Sie sind auf Seite 1von 31

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

REFERAT BRONKITIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

Diajukan Kepada :
dr. Abu Bakar, Sp.Rad

Disusun Oleh :
Alaa Ulil Haqiyah

H2A009001

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Radiologi


FAKULTAS KEDOKTERAN Muhammadiyah Semarang
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
PERIODE 17 Februari 1 Maret 2014
1

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN


ILMU RADIOLOGI

Referat dengan judul :

BRONKITIS

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

Disusun Oleh:
Alaa Ulil Haqiyah

H2A009001

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Nama pembimbing

Tanda Tangan

dr. Abu Bakar, Sp.Rad

...........................

Tanggal

26 Februari 2014
2

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I.

PENDAHULUAN ............................................................................

1.1

LATAR BELAKANG ..............................................................

1.2

RUMUSAN MASALAH..........................................................

1.3 TUJUAN...................................................................................

1.4

MANFAAT...............................................................................

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI ......................

2.1

ANATOMI SISTEM RESPIRASI............................................

2.2

FISIOLOGI PERNAFASAN....................................................

10

BAB II.

BAB III. BRONKITIS


3.1

DEFINISI..................................................................................

16

3.2

KLASIFIKASI..........................................................................

15

3.3

EPIDEMIOLOGI......................................................................

16

3.4

MANIFESTASI KLINIS..........................................................

17

3.5

PATOFISIOLOGI.....................................................................

17

3.6

ETIOLOGI................................................................................

19

3.7

PENEGAKAN DIAGNOSIS...................................................

21
3

3.8

GAMBARAN RADIOLOGIS..................................................

23

3.9

DIAGNOSIS BANDING..........................................................

29

BAB 1V. KESIMPULAN..................................................................................

31

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

32

BAB I
PENDAHULUAN
4

1.1 Latar Belakang


Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami inflamasi. Saluran ini
membawa udara ke paru paru. Orang yang mengalami bronkitis sering menderita batuk
disertai lendir (mukus). Mukus merupakan cairan pelicin pada saluran bronkial. Bronkitis juga
dapat menyebabkan mengi (sebuah siulan atau suara melengking ketika bernapas), nyeri dada
atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak napas (1).
Klasifikasi bronkitis terdiri dari bronkitis akut dan bronkitis kronik. Karakter bronkitis akut
ditandai dengan adanya batuk dengan atau tanpa produksi sputum yang berlangsung kurang dari
3 minggu. Bronkitis akut sering terjadi selama masa akut akibat virus seperti influenza. Virus
menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis, dimana bakteri mencapai sekitar 10% (2; 3).
Bronkitis kronik, salah satunya adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
ditandai dengan adanya batuk selama 3 bulan atau lebih pertahun sekurang-kurangnya selama 2
tahun. Bronkitis kronik biasanya berkembang karena cedera yang berulang pada saluran udara
yang disebabkan oleh iritasi zat-zat yang dihirup. Merokok merupakan penyebab paling umum,
diikuti dengan paparan polutan udara seperti sulfur dioksida atau nitrogen dioksida, pajanan
iritasi pernapasan individu yang terpapar asap rokok, iritasi paru-paru kimia, atau
immunocompromised yang memiliki peningkatan resiko mengembankan bronkitis (5).
Bronkitis sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan merupakan 5
alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di negara-negara yang memang
mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak ada perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis
ini meskipun lebih sering terjadi pada populasi dengan status sosioekonomi rendah dan orangorang yang tinggal di daerah urban dan industri.
Hal mengenai insidensi penyakit terkait jenis kelamin, bronkitis lebih sering dialami oleh
pria dibandingkan wanita. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria dan seperempat wanita
mengalami bronkitis yang disertai emfisema hingga menyebabkan kematian. Meskipun dapat
ditemukan hampir pada semua usia, bronkitis akut lebih sering didiagnosis pada anak-anak
berumur kurang dari 5 tahun, sementara prevalensi bronkitis kronis lebih sering terjadi pada
orang tua yang berusia lebih dari 40 tahun. Sementara itu, data epidemiologi di Indonesia itu
sendiri masih sangat minim.
Penegakan diagnosis dari bronkitis ini dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan
5

radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan untuk
mendiagnosis penyakit ini, yaitu seperti foto thoraks, Computerized Tomography Scanning (CTScan), bronkoskopi dan pemeriksaan radiologi lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
ingin meninjau lebih jauh mengenai gambaran radiologi pada bronkitis.2
I.2 Rumusan Masalah

Apakah definisi dan etiologi dari Bronkitis ?

Bagaimana patologi terjadinya Bronkitis ?

Bagaimana gambaran klinis dan diagnosis dari Bronkitis ?

Apa saja pemeriksaan yang mendukung diagnosis Bronkitis ?

Bagaimana gambaran radiologis pada Bronkitis ?

I.3 Tujuan
Penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan dan Gambaran Radiologi dari
Bronkitis.
I.4 Manfaat
Hasil dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat memberikan informasi mengenai etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan dan Gambaran Radiologi dari Bronkitis. Selain itu,
dapat juga dijadikan sebagai bahan dasar pada penelitian selanjutnya.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

2.1 Anatomi Sistem Respirasi


Pernafasan adalah pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju sel dan keluarnya
karbondioksida (CO2) dari sel ke udara bebas. Pemakaian O2 dan pengeluaran CO2 diperlukan
untuk menjalankan fungsi normal sel di dalam tubuh; tetapi sebagian besar sel-sel tubuh kita
6

tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan udara karena sel-sel tersebut
letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. Karena itu, sel-sel tersebut memrlukan
struktur tertentu untuk menukar maupun mengangkut gas-gas tersebut(4).
Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah rongga hidung
(cavum nasi), faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-paru. Saluran nafas ini terbagi
atas saluran nafas bagian atas dan bawah. Saluran nafas atas terdiri dari rongga hidung (cavum
nasi) dan faring yang terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Sementara itu saluran
nafas bagian bawah terdiri dari laring, yang merupakan batas saluran nafas atas dan bawah,
trakea, bronkus, bronkiolus, serta alveolus yang berada di paru-paru(4).

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Pernafasan


Bagian masing-masing dari saluran nafas atas dan bawah ini dijelaskan sebagai berikut(4):
1. Saluran nafas atas4
- Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis
selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat
(kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran
pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung
terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choana.
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
7

- Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring)
pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan
mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung
(resonansi) untuk suara percakapan.
- Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin
tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring bendabenda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru,
cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus.
Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
- Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan laringofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang
cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring
adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
8

Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan,
katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada
pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru,
misalnya pada waktu kita bicara.
2. Saluran Nafas Bawah4
Pemisah saluran nafas atas dan bawah adalah laring yang kemudian akan menuju trakea,
bronkus, bronkiolus, dan alveolus yang terdapat di paru-paru.
- Trakea
Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti
huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding
depan esofagus.
- Bronkus
Merupakan percabangan trakea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina.
Bronkus kanan lebih pendek, lebar, dan lebih dekat dengan trakea dibandingkan dengan
bronkus kiri. Bronkus kanan bercabang menjadi lobus superior, medius, dan inferior
sedangkan bronkus kiri terdiri dari lobus superior dan inferior.
- Paru
Merupakan suatu jalinan atau merupakan suatu

susunan bronkiolus, bronkiolus

terminalis, bronkiolus respiratorius, alveoli, sirkulasi paru, syaraf,

sistem limfatik.

Gambar 2.2. Anatomi Saluran Nafas Bawah

2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan9


Keadaan fisiologi paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi,
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut
dalam keadaan normal (jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat) menghasilkan tekanan
aerosol gas darah arteri ( PaO2 sekitar 96 mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg) yang normal.
Tekanan parsial ini diupayakan dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang
berbeda, yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban
kerja (exercise) 2000-3000 mL/Menit(6).
Respirasi adalah suatau proses pertukaran gas (pengambilan oksigen dan emilinasi
karbondioksida). Pertukaran gas memerlukan empat proses yang mempunyai ketergantungan
satu sama lain(6) :
1.
2.
3.
4.

Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi
Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah
Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2
Proses yang berkaitan dengan regulasi pernafasan.

10

Gambar 2.3. Fisiologi Pernafasan


Secara anatomi sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (nasal caviti, oral cavity,
pharynx, epiglotis, larynx) dan bagian bawah (trachea, bronchus principalis, bronchus lobaris,
bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, alveolus). Terdapat tiga
langkah dalam proses oksigenasi yaitu : ventilasi, perfusi, dan difusi (6; 7).
1. Ventilasi9
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru. Ventilasi paru mencakup
gerakan dasar atau kegiatan bernafas atau inspirasi dan ekspirasi. Udara yang masuk dan keluar
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, di mana
pada saat inspirasi tekanan intrapleural lebih negatif (752 mmHg) dari pada tekanan atmosfer
(760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
Hukum Boyles :
Jika volume meningkat maka tekanan menurun
Jika volume menurun maka tekanan meningkat
a. Inspirasi yang Bersifat Aktif

Selama inspirasi terjadi kontraksi otot diafragma dan intercosta eksterna, hal ini akan
meningkatkan volume intrathorak sehingga akan menurunkan tekanan intratorak dan tekanan
11

intrapleural semakin negatif. Hal ini membuat paru mengembang dan tekanan intrapulmoner
menjadi semakin negatif sehingga udara masuk ke paru-paru.
b. Ekspirasi yang Bersifat Pasif

Selama ekspirasi terjadi relaksasi otot diafragma dan interkosta eksterna, hal ini akan
menurunkan volume intratorak dan meningkatkan tekanan intratorak. Hal ini menyebabkan
tekanan intrapleural semakin positif dan paru-paru mengempis sehingga tekanan intrapulmonal
menjadi makin positif dan udara keluar dari paru-paru.
ventilasi tergantung pada faktor :
Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas akan menghalangi
masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru.
Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan.
Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosta, internal
interkosta, otot abdominal.
2. Perfusi paru9
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, di
mana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9%
dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah
yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau
tekanan darah sistemik.
Adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan perfusi.
Pada orang dewasa sehat pada saat istirahat ventilasi alveolar (volume tidal = V) sekitar 4,0
lt/menit, sedangkan aliran darah kapiler pulmonal (Q) sekitar 5,0 lt/menit, sehingga rasio
ventilasi dan perfusi adalah :
Alveolar ventilasi (V) = 4,0 lt/mnt = 0,8
Aliran darah kapiler pulmonar(Q) 5,0 lt/mnt
Besarnya rasio ini menunjukkan adanya keseimbangan pertukaran gas. Misalnya jika ada
penurunan ventilasi karena sebab tertentu maka rasio V/Q akan menurun sehingga darah yang
mengalir ke alveolus kurang mendapatkan oksigen. Demikian halnya dengan jika perfusi kapiler
12

terganggu sedangkan ventilasinya adekuat maka terjadi penigkatan V/Q sehingga daya angkut
oksigen juga akan rendah.
3. Difusi9
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi
rendah. Oksigen terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbondioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi udara respirasi terjadi
antara alveolus dengan membran kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan
mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg
sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi
masuk dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg
sedangkan alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.9

BAB III
BRONKITIS
3.1 Definisi Bronkitis
13

Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada jalur bronkus di
paru-paru mengalami inflamasi. Karena mukosa bronkus tersebut membengkak (edema) dan
menebal sehingga akan mempersempit saluran nafas yang menuju paru-paru. Hal ini dilihat dari
gejala batuk yang diikuti pengeluaran dahak dan dapat juga disertai keluahn lainnya seperti sesak
nafas. Bentuk dari penyakit ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut (berlangsung kurang
dari 3 minggu) dan bronkitis kronik yang frekuensinya hilang timbul selama periode lebih dari 2
tahun(7).
3.2 Klasifikasi
1. Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3 minggu) dan membaik
dalam beberapa minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini sering menyebabkan serangan batuk dan
produksi sputum yang dapat juga disertai oleh infeksi saluran nafas atas. Dalam beberapa kasus,
virus merupakan penyebab tersering infeksi walaupun terkadang bakteri juga dapat
menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik, maka proses peradangan membran
mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari(7;9).
2. Bronkitis Kronik
Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi sputum selama paling
kurang selama 3 bulan dalam periode waktu 2 tahun. Bronkitis kronik ini merupakan gangguan
jangka panjang yang serius yang sering membutuhkan pengobatan medis secara teratur. Pada
bronkitis kronis terdapat inflamasi dan pembengkakan pada dinding lumen saluran nafas yang
menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara yang masuk. Inflamsi ini akan merangsang
produksi mukus di mana menyebabkan obstruksi saluran nafas yang lebih berat lagi dan akan
meningkatkan resiko infeksi oleh bakteri pada paru-paru(5,3)

3.3 Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi penyakit bronkitis. Sebagai pembanding,
berdasarkan estimasi dari National Center for Health Statistics tahun 2006 di Amerika Serikat,
terdapat sekitar 9,5 juta orang atau 4% dari jumlah populasinya didiagnosis mengalami bronkitis
kronik. Data statistik ini masih di bawah taksiran dari prevalensi penyakit paru obstruktif kronik
14

(PPOK) yaitu sebesar 50%. Hal ini dikarenakan tidak tercatatnya laporan gejala dan kondisi
bronkitis ini masih belum terdiagnosis(1,2).
Overdiagnosis terhadap bronkitis kronik sebaiknya perlu dilakukan oleh para klinisi.
Bagaimanapun juga istilah bronkitis sering dianggap sebagai peradangan paru yang tidak
spesifik serta gejala batuk yang dialami bersifat self-limiting atau sembuh sendiri sehingga
kriteria diagnosisnya tidak ditemukan dan menyebabkan insidensinya terus meningkat(7).
Dalam sebuah studi, bronkitis akut diderita oleh 44 dari 1000 orang dewasa setiap
tahunnya, dan 82% episodenya terjadi pada musim gugur atau dingin. Perbandingannya yaitu 91
juta kasus influenza, 66 juta kasus deman flu biasa, dan 31 juta kasus dengan infeksi saluran
nafas atas lainnya yang terjadi pada tahun itu(3).
.

Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan merupakan

5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di negara-negara yang memang
mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak ada perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis
ini meskipun lebih sering terjadi pada populasi dengan status sosioekonomi rendah dan orangorang yang tinggal di daerah urban dan industri(8.7)
Hal mengenai insidensi penyakit terkait jenis kelamin, bronkitis lebih sering dialami oleh
pria dibandingkan wanita. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria dan seperempat wanita
mengalami emfisema hingga menyebabkan kematian. Meskipun dapat ditemukan hampir pada
semua usia, bronkitis akut lebih sering didiagnosa pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun,
sementara prevalensi bronkitis kronis lebih sering terjadi pada orang tua yang berusia lebih dari
50 tahun. Sementara itu, data epidemiologi di Indonesia itu sendiri masih sangat minim(5,6).
3.4 Manifestasi Klinis
Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut mungkin akan sulit
dibedakan dari infeksi saluran nafas atas lainnya pada beberapa hari pertama. Meskipun
demikian, jika batuk berlangsung lebih dari 5 hari maka bisa diarahkan sebagai penyakit
bronkitis akut(2,6).
Pasien dengan bronkitis akut, dapat biasanya dapat terjadi selama lebih dari 10-20 hari.
Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang mengeluhkan batuk akibat bronkitis
akut ini. Warna sputum biasanya jernih, kuning, hijau, atau bahkan seperti seperti warna darah.
Sputum purulen dilaporkan pada 50% orang dengan bronkitis akut. Perubahan warna sputum
15

dikarenakan pelepasan peroksidase oleh leukosit dalam sputum. Karena itulah, warna sputum
tidak dapat menjasi indikator terhadap adanya infeksi bakteri. (1,2)
Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan batuk akan lebih
mengarah pada influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah, dan diare jarang dikeluhkan. Kasus
yang berat mungkin akan menyebabkan malaise dan nyeri dada. Ketika keluhan berat hingga
mengenai trakea, gejala dengan sensasi terbakar pada daerah substernal akan dirasakan dan nyeri
dada berhubungan pada saat batuk serta proses bernafas.
Sesak nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali pasien memiliki
penyakit paru obstruktif kronik ataupun kondisi lainnya yang mengganggu fungsi paru. Gejala
lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri tenggorokan, hidung berair atau tersumbat, nyeri
kepala, nyeri otot dan kelelahan.
3.5 Patofisiologi8
Selama episode bronkitis akut, jaringan yang melapisi lumen bronkus megalami iritasi dan
membran mukosa menjadi hiperemis dan edema sehingga mengganggu fungsi mukosiliar
bronkus. Akibatnya, saluran nafas menjadi menjadi sempit akibat debris dan proses inflamasi.
Respon akibat produksi mukus yang banyak ini akhirnya ditandai dengan batuk produktif.8
Dalam kasus pneumonia mycoplasma, iritasi bronkus menyebabkan perlekatan organisme
(Mycoplasma pneumonia) pada mukosa saluran respirasi yang akan membuat sekresi mukosa
semakin kental. Bronkitis akut biasanya berlangsung kurang lebih 10 hari. Jika inflamasinya
terus berlajut ke bawah hingga ujung cabang bronkus, bronkiolus dan kantung alveolus, maka
akan menyebabkan bronkopneumonia.
Bronkitis kronik dihubungkan dengan produksi mukus yang berlebihan sehingga
menyebabkan batuk berdahak selama lebih dari 3 bulan atau lebih dalam periode waktu minimal
2 tahun. Epitel alveoli merupakan target maupun tempat awal inflamasi pada bronkitis kronik.
Infiltrasi netrofil dan distribusi perubahan jaringan fibrotik peribronkial disebabkan oleh
aktivitas dari interleukin 8 (IL-8), colony-stimulating factors, dan kemotaktik serta sitokin
proinflamatori lainnya. Sel epitel saluran nafas akan melepaskan mediator inflamasi ini sebagai
respon terhadap toksin, agen infeksi, dan stimulus inflamasi lainnya serta untuk mengurangi
pelepasan produk regulasi seperti angiotensin-converting enzim ataupun endopeptidase.
Bronkitis kronik dapat dikatagorikan sebagai bronkitis kronik sederhana, bronkitis
mukopurulen kronik, ataupun bronkitis kronik yang disertai obstruksi. Produksi sputum
16

(industri) menandakan adanya bronkitis kronik sederhana. Produksi sputum purulen yang
persisten ataupun berulang tanpa adanya penyakit supuratif lokal seperti bronkiektasis,
menunjukkan adanya bronkitis mukopurulen kronik.
Bronkitis kronik dengan obstruksi harus dibedakan dengan asma. Perbedaannya dibedakan
berdasarkan riwayat penyakit di mana pasien yang dikatakan mengalami bronkitis kronik dengan
obstruksi memilki riwayat batuk produktif yang lama dan onset mengi (wheezing) yang
munculnya belakangan, sementara pasien yang memiliki asma dengan obstruksi kronik lebih
dulu mengalami mengi (wheezing) dibandingkan batuk produktif(9).
Bronkitis kronik dapat terjadi akibat serangan dari bronkitis akut berulang atau dapat juga
muncul perlahan-lahan karena merokok berat atau inhalasi dari udara yang terkontaminasi oleh
polutan di lingkungan. Jika orang tersebut lebih sering batuk daripada biasanya, kemungkinan
lapisan bronkus yang menghasilkan lendir (mukus) sudah mengalami penebalan dan
penyempitan saluran nafas yang menyebabkan sulit untuk bernafas. Karena fungsi silia untuk
menyaring udara bersih dari zat iritan dan benda asing terganggu, saluran bronkus akan
cenderung mengalami infeksi lebih jauh hingga menyebabkan kerusakan jaringan9.

Gambar 2.4. Proses Peradangan pada Bronkitis


3.6 Etiologi
1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut
17

Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur (Mycoplasma),
Clamydia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis. dan Haemophilus
influenza serta virus seperti influenza, adenovirus, rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV),
virus influenza tipe A dan B, virus parainfluenza, dan Coxsackie virus. Paparan zat iritan seperti
polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi bronkus akut(3,4).
Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab bronkitis akut pada
anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi secara lengkap meskipun studi terbaru melaporkan
bahwa bakteri ini juga dapat menjadi agen penyebab pada orang dewasa.

2. Penyebab Bronkitis Kronik


Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok, infeksi
dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan status social.
a. Rokok
Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan bronkitis kronik. Faktor resiko
umum terhadap eksaserbasi akut dari bronkitis kronik adalah meningkatnya usia dan
berkurangnya Volume Ekspirasi Paksa (VEP). Sebanyal 70-80% ekserbasi akut dari bronkitis
kronis diperkirakan akibat infeksi pernafasan.
Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari bronkitis dan PPOK. Studi
menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu pergerakan silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar, dan meyebabkan hipertrofi dan hiperplasia dari glandula pensekresi mukus.
Merokok juga dapat meningkatkan resistensi saluran nafas melalui jalur vagal yang dimediasi
oleh konstriksi otot polos.
b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah
Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat
pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
18

Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan suatu masalah dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.
3.7 Penegakan Diangnosis
3.7.1 Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mendapatksan gejala sebagai berikut:
a. Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien
mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan
mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
b. Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada
musim dimana udara dingin dan berkabut.
c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
d. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif lambat
disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut
e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung
meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam
tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu
3.7.2 Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik bisa di dapatkan:
19

a. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai
bising mengi.
b. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada
meningkat).
c. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
d. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak
jantung berkurang.
e. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.
f. Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan
vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki
3.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah sebagai berikut:
1. Cultures dan Staining.
Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza, Mycoplasma pneumoniae,
dan Bordetella pertussis ketika organisme ini diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi
telah dikembangkan untuk diagnosis laboratorium pneumoniae infection dengan
mendapatkan usap tenggorokan. Kultur dan gram stainning dari dahak sering dilakukan,
meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan pertumbuhan atau flora saluran pernapasan
normal. Kultur darah dapat membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.
2. Kadar Procalcitonin.
Kadar procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan infeksi bakteri dari infeksi
nonbakterial. Penelitian telah menunjukkan bahwa tes tersebut dapat membantu terapi
panduan dan mengurangi penggunaan antibiotik
3. Sitologi sputum. Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.
4. Radiografi Dada.
Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan pemeriksaan
menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak memiliki tanda-tanda pneumonia,
karena itu, radiografi dada dapat dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis
lain infeksi. Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan
20

corakan paru yang bertambah ataupun tramline shadow yang menunjukkan adanya
penebalan dinding bronkus.
5. Bronkoskopi.
Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan adanya aspirasi benda
asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis lainnya dari pohon trakeobronkial dan
paru-paru.
6. Tes Influenza.
Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti bahwa untuk
pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
7. Spirometri.
Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering memiliki
bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar dalam volume ekspirasi paksa dalam
satu detik (FEV1). Ini biasanya menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
8. Laringoskopi.
Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
9. Temuan histologis.
Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa, edema, fibrosis
peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot polos peningkatan temuan karakteristik di
saluran udara kecil pada penyakit paru obstruktif kronis.
3.8 Gambaran radiologi pada bronkitis7
1. Bronkitis akut
Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas. Penyakit ini
biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi. Juga tidak terdapat gambaran roentgen
yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto roentgen berguna jika ada komplikasi pneumonitis
pada penderita dengan infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya hebat.
2. Bronkitis kronik
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto thoraks.
Acapkali berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorik sudah dapat ditegakkan diagnosisnya.
Pada foto hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Gambaran radiogram bronkitis
21

kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik. Kadangkadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh penebalan dinding
bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat merupakan variasi normal
foto thoraks. Tidak ada kriteria yang pasti untuk menegakkan diagnosis bronkitis kronik pada
foto thoraks biasa. Penyakit ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, misalnya asma,
infeksi, dan lain-lain(2).
Infeksi merupakan penyebab kedua tersering terjadinya bronkitis kronik. Infeksi ini dapat
spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit bronkitis kronik dan emfisema ternyata selalu
berhubungan dengan bronkitis asma oleh adanya spasme bronkus(2).
Cor pulmonale kronik umumnya disebabkan oleh penyumbatan emfisema paru yang
kronik dan sering ditemukan pada bronkitis asma kronik(2).
Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan, sedang, dan
berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan paru yang ramai di bagian basal paru. Pada
golongan yang sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema dan kadangkadang disertai bronkiektasis di pericardial kanan dan kiri, sedangkan golongan yang berat
ditemukan hal-hal tersebut di atas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi bronkitis
kronik(2).
Beberapa gambaran radiologi bronkitis dapat diperlihatkan sebagai berikut:
1. Thorak
Terdapat sekitar 50% penderita bronchitis kronik memiliki gambaran roentgen thoraks
normal. Jika terdapat abnormalitas pada foto thoraks, biasanya tanda yang ditemukan adalah
akibat adanya emfisema, superimpos infeksi ataupun kemungkinan terjadinya bronkiektasis.
Gambaran radiologi yang mendukung adanya bronchitis kronik adalah dengan
ditemukannya gambaran dirty chest. Hal ini ditandai dengan terlihatnya corakan
bronkovaskular yang ramai. Gambaran opasitas yang kecil mungkin akan terlihat pada semua
tempat di seluruh lapangan paru namum penilaian gambaran ini bersifat subjektif. Terdapat
beberapa korelasi antara bronchitis kronik dengan adanya edema perivascular dan peribronkial,
inflamasi kronik dan fibrosis. Jika gambaran ini terlihat jelas, dengan beberapa bayangan linear
dan opasitas nodular yang berat, maka gambarannya akan mirip dengan fibrosis interstisial,
limfangitis karsinoma, maupun bronkiektasis.

22

Gambaran tramline maupun tubular shadow yang tipis lebih mengarah pada bronkiektasis
namun gambaran ini dapat dialami oleh penderita bronchitis kronik. Opasitas ini berhuubungan
dengan hilus dan kejelasannya akan didemonstrasikan dengan tomografi. Namun sekali lagi,
penyakit ini hanya bersifat mengarahkan dan bukan mejadi prosedur diagnostik.
- Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai terbentuknya jaringan
fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka corakan bronkovaskular akan terlihat ramai
dan konturnya irregular. Ini merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling sering
ditemukan pada foto thoraks(3).

Gambar 2.5. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkuvaskular yang ramai
hingga menuju percabangan perifer di paru
- Gambaran Tubular Shadow menunjukkan adanya bayangan garis-garis yang paralel keluar
dari hilus menuju basal paru dari corakan paru yang bertambah

23

Gambar 2.6. Adanya gambaran tubular shadow pada bronkitis kronik

- Gambaran berupa tramline shadow berupa garis parallel akibat penebalan dinding bronkus
yang juga menjadi gambaran khas bronkiektasis.

Gambar 2.7. Tramline appearance terlihat sepanjang pinggiran bayangan jantung


- Struktur bronkovaskular yang irreguler

24

Gambar 2.8. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar menunjukkan struktur bronkovaskuler
yang irregular dengan diameter yang bervariasi.

Gambar 2.9. Menunjukkan foto thoraks yang diperbesar dari bagian kiri paru. Garis yang
membujur secara kranio-kaudal adalah batas medial skapula. Anak panah menunjukkan pola
stuktur bronkovaskular dengan pola irregular.

- Corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema

25

Gambar 2.10 Foto thoraks laki-laki yang memilki riwayat merokok lama. Terlihat adanya
corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema. Volume paru tampak membesar, sela iga
melebar, dan difragma mendatar.
2. Computed tomography (CT) scan
- Gambaran tremline shadow appearance berupa garis paralel sejajar akibat penebalan dinding
bronkus dan dilatasi bronkus ringan akibat peradangan bronkus.

26

Gambar 2.11. Terlihat adanya tramline appearance


- Penebalan dinding bronkus akibat bronkitis kronis berdasarkan gambaran Computed
Tomography (CT) scan juga terlihat pada panah merah dan lendir di dalam bronkus pada
panah kuning berikut:

Gambar 2.12. Gambaran CT-Scan Thoraks Bronkitis Kronik


3.9 Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan
pasien bronkitis3 :
Tuberkulosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronkitis )
Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )
Penyakit paru penyebab hemoptosis misalnya karsinoma paru)
Fistula bronkopleural dengan emfisema
Namun berdasarkan kemiripan gambaran radiologi, bronkiektasis dapat menjadi
diagnosis banding dari bronkitis kronik ini. Gambaran khas bronkiektasis yang berupa tramline
shadow pada foto thoraks juga dapat ditemukan pada bronkitis kronik.

27

Gambar 2.13. Terlihat gambaran foto CT-Scan dan thoraks bronkiektasis. Gambaran tramline
appearance tampak pada foto thoraks.

2.14 Gambaran tuberkulosis paru primer yang menunjukkan adanya penebalan hilus

28

Gambar 2.15. Karsinoma Bronkus. Tampak tumor primer pada hilus kiri. Nodul pada soft tissue
merupakan proses metastasis.

BAB IV
KESIMPULAN
Bronkitis merupakan suatu penyakit yang sering terjadi dan merupakan lima alasan teratas
seseorang mencari pengobatan medis. Bronkitis terbagi atas bronkitis akut dan bronkitis kronik.
Gambaran radiologi yang khas pada bronkitis akut jarang ditemukan sementara pada bronkitis
kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik. Namun pada
beberapa kasus tamapak adanya corakan bronkovaskular yang ramai sehingga terlihat seperti
dirty chest, adanya gambaran tubular shadow dan tramline appearance yang berasal dari hilus
paru. Penegakan diagnosis bronkitis dengan pemeriksaan radiologi sudah cukup baik di dapatkan
dari foto thoraks konvensional dan juga CT- Scan.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. NHLBI. National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI). [Online] 2009. [Cited:
februari 25, 2014.] http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brnchi/.
2. Kumar, vinay, Abul K. Abbas, Nelson Fausto, Richard N and Mitchell. The Lung Robbins
Basic Pathology. 8. Philadelphia : Saunders Elsevier, 2007.
3. Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Corwin. 3. Jakarta : EGC, 2009.
4. Snell Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit: EGC.
Jakarta . 2006.
5. Sethi S, Murphy TF. Infection in the pathogenesis and course of chronic obstructive
pulmonary disease. N Engl J Med. Nov 27 2008;359(22):2355-65. [Medline].
6. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL (editors). Harrison's principles of internal medicine. 15th edition.
McGraw-Hill Education, New York, NY; 2001.
30

7. Rasad, Sjahriar & Iwan Ekayuda. 2011. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK-UI
8. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 volume 1. Jakarta: EGC.
9. Guyton and Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9: Insufisiensi Pernapasan.
Jakarta : EGC.

31

Das könnte Ihnen auch gefallen