Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
The era of reformation in Indonesia was supposedly articulated with the pluralism of the
society. Sadly, many cases regarding religious and ethnic conflicts pronounced the opposite,
whereas pluralism and religious tolerance were two of the main characters of the nation since the
days of the ancestors. The legacy of those two characters is actually able to be observed through
cultural heritage, as a messenger from the past. This study examines one aspect of the practice of
religious tolerance, which recorded in the ancient inscriptions from 8th to 11th AD., which
selected through purposive sampling procedure. The aforementioned aspect was regarding the
important role of ancient vihra as a symbol of religious tolerance in society. Such role was the
impact of its functions, which are different with todays modern function. This information on the
function and role of the vihra in ancient Java is provided to support modern Indonesian society
to understand their material cultural heritage.
Keywords: vihra, ancient Java, inscription
ABSTRAK
Semangat pluralisme yang didengungkan sebagai nafas era reformasi pada kenyataannya
justru berbanding terbalik dengan munculnya konflik-konflik agama dan etnis di beberapa daerah
di Indonesia. Padahal, pluralisme dan toleransi antar umat beragama telah menjadi karakter bangsa
ini sejak masa nenek moyang. Pelajaran tentang toleransi tersebut sesungguhnya dapat diperoleh
melalui pemahaman tentang tinggalan budaya yang sebenarnya merupakan pembawa pesan dari
masa lalu. Penelitian ini menelusuri bentuk-bentuk toleransi beragama yang terekam di dalam
prasasti-prasasti masa Jawa Kuna dari abad VIII-XI M. Berdasarkan sumber prasasti yang dipilih
dengan teknik purposive sampling, diperoleh gambaran tentang vihra sebagai salah satu institusi
yang memiliki peran penting sebagai simbol toleransi beragama dalam masyarakat. Hal tersebut
tidak terlepas dari fungsi vihra di dalam masyarakat pada masa tersebut, yang berbeda dengan
pemahaman masyarakat modern tentang fungsinya saat ini. Penyajian informasi tentang fungsi dan
peran vihra pada masa Jawa Kuna merupakan salah satu upaya agar masyarakat modern lebih
memahami pentingnya tinggalan budaya materi warisan nenek moyang kita.
Kata kunci: vihra, Jawa Kuna, prasasti.
Tanggal masuk : 12 Maret 2015
Tanggal diterima : 02 November 2015
Artikel ini disusun berdasarkan bagian kecil dari skripsi sarjana Jurusan Arkeologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (2009) yang telah direvisi dengan
referensi-referensi baru.
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
117
PENDAHULUAN
Berbagai kasus kekerasan
terhadap suatu umat beragama
tertentu oleh umat beragama lainnya
hingga saat ini masih sering ditemui
dalam
masyarakat
Indonesia
(Sudjangi 2002; Tim Puslitbang
Kehidupan Beragama 2006; Tim
Peneliti 2001). Toleransi beragama
nampaknya masih terbatas pada
bagian dari semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, tanpa dihayati secara
menyeluruh dalam kehidupan seharihari. Kemajemukan bangsa ini belum
sepenuhnya
dipandang
sebagai
sebuah kekayaan bersama, justru
seringkali menjadi topik sensitif yang
mudah untuk diprovokasi menjadi
konflik. Kondisi tersebut salah
satunya dikarenakan belum banyak
masyarakat
modern
yang
menghargai sejarah panjang bangsa
ini.
Padahal,
sejarah
bangsa
merupakan faktor penting pembentuk
jati diri bangsa Indonesia yang
mampu menunjukkan ciri khas
kekuatan dan keunikan kita di antara
bangsa-bangsa
lain.
Kurangnya
pemahaman
terhadap
sejarah
menjadikan
banyak
anggota
masyarakat
cenderung
untuk
mengaplikasikan pola-pola pemikiran
modern yang belum tentu sesuai
dengan
konteks
kebudayaan
Indonesia.
Kurangnya apresiasi terhadap
sejarah bangsa salah satunya
ditunjukkan dengan masih sedikitnya
minat masyarakat luas terhadap
tinggalan-tinggalan budaya materi
dari
masa
lampau.
Berbagai
tinggalan budaya materi sejauh ini
masih sebatas dijadikan objek wisata
minat khusus. Meskipun ketertarikan
masyarakat untuk berwisata budaya
merupakan langkah awal yang baik
untuk
menumbuhkan
kecintaan
terhadap sejarah bangsa, masih
diperlukan pemahaman yang lebih
118
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
119
120
Buddha
di
Agama
Buddha
awalnya
merupakan sebuah filosofi hidup
yang muncul pada abad ke-6 SM di
daerah Nepal. Filosofi tersebut
dicetuskan
oleh
akyamuni
Gautama, yang kemudian dikenal
sebagai Sang Buddha, setelah
berhasil
mencapai
pencerahan.
Filosofi tersebut diajarkan oleh Sang
Buddha dalam bentuk dharmma
(ajaran Buddha). Inti ajaran dharmma
adalah pelepasan diri dari sengsara
karena terlahirkan kembali (samsara)
dan mencapai tingkat terbebas dari
siklus reinkarnasi (nirvna). Ajaran
Sang Buddha tersebut kemudian
tersebar luas ke berbagai daerah.
Setelah sampai di India filosofi hidup
tersebut berkembang, dan kemudian
pada sekitar abad I SM berubah
menjadi sebuah doktrin religius dan
menempatkan Sang Buddha pada
posisi dewa seperti dewa-dewa
dalam pantheon Hindu (Louis 1995,
17). Para pemeluk agama Buddha
terdiri dari golongan agamawan, yaitu
para bhiksu/bhiksuni dan golongan
awam yaitu para upsaka/upsika
(Robinson dan Johnson 1977, 56).
Para bhiksu adalah orang-orang yang
meninggalkan masyarakat ramai dan
keduniawian, hidup bersama dalam
biara, serta menjalankan daaila.
Para upsaka/upsika adalah orangorang yang hidup sebagai anggota
masyarakat biasa. Perkumpulan para
bhiksu disebut sagha (Soekmono
1973, 22). Para pemeluk agama
Buddha harus memiliki kepercayaan
kepada Triratna yang terdiri dari
Buddha, Dharmma, dan Sagha
(Robinson dan Johnson 1977, 56).
Agama Buddha datang ke
Indonesia pada abad V M (Damais
1995, 85). Pada masa yang kurang
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
121
122
TAHUN(M)
NAMA VIHRA
DAERAH SMA
778
Vihra i Kalasa
Wanua Kalasa
Abhayagirivihra
792
Vihra Abhayagiri
Tidak disebutkan
Kayumwungan
824
Vihra
Tidak disebutkan
Abhayananda
826
Wihra Abhayananda
Sawa 4 tampa
Kui
840
Kui
Lma Waharu
Wayuku
854
Wihra Abhayananda
Sawa i wanua
Wayuku
Wihra
874
Wihra
Tidak disebutkan
Salimar IV
880
Wihra i Kandang
Tidak disebutkan
Kalirungan
883
Wihra i Kalirungan
Wanua Kalirungan
Munggu Antan
887
Wihra i Gusali
Poh
905
Wihra waitanning
hawan
Wanua Wrang
Palepangan
906
Wanua Srngan
Sangsang
907
Wihra i Hujung
Galuh
Wanua Sangsang
Wukajana
Bihra i Dalinan
Wanua Wukajana,
Tumpang, Wuru Tlu
Guntur
907
Wihra i Garung
Wanua Guntur
908
Bihra i Pikatan
Sawa i wanuaTngah
Wutit
Piling- Piling
Wihra?
Tidak disebutkan
Wurudu Kidul A
922
Wihra i Halaran
Tidak disebutkan
Hara-Hara
966
Kelagn
1037
Wihra
NAMA PRASASTI
Kalasan
Wanua Wutit
Sawa
Tidak disebutkan
penetapan
sma
vihra.
Prasasti
yang
termasuk
kelompok ini adalah prasasti
Kalasan 778 M, prasasti
Abhayagirivihra
792
M,
prasasti
Kayumwungan
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
123
124
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
125
telah
dilakukan
sebelumnya.
Casparis
(1965,
187-191),
berdasarkan analisis terhadap isi
prasasti
Plaosan
Lor,
mengungkapkan bahwa Buddhisme
Mahyna
mencapai
puncak
perkembangannya pada pertengahan
abad IX M. Demikian pula perkiraan
umur candi-candi Buddhis periode
Jawa Tengah. Dumarcay dalam
Prajudi (1999, 124) menyebutkan
bahwa candi-candi Buddhis tersebut
seperti Candi Borobudur, Candi
Mendut, Candi Pawon, dan Candi
Banyunibo, diperkirakan didirikan
pada sekitar abad IX M.
Gambar 3. Peta Persebaran Vihra Pada Masa Jawa Kuna Abad VIII-XI M
Sumber: Mochtar 2009, 133
126
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
127
128
Buddha.
Vihra
dapat
hidup
berdampingan dalam sebuah desa
dengan para penganut agama Hindu
dan
bersedia
terlibat
dengan
masyarakat dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Bahkan vihra dapat
menembus birokrasi pemerintahan
hingga mampu memperoleh anugrah
dari raja dan para bangsawan berupa
status tanah sma, anugrah yang
prestisius pada saat itu, bahkan dari
raja yang beragama Hindu sekalipun.
Sesungguhnya pola serupa terus
berlanjut
ketika
para
ulama
menduduki peran penting pada masa
kejayaan Kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia, bahkan hingga periode
pasca kemerdekaan ketika para
pemuka agama masih memegang
peranan penting di pemerintahan.
Bentuk-bentuk toleransi pada
masa Jawa Kuna yang terekam
melalui fungsi dan peran vihra
tersebut telah menunjukkan bahwa
pluralisme pada masyarakat Jawa
Kuna bukan menjadi pencetus
konflik. Raja dan petinggi kerajaan
pada masa itu menempatkan para
agamawan pada posisi yang penting
dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat
dan
masing-masing
agama dapat hidup berdampingan.
Nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh
nenek moyang ini seharusnya terus
dipelihara oleh bangsa Indonesia
agar dapat memandang pluralisme
sebagai sebuah karakter bangsa dan
bukan sebagai perbedaan yang
dapat memisahkan.
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
129
DAFTAR PUSTAKA
130
Vihara dan Pluralisme pada Masa Jawa Kuna Abad VIII XI Masehi
(Agni Sesaria Mochtar)
131
132