Sie sind auf Seite 1von 11

TINJAUAN PUSTAKA

Congestive Heart Failure


1. Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek
yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak
kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki);
adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat
(ESC, 2008).
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian
ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh (AHA, 2013).
2. Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita
penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi
ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner
selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif. Pada
negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita
gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami
disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner
b. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme
disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri
menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel
yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H.,
Gibbs C.R., Beevers D.G., 2014).
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan
kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah
dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi

dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan
penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G.,
2014).

Hipertrophic

cardiomiopathy

merupakan

salah

satu

jenis

cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik


dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya
miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi
obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan
komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai
aritmia atrium dan ventrikel. Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative
cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel
dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari
jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik
sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat
menyebabkan

keadaan

ini

ialah

Amiloidosis,

Sarcoidosis,

Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya.


d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi
mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di
jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi
lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi
ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif (Lip
G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2014)
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa
perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31%
dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan
ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah
dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai
penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
f. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial
fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka
panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal

jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.


Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap
miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan
zidovudine yang merupakan antiviral.
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan
pada wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R.,
Beevers D.G., 2014).
Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme
perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas
menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung
kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang
berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2014).
3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.

Gagal Jantung Akut


Gagal

jantung

akut

adalah

terminologi

yang

digunakan

untuk

mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala
gagal jantung.Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan
segera, dan biasanya berujung pada hospitlisasi. Ada 2 jenis persentasi gagal
jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (de novo)
dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang
sebelumnya stabil. Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah
hipervolum atau hipertensi pada pasien dengan gagal jantung diastolik.

Gagal Jantung Kronis


Pada gagal jantung kronis, mekanisme adaptasi teraktivasi secara
bertahap dan secara perlahan terjadi hipertrofi jantung. Perubahan ini membuat
pasien dapat beradaptasi dan memiliki toleransi terhadap reduksi cardiac output
tanpa kesulitan yang berarti. Ketika terjadi gagal jantung kiri secara bertahap,
tekanan pada jantung kanan akan lebih tinggi sebagai respon terhadap
tingginya resistensi pulmonal; pada onset akut, kenaikan pada resistensi
pulmonal dapat menyebabkan gagal jantung kanan akut. Pasien dengan gagal
jantung kronis dapat mencapai status kompensasi, tetapi kemudian mengalami
dekompensasi akut akibat faktor-faktor presipitasi.
4. Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang
tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik,

overload

volume,

ataupun

kasus

herediter

seperti

cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas

pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan


asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan
oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury
ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)
peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output
tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan
cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri,
sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem
syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi
Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan
permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Mann,
2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal.
Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin
meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS
menyebabkan retensi cairan dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah
perifer. Mekanisme kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam
perubahan fungsional dan struktural jantung serta retensi cairan dan garam
pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut.

Perubahan

neurohormonal,

adrenergic

dan

sitokin

menyebabkan

remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi


miosit; (2) perubahan substansi kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit
akibat nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagia; (4) desensitisasi beta
adrenergic; (5) kelainan metabolism miokardium ; (6) perubahan struktur
matriks ekstraselular miosit.
Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa,
volume, bentuk, dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah
bentuk jantung menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi
semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikelkiri juga mengurangi jumlah
afterload yang mengurangi stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga
terjadi peningkatan end-diastolic wall stress yang menyebabkan hipoperfusi ke
subendokardium yang akan memperparah fungsi ventrikel kiri, peningkatan
stress oksidatif dan radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel.
Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam
penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri, dan overload hemodinamik.
Ketiga hal ini berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung.

5. Manifestasi Klinis

6. Kriteria Diagnosis
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif
ditegakkan apabila diperoleh :
Sekurang-kurangnya DUA kriteria mayor
Atau
SATU kriteria mayor dan DUA kriteria minor

Kriteria Mayor
Dispnea/orthopnea
Nocturnal Parkosismal Dispnea
Distensi vena leher
Ronki
Kardiomegali radiografi
Edema pulmonary akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena central (>16 cmH2O pada atrium kanan)
Reflex hepatojugularis

Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari dalam proses terapi
Kriteria Minor
Edema pretibial
Batuk malam

Dispnea saat aktivitas


Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
Takikardia (>120 kali/menit)
7. Teknik Diagnostik

8. Tata Laksana Non Farmakologis

Pemantauan berat badan mandiri


Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan
keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,

mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa,


tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)
Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak
boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan
bukti B)
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup
pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi
9. Tata Laksana Farmakologis
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas
dan mortalitas

Pemberian Oksigen
Terapi Farmakologis
1. Glukosida jantung, diuretik, dan vasodilator merupakan dasar terapi
farmakologis gagal jantung.
2. Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung.
Terapi Diuretik

1. Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.


Furosemid (Lasix) terutama sangat penting dalam terapi gagal jantung
karena dapat mendilatasi renula sehingga meningkatkan kapasitas urea
yang pada gilirannya mengurangi preload (darah vena yang kembali ke
jantung).
2. Terapi diuretik jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremia yang
mengakibatkan lemah, letih, malaise, kram otot, dan denyut nadi yang
kecil-cepat.
3. Pemberian diuretik dalam dosis besar dan berulang juga dapat
mengakibatkan hipokalemia yang ditandai dengan denyut nadi lemah,
suara jantung menjauh, hipertensi, otot kendor, penurunan refleks tendon,
dan kelemahan umum.
Terapi Vasodilator
1. Obat-obatan

vasoaktif

merupakan

pengobatan

utama

pada

penatalaksanaan gagal jantung


2. Natrium nitraprosida secara intravena melalui infus (harus selalu dipantau
dosisnya).
3. Nitrogliserin
Digitalis
Pemberian digitalis akan membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan adalah peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah,

dan peningkatan diuresis

sehingga akan mengurangi edema.


Keracunan digitalis ditandai dengan anoreksia, mual, dan muntah yang
selanjutnya dapat terjadi perubahan irama, bradikardi, kontraksi ventrikel
premature, bigemini (denyut normal dan premature saling berganti ), dan
takikardia atria proksimal.
Morfin
Morfin dapat diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial,
tetapi hati-hati karena dapat menyebabkan hipotensi dan depresi pernapasan.
10. Strategi menurunkan kejadian rawat ulang 30 hari
Dengan berlakunya sistim jaminan kesehatan nasional saat ini di
Indonesia, maka tatalaksana gagal jantung harus difokuskan juga pada
penurunan kejadian rawat ulang pasien gagal jantung.Usaha ini merupakan hal
yang sangat penting, mengingat tingginya biaya kesehatan yang dikeluarkan
bagi penderita penyakit kardiovaskular, khususnya gagal jantung.

Das könnte Ihnen auch gefallen