Sie sind auf Seite 1von 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kolesterol

2.1.1. Defenisi dan Fungsi Kolesterol


Kolesterol merupakan lipid amfipatik yang penting dalam pengaturan
permeabilitas dan fluiditas membran, dan juga sebagai lapisan luar lipoprotein
plasma (Botham dan Mayes, 2012).
Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol
mempunyai fungsi ganda yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain
membahayakan, bergantung seberapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di
bagian mana (Almatsier, 2009).
Kolesterol merupakan sebuah struktur organik yang mempunyai berat
molekul 386 Da dan memiliki 27 atom karbon, dimana 17 diantaranya tergolong
kepada empat cincin yang tergabung, dua termasuk kepada kelompok metil
bersegi yang lengket pada pertemuan cincin AB dan CD, dan delapan adalah pada
rantai sisi perifer. Kolesterol tersusun oleh karbon hidrogen dan karbon, dengan
kelompok hidroksil soliter berlekatan pada C3. Kolesterol juga hampir jenuh
secara sempurna, memiliki hanya satu ikatan ganda C5 dan C6 (Dominiczak dan
Wallace, 2009).
Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel
dan merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol terdapat dalam
konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol
disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan pembentukan sejumlah
steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal
korteks, estrogen, androgen, dan progesterone. Sebaliknya kolesterol dapat
membahayakan tubuh. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di
dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan
terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung

Universitas Sumatera Utara

koroner dan bila pada pembuluh darah otak penyakit serebrovaskular (Almatsier,
2009).
Sumber dari kolesterol tubuh adalah baik dari sintesis kolesterol pada selsel tubuh, terutama hati, dan juga dari asupan diet terutama produk hewani seperti,
putih telur, daging merah, dan mentega (Sherwood, 2007).

2.1.2. Pengukuran Kadar Kolesterol


Pasien yang akan melakukan pengukuran lipid harus melakukan puasa
dengan rekomendasi 12 jam pada waktu pengambilan sampel darah. Puasa
dibutuhkan dikarenakan kadar trigliserida meningkat dan menurun secara
dramatis pada keadaan post prandial, dan nilai kolesterol LDL dihitung melalui
perhitungan kolesterol serum total dan konsentrasi kolesterol HDL. Perhitungan
ini berdasarkan sebuah rumus yang disebut Friedwald equation, paling akurat
untuk konsentrasi trigliserida dibawah 400 mg/dl. Equasi Friedwald memberikan
perkiraan kadar kolesterol LDL puasa yang umumnya diantara 4 mg/dl dari nilai
sebenarnya ketika konsentrasi trigliserida dibawah 400 mg/dl (Carlson, 2000).
Metode-metode baru untuk secara langsung menghitung LDL telah
dikembangkan. Ketika akurasi, presisi dan harga untuk perhitungan ini bisa
diterima, laboratorium dapat tidak menggunakan lagi equasi Friedewald untuk
perhitungan kolesterol LDL. Namun, konsentrasi trigliserida tetap perlu untuk
dilakukan perhitungan ketika profil lipid ditentukan, sehingga puasa tetap
diperlukan (Carlson, 2000).
Tes yang lebih canggih dari fraksi komposisi lipoprotein yang terisolasi
digunakan pada keadaan tertentu, termasuk rasio kolesterol pada trigliserida.
Pengayaan

VLDL

oleh

kolesteril

ester

terdapat

biasanya

pada

dysbetalipoproteinemia familial yang terdapat pada homozigositas untuk Apo E2. Genotip Apo E dapat ditentukan oleh analisa PCR. Imunoasay yang berguna
secara klinis tersedia untuk Apo B dan Lp(a) (Malloy dan Kane, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Interpretasi Kadar Kolesterol dalam Darah


Tinggi kolesterol dalam darah adalah kondisi dimana terdapat banyak
kolesterol di dalam darah. Semakin tinggi level kolesterol dalam darah, semakin
besar risiko terjadinya PJK dan serangan jantung (National Heart Lung and Blood
Institute, 2011).
Kadar lipid serum normal untuk seseorang belum tentu normal untuk
orang lain yang disertai faktor risiko koroner. National Cholesterol Education
Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) membuat batasan yang dapat
digunakan secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang (Adam,
2006).
Banyak faktor yang mempengaruhi level kolesterol. Sebagai contoh,
setelah menopause, LDL pada wanita biasanya meningkat, dan kolesterol HDL
biasanya menurun. Faktor lain seperti umur, jenis kelamin, diet, dan aktifitas fisik
juga mempengaruhi level kolesterol. Level kolesterol HDL dan LDL yang normal
akan mencegah terbentuknya plak di dinding arteri (National Heart Lung and
Blood Institute, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Klasifikasi kolesterol total , kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida (Adam, 2006).

Klasifikasi kolesterol total , kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida


menurut NCEP-ATP III (mg/dl)
Kolesterol Total
<200

Normal

200-239

Mengkhawatirkan

>240

Tinggi

Kolesterol LDL
<100

Optimal

100-129

Sub Optimal

130-159

Mengkhawatirkan

160-189

Tinggi

>190

Sangat Tinggi

Kolesterol HDL
>60

Tinggi

41-59

Mengkhawatirkan

<40

Rendah

Trigliserida
<150

Normal

150-199

Ambang tinggi

200-499

Tinggi

>500

Sangat Tinggi

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Sindrom Koroner Akut (SKA)

2.2.1. Definisi SKA


Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium (Nawawi, 2006).
SKA adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan
spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST
elevation myocardial infarction/ STEMI) (Departemen Kesehatan, 2006).

Gambar 2.1. Spektrum Sindrom Koroner Akut


(Departemen Kesehatan, 2006)

Universitas Sumatera Utara

APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang


sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis
miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis
adalah NSTEMI; sedangkan bila pertanda biokimia ini tidak meninggi, maka
diagnosis adalah APTS (Departemen Kesehatan, 2006).
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi
total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk
mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri
paling sensitif dan spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan
alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang
bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk
mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang
ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi
pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur
(Departemen Kesehatan, 2006).
Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu proses
berjenjang: dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang itu
terutama dipengaruhi oleh kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya dan
lamanya iskemia miokard berlangsung (Departemen Kesehatan, 2006) .

2.2.2. Sirkulasi Koroner


Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot
jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa
oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang
kecil-kecil (Carleton, 1994).
Arteria koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara
arteria koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava dalam aorta, tepat di atas
katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari: arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria
koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan
arteria sirkumfleksa kiri (Carleton, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan


intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk
percabangan septum yang memasok dua pertiga bagian anterior septum, dan
cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari
ventrikel kiri, permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh
cabang-cabang marginal dari arteria sirkumfleksa.

Gambar 2.2. Anatomi arteri koronaria


(Netter, 2006)
Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara arteria
koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteria koronaria
dekstra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior
ventrikel kiri. Arteria sirkumfleksa sinistra memberikan darah pada atrium kiri
dan dinding posterolateral ventrikel kiri. Arteria desendens anterior kiri
memberikan darah ke dinding depan ventrikel kiri yang massif (Carleton, 1994).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Patogenesis dan Patofisologi SKA


SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat
utama dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta penyakit arteri
perifer. Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang
sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari
aterosklerosis dan trombosis (Departemen Keshatan, 2006).

1. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik)
akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells),
massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan
kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada
lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups
dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil
(Departemen Kesehatan, 2006).
Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerosis dipahami bukan proses
sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi
endotel dan proses inflamas juga berperan penting. Proses pembentukan plak
dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Pada
tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel
darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah (Kleinschmidt, 2006).
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang
peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis (Departemen Kesehatan,
2006). Beberapa faktor resiko koroner akut berperan dalam prosees aterosklerosis,
antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabtes dan merokok (Myrtha, 2012).
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication
pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan
dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak
(fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada
usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada

Universitas Sumatera Utara

pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan


pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel,
mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu
pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti
angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga
tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah
proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil / progresif yang dikenal juga
dengan SKA (Rustika, 2001).
Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum
diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang
besar, kapsula fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan
predisposisi untuk terjadinya ruptur (Myrtha, 2012).

Gambar 2.3. Perjalanan Prosese Aterosklerosis (Initation, Progression, dan


Complication) Pada Plak Aterosklerosis
(Departemen Kesehatan, 2006)
2. Trombosis
Trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang
terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam
trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri,
dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis
vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan
mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet (Departemen

Universitas Sumatera Utara

Kesehatan, 2006). Dari sumber lain di katakan, tedapat 2 macam trombus yang
dapat terbentuk, yaitu trombus putih yang merupakan bekuan kaya trombosit,
trombus ini hanya menybabkan oklusi sebagian. Dan trombus merah yang
merupakan bekuan yang kaya fibrin, terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi
dan penurunan perfusi pada arteri, bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus
putih, menybabkan terjadinya oklusi total (Kumar dan Cannon, 2009)
Komponen- komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah
dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet,
sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah (Ismantri, 2009).
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan
oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak
aterosklerosis yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab
utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisura, atau rupturnya plak aterosklerotik
adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil
(vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang
dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan
angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan
stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan
ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan
(vulnerability) plak (Muchid et al, 2006).

Gambar 2.4. Karakteriskti plak yang rentan/ tidak stabil (vulnerable)


(Departemen Kesehatan, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Erosi, fisura, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam
dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid,
makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan
adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses
trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau
subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak
aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil
dan tidak sampai

menimbulkan kematian jaringan. Trombus

biasanya

transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020


menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh
kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis)
maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus
yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi
menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard
mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI.
Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural (Muchid et al, 2006).
Angina tidak stabil terjadi karena menurunnya perfusi ke jantung (disrupsi
plak menyebabkan terbentuknya trombus dan penurunan perfusi) atau
peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trombus biasanya bersifat
labil dengan oklusi tidak menetap. Pada angina tak stabil, miokardium mengalami
stres tetapi bisa membaik kembali. NSTEMI terjadi bila perfusi miokardium
mengalami disrupsi karena oklusi trombus persisten atau vasospasme. Adanya
trombolisis spontan, berhentinya vasokonstriksi, atau adanya sirkulasi kolateral
membatasi kerusakan miokardium yang terjadi. Sedangkan STEMI terjadi bila
disrupsi plak dan trombosis menyebabkan oklusi total sehingga terjadi iskemia
transmural dan nekrosis (Char, 2004). Pada angina tidak stabil dan NSTEMI,
hanya didapatkan trombus putih. Sedangkan pada STEMI, selain trombus putih,
juga didapatkan trombus merah (Kumar dan Cannon, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Faktor Resiko


Braunwald membagi faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok
besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui
berhubungan dengan proses aterotrombosis. Faktor risiko yang sudah kita kenal
antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik,
dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi.
Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, homocystein dan
Lipoprotein(a) (Ridker dan Libby, 2007).
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang
tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan
antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih
panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Santoso dan Stiawan,
2005).
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar
lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi
lemak jenuh, kolesterol, dan kalori (Santoso, 2005).
SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun
begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit
tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun
untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit kardiovaskuler.
Penyakit kardiovaskuler mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda
(Wiliam et al, 2007).

2.3.

Kolesterol dan Sindrom Koroner Akut


Hiperkolesterolemi adalah peninggian kadar kolesterol di dalam darah.

Kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan problema yang serius karena
merupakan salah satu faktor risiko yang paling utama untuk terjadinya penyakit
jantung koroner di samping faktor lainnya yaitu tekanan darah tinggi dan merokok

Universitas Sumatera Utara

(Ganong, 2002).
Karena kadar kolesterol yang tinggi dapat mengganggu kesehatan bahkan
mengancam kehidupan manusia maka perlu kiranya dilakukan penanggulangan
untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Salah satu usaha yang paling baik
adalah menjaga agar makanan yang kita makan sehari-hari rendah kolesterol
(Anwar, 2004).

2.3.1. Hubungan Peningkatan Kadar Kolesterol dengan SKA


Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah arteri, sehingga lubang dari pembuluh darah tersebut
menyempit, proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini
akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga
aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen (O2)
ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan fungsi otot
jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan otot jantung
menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian (Anwar, 2004).
Pada setiap saat, kecukupan aliran darah koroner adalah relatif terhadap
kebutuhan O2. Namun, pada penyakit arteri koroner aliran darah koroner mungkin
tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan O2. Kecepatan aliran darah koroner
tertentu mungkin adekuat pada keadaan istirahar, tetapi menjadi tidak menjadi
adekuat pada peningkatan aktivitas fisik atau stress (Sherwood,2001).
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan risiko
terjadinya ateroslerosis akan meningkat bila kadar kolesterol darah meninggi.
Telah dibuktikan pula bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol darah seperti
juga halnya menurunkan tekanan darah tinggi dan menghindarkan rokok dapat
mengurangi risiko tersebut. Faktor risiko lainnya di samping kadar kolesterol
darah yang tinggi, tekanan darah tinggi dan merokok adalah adanya riwayat PJK
dalam keluarga pada umur < 55 tahun, penyakit gula, penyakit pembuluh darah,
kegemukan dan jenis kelamin laki-laki (Anwar, 2004).
Meskipun peningkatan kadar kolesterol plasma diyakini merupakan faktor
utama yang mendorong aterosklerosis, kini diakui bahwa trigliserol juga

Universitas Sumatera Utara

merupakan suatu faktor resiko yang berdiri sendiri (Botham, 2012).

2.3.2. Interpretasi Hasil Laboratorium Pemeriksaan Kolesterol Berhubungan


dengan SKA
Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh masuknya makanan ke dalam
tubuh (diet). Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol
darah di samping diet adalah keturunan umur dan jenis kelamin stress, alkohol
dan exercise. Beberapa parameter yang dapat dipakai untuk mengetahui adanya
risiko SKA dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah :

1. Kolesterol Total
Kadar kolesterol total darah yang sebaiknya adalah < 200mg/dl, bila >200
mg/dl berarti risiko meningkat. Bila kadar kolesterol darah berkisar antara 200239 mg/dl, tetapi tidak ada faktor risiko lainnya, maka biasanya tidak perlu
penanggulangan yang serius. Akan tetapi bila dengan kadar tersebut didapatkan 2
faktor risiko lainnya, maka perlu pengobatan yang intensif seperti halnya
penderita dengan kadar kolesterol yang tinggi atau >240 mg/dl (Anwar, 2004).
Perubahan asupan asam-asam lemak dri makanan dapat mengubah kadar
kolesterol darah total dengan mempengaruhi satu atau lebih mekanisme yang
melibatkan keseimbangan kolesterol. Kadar kolesterol darah cenderung
meningkat oleh ingesti asam-asam lemak jenuh yang terutam terdapat di lemak
hewan dan minyak tumbuhan tropis. Asam-asam lemak ini merangsang sintesis
kolesterol dan menghambat perubahannya menjadi garam-garam empedu
(Sherwood, 2001).

2. LDL Kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol), karena kadar LDL
kolesterol yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.
Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai petunjuk untuk mengetahui risiko SKA

Universitas Sumatera Utara

daripada kadar kolesterol total saja. Kadar LDL kolesterol > 130 mg/dl akan
meningkatkan risiko. Kadar LDL kolesterol yang tinggi ini dapat diturunkan
dengan diet (Anwar, 2004).
Bukti yang mengisyaratkan bahwa kecenderungan mengalami aterosklerosis
secara bermakna meningkat jika kadar LDL meningkat. Pada salah satu penyakit
herediter, para pengidapnya tidak memiliki gen untuk membentuik protein
reseptor LDL. Karena sel-sel mereka tdiak dapat menyerap LDL dari darah.
Konsentrasi lipoprotein yang banyak mengandung kolesterol ini sangat meningkat
( Sherwood, 2001).

3. HDL Kolesterol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol), karena mengangkut
kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah
penebalan

dinding

pembuluh

darah

atau

mencegah

terjadinya

proses

aterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar resiko
(Wardani, 2011).
Juga terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dengan penyakit
jantung koroner sehungga rasio kolesterol LDL : HDL merupakan parameter
prediktif yang penting (Botham, 2009). Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan
dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok
(Anwar, 2004).
Beberapa faktor yang diketahui untuk menurunkan kadar aterosklerosis
dapat dikaitakan dengan kadar HDL. Sebagai contoh, merokok menurunkan kadar
HDL, dan kadar HDL lebih tinggi pada individu yang berolahraga secara teratur.
Selain itu wanita pramenopause, yang insidens penyakit jantung aterosklerotiknya
lebih rendah daripada pria berusia setara, memiliki konsentrasi HDl yang lebih
tinggi, mungkin karena pengaruh hormon seks wanita, estrogen. Setelah produksi
estrogen berhenti saat menopause, insiden penyakit jantung pada wanita setara
dengan insiden pada pria (Sherwood, 2001).

Universitas Sumatera Utara

4. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol


Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya <4,6 pada laki-laki dan
<4,0 pada perempuan. Makin tinggi rasio kolesterol total: HDL kolesterol, makin
meningkat resiko (Ismantri, 2009).
Pada beberapa orang dengan kadar kolesterol total yang normal, dapat
menderita SKA juga jika ternyata didapatkan rasio kolesterol total: HDL
kolesterol yg meninggi. Sebagai contoh penderita dengan kolesterol total 140-185
mg/dl, HDL kolesterol 20-22 mg/dl, maka rasio kolesterol total: HDL kolesterol >
7. Jadi tidak hanya kadar kolesterol total yang meninggi saja yang berbahaya,
akan tetapi rasio kolesterol total: HDL kolesterol yang meninggi juga merupakan
faktor risiko (Anwar, 2004). Pada kenyataannya prediktor yang lebih akurat untuk
resiko timbulnya arterosklerosis adalah rasio kolesterol HDL / kolesterol total
darah. Semakin tinggi konsentrasi kolesterol HDL dalam kaitannya dengan kadar
kolesterol darah total, semakin kecil resiko (Sherwood, 2001).

5. Kadar Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan
berbagai organ dalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia trigliserida merupakan
substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam lemak. Trigliserida
dalam tubuh digunakan untuk menyediakan energi berbagai proses metabolisme.
Fungsi lipid ini mempunyai peranan yang hampir sama dengan karbohidrat yaitu
memberi energi untuk tubuh (Guyton dan Hall, 2007).
Trigliserid merupakan lemak di dalam tubuh yang terdiri dari 3 jenis lemak
yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda. Kadar
trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko. Kadar trigliserida perlu diperiksa
pada keadaan sebagai berikut yaitu bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, ada
PJK, ada keluarga yang menderita PJK <55 tahun, ada riwayat keluarga dengan
kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas (Anwar, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Profil lemak yang normal adalah sebagai berikut, kadar kolesterol darah
dibawah 200 mg/dl, kadar kolesterol LDL dibawah 150 mg/dl, kadar kolesterol
HDL diatas 35 mg/dl, dan kadar trigliserida dibawah 200 mg/dl. Hal yang juga
tidak kalah pentingnya adalah rasio kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang
kurang dari 3,5. Kadar kolesterol HDL yang rendah seringkali dijumpai
bersamaan dengan kadar trigliserida yang tinggi Jika kadar kolesterol total kurang
dari 200 mg/dl, maka seseorang dikatakan beresiko rendah terhadap penyakit
jantung. Sementara total kolesterol antara 200-239 mg/dl, maka dia beresiko
terserang penyakit jantung, dan jika total kolesterol lebih dari 240 mg/dl, maka
termasuk yang beresiko tinggi terhadap penyakit jantung. Kolesterol low density
lipoprotein cholesterol (LDL) yang merupakan kolesterol buruk harus diturunkan
kadarnya dengan diet rendah kolesterol. Hal ini misalnya, mengurangi kuning
telur, jeroan, udang, dan goreng-gorengan. Sebaliknya kolesterol baik atau high
density lipoprotein cholesterol (HDL) justru ditingkatkan kadarnya dengan cara
berolahraga, berhenti merokok, makan ikan laut, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Das könnte Ihnen auch gefallen