PEMBUATAN DEM DARI SUMBER DATA CITRA ASTER
Djurdjani! dan Rochmad Muryamto”
ABSTRACT
Currently, a number natural resource satellites having various spatial resolutions have been taunched. One of them is
EQS AM-1 (Terra) satellite that carries ASTER sensor having 15 m spatial resolution. It has capability to record the same
area from different exposure station alang satellite orbit, 50 that it can produce stereoscopic model and provide height
information, This paper will evaluate the accuracy of height information provided by ASTER image. Parallax differences
of conjugate points concept was implemented to determine height data. While conjugate points were determined using one
of the area based image matching techniques called cross-correlation approach. The computed height furthermore were
compared to the observed height from 1:25000 topographic map. A pair of ASTER images covering part of the Tuban area
was used in this investigation. By using 150 sample points, it provides 8,8 m RMS of the height differences.
Key words : DEM, ASTER, parallax differences, cross correlation
PENDAHULUAN
DEM (Digital Elevation Model) merupakan
bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara
digital. Dilihat dari distribusi tik yang mewakili
bentuk permukaan bumi dapat dibedakan dalam
bentuk teratur, semi teratur dan acak. Sedangkan
dilihat dari teknik pengumpulan datanya dapat
dibedakan dalam pengukuran secara langsung pada
objek (terestris), pengukuran pada model objek
(fotogrametris) din dari sumber data peta analog
(digitasi) (Djurdjani, 1999).
Teknik yang kedua, pengukuran pada model
obyek, dapat dilakukan seandainya dari citra yang
dimiliki bisa direkonstruksi dalam bentuk model
setereo. Ini dapat diwujudkan seandainya tersedia
sepasang citra yang mencakup wilayah yang sama
Saat ini salah satu satelit yang mampu menghasitkan
citra yang overlap adalah satelite EOS AM-1 (terra)
yang memiliki sensor ASTER (Advanced Spaceborne
Thermal Emission and Reflection Radiometer). Satelit
EOS AM-\ dapat mengindra area yang sama pada
jalur orbit, sehingga selang waktu yang dibutuhkan
sangat pendek. Ini memberikan keuntungan untuk
tidak “banyak terjadi perubahan dari obyek di
permukaan bumi.
Penelitian ini akan mengevaluasi ketelitian data
ketinggian yang dihasilkan dari citra. ASTER
‘menggunakan pendekatan beda paralaks. Teknik yang
digunakan untuk menentukan titik yang bersesuaian
pada citra yang overlap adalah teknik korelasi silang,
Ketinggian yang dipeoleh dari citra ASTER akan
dibandingkan dengan ketinggian titik yang sama
diukur pada peta topografi skala 1:25000.
Karakteristik Citra Aster
ASTER merupakan salah satu sensor yang
dipasang di EOS AM-1 (Terra). Sensor ini
menggunakan panjang gelombang 0,5 ~ 2,5 um. dan 8
= 12um.
ASTER terdiri atas tiga buah subsistem, yaitu:
Visible and Near-Infrared Radiometer (VNIR), yang
memiliki 3 band dengan resolusi spasial 15 meter;
Shortwave Infrared Radiometer (SWIR) yang
memiliki 6 band dengan resolusi spasial 30 meter; dan
Thermal Infrared Radiometer (TIR) yang mewiliki 5
band dengan resolusi spasial 90 meter. Satu scene
penuh dari citra ASTER meliputi daerah berukuran
sekitar 60 km x 60 km.
Citra ASTER memiliki kemampuan stereoskopis
pada arah jalur orbit (along track) karena dimilikinya
sebuah sensor pada arah vertikal (nadir looking) dan
sebuah sensor pada arsh miring ke belakang arah
terbang sebesar 27,6° tethadap vertikal (backward
looking) dengan perbandingan jarak basis terhadap
ketinggian terbang (B/H ratio) sebesar 0,6. Data yang
dihasilkan oleh kedua sensor yang bekerja pada
daerah gelombang tampak dan infra merah dekat
(subsistem VNIR) ini ditekam dalam band 3 pada tiap
citra, yaitu pada band 3N (band 3 nadir) dan band 3B
{band 3 backward)..
"Tr. Djurdjani MS., MEng Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM_
? Tr. Rochmad Muryamto MEngSc Staf Pengajar Jucusan Teknik Geodesi FT-UGM.
10 MEDIA TEKNIK No.3 Tahun XVII Edisi Agustus 2005 No.ISSN 0216-3012ws =,
as Be
‘renco scene
Gambar 1. Geometri citra ASTER. (Lang, 1999)
Pada produk citra ASTER dikenal adanya produk
Tevel IA. dan 1B. Pada level 1A, citra belum
dikoreksi secara geometris maupun radiometris, tetapi
parameter-parameter untuk —melakukan _ koreksi-
koreksi tersebut telah disediakan. Sedangkan pada
level: 1B, citra sudah dikoreksi menggunakan data
citra dari Level 1A dengan parameter-parameter
koreksi yang juga terdapat pada level 1A.
‘Teknik Korelasi Silang
Untuk mendapatkan koordinat titik yang
bersesuaian pada kedua band, digunakan_ teknik
korelasi silang. Korelasi silang adalah algoritma untuk
menentukan okasi bagian-bagian dari citra
berdasarkan kesamaan tingkat keabuan, Sebuah titik
referensi ditentukan pada citra referensi, dan titik yang,
bersesuaian dicari pada citra pencarian. Untuk
Keperluan itu, citra referensi digerakkan pada citra
pencarian, dan posisi dari kesamaan maksimum dari
BAND 3N
daerah sasaran
piksel yang dicari
pasengannya
daerah selidik—
[asian petro
tingkat keabuan dapat dicari: Pada setiap posisi dari
citra referensi dalam citra pencarian, sebuah nilai
kesamaan, yaitu koefisien korelasi silang dari tingkat-
tingkat keabuan, dihitung (Rottensteiner, 2001),
Pencarian piksel yang bersesuaian pada kedua
band dilakukan dengan membentuk daerah selidik dan
daerah sasaran. Pada piksel yang akan dicari
pasangannya dibentuk sebuah daerah sasaran dengan
ukuran tertentu dengan titik tersebut sebagai pusatnya,
misalnya 3 x 3, 5 x 5, atau lebih besar lagi. Pada citra
band 3B dibentuk daerah selidik dengan ukuran yang
lebih besar dari daerah sasaran, Untuk tiap piksel pada
daerah selidik, dibentuk daerah sasaran dengan piksel
yang bersangkutan sebagai titik pusat. Kemudian,
dihitung nilai korelasi antara daerah sasaran pada citra
band 3N dengan daerah sasaran pada citra band 3B.
Proses ini diulang untuk tiap piksel pada daerah
selidik, dengan demikian diperoleh nilai korelasi
untuk tiap piksel pada daerah selidik tersebut. Rumus
ynag digunakan dinyatakan dalam persamaan 1.1
(Rottensteiner, 2001).
LE Sa lPagy) “Pal
aint
dalam hal ini :
3: koefisien korelasi
ey) ‘ derajat Keabuan untuk piksel yang mempunyai
koordinat (x, y) pada citra pertama,
hy) : derajat keabuan untuk piksel yang mempunyai
koordinat (x, y) pada citra kedua.
2m dan hy: rerata nilai keabuan piksel dalam luasan
jendela citra pertama dan citra kedua.
BAND 38.
bersesuaian
i daerah sasaran
Gambar 2. Korelasi silang 2 dimensi
MEDIA TEKNIK No.3 Tahun XXVII Edisi Agustus 2005 No.ISSN 0216-3012 rvUntuk mendapatkan ketelitian sub-piksel, maka
piksel dengan nilai korelasi terbesar dijadikan pusat
dari sebuah daerah interpolasi berukuran 3 x 3 piksel.
Nilai koordinat piksel dan nilai korelasi, untuk tiap
piksel pada daerah tersebut digunakan untuk
menghitung parameter dari suatu fungsi_ permukaan
kuadratis.
S =a, +axta,yta,xytax>+a;y? (1.2)
Setelah’ parameter fungsi permukaan kuadratis
tersebut dihitung dengan menggunakan hitung kuadrat
terkecil dengan persamaan I-2 sebagai pérsamaan
observasi, maka dapat dihitung nilai koordinat piksel
yang memiliki nilai korelasi yang maksimum dari
derivatif pertama dari fungsi permukaan kuadratis
dengan menggunakan persamaan 1-3, dengan
demikian, ketelitian sub-piksel dapat diketahui.
Ketilitian metode estimasi sub-piksel ini secara
empiris diperoleh sekitar_ 0.2 - 0.3 _piksel.
(Rottensteiner, 2001).
05
ax |_(4 2a x, 0
Be a[S |fAte asf Fm) (3)
LY az) (4s 2s) \ Yo ) (0
oy
Penghitungan Elevasi
Beda koordinat pada komponen sumbu y adalah
beda paralaks pada sumbu y, sedangkan beda
koordinat pada komponen sumbu x adalah beda
paralaks pada sumbu x. Koordinat x dan y dalam
sistem koordinat citra, merupakan sistem Koordinat
tangan kiri, dengan sumbu y sejajar arah orbit.
Beda tinggi dapat diketahui berdasarkan besar
paralaks dan perbandingan antara basis citra terhadap
tinggi terbang (B/H ratio). B/H ratio dari citra ASTER
adalah sebesar 0,6. Hubungan matematis dari paralaks
dan beda tinggi ditunjukkan dalam persamaan berikut:
(4)
(1.5)
(1.6)
Gambar 3. Penentuan elevasi berdasarkan paralaks
pada citra ASTER. (Lang, 1999)
PELAKSANAAN PENELITIAN
Materi Penelitian
‘Materi yang dipergunakan dalam penelitian ini
derupa : Satu scene citra ASTER level 1B tahun 2000
dalam format EOS-HDF yang meliputi daerah Tuban
dan sekitarnya. Citra ini diperoleh dari LP-DAAC
NASA, Amerika Serikat dan Peta rupabumi daerah
Parengan, Tuban, skala 1:25.000 tahun 1996. Peta ini
diperoleh dari. Pusat Informasi_ Kebumian
Bakosurtanal.
Alat Penelitian
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian
terdiri atas perangkat keras komputer dan perangkat
lunak IDL/ENVI dan bahasa pemrograman Delphi 7,
Alur Penelitian
Pada tahap persiapan dilakukan pemilihan daerah
penelitian. Wilayah yang dipilih seluas sekitar 15 km
x 15 km. Wilayah tercakup dalam satu lembar peta
topografi skala 1:25 000.
Tahap pertama adalah identifikasi titik kontrol
tanah untuk transformasi dan titik sample/titik cek
untuk evaluasi tinggi. Titik tersebut dipilih di daerah
yang mudah diidentifikasi di atas citra maupun di peta
topografi. Dari hasil identifikasi diperoleh 11 titik
kontrol dan 150 titik cek. Untuk mempermudah
identifikasi dan pengukuran koordinat serta elevasi
titik cek, maka peta topografi di-scan sehingg?
diperoleh dalam format digital. Pengukuran koordinat
dilakukan dengan perangkat lunak ENVI. Titik tinggi
12 MEDIA TEKNIK No.3 Tahun XXVIII Edisi Agustus 2005 No.ISSN 0216-3012iperoleh dengan cara interpolasi linear dari garis
ketinggian
Tahap selanjutnya adalah penyusunan program
penentuan tik yang bersesuaian dan program
pethitungan elevasi, Program disusun dengan
menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7.
Sebelum melakukan pengukuran pada citra,
maka citra band 3 N di registrasikan dengan peta
topografi. Sedangkan untuk mengurangi paralaks y
dilakukan regristasi, dari citra band 3B ke band 3 N
dengan menggunakan 11 titik kontrol.
Untuk mendapatkan koordinat titik-titik yang
bersesuaian pada band 3N dan band 3B dipergunakan
program korelasi silang. Untuk mempermudah proses
arian maka ditentukan terlebih dahulu paralaks
pendekatan dari kedua band tersebut.
Berdasar koordinat fasil penentuan dengan
korelasi silang, clevasi dari tititik tersebut dapat
diperoleh dengan menggunakan rumus paralaks. Hasil
pethitungan clevasi awal ini masih memperlihatkan
adanya noise yang berupa ketinggian yang ekstrim
dibandingkan dengan ketinggian di sekitarnya. Noise
ini disebabkan kegagalan korelasi silang. Noise
dihilangkan dengan menggunakan ‘filtering dan
pendekatan penyaringan data berdasar simpangan
kesalahan dan simpangari baku kesalahan.. Nilai ”
barunya diteptukan berdasar algoritma filter median.
Proses deteksi dan eliminasi- noise dapat
dilakukan beberapa kali, sampai diperkirakan
sebagian besar noise telah hilang. Namun,” perlu
diperhatikan bahwa semakin banyak dilakukan noise
filtering, maka akan terjadi penghalusan permukaan
model ‘yang berlebihan sehingga detil model akan
berkurang.
Ketinggian yang dihasilkan masih bersifat relatif,
karena itu dilakukan translasi_ untuk membawa dari
sistem ketinggian Iokal ke sistem ketinggian yang
sama dengan peta topografi. Translasi ketinggian
dilakukan dengan menggunakan beberapa titik ikat
Selanjutnya ketinggian dari 150 titik sample dapat
ditentukan “berdasar parameter terhitung, Untuk
selanjutnya Ketinggian tititk tersebut di bandingkan
dengan titik hasil pengamatan langsung di atas peta
topograti.
Hasil model data ketinggian disajikan dalam
bentuk 3 demensi dengan menggunakan perangkat
lunak ENVE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses registrasi yang dilakukan dengan
Menggunakan transformast polinomial orde 1, atas
4dasar pertimbangan kesederhanaan dan kestabilan ,
Melibatkan 11 titik ikat. Parameter transformasi yang,
dihasitkan disajikan pada tabel 1:
Tabel 1. Nilai parameter transformasi polinomial
satu dimensi
(X =atbxtcytdry)
2.67893803704283
10006005 1426216
3.20863857083964E-5
-2.48581057937097E-6
Nilai:simpangan baku transformasi polinomial orde
satu meminimalisasi paralaks-x pada citra sebesar
0,326 meter. Nilai parameter transformasi ini
digunakan untuk menghitung nilai absis pusat jendela
korelasi.
Ukuran horisontal daerah selidik maupun daerah
sasaran pada korelasi silang dibatasi sebesar 3 piksel.
Titik yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan
antara’ ukuran daerah sasaran dengan ketelitian
korelasi_ dipilih pada tempat-fempat yang
kenampakannya cukup.tegas (distinct features) , dan
tersebar merata di seluruh citra.
Tabel 2. Pengaruh ukuran daerah sasaran terhadap
ketelitian korelasi otomatis.
x0} a] un] vo]
1
B
5
7
19
21
v2] ua] uo]us] ual uo] uo] us| ua] us
efrfro}—|—lofolalals
5] 2] 20] a] os}un] | e9] 29] —
Dari tabel 2 dapat disimputkan bahwa daerah
sasaran yang terlalu kecil akan memberikan hasil yang
tidak memuaskan. Selain menurunkan kualitas hasil
korelasi otomatis, ukuran daerah yang besar akan
membutuhkan waktu pemrosesan yang lebih lama.
Berdasarkan Tabel 2, ukuran daerah sasaran yang
optimal adalah 13 dan 15 piksel. . Dengan
mempertimbangkan efisiensi_ waktu pemrosesan,
maka untuk daerah sasaran dipilih ukuran 3 x 13
iksel.
Untuk membuang atau meminimalisasi adanya
noise pada model ketinggian digital, maka diperlukan
proses filtering noise. Proses ini mempunyai
parameter-parameter sebagai berikut:
a. Ukuran jendela filter.
MEDIA TEKNIK No.3 Tahun XXVII Edisi Agustus 2005 No.ISSN 0216-3012 13b. Ambang batas (dalam satuan 0) untuk mendeteksi
noise.
cc. Jumlah perlakuan noise filtering.
Untuk mengetahui pengaruh ukuran jendela filter
maka dilakukan uji coba pada sebuah citra ber-noise
dengan menggunakan berbagai ukuran jendela filter
dan tingkat ambang batas.
Dari hasil percobaan secara empiris dapat
disimpotkan bahwa semakin tinggi tingkat
ketidakpastian maka semakin sedikit noise yang
berhasil difilter. Sedangkan ukuran jendela filter akan
mempengarubi ukuran luas maksimum noise-cluster
yang bisa difilter. Semakin besar ukuran jendela filter,
maka semakin besar pula ukuran noise-cluster: yang
bisa dieliminasi, Namun demikian, semakin besar
ukuran jendela filter, semakin Jama pula waktu yang
diperlukan untuk melakukan proses filtering Oleh
karena ity, ukuran jendela filter, threshold, serta
jumlah pengulangan proses sangat tergantung dari
karakteristik masing-masing model permukaan digital.
Berdasarkan hasil uji coba maka untuk kasus
noise filteting model permukaan digital daerah
Parengan dengan resolusi model 15 meter, ukuran
jendela filter ditentukan sebesar 19 x 19 piksel,
dengan threshold sebesar 2c. Noise-cluster yang ada
pada model rata-rata berukuran sekitar 15 x 15 piksel.
Dengan menggunakan . parameter noise-filtering
tersebut, hampir semua noise yang tampak secara
visual dapat dieliminasi, kecuali pada beberapa daerah
yang mempunyai noise cluster.
Koreksi elevasi dilakukan dengan menggunakan titik
sample sebanyak 11 GCP. Nilai simpangan baku
transformasi linier satu dimensi untuk melakukan
koreksi elevasi sebesar 6,254 meter.
‘Untuk mengetahui Ketelitian ketinggian yang
dibasilkan maka ketinggian hasil _perhitungan
dibandingkan dengan ketinggian hasil pengamatan
langsung di atas peta topografi. Hasil perbandingan
menunjukkaa bahwa RMS simpangan baku sebesar
8,8 m. Distribusi dari perbedaan ; ketinggian
ditunjukkan pada Gambar 4.
‘Mengacu pada ketentuan ketelitian baku dari
peta topografi (menurut United States National Map
Accuracy Standards, 1947) wetuk komponen vertikal
adalah sekurang-kurangnya 90% dari titik yang diteliti
harus mempunyai kesalahan kurang dari 0,5 kali
interval kontur pada peta.
Dengan RMSEz, model sebesar 8,8 meter dapat
ditentukan bahwa pada tingkat kepercayaan 90%,
ketelitian elevasi model adalah sebesar 1,6449 x 8,8
meter atau 14,5 meter. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model permukaan digital hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk pembuatan peta
* topografi skala 1:100.000 atau lebih kecil lagi dan
mungkin ditingkatkan ke skala 1:50.000.
40 95 80 25 -20 15 10 5 0
5 10 15 2 2 30 35 40 More |
Selisin Elevasl (meter) |
Gambar 4. Selisih elevasi titik cek pada model terhadap elevasi titik cek pada peta rupabumi
4 MEDIA TEKNIK No.3 Tahun XVII Edisi Agustus 2005 No.ISSN 0216-3012KESIMPULAN
Ketelitian data ketinggian yang dihasilkan dari
citta ASTER sebesar 8,8 m. Sehingga hasil yang
diperoleh bisa digunakan “untuk pembuatan peta
topografi_skala 1:100,000 atau lebih kecil dan
< mungkin ditingkatkan ke skala 1:50,000.
DAFTAR PUSTAKA
Knonim, 2002, ASTER Imagery Information and
Price List, Geoimage Pty. Ltd, Brisbane.
ASTER Science Team, 2001, ASTER User’s Guide,
Earth Remote Sensing Data Analysis Center,
Sioux Falls.
ASTER Science Team, 1996, Algorithm Theoretical
Basis Document for ASTER Level-1 Data
Processing, NASA Jet Propulsion Laboratory,
Pasadena.
Djurdjani, 1999, Model Permukaan Digital, Jurusan
Teknik Geodesi FT-UGM, Yogyakarta.
Lang, H.R. Roy Welch, 1999, Algorithm
Theoretical Basis Document for ASTER Digital
Elevation Models, NASA Jet Propulsion
Laboratory, Pasadena.
Rottensteiner, Franz, 2001, Raster Based Matching
Techniques, www.ipf.tuwien.ac.at
SHADED RELIEF
(sun azimuth 45°, elevation 55°)
MEDIA TEKNIK No.3 Tahun XXVII Edisi Agustus 2005 No.ISSN 0216-3012 15