi
periapikal maka palpasi digital yang dilakukan perlahan terhadap lesi yang
teranastesi bisa menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya
purulensi. Untuk menegakkan diagnosis abses, perlu dilakukan kultur dan
pengecatan bakteri serta foto ronsen berupa ronsen periapikal dan jika infeksi
sudah menyebar luas dibutuhkan ronsen CT Scan.
Daerah yang mengalami fluktuasi diaspirasi untuk diambil purulensinya. Hal
tersebut dilakukan dengan memasukkan jarum besar 18 atau 20 gauge yang
dicekatkan pada spuit disposibel yang berukuran 3 ml atau lebih kedalam lesi.
Biasanya didapatkan eksudat yang bercampur darah dengan warna kuning atau
seperti krim. Apabila tidak didapatkan bahan purulensi maka infeksinya bersifat
difus. Sedangkan pada ronsen foto terlihat adanya gambaran radiolusen dengan
batas tepi yang tidak tegas pada daerah apical gigi.
VII.
PENATALAKSANAAN
Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik.
Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan
perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit,
terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien
memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila
diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
(perawatan) yang dilakukan.
Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan
pembedahan drainase dan menghilangkan penyebab dari infeksi. Tujuan
utamanya adalah menghilangkan pulpa nekrotik dan poket periodontal yang
dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus dan nekrotik debris.
Ketika pasien memiliki infeksi odontogenik yang biasanya terlihat abses
vestibular yang kecil. Dokter gigi memiliki 3 pilihan untuk perawatannya,
diantaranya adalah perawatan endodontik, extraksi, dan insisi drainase (I&D).
Ekstraksi memberikan baik menghilangkan penyebab dari infeksi dan drainase
dari akumulasi pus dna debris. Ekstraksi dilakukan apabila memenuhi kriteria
indikasi, diantaranya adalah :
a) Karies yang parah
b) Nekrosis pulpa
c) Penyakit periodontal yang parah
d) Alasan orthodontik
e) Gigi yang mengalami malposisi
f) Gigi yang retak
g) Pra-prostetik ekstraksi
h) Gigi impaksi
i) Supernumary gigi
j) Gigi yang terkait lesi patologis
k) Terapi pra radiasi
l) Gigi yang mengalami fraktur rahang
m) Estetik
n) Ekonomis
Ekstraksi tidak dapat dilakukan apabila terdapat kontraindikasi,baik lokal maupun
sistemik, dapat relatif atau mutlak bergantung pada kondisi umum pasien.
1. Kontraindikasi relatif
a) Lokal adanya infeksi, perikoronitis, penyakit ganas, dan iradiasi
b) Sistemik diabetes tidak terkontrol, penyakit jantung, kelainan
darah, medically compromised, terapi steroid, kehamilan
2. Kontaindikasi mutlak
a) Lokal gigi dengan malformasi pembuluh darah, adanya
kemungkinan kematian
b) Sistemik leukimia, gagal ginjal, sirosis hati, gagal jantung
untuk
menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut upper cowhorn
forceps. Kedua forceps tersebut biasa digunakan untuk gigi molar yang memiliki
karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga
yang surah erupsi, biasanya menggunakan forceps no. 210S yang bisa digunakan
untuk sebelah kiri atau sebelah kanan. Gigi Molar rahang atas biasanya memiliki
tiga akar yang berbentuk divergen; akar palatal yang paling besar dan paling
divergen, dan dua akar bukal yang biasanya membengkok sedikit ke arah distal.
Selain itu gigi ini juga tertanam sangat kuat pada tulang alveolar dan permukaan
bukalnya diperkuat dengan ekstensi dari prosesus zigomatikum. Karenanya gigi ini
memerlukan pemberian gaya yang kuat pada saat ekstraksi, tetapi harus berhati-hati
karena dapat menyebabkan fraktur dari mahkota atau akar dari gigi.
Untuk
Pedersen, GW., 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut: EGC: Jakarta